Pelaksanaan Siklus 2 Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta

1. Berdasarkan hasil observasi peneliti pada lembar pengamatan pembelajaran matematika dengan problem solving dan memanfaatkan alat peraga oleh guru, diperoleh skor 34, dari skor maksimal 48 2. Komunikasi siswa pada siklus 1 ini sudah baik. skor aktivitas matematika siswa dalam lembar pengamatan sebesar 13 dari skor maksimal 20 3. Dari hasil angket kerja sama siswa, diperoleh skor 29,8, dari skor maksimal 40. 4. Hasil evaluasi siswa pada siklus 1, diperoleh nilai rata‐rata 6,26 5. Dari hasil angket refleksi siswa terhadap pembelajaran diperoleh hasil : bahwa siswa merasa pembelajaran problem solving dengan memanfaatkan alat peraga ini menyenangkan bagi mereka.

2. Pelaksanaan Siklus 2

Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siklus 2 dilaksanakan pada tanggal 4 September 2006 dengan waktu 2 x 45 menit. Tahapan pada siklus 2 dilaksanakan seperti siklus 1 dengan memperbaiki kekurangan‐kekurangan pada siklus 1, khususnya untuk langkah perencanaan, pelaksanaan, dan pengamatan. Sedangkan refleksi pada siklus 2 diperoleh hasil sebagai berikut : a. Pengelolaan pembelajaran oleh guru pada siklus 2 ini lebih baik dari siklus sebelumnya. Berdasarkan hasil observasi peneliti dalam lembar pengamatan pembelajaran matematika oleh guru diperoleh skor 44 dari skor maksimal 48 b Keaktivan siswa dalam pembelajaran juga terlihat meningkat, rata‐rata skor keaktivan siswa dalam pembelajaran sebesar 18, dari skor maksimal 20 c Berdasarkan angket kerja sama siswa dalam pembelajaran, diperoleh rata‐ rata skor 38,4 dari skor maksimal 40 d Nilai rata‐rata evaluasi siklus 2 ini adalah 7,45. Ada peningkatan dibandingkan siklus 1. Pend. Matematika 171 e. Dari hasil angket refleksi siswa terhadap pembelajaran diperoleh hasil : bahwa siswa merasa pembelajaran problem solving dengan memanfaatkan alat peraga lebih menarik dan menyenangkan.

B. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan atas hasil pengamatan dan dilanjutkan refleksi masing‐masing siklus, sebagai berikut : Siklus 1 Pembelajaran matematika dengan problem solving dan memanfaatkan alat peraga sudah cukup baik, hal ini terlihat dari skor yang diperoleh yaitu 34 dari skor maksimal 48. Namun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki antara lain : 1 pada saat memulai pelajaran, guru tidak menyampaikan model pembelajaran yang akan digunakan pada saat itu., 2 bimbingan guru yang diberikan kepada siswa kurang merata, sehingga ada kelompok siswa yang tidak menyelesaikan permasalahan dengan tuntas., 3 pengelolaan waktu pada siklus ini masih belum baik. Waktu yang digunakan untuk pembagian kelompok, mengerjakan soal evaluasi dan pengisian angket tidak efesien, sehungga dengan terpaksa menggunakan jam mata pelajaran lain, 4 aktivitas siswa sudah cukup baik, karena berdasarkan skor aktivitas sebesar 13 dari skor maksimal 20. Namun masih perlu peningkatan dengan cara guru memberi banyak motivasi kepada siswa, 5 kerja sama siswa dalam siklus ini sudah baik, hal ini terlihat dari skor yang diperoleh yaitu 29,8 dari skor maksimal 40. Namun menurut pengamatan peliliti, pembagian kerja dalam kelompok belum baik karena dominasi siswa yang pandai masih menonjol. 6 kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan belum begitu baik, karena dari 8 kelompok yang dapat menyelesaikan secara tuntas hanya satu kelompok saja. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 172 Sedangkan hasil evaluasi siklus I diperoleh skor 6,26. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain: kemampuan siswa, belum terbiasa kerja kelompok, dan juga belum terampil menggunakan alat peraga yang tersedia, 7 menurut pendapat siswa, pembelajaran dengan problem solving dan memanfaatkan alat peraga. Namun dengan pembelajaran model ini, masih ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena siswa kurang memperhatikan masalah dengan cermat, dan juga siswa belum terbiasa dengan pembelajaran problem solving. Siklus 2 Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan problem solving dan memanfaatkan alat peraga oleh guru pada siklus 2 ini lebih baik dari siklus sebelumnya. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut : 1 guru sudah menyampaikan tujuan pembelajaran maupun model pembelajaran yang akan digunakan, serta memberi motivasi yang baik kepada siswa. Bimbingan yang diberikan guru kepada kelompok maupun individu dalam proses menyelesaikan masalah dengan lembar kerja juga sudah merata. Berdasarkan hasil observasi peneliti dalam lembar pengamatan pembelajaran matematika oleh guru diperoleh skor 44 dari skor maksimal 48. 