Overlapping Nest Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta

Covε ij , ε im = 0 untuk sebarang j ∈ B B k dan m ∈ B l B dengan k ≠ l. Probabilitas memilih alternatif j∈ B B k adalah ∑ ∑ ∑ = ∈ − ∈ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = k i l B j l ij B j k ij k ij ij k l k k V V V P λ λ λ λ λ exp exp exp 1 3 Jika untuk setiap ε ij adalah independen atau λ k = 1 maka model nested logit ini akan sama dengan model logit standar. Utiliti pada model nested logit dapat disajikan dalam bentuk lain yaitu U ij = W ik + Y ij + ε ij untuk j∈B B k 4 Dimana W ik adalah variabelfaktor yang hanya berpengaruh pada nest ke‐k mempunyai nilai yang sama untuk satu nest dan Y ij adalah variabel yang berpengaruh terhadap alternatif j. Probabilitas memilih alternatif i jika dinyatakan dalam probabilitas bersyarat adalah P ij = P ij|Bk .P iBk 5 dimana P ij|Bk adalah probabilitas bersyarat memilih alternatif j jika diketahui terletak pada nest B B k . dan P jBk adalah probabilitas marginal dalam nest B k B . ∑ = + + = K l jl l jl jk k jk jBk I W I W P 1 exp exp λ λ dan ∑ ∈ = Bk j k ij k ij Bk ij Y Y P exp exp | λ λ 6 dengan ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ∑ ∈Bk j k ij ik Y I λ exp ln

3. Overlapping Nest

Dalam model nested logit di atas diasumsikan bahwa setiap alternatif hanya menjadi anggota satu nest. Dalam kenyataan sering dijumpai bahwa antar nest mempunyai interseksi saling beririsan. Beberapa jenis model GEV yang telang dikembangkan untuk overlapping nest antara lain Vovsha 1997, Bierlaire 1998, Matematika 587 dan Ben‐Akiva dan Bierlaire 1999 telah mengusulkan model Cross‐Nested Logit CNLs. Small telah mengusulkan model Ordered Generalized Extreme Value OGEV, yang digunakan pada alternatif berupa urutan 0, 1, …. Dalam situasi ini setiap alternatif hanya berkorelasi dengan satu alternatif sebelum dan sesudahnya, sehingga satu nest hanya memuat dua alternatif. Chu 1989 mengusulkan model Paired Combinatorial Logit PCL. Jika terdapat J alternatif maka dapat disusun J‐1 nest. Wen dan Koppelman 2001 telah mengembangkan generalized nested logit GNL, yang termasuk didalamnya model PCL. Nilai probalitas dalam model PCL dapat dinyatakan sebagai ∑ ∑ ∑ − = + = ≠ − + + = 1 1 1 1 exp exp exp exp exp J k J k l kl il kl ik j j jr ij jr ij jr ij ij kl jr V V V V V P λ λ λ λ λ λ λ 7 dari pasangan sebanyak J‐1, masing‐masing pasangan mempunyai tingkat independensi sebesar λ jr . Jika masing‐masing independen λ jr =1 ∀r,j maka model PCL menjadi model logit standar. Estimasi parameter β dapat dilakukan dengan prosedur maksimum likelihood. Misalkan n sampel dari individu yang membuat keputusan, probabilitas individu i memilih sebuah alternatif dapat dinyatakan sebagai ∏ j y ij ij P Dengan y ij = 1 jika individu i memilih j dan nol jika memilih yang lainnya. Dengan mengasumsikan bahwa setiap keputusan antar individu saling independen maka probabilitas masing‐masing individu dalam sampel memilih sebuah alternatif adalah 8 ∏∏ = = n i j y ij ij P L 1 θ Dengan θ merupakan vektor parameter dalam model. Fungsi Log likelihood nya menjadi SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 588 9 ∑∑ = = n i j ij ij P y LL 1 ln θ Penaksir θ adalah nilai θ yang memaksimumkan fungsi LLθ. Parameter θ terdiri dari parameter koefisien β dan parameter korelasi ρ Uji hipotesis dan interval konvidensi untuk parameter adalah Koppelman dkk, 2006 a. Uji untuk masing‐masing slope H : β j = β j0 didasarkan pada statistik Wald : ˆ j j j B E S B Z β − = 10 b. Uji untuk beberapa slope H : β j =...= β q =0 didasarkan pada statistik X 2 = G 2model 1 – G 2model 2 11 yang berdistribusi chi kuadrat dengan derajad bebasnya sama dengan selisih banyaknya parameter dari kedua model. G 2 adalah deviance yang mempunyai nilai ‐2log L Untuk menguji kecocokan model dapat digunakan statistik Pseudo R 2 yang identik dengan nilai R 2 koefisien deterministik. pseudo R 2 = 2 2 1 1 G G − 12 Jika model secara sempurna memprediksi nilai Y P i = 1 maka y i = 1 dan jika P i =0 maka y i =0 maka log L = 0 atau nilai deviancenya nol. Sehingga nilai maksimum dari pseudo R 2 adalah satu. Statistik pseudo R 2 secara luas digunakan untuk menjelaskan kecocokan model dalam DCM secara intuitif. Pemasalahan dalam penggunaan pseudo R 2 ini adalah tidak adanya kaidah untuk menyatakan pada nilai berapa sedemikian hingga model dikatakan baik. Permasalahan kedua adalah peningkatan nilai pseudo R 2 pada penambahan Matematika 589 variabel independen tidak dapat menjelaskan seberapa penting variabel tersebut Koppelman dkk, 2006.

4. Rancangan Percobaan dan Membangkitkan data