memanfaatkan media SWiSHmax pada mata kuliah Geometri Ruang
dilaksanakan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah test dan angket. Test
digunakan untuk menguji kemampuan mahasiswa di dalam menyelesaikan
soal ‐soal matematika. Angket digunakan untuk mengetahui tingkat minat
mahasiswa terhadap matematika setelah diberikan perlakuan bebrbeda kepada
sampel.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan mengacu pada bentuk penelitian quasi‐
experimental research dan mengacu pada hipotesis penelitian yang ditetapkan.
Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji t satu pihak
dengan hipotesis
statistik yang
ditetapkan, H
: μ
1
≤ μ
2
dan H
1
: μ
1
μ
2
. Dengan taraf signifikansi α dan derajat kebebasan
δ, N, maka hipotesis nol ditolak jika t
hitung
t
tabel
. Teknik
analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut. a Pengujian perbedaan
hasil belajar Geometri Ruang Mahasiswa dalam pembelajaran dengan
memanfaatkan media pembelajaran SWiSHmax dibandingkan dengan menggunakan
pendekatan ekspositori dengan menggunakan t‐test; b Pengujian
perbedaan minat dengan menggunakan t‐test
4. P E M B A H A S A N
Berdasarkan data hasil T
2
diperoleh hasil nilai signifikan F adalah 0,123 0,05
artinya tidak signifikan, artinya Varians data dianggap tidak ada perbedaan
yang signifikan. Dipilih statistik dengan equal varians assumed. Nilai
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
32
signifikan
2‐tailed adalah 0,000 0,05, artinya signifikan, artinya ada perbedaan hasil
belajar yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dengan kata lain, kelas dengan memanfaatkan SWiSHmax dengan pendekatan
mathematics problem solving lebih baik daripada pembelajaran geometri ruang
dengan ekspositori dengan memanfaatkan alat peraga.
Berdasarkan data hasil angket minat diperoleh hasil nilai signifikan F
adalah 0,229
0,05 artinya tidak signifikan, artinya Varians data dianggap tidak ada perbedaan
yang signifikan. Dipilih statistik dengan equal varians assumed. Nilai signifikan
2‐tailed adalah 0,613 0,05, artinya signifikan, artinya tidak ada perbedaan
minat yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dengan kata lain, kelas dengan memanfaatkan SWiSHmax dengan pendekatan
mathematics problem solving memiliki minat yang sama pada waktu belajar
geometri ruang dengan kelas kontrol, yaitu kelas dengan model pembelajaran
ekspositori dengan memanfaatkan alat peraga.
Dengan mengoptimalkan pemanfaatan media SWiSHmax dengan
pembelajaran mathematics problem solving diperoleh pengalaman yang baik.
Pengalaman ini dapat tumbuh dan berkembang seperti pengalaman mahasiswa
di dalam memahami materi geometri ruang. Pengalaman mahasiswa yang
sangat bermakna ini dapat dikembangkan dalam pembelajaran pokok bahasan
irisan bidang, jarak dan sudut.
Mahasiswa mengalami sendiri bentuk‐bentuk dan visual dari irisan
bangun
ruang, dapat pula melakukan manipulasi dengan melakukan rotasi
dengan lukisan matematika tersebut. Pengalaman dengan mengalami sendiri
inilah yang menjadi inti dari mathematics problem solving. Mahasiswa tak hanya
mendengar nmun juga mengalami sendiri. Dari pengelaman tersebut,
Pend. Matematika
33
diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan keruangannya
sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk bidang yang lain.
Jarak dan sudut merupakan materi dalam geometri ruang yang menuntut
mahasiswa untuk dapat melihat jauh ke dalam. Hubungan yang terjadi antara
mahasiswa dan permasalahan tidak sekedar mahasiswa membaca dan
memahami, namun diharapkan mahasiswa dapat masuk ke dalam
permasalahan dan kemudaian mencari solusi dari permasalahan dengan cara
yang cerdas. Hal tersebut di atas tidaklah mudah, perlu latihan berulang‐ulang
dengan soal yang kreatif.
Dalam menghitung jarak dan sudut dalam geometri ruang tidaklah sulit.
Akan lebih sulit bagi mahasiswa untuk menentukan manakah jarak yang
dimaksud. Contoh kecil adalah jarak antara ruas garis BC dan EF pada sebuah
kubus. Banyak mahasiswa yang tidak memahami konsep jarak dengan jelas
sehingga permasalahan tersebut menjadi sulit.