2 keaktivan siswa dalam pembelajaran juga terlihat meningkat. Dominasi siswa yang pandai sudah berkurang, diskusi antar teman dalam kelompok sudah berjalan dengan baik Dalam lembar pengamatan aktivitas siswa diperoleh rata‐rata skor keaktivan siswa dalam pembelajaran sebesar 18, dari skor maksimal 20. Meskipun begitu masih ada beberapa siswa namun relative sedikit yang tidak terlibat dalam diskusi dan belum berani mengungkapkan pendapat atau bertanya pada teman lain, 3 kerjasama dalam kelompok sudah meningkat dan Pend. Matematika 173 siswa sudah terbiasa bekerja kelompok. Berdasarkan angket kerja sama siswa dalam pembelajaran, diperoleh rata‐rata skor 38,4 dari skor maksimal 40. Ini berarti kerja sama mereka baik, 4 Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sudah meningkat. Ada enam kelompok yang dapat menyelesaikan LKS dengan baik dan hanya satu kelompok yang melakukan sedikit kesalahan. Nilai rata‐rata evaluasi siklus 2 ini adalah 7,45, hal ini jelas ada peningkatan dibandingkan siklus 1 skor rata‐ratanya 6,26 , 5 berdasarkan angket releksi pembelajaran dengan problem solving dan memanfaatkan alat peraga, respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran sangat baik, suasana pembelajaran menyenangkan. Di samping itu siswa termotivasi belajar lebih giat dengan soal ‐soal geometri yang berkaitan teorema Pythagoras. Dengan pembelajaran model ini, beberapa siswa yang mengalami kesulitan pada siklus 1 sudah dapat diatasi. Hal ini disebabkan karena siswa lebih memperhatikan masalah dengan cermat, dan juga siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran problem solving dan menggunakan alat peraga. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah pelaksanaan pembelajaran geometri dengan problem solving dan memanfaatkan alat peraga melalui tahapan 2 siklus yang diuraikan di atas, maka diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Skor pembelajaran matematika dengan problem solving dan memanfaatkan alat peragapada siklus 1 sebesar 34 70,8 dan pada siklus 2 sebesar 44 SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 174 91,7 dari skor maksimal 48. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru dalam pembelajaran matematika lebih meningkat. 2. Skor aktivitas siswa pada siklus 1 adalah 13 65 , sedangkan pada siklus 2 sebesar 18 90 dari skor maksimal 20. Hasil ini, dapat ditafsirkan bahwa keaktifan siswa telah meningkat. 3. Skor kerjasama siswa dalam pembelajaran matematika pada siklus 1 sebesar 29,8 74,5 dan pada siklus 2 sebesar 38,4 96 . Dalam hal ini nampak bahwa kerjasama siswa dalam kelompoknya telah berjalan dengan baik. 4. Nilai rata‐rata siklus 1 adalah 6,26 sedangkan pada siklus 2 sebesar 7,45. Hasil menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal geometri bentuk cerita telah meningkat. 5. Berdasarkan angket releksi pembelajaran dengan problem solving dan memanfaatkan alat peraga, respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran sangat baik dan suasana pembelajaran lebih menyenang kan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas pada siswa kelas VIII B SMP Negeri 2 Demak, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut. 1. Model pembelajaran matematika dengan problem solving dan memanfatkan alat peraga perlu dilakukan guru matematika di SMP, karena pembelajaran ini dapat meningkatkan aktivitas siswa, kerjasama siswa dalam kerja kelompok juga baik, dan hasil belajar siswa meningkat serta model pembelajaran ini menjadi lebih menyenangkan. 2. Dalam pembelajaran matematika, guru dituntut lebih kreatif dalam memilih model pembelajaran sehingga siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Di samping itu, jika memungkinkan dalam pembelajaran matematika sebaiknya guru menggunakan alat peraga sehingga siswa lebih tertarik dan pembelajaran lebih menyenangkan. Pend. Matematika 175 3. Mempresentasikan hasil kerja siswa perlu dilatih agar siswa berani mengemukakan pendapat dan melatih siswa untuk bertanya, sehingga pada gilirannya mereka terbiasa berfikir kritis. DAFTAR PUSTAKA Amin suyitno, 1997, Dasar‐dasar dan Proses Pembelajaran Matematika III, Semarang : Jurusan pendidikan matematika. Arnie Fajar, 2002, Portofolio Dalam Pelajaran IPS, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Downs, S.S, 1987, Developing Learning Skills In Learning Management :Emerging