Buku Pedoman Aunergi Industri 2015

(1)

ISBN 978–602112488-8

9

786021

124888

NUR R. ISKANDAR

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI

EDITOR :

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI

Kantor Pusat : Jl. Mohammad Husni Thamrin, No. 8, JAKARTA 10340 Laboratorium : Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(PUSPIPTEK), Gedung 620 – 624, Setu (d.h Serpong), KOTA TANGERANG SELATAN 15314, PROVINSI BANTEN Telepon: 021-756-0550, Faksimili: 021-756-0904


(2)

(3)

EDITOR:

NUR RACHMAN ISKANDAR

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI


(4)

ii

Prosedur Standar dan Teknik Audit Energi di Industri

ISBN 978

602

1124-88-8

© Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip, menyimpan, dan menyebarluaskan dalam bentuk apapun, sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin sah dari penerbit.

Diterbitkan oleh:

Balai Besar Teknologi Energi (B2TE),

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Kawasan PUSPIPTEK, Gd. 620 – 624,

Kota Tangerang Selatan 15314, Provinsi Banten Telepon : (021)-756-0550

Faksimili : (021)-756-0904 September 2015

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Prosedur Standar dan Teknik Audit Energi di

Industri/Nur Rachman Iskandar [et al] – Tangerang Selatan: Balai Besar Teknologi Energi, BPPT, 2015.

1 file

Bibliografi : hlm – ISBN 978-602-1124-88-8

1. Teknologi Konservasi Energi. I. Nur Rachman Iskandar

TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN

Buku ini dapat diunduh melalui situs:

BPPT : www.bppt.go.id B2TE : www.b2te.bppt.go.id


(5)

iii

Sambutan Kepala B2TE

Dr. Ir. Andhika Prastawa, M.Eng

Saya menghargai dan berterima kasih kepada semua pihak, khususnya segenap tim penyusun, yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan dan menerbitkan buku ini.

Buku “Prosedur Standar dan Teknik Audit Energi di Industri” merupakan seri pertama dari 2 buku di bidang konservasi energi yang akan diterbitkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui unit kerja Balai Besar Teknologi Energi (B2TE). Buku seri kedua adalah “Prosedur Standar dan Teknik Audit Energi di Gedung/Bangunan Komersial” yang akan diterbitkan pada tahun 2016 mendatang.

Buku-buku ini disusun dan diterbitkan berdasarkan pengalaman para penulisnya selama bekerja di Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) d.h Unit Pelaksana Teknis-Laboratorium Sumber Daya Energi (UPT-LSDE), BPPT, yang telah menekuni kegiatan audit energi di berbagai industri dan gedung/bangunan komersial sejak tahun 1990. Selain itu, lima puluh persen dari para penulisnya adalah pemegang Sertifikat Auditor Energi di Industri yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui Lembaga Sertifikasi Profesi – Himpunan Ahli Konservasi Energi (LSP- HAKE).

Dokumentasi pengalaman dalam wujud buku ini diharapkan dapat menambah referensi di bidang konservasi energi di negara kita, khususnya di bidang audit energi di industri. Secara khusus, buku ini diharapkan dapat dijadikan panduan bagi para auditor energi dalam melaksanakan kegiatan audit energi di industri, baik di internal BPPT maupun masyarakat industri pada umumnya.

Dengan diterbitkannya buku ini saya sekaligus mendorong segenap pegawai untuk menerbitkan buku-buku berikutnya sesuai dengan bidang dan keahlian yang ditekuni selama ini di Balai Besar Teknologi Energi, BPPT.


(6)

iv

Sambutan Deputi Kepala BPPT

Bidang Teknologi Informasi,

Energi, dan Material (TIEM)

Dr. Ir. Hammam Riza, MSc

Sebagai sebuah hasil karya intelektual, buku “Prosedur Standar dan Teknik Audit Energi di Industri” patut untuk diapresiasi penerbitannya. Buku di bidang energi ini akan mendampingi buku-buku yang telah terbit sebelumnya, misalnya “Teknik Dasar Penghematan Energi di Industri“ tahun 1991, “BPPT Outlook Energi Indonesia” yang terbit setiap tahun sejak 2009, “Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012”, dan beberapa naskah akademis atau buku lainnya.