Pembelajaran mathematics problem solving, selain mengasah kemampuan
berpikir mahasiswa, juga mengemukakan permasalahan kontekstual dalam
prosesnya. Sebagai contoh, ketika mengajarkan konsep sudut, akan lebih
mudah jika mahasiswa mengalami sendiri berada dalam kubus, sehingga sudut
yang dimaksud menjadi lebih terlihat. Contoh sederhana adalah ketika
mahasiswa dihadapkan pada permasalahan menghitung sudut antara ruas
garis BH dengan ruas garis AC. Mahasiswa akan lebih mudah melukis dengan
bantuan visualisasi SWiSHmax dibandingkan dengan mengangan‐angan.
Pada dasarnya, pengajaran kontekstual dapat dilaksanakan dengan 7
tujuh pendekatan sebagai berikut. a Belajar Berbasis Masalah Problem‐Based
Learning ,
yaitu belajar dengan menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks; b Pengajaran Autentik Authentic Instruction, intinya adalah mendorong
siswa untuk mempelajari konteks bermakna; c Belajar Berbasis
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
34
Inquiri Inquiry‐Based Learning, yaitu mengikuti metodologi sains dan
menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna dengan menemukan
sendiri permasalahan yang dihadapi; d Belajar Berbasis Proyek Project‐Based
Learning ,
lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan
dan pendalaman materi, siswa dapat bekerja sendiri untuk mengkonstruksi
dan mengkulminasikan dalam produk nyata; e Belajar Berbasis
Kerja Work‐Based Learning, yaitu siswa menggunakan konteks tempat kerja
untuk mempelajari materi pelajaran, dan kemudian dikembalikan lagi ke tempat
kerja; f Belajar Jasa‐Layanan Service Learning yaitu menyajikan penerapan
praktis yang diperlukan dan berbagai ketrampilan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat; dan
g Belajar Kooperatif Cooperative Learning, yaitu menggunakan kelompok
kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam
mencapai tujuan belajar.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual bertujuan membekali
mahasiswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan
ditransfer dari suatu permasalahan ke permasalahan lain, dari suatu konteks
ke konteks yang lain.
Pendekatan kontekstual dapat diimpelementasikan dalam bentuk
belajar berbasis masalah problem‐based learning, yaitu pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah untuk memperoleh
konsep atau pengetahuan yang esensial.
Pada kegiatan pendahuluan, dosen mengingatkan semua mahasiswa
tentang materi perkuliahan yang lalu, memotivasi mahasiswa,
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara rinci dan
jelas, dan menjelaskan model pembelajaran yang akan dijalani.
Pend. Matematika
35
Pada kegiatan inti mencakup 5 lima fase. Pada fase pertama, dosen
mengajukan masalah pada mahasiswa dan meminta mahasiswa
mengemukakan ide mereka untuk memecahkan masalah tersebut. Pada fase
kedua, mahasiswa melakukan penyelidikanpemecahan secara bebas baik
dalam kelompok besar maupun kelompok kecil. Dosen bertugas mendorong
mahasiswa mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen aktual hingga
mereka benar‐benar mengerti dimensi situasi permasalahannya. Pada fase
ketiga, dosen menyuruh salah seorang mahasiswa untuk mempresentasikan
hasil pemecahan masalah dan membantu mahasiswa jika mereka mengalami
kesulitan. Pada fase keempat, dosen membantu menganalisis dan mengevaluasi
proses berpikir mahasiswa sedangkan mahasiswa menyusun kembali hasil
pemikiran dan kegiatan yang telah dilakukan untuk digunakan menyelesaikan
masalah berikutnya.
Dengan layanan dosen yang memadai melalui berbagai bentuk
penugasan project‐based learning, mahasiswa belajar bekerja sama untuk
menyelesaikan masalah problem‐based learning dan saling menghargai
sehingga hubungan antar mahasiswa akan menjadi lebih harmonis. Mahasiswa
yang merasa “kurang” dapat belajar bersama‐sama mahasiswa yang pandai
mengerjakan dan mempertanggung‐jawabkan solusi yang ditugaskan.
Sesuai dengan hasil angket maka diketahui bahwa tingkat keberminatan
mahasiswa dalam belajar geometri ruang tidaklah berbeda secara signifikan.
Hal ini dapat disebabkan karena tujuan mahasiswa dalam mengikuti
perkuliahan sudah jelas, sehingga model pembelajaran dan media yang
digunakan tidak mempengaruhi minat mahasiswa dalam mengikuti
perkuliahan dalam kelas.
SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika 2007
36
5. S I M P U L A N D A N S A R A N