Direction For Learning To learn In The Workplace, Edited By M.E.Chern, Columbus : Ohio State University. Bell, F,H, 1981, Teaching amd Learning Mathematics in Secondary Schools, Dubuque, Iowa : Wm.C. Browwn Company Publishers. Dahlanm M.D, 1984, Model‐model Mengajar, Bandung : CV. Diponegoro. Hudoyo, H, 1988, Mengajar Belajar Matematika, Jakarta : Ditjen Dikti, P2LPTK. Novack, D. And Gowin, 1985, Learning How To Learn, Second Edition, New york : Cambrige University Press. Novick, L.R. and Holyoak, 1991, Matematical Problem Solving By Analogy. Journal of Experimental Psicology, Learning, Memory and Cognition. R. Soedjadi, 2000, Kiat Pendidikan Matematika Indonesia, Konsistansi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa depan,Jakarta : Dirjen Dikti Pendidikan Nasional. Slametto, 1992, Keefektivan metode Lembaran Tugas dalam Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika Untuk Menyelesaikan Soal Bentuk Essai Thesis, Jakarta : IKIP Jakarta. Sudjana, N. dan Arifin, D, 1987, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru. Sugiarto dan Isti Hidayah, 1999, Umplementasi dan Pengembangan Model Matematika SD Bercirikan Pemberdayagunaan Alat Peraga di Kabupaten Semarang, Semarang : IKIP Semarang. Suharsimi A, 1986, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 176 Dipresentasikan dalam SEMNAS Matematika dan Pendidikan Matematika 2007 dengan tema “Trend Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika di Era Global” yang diselenggarakan oleh Jurdik Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 24 Nopember 2007 Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMK Oleh: Rudy Kurniawan Program Studi Pendidikan Matematika Stkip Yasika Majalengka Abstrak Penelitian ini berupaya mengungkap hasil pembelajaran, berupa perbandingan peningkatan kemampuan koneksi matematik, antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual dengan siswa yang pembelajarannya secara tradisional. Selain itu, mengungkap hubungan positif antara sikap dan pengetahuan penunjang terhadap kemampuan koneksi matematik siswa. Populasi penelitian yaitu seluruh siswa kelas I SMKN Kadipaten dan sampelnya adalah kelas I Ak1 sebagai kelas eksperimen dan kelas I Ak2 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah tes dan nontes. Tes berupa soal uraian, terdiri dari tes pengetahuan penunjang dan tes kemampuan koneksi matematik. Bentuk nontes berupa, format observasi, format wawancara dan skala sikap model Likert dengan 4 pilihan. Berdasarkan pengolahan analisis data hasil pretes dan tes pengetahuan penunjang secara kuantitatif, ternyata diketahui bahwa siswa‐siswa pada kedua kelas penelitian mempunyai kemampuan awal matematik yang sama. Hasil analisis data pada postes yang ditinjau berdasarkan peningkatan kemampuan koneksi matematik, kemampuan jenis koneksi matematik, serta peningkatan kemampuan koneksi matematik berdasarkan siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi, ternyata siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan kontekstual secara signifikan lebih baik dari pada siswa yang pembelajarannya secara tradisional. Selain itu, terdapat hubungan yang positif, antara sikap dan pengetahuan penunjang terhadap kemampuan koneksi matematik siswa. Berdasarkan respon melalui skala sikap pasca pembelajaran kontekstual, ternyata rata‐rata siswa menunjukan sikap yang positif terhadap matematika dan pembelajarannya. Sikap positif tersebut merupakan modal dasar untuk peningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa dimasa mendatang. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani abad 21, kita harus mempersiapkan sumber daya manusia SDM yang benar‐benar unggul dan dapat diandalkan untuk menghadapi persaingan bebas di segala bidang kehidupan sebagai dampak dari globalisasi dunia. Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan SDM yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai calon SDM yang handal untuk dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. Hal tersebut senada dengan pendapat Sumarmo 2004:1 yang menyatakan bahwa pendidikan matematika sebagai proses yang aktif, dinamik, dan generatif melalui kegiatan matematika doing math memberikan sumbangan yang penting kepada siswa dalam pengembangan nalar, berfikir logis, sistematik, ktitis dan cermat, serta bersikap obyektif dan terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu tujuan umum pembelajaran matematika kelompok program adaptif di tingkat SMK Depdikbud : 2004 yaitu berfungsi