Saya menyambut baik upaya pendokumentasian pengalaman di bidang audit energi dalam wujud buku yang telah dilakukan oleh Balai Besar Teknologi Energi (B2TE). Dengan demikian pekerjaan di bidang audit energi di B2TE akan meninggalkan “jejak” yang akan berguna bagi generasi penerus di B2TE, khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.

Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi BPPT yang melekat pada Kedeputian Teknologi Informasi, Energi, dan Material, yaitu melakukan pembinaan dan pelayanaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan swasta di bidang pengkajian dan penerapan teknologi dalam rangka inovasi, difusi, dan pengembangan kapasitas, serta membina alih teknologi khususnya pada sektor keenergian.

Oleh karena itu, buku ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam hal diseminasi program nasional di bidang konservasi energi di industri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 beserta peraturan-peraturan turunannya.

Melalui buku ini, saya berharap semoga Tuhan YME memberkati upaya-upaya intelektual seperti ini dan menjadikannya sebagai bentuk teladan dan perbuatan baik yang selalu mengalir pahala bagi para penulisnya.


(7)

v

SAMBUTAN KEPALA BPPT

Dr. Ir. Unggul Priyanto, M.Sc.

Penerbitan buku “Prosedur Standar dan Teknik Audit Energi di Industri” yang disusun oleh Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) – di bawah koordinasi Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material - semakin menambah judul buku yang telah dihasilkan/diterbitkan oleh BPPT. Buku ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih bagi pelaksanaan program konservasi energi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 70 Nomor 2009 tentang Konservasi Energi, dan PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Sebagaimana diketahui bahwa sasaran kebijakan energi nasional di dalam PP Nomor 79 Tahun 2014, yaitu antara lain tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi dan tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar 1 persen per tahun sampai dengan tahun 2025. Untuk mencapai sasaran tersebut upaya keras dan sungguh-sungguh di bidang konservasi energi masih harus dilakukan oleh bangsa kita, khususnya BPPT. Upaya tersebut dapat diawali dengan audit energi agar diketahui status pemanfaatan energi pada saat itu, termasuk potensi penghematan energinya. Tahapan berikutnya adalah melaksanakan rekomendasi atas analisis dan kesimpulan pada audit energi.

Terkait dengan hal tersebut di atas buku “Prosedur Standar dan Teknik Audit Energi di Industri” diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para auditor energi di industri. Selain itu buku ini diharapkan juga dapat dimanfaatkan oleh pihak industri dalam melakukan audit energi secara mandiri. Dengan demikian semua industri di negara kita dapat dengan serentak melaksanakan “pemotretan” penggunaan energinya tanpa harus menunggu auditor energi eksternal.

Dengan diterbitkannya buku ini saya mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT – Tuhan Yang Maha Kuasa sekaligus menyampaikan penghargaan tinggi serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi.


(8)

vi

SAMBUTAN DIRJEN ENERGI BARU,

TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI,

KEMENTERIAN ESDM RI

Ir. Rida Mulyana, M.Sc.

Hingga tahun 2014 Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia telah menyelesaikan 1.274 obyek audit energi di industri dan gedung. Selain itu telah dihasilkan pula 23 orang Tenaga Ahli Nasional Sistem Manajemen Energi ISO 50001, 96 orang Manajer Energi, dan 52 orang Auditor Energi yang semuanya bersertifikasi.

Capaian tersebut di atas merupakan bentuk implementasi tugas dan fungsi Ditjen EBTKE, yang antara lain melaksanakan kebijakan di bidang konservasi energi serta memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang konservasi energi.

Terkait dengan hal tersebut di atas, saya menyambut baik serta menghargai penerbitan buku “Prosedur Standar dan Teknik Audit Energi di Industri” oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Buku ini saya harapkan dapat ikut serta memperkuat struktur bangunan konservasi energi di negara kita, khususnya di sektor industri, dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi dan tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar 1 persen per tahun sampai dengan tahun 2025 sebagaimana diamanatkan di dalam Peraturan Pemerintah RI (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.

Saya menyampaikan penghargaan tinggi serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi hingga terbitnya buku ini. Semoga Allah SWT – Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa menyertai setiap usaha kita dalam melaksanakan program konservasi energi nasional.