untuk membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tehnologi dan seni. Artinya target kompetensi dasar matematik, khususnya kemampuan koneksi matematik siswa harus dapat ditumbuh‐kembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan bahan ajar serta sarana dan prasarananya. Dalam proses kegiatan belajar‐mengajar perlu adanya pendekatan pembelajaran yang penekanannya mengarah kepada kemampuan koneksi matematik, baik koneksi antar pokok bahasan dalam matematika, koneksi matematika dengan pelajaran lain dan koneksi matematika dengan kehidupan sehari ‐hari. Pelaksanaan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik harus mengacu pada empat pilar pendidikan universal yang disarankan UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together in peace and harmony. Melalui proses learning to know siswa akan memiliki pemahaman dan penalaran akan matematika dari hasil dan proses yang terkoneksikan, serta dari mana asal muasal konsep, dan ide‐ ide matematika terbentuk. Melalui proses mengetahui akan matematika, siswa akan memiliki potensi untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari‐hari atau bidang studi lainnya. Proses learning to do memberi kesempatan pada SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 178 siswa untuk trampil dalam mengkoneksikan antara pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru, sehingga dalam benaknya tercipta bahwa ide ‐idekonsep matematika terjalin dari suatu hubungan yang erat, dan tak dapat terpisah berdiri sendiri. Proses learning to be matematika, menurut Sumarmo 2004:9 bersamaan dengan proses learning to do, sehingga siswa akan memahami, menghargai atau mempunyai apresiasi terhadap nilai‐nilai dan keindahan akan produk dan proses serta terbentuknya matematika. Sedangkan melalui learning to live together in peace and harmony siswa akan diberi kesempatan untuk belajar secara berkelompok, bekerja sama, bertukar pikiran‐ sharing dan saling menghargai. Namun kenyataan di lapangan menunjukan indikasi yang berbeda, siswa memandang pelajaran matematika sebagai pelajaran yang “sulit dan menyeramkan”, matematika susah dimengerti dan dipenuhi rumus‐rumus. Disamping itu, guru terbiasa melakukan pembelajaran secara konvensional, guru hanya sekedar penyampai pesan pengetahuan, sementara siswa cenderung sebagai penerima pengetahuan semata dengan cara mencatat, mendengarkan dan menghapal apa yang telah disampaikan oleh gurunya. Tentu, hasil dari pembelajaran seperti itu dapat kita rasakan dan lihat hasilnya sekarang ini, prestasi belajar matematika siswa pada umumnya masih rendah. Bahkan Ruspiani 2000:46 mengungkap bahwa rata‐rata nilai kemampuan koneksi matematik siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata‐ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22.2 untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44.9 untuk koneksi matematik dengan bidang studi lain, dan 67.3 untuk koneksi matematik dengan kehidupan keseharian. Menyimak kesenjangan harapan dan kenyataan pembelajaran matematika dewasa ini, maka penulis termotivasi untuk meneliti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang berjudul : Pembelajaran dengan Pend. Matematika 179 Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMK. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa SMK antara pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual dengan pembelajaran secara tradisional? 2. Apakah ada perbedaan kemampuan aspek koneksi matematik siswa SMK yang pembelajarannya dengan pendekatan kontekstual dan tradisional? 3. Apakah ada hubungan antara pengetahuan penunjang, sikap dan minat siswa terhadap kemampuan koneksi matematik siswa setelah bahan ajar kontekstual dan bahan ajar tradisional dilakukan di kelas ? 4. Bagaimanakah situasi proses belajar‐mengajar ketika bahan ajar kontekstual dan bahan ajar tradisional dilakukan di kelas ? 5. Bagaimanakah respon siswa SMK terhadap pembelajaran kontekstual? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menelaah, membandingkan, dan mendeskripsikan perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa SMK yang pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual dengan pembelajaran secara tradisional. 2. Menelaah, membandingkan, dan mendeskripsikan perbedaan kemampuan menurut aspek koneksi matematik antara siswa SMK yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual maupun pembelajaran secara tradisional. 3. Menelaah dan mendeskripsikan hubungan antara pengetahuan penunjang, sikap dan minat siswa sebelum pembelajaran dengan kemampuan koneksi SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 180 matematik siswa setelah bahan ajar kontekstual dan bahan ajar tradisional dilakukan di kelas. 4. Mengetahui situasi proses belajar‐mengajar ketika bahan ajar kontekstual dan bahan ajar tradisional dilakukan di kelas. 5. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kontekstual. Pentingnya Masalah Penelitian ini penting karena : 1. Memberikan sumbangan pemikiran yang signifikan terhadap upaya perencanaan pembelajaran pada pokok bahasan matematika lainnya, serta kerangka kerja pedagogiknya yang harus dipersiapkan guru, sehingga dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa. 2. Bila penelitian ini berhasil positif, akan memberikan kontribusi bagi para guru matematika SMK untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. 3. Untuk para pengambil kebijakan pendidikan, dapat dijadikan sebagai sebuah rujukan dalam meningkatkan kemampuan kompetensi matematik siswa. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual Pendefinisian pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang dikemukakan oleh ahli sangatlah beragam, namun pada dasarnya memuat faktor ‐faktor yang sama. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual Contextual Teaching and Learning, CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan mengambil, mensimulasikan, menceritakan, berdialog, bertanya jawab atau berdiskusi pada kejadian dunia nyata kehidupan sehari‐ hari yang dialami siswa, kemudian diangkat kedalam konsep yang akan dipelajari dan dibahas. Menurut Berns dan Ericson 2001, yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah suatu konsep pembelajaran yang dapat membantu guru menghubungkan materi pelajaran Pend. Matematika 181 dengan situasi nyata, dan memotivasi siswa untuk membuat koneksi antara pengetahuan dan penerapannya dikehidupan sehari‐hari dalam peran mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan pekerja, sehingga mendorong motivasi mereka untuk bekerja keras dalam menerapkan hasil belajarnya. Seting pembelajaran kontekstual difokuskan seperti berikut ini : 1 Siswa dibuat kelompok kecil sekitar 5 orang dengan kemampuan yang heterogen. 2 Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi, manfaat materi yang akan dipelajarinya serta membahas beberapa soal PR yang terpilih. 3 Kelompok siswa diberikan permasalahan kontekstual dalam bentuk LKS yang menantang siswa, agar mencari solusinya. 4 Siswa mengeksplorasi pengetahuan dengan cara mengkoneksikan pengintegrasian pengetahuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, baik secara berkelompok ataupun sendiri. 5 Guru menggunakan sistem tanya jawab yang interaktif antara siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru, untuk menjelaskan hal yang tidak dimengerti oleh siswa. 6 Saat siswa mengerjakan LKS per kelompok, guru berkeliling kelas bertindak sebagai fasilitator dan moderator, membimbing siswa yang bermasalah. 7 Saat siswa selesai berdiskusi secara berkelompok, perwakilan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas. Melalui interaksi siswa digiring membahas permasalahan yang disajikan. 8 Diakhir pertemuan, diadakan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah berlangsung. Siswa dapat merangkum hasil pembelajaran, selanjutnya guru memberikan beberapa soal latihan di LKS untuk dikerjakan dirumah. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan teknik analisis data yang diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Dua kelompok siswa dipilih SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007 182 secara acak menurut kelas, yaitu kelompok eksperimen I memperoleh perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual, dan kelompok kontrol II secara tradisional. Sebelum perlakuan, kedua kelompok diberi tes pengetahuan penunjang dan pretes, setelah perlakuan diadakan postes. Disain penelitiannya adalah disain kelompok kontrol pretes‐postes, yaitu : A 0 X A 0 0 Keterangan : A = Pengelompokkan subjek secara acak kelas. O = Pretes = Postes X = Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas 1 SMK Negeri 1 Kadipaten Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat tahun pelajaran 20052006 sebanyak 349 siswa. Sampel penelitian kelas eksperimen adalah kelas I Ak 1, dan kelas kontrolnya adalah I Ak 2, masing‐masing kelas terdiri dari 44 orang siswa. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

1. Instrumen Skala Sikap