(9)

vii

PENGANTAR

Kegiatan audit energi di Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) yang semula bernama Unit Pelaksana Teknis – Laboratorium Sumber Daya Energi (UPT-LSDE), BPPT telah dilakukan sejak tahun 1990. Satu tahun kemudian diterbitkan sebuah buku berjudul “Teknik Dasar Penghematan Energi” (ISBN 979-8263-00-6) pada masa UPT-LSDE di bawah kepemimpinan Dr. L.M. Panggabean.

Kegiatan audit energi dan pelatihannya terus berlanjut secara konsisten setiap tahun hingga kini. Audit energi telah dilakukan di berbagai industri/pabrik meliputi industri-industri baja, kertas, gula, semen, tekstil, teh, pupuk, sabun, dan beberapa lainnya. Pengalaman yang relatif panjang ini, termasuk terjadi pergantian personil, mendorong para pelakunya untuk mendokumentasikan langkah-langkah yang selama ini dilakukan dalam melakukan audit energi di industri dalam wujud sebuah buku.

Buku berjudul “Prosedur Standar dan Teknik Audit Energi di Industri” ini menguraikan tahap demi tahap pelaksanaan audit energi di industri. Audit energi yang dimaksudkan di sini adalah audit energi rinci. Sedangkan pengertian industri di dalam buku ini adalah industri secara umum, tidak mengacu kepada satu jenis industri tertentu. Selain itu asumsi yang diambil adalah industri yang diaudit energinya memiliki peralatan utilitas, meliputi: kelistrikan, boiler (ketel uap), diesel-generator, chiller, dan pompa. Berdasarkan asumsi tersebut pada setiap bab buku ini diuraikan cara melakukan audit energi pada masing-masing peralatan-dimaksud. Selain itu juga disajikan audit energi pada sistem-sistem distribusi uap, integrasi proses, dan manajemen energi. Dengan demikian audit energi dilaksanakan terhadap 8 (delapan) objek kajian oleh 8 subtim pelaksana. Hasil akhir audit energi merupakan integrasi atas 8 objek kajian tersebut di atas yang diwujudkan dalam bentuk laporan yang memuat rekomendasi untuk mewujudkan potensi penghematan energi.

Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para auditor energi. Selain itu, secara khusus buku ini diharapkan pula dapat dimanfaatkan oleh setiap industri di tanah air dalam melakukan audit energi secara mandiri.

Dengan mempraktikkan langkah-langkah yang ada di dalam buku ini kami sekaligus berharap mendapatkan kritik dan saran/masukan atas hal-hal yang masih kurang. Untuk selanjutnya kami akan memperbaiki atau melengkapi kekurangan tersebut pada penerbitan edisi berikutnya.

Pada kesempatan yang baik ini izinkan kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta memberikan dukungan penerbitan buku ini.

Tangerang Selatan, September 2015 Editor


(10)

viii

TIM PENYUSUN

PENGARAH:

Kepala BPPT

Dr. Ir. Unggul Priyanto, M.Sc

Deputi Ka. BPPT Bid. Teknologi Informasi, Energi, dan Material (TIEM) Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc

PENANGGUNGJAWAB

Kepala Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) Dr. Ir. Andhika Prastawa, MSEE

TIM PENYUSUN

Dr. Hariyanto Pratiwi, ST

Ir. Hari Yurismono, MEng.Sc Zulramadhanie, ST

Ir. Sudirman Palaloi, MT Muhammad Akbar Hipi, ST

Ir. Nur Rachman Iskandar Sarwo Turinno, A.Md

Ir. Pudjo Wahono Hadi Louis

Enny Rosmawar Purba, ST, MT Diding Fachrudin

Ir. Soleh, MT Heru Eka Prawoto

Yasmin, ST Rendi Januardi

Hadi Surachman, ST, MT EDITOR

Nur Rachman Iskandar DESAIN SAMPUL

Airlangga Winaditya Iskandar Referensi Gambar Sampul:

http://petrofiesta.speiitkgp.org/assets/images/bg3.jpg INFORMASI

Balai Besar Teknologi Energi (B2TE)

Kawasan Puspiptek, Gd. 620 – 624, Setu (d.h Serpong), Tangerang Selatan 15314, Banten

Telp. 021-756-0550. Fax. 021-756-0904. www.b2te.bppt.go.id Bidang Pelayanan Teknologi:

Ir. Arie Rahmadi, MEngSc (arie.rahmadi@bppt.go.id, arahmadi2@yahoo.com) Hadi Surachman, ST, MSi (hadi.surachman@bppt.go.id, hadis1970@gmail.com) Dian Khairiani, Amd (dian.khairiani@bppt.go.id, dian_khoe@yahoo.co.id) Sugeng, ST, MT (sugeng@bppt.go.id, sugeng03@yahoo.com)

Bidang Efisiensi Energi:

Dr. Hariyanto (hariyanto3465@bppt.go.id, hariyt@yahoo.com) Ir. Hari Yurismono, MEngSc (hari.yurismono@bppt.go.id, yurismono@gmail.com) Ir. Sudirman Palaloi, MT (sudirman3162@bppt.go.id, palaloi@yahoo.com)


(11)

ix

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

I

I

S

S

I

I

Hal.

SAMBUTAN ... iii

TIM PENYUSUN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. KONDISI KEENERGIAN NASIONAL ... 5

1.2. PERATURAN KEENERGIAN NASIONAL ... 10

1.3. TUJUAN ... 12

1.4. DEFINISI ... 12

1.5. RUANG LINGKUP ... 15

1.6. SISTEMATIKA PENYAJIAN ... 16

Bagaimana Cara Menggunakan Buku Ini? ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 19

BAB 2 AUDIT ENERGI DI INDUSTRI: PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN ... 21

2.1. TAHAP KOMUNIKASI AWAL ... 22

2.1.1. Penawaran Jasa Audit Energi ... 22

2.1.2. Permintaan Jasa Audit Energi ... 25

2.1.3. Kebutuhan Data Awal Informasi Industri ... 25

2.2. TAHAP PERSIAPAN ... 27

2.2.1. Penyusunan dan Pengiriman Proposal Penawaran Audit Energi 27

2.2.1.1. Identifikasi Peralatan atau Sistem dan Personil .. 27

2.2.1.2. Estimasi Waktu dan Biaya ... 29

2.2.1.3. Penyusunan dan Pengiriman Proposal ... 30

2.2.2. Kesepakatan dan Perjanjian Kerja atau Kontrak ... 31

2.2.3. Pembentukan Tim Audit Energi dan Pembagian Tugas ... 31

2.2.3.1. Pembentukan Tim Audit Energi ... 31

2.2.3.2. Pembagian Tugas ... 33

2.2.4. Persiapan Administrasi dan Teknis ... 36

2.2.4.1. Persiapan Administrasi ... 36

2.2.4.2. Persiapan Teknis ... 36

2.2.5. Persiapan dan Pengarahan K-3 ... 41

2.2.5.1. Melaksanakan Prosedur K-3 ... 41

2.2.5.2. Menangani Situasi Darurat ... 44

2.2.5.3. Menyesuaikan Perilaku Kerja ... 44

2.2.6. Mobilisasi Personil dan Peralatan ... 46

2.3. TAHAP PENGUMPULAN DATA PRIMER DAN SEKUNDER ... 46

2.3.1. Pemaparan Tahapan dan Proses Pelaksanaan Kegiatan .... 47

2.3.1.1. Pengenalan Tim Auditor Energi ... 47

2.3.1.2. Pemaparan Latar Belakang, Maksud, Tujuan, .... 48

dan Lingkup Kegiatan 2.3.1.3. Pemaparan Tim Auditee Tentang Sistem ... 48


(12)

x

dan/atau Peralatan di Pabrik yang akan Diaudit

2.3.1.4. Pemaparan Agenda Kegiatan Pengumpulan Data 49

2.3.1.5. Verifikasi/Klarifikasi Data yang Dikumpulkan ... 50

2.3.1.6. Pelaksanaan Pemaparan Hasil Awal ... 50

2.3.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 50

2.3.2.1. Pengumpulan Data Primer ... 50

2.3.2.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 52

2.3.3. Verifikasi Hasil Pengumpulan Data Primer dan Sekunder .. 53

2.3.4. Pemaparan Hasil Awal ... 54

2.4. TAHAP ANALISIS ... 55

2.4.1. Potensi Penghematan Energi ... 55

2.4.2. Analisis Awal Tekno-Ekonomi ... 57

2.5. TAHAP LAPORAN ... 58

2.5.1. Penetapan Format dan Kerangka Laporan ... 58

2.5.1.1. Kerangka dan Format Laporan Gabungan Audit Energi . 59

2.5.1.2. Kerangka dan Format Laporan Subtim Audit Energi .... 60

2.5.2. Koordinasi Penyusunan Laporan ... 63

2.5.2.1. Pembagian Tugas ... 63

2.5.2.2. Pendistribusian Kerangka dan Format Laporan .. 63

2.5.2.3. Penyusunan Laporan ... 64

2.5.3. Penyusunan dan Finalisasi Laporan Gabungan ... 64

2.5.3.1. Menulis Bab 11 (Analisis Keseluruhan) ... 64

2.5.3.2. Menulis Bab 12 (Kesimpulan dan Rekomendasi) .. 65

2.5.3.3. Menulis Ringkasan Eksekutif ... 65

2.5.3.4. Menulis Kata Pengantar ... 66

2.5.3.5. Menyusun Daftar Pustaka, Lampiran, ... 66

serta Daftar Isi Laporan Gabungan 2.5.3.6. Penyelesaian Akhir Laporan ... 66

2.5.4. Penyerahan dan Presentasi Laporan Final Sementara ... 66

2.5.5. Penyerahan Laporan Final ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

BAB 3 AUDIT ENERGI DI INDUSTRI: SISTEM KELISTRIKAN ... 69

3.1. PENGERTIAN SISTEM KELISTRIKAN ... 70

3.1.1. Pembangkit Tenaga Listrik ... 70

3.1.2. Jaringan Transmisi dan Distribusi ... 70

3.1.3. Sistem Kelistrikan di Industri ... 71

3.1.4. Peluang dan Potensi Penghematan Energi ... 72

Pada Sistem Kelistrikan 3.1.4.1. Sistem Tenaga Kelistrikan ... 72

3.1.4.2. Motor Listrik ... 73

3.2. PERSIAPAN AUDIT ENERGI PADA SISTEM KELISTRIKAN ... 73

3.2.1. Pembentukan Tim dan Pembagian Tugas ... 74

3.2.1.1. Pembentukan Tim ... 74


(13)

xi

3.2.2. Persiapan Administrasi dan Teknis ... 75

3.2.2.1. Persiapan Administrasi ... 75

3.2.2.2. Persiapan Teknis ... 75

3.2.3. Persiapan dan Pengarahan K-3 ... 78

3.2.4. Mobilisasi Personil dan Peralatan ... 78

3.3. PENGUMPULAN DATA PRIMER DAN SEKUNDER ... 78

3.3.1. Pemaparan Tahapan dan Proses Pelaksanaan Audit Energi 79

3.3.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 79

3.3.2.1. Pengumpulan Data Primer ... 80

3.3.2.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 84

3.3.3. Verifikasi/Klarifikasi Data Hasil Audit Energi ... 85

3.3.3.1. Validitas Sumber Data ... 85

3.3.3.2. Tingkat Akurasi Data ... 85

3.3.4. Pemaparan Hasil Sementara Audit Energi ... 86

3.4. ANALISIS DATA HASIL SURVEI LAPANGAN ... 86

3.4.1. Sumber Energi Listrik ... 86

3.4.2. Informasi Tarif Listrik ... 86

3.4.3. Analisis Penggunaan Energi Listrik Bulanan ... 87

3.4.4. Neraca Energi Listrik ... 90

3.5. ANALISIS PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK HARIAN ... 93

3.5.1. Profil Beban Harian ... 93

3.5.2. Potensi Penghematan Energi dengan ... 95

Perbaikan Faktor Daya 3.5.3. Analisis Hasil Pengukuran Tegangan ... 96

3.5.4. Analisis Kualitas Daya Listrik ... 97

3.5.5. Potensi Penghematan dengan Pemasangan VSD ... 99

3.5.6. Potensi Penghematan dengan Pemanfaatan ... 103

Motor Efisiensi Tinggi 3.5.7. Menurunkan Pembebanan yang Kurang ... 106

dan Menghindari Motor yang Ukurannya Terlalu Besar 3.5.8. Ukuran Motor untuk Beban Bervariasi ... 107

3.5.9. Pengaruh Ketidakseimbangan Suplai Tegangan ... 107

Terhadap Motor 3.5.10. Pengaruh Tegangan Tidak Seimbang Terhadap Arus ... 108

dan Rugi-rugi Pada Motor 3.5.11. Pengaruh Tegangan Tidak Seimbang Terhadap ... 109

Umur Isolasi Belitan Motor 3.5.12. Penggulungan Ulang ... 111

3.5.13. Koreksi Faktor Daya dengan Pemasangan Kapasitor ... 112

3.5.14. Meningkatkan Perawatan ... 112

3.5.15. Potensi Penghemataan dengan Pemanfaatan Lampu TL Tipe T-5 . 113

3.6. ANALISIS TEKNO-EKONOMI ... 113

3.6.1. Pay Back Period (PBP) ... 114


(14)

xii

3.6.3. Net Present Value (NPV) ... 116

3.6.4. Internal Rate of Return (IRR) ... 118

3.7. PENYUSUNAN LAPORAN ... 120

3.7.1. Sebagai Bagian dari Audit Energi Rinci ... 120

3.7.2. Audit Energi Hanya Pada Sistem Kelistrikan ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124

BAB 4 AUDIT ENERGI DI INDUSTRI: SISTEM BOILER/KETEL ... 127

4.1. DESKRIPSI BOILER ... 128

4.1.1. Gambaran Umum ... 128

4.1.2. Klasifikasi Boiler ... 129

4.1.2.1. Berdasarkan Fluida yang Mengalir di dalam Pipa . 130 4.1.2.2. Berdasarkan Pemakaian ... 133

4.1.2.3. Berdasarkan Poros Tutup Drum (Shell) ... 133

4.1.2.4. Berdasarkan Bentuk dan Letak Pipa ... 134

4.1.2.5. Berdasarkan Jenis Sirkulasi Air ... 134

4.1.2.6. Berdasarkan Tekanan Kerja ... 135

4.1.2.7. Berdasarkan Sumber Energi ... 135

4.2. PERSIAPAN AUDIT ENERGI PADA SISTEM BOILER ... 136

4.2.1. Pembentukan Tim dan Pembagian Tugas ... 136

4.2.1.1. Pembentukan Tim ... 136

4.2.1.2. Pembagian Tugas ... 137

4.2.2. Persiapan Administrasi dan Teknis ... 138

4.2.2.1. Persiapan Administrasi ... 138

4.2.2.2. Persiapan Teknis ... 138

4.2.3. Persiapan dan Pengarahan K-3 ... 143

4.2.4. Mobilisasi Personil dan Peralatan ... 143

4.3. PENGUMPULAN DATA PRIMER DAN SEKUNDER ... 143

4.3.1. Pemaparan Tahapan dan Proses Pelaksanaan Audit Energi 143

4.3.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 144

4.3.2.1. Pengumpulan Data Primer ... 144

4.3.2.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 151

4.3.2.3. Lembar Kerja ... 151

4.4. ANALISIS ... 151

4.4.1. Perhitungan Kinerja/Efisiensi Boiler ... 151

4.4.1.1. Perhitungan Efisiensi dengan Metode Langsung .. 151

(Direct Efficiency) 4.4.1.2. Perhitungan Efisiensi dengan Metode ... 154

Tidak Langsung (Indirect Efficiency) 4.4.2. Neraca Panas ... 156

4.4.3. Konservasi Energi pada Boiler ... 157

4.4.3.1. Faktor Kelebihan Udara (Excess Air) ... 157

4.4.3.2. Faktor Alat Pembakar (Burner) ... 160

4.4.3.3. Beban Boiler (Firing Rate) ... 160


(15)

xiii

4.4.3.5. Temperatur Air Umpan Boiler ... 171

4.4.3.6. Pemanfaatan Kondensat (Condensate Recovery) . 172 4.4.3.7. Pengaruh Pengerakan Pada Pipa ... 172

4.4.3.8 Air Blowdown ... 173

4.4.3.9 Kehilangan Panas Pada Bagian Luar Boiler ... 174

4.4.3.10. Tekanan Uap ... 174

4.4.3.11. Pengaruh Bahan Bakar ... 177

4.5. PENYUSUNAN LAPORAN ... 178

4.5.1. Sebagai Bagian dari Audit Energi Rinci ... 178

4.5.2. Audit Energi Hanya Pada Sistem Boiler ... 180

DAFTAR PUSTAKA ... 182

LAMPIRAN KHUSUS: Contoh Kasus Audit Penghematan Energi pada Boiler .... 183

BAB 5 AUDIT ENERGI DI INDUSTRI: SISTEM DIESEL-GENERATOR ... 197

5.1. DESKRIPSI SISTEM DIESEL GENERATOR ... 198

5.1.1. Gambaran Umum ... 198

5.1.2. Prinsip Kerja Mesin Diesel ... 198

5.1.3. Kinerja Mesin Diesel ... 203

5.1.4. Neraca Massa dan Energi ... 208

5.2. AUDIT ENERGI PADA SISTEM DIESEL-GENERATOR ... 209

5.2.1. Tujuan ... 209

5.2.2. Ruang Lingkup ... 210

5.2.2.1. Ruang Lingkup Kajian ... 210

5.2.2.2. Ruang Lingkup Kegiatan/Pekerjaan ... 210

5.3. PERSIAPAN AUDIT ENERGI PADA SISTEM DIESEL-GENERATOR ... 211

5.3.1. Data Awal ... 211

5.3.2. Pembentukan Tim dan Pembagian Tugas ... 211

5.3.2.1. Pembentukan Tim ... 211

5.3.2.2. Pembagian Tugas ... 212

5.3.3. Penyusunan Jadwal Kegiatan ... 213

5.3.4. Persiapan Administrasi dan Teknis ... 214

5.3.4.1. Persiapan Administrasi ... 214

5.3.4.2. Persiapan Teknis ... 214

5.3.5. Persiapan dan Pengarahan K-3 ... 218

5.3.6. Mobilisasi Personil dan Peralatan ... 218

5.4. PENGUMPULAN DATA PRIMER DAN SEKUNDER ... 219

5.4.1. Pemaparan Tahapan dan Proses Pelaksanaan ... 219

Audit Energi 5.4.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 219

5.4.2.1. Pengumpulan Data Primer ... 219

5.4.2.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 222

5.4.3. Pemaparan Hasil Sementara Audit Energi ... 223

5.5. ANALISIS ... 223

5.5.1. Perhitungan Teoritis Efisiensi Mesin ... 224


(16)

xiv

5.5.3. Perhitungan Panas Buang ... 225

5.5.4. Perhitungan Daya Keluaran (Output) Generator ... 227

5.6. PENYUSUNAN LAPORAN ... 232

5.6.1. Sebagai Bagian dari Audit Energi Rinci ... 232

5.6.2. Audit Energi Hanya Pada Sistem Diesel-Generator ... 234

DAFTAR PUSTAKA ... 236

BAB 6 AUDIT ENERGI DI INDUSTRI: SISTEM DISTRIBUSI UAP ... 237

6.1. TINJAUAN SISTEM DISTRIBUSI UAP ... 238

6.1.1. Sistem Uap ... 238

6.1.2. Termodinamika Uap ... 240

6.1.2.1. Entalpi ... 240

6.1.2.2. Kualitas Uap ... 240

6.1.2.3. Tekanan Uap ... 241

6.1.3. Distribusi Uap ... 241

6.1.3.1. Steam Trap ... 242

6.1.3.2. Pemanfaatan Kembali Kondensat ... 244

(Condensate Recovery) 6.1.3.3. Isolasi Pipa Uap dan Peralatan Proses ... 244

6.1.3.4. Katup Penurun Tekanan ... 247

6.1.3.5. Tangki Flash ... 248

6.1.3.6. Tangki Kondensat ... 248

6.2. AUDIT ENERGI PADA SISTEM DISTRIBUSI UAP ... 248

6.2.1. Tujuan ... 248

6.2.2. Ruang Lingkup ... 249

6.2.2.1. Ruang Lingkup Kajian ... 249

6.2.2.2. Ruang Lingkup Kegiatan/Pekerjaan ... 249

6.3. PERSIAPAN AUDIT ENERGI PADA SISTEM DISTRIBUSI UAP ... 250

6.3.1. Data Awal ... 250

6.3.2. Pembentukan Tim dan Pembagian Tugas ... 251

6.3.2.1. Pembentukan Tim ... 251

6.3.2.2. Pembagian Tugas ... 251

6.3.3. Penyusunan Jadwal Kegiatan ... 252

6.3.4. Persiapan Administrasi dan Teknis ... 253

6.3.4.1. Persiapan Administrasi ... 253

6.3.4.2. Persiapan Teknis ... 253

6.3.5. Persiapan dan Pengarahan K-3 ... 257

6.3.6. Mobilisasi Personil dan Peralatan ... 258

6.4. PENGUMPULAN DATA PRIMER DAN SEKUNDER ... 258

6.4.1. Pemaparan Tahapan dan Proses Pelaksanaan Audit Energi 258

6.4.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 259

6.4.2.1. Pengumpulan Data Primer ... 259

6.4.2.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 262

6.4.3. Pemaparan Hasil Sementara Audit Energi ... 262


(17)

xv

6.5.1. Analisis Neraca Massa dan Energi ... 264

6.5.2. Analisis Steam Trap ... 265

6.5.2.1. Perbaikan Steam Trap ... 265

6.5.2.2. Pemeliharaan Steam Trap ... 266

6.5.2.3. Pemantauan (Monitoring) Steam Trap ... 266

6.5.3. Analisis Jaringan Pipa Distribusi Uap ... 266

6.5.3.1. Perbaikan Kebocoran ... 266

6.5.3.2. Panas Hilang Pada Permukaan Pipa ... 268

Tidak Berisolasi 6.5.3.3. Panas Hilang Pada Permukaan Pipa Berisolasi .... 271

6.5.3.4. Perhitungan Kehilangan Panas (Heat Loss) ... 276

6.5.4. Analisis Pada Condensate Recovery ... 276

6.5.4.1. Flash Steam Recovery ... 276

6.5.4.2. Condensate Recovery ... 276

6.5.5. Perhitungan Biaya Pembangkitan Uap ... 277

6.5.6. Potensi Penghematan Energi ... 279

6.5.7. Analisis Sistem Uap dengan Pemodelan (Modelling) ... 280

6.5.8. Pengamatan Best Practices Pada Sistem Pembangkitan, .. 284

Distribusi, dan Pengguna Uap 6.5.8.1. Pembangkitan Uap ... 285

6.5.8.2. Distribusi Uap ... 285

6.5.8.3. Pengguna-Akhir Uap ... 285

6.5.9. Rekomendasi ... 285

6.5.10. Definisi Sistem Uap ... 286

6.6. PENYUSUNAN LAPORAN ... 287

6.6.1. Sebagai Bagian Dari Audit Energi Rinci ... 287

6.6.2. Audit Energi Hanya Pada Sistem Distribusi Uap ... 290

DAFTAR PUSTAKA ... 292

BAB 7 AUDIT ENERGI DI INDUSTRI: SISTEM INTEGRASI PROSES ... 293

7.1. DEFINISI INTEGRASI PROSES ... 294

7.1.1. Konsep Dasar Pinch ... 296

7.1.1.1. Heat Recovery dan Heat Exchanger ... 297

7.1.1.2. Perpindahan Massa ... 300

7.1.2. Optimasi Matematis ... 302

7.1.3. Tahapan Analisis Pinch ... 302

7.1.4. Modifikasi Proses ... 309

7.1.5. Desain Jaringan ... 310

7.2. AUDIT ENERGI PADA SISTEM INTEGRASI PROSES ... 317

7.2.1. Tujuan ... 317

7.2.2. Ruang Lingkup ... 317

7.2.2.1. Ruang Lingkup Kajian ... 317


(18)

xvi

7.3. PERSIAPAN AUDIT ENERGI PADA SISTEM INTEGRASI PROSES ... 318

7.3.1. Data Awal yang Diperlukan ... 318

7.3.2. Pembentukan Tim dan Pembagian Tugas ... 319

7.3.2.1. Pembentukan Tim ... 319

7.3.2.2. Pembagian Tugas ... 319

7.3.3. Jadwal Kegiatan ... 320

7.3.4. Persiapan Administrasi dan Teknis ... 320

7.3.4.1. Persiapan Administrasi ... 320

7.3.4.2. Persiapan Teknis ... 320

7.3.5. Persiapan dan Pengarahan K-3 ... 321

7.3.6. Mobilisasi Personil dan Peralatan ... 325

7.4. PENGUKURAN/PENGUMPULAN DATA ... 325

7.4.1. Pemaparan Tahapan dan Proses Pelaksanaan Audit Energi 325

7.4.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 325

7.4.2.1. Pengumpulan Data Primer ... 325

7.4.2.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 326

7.4.3. Pemaparan Hasil Sementara Audit Energi ... 327

7.5. ANALISIS ... 327

7.5.1. Penurunan Konsumsi Uap di Pabrik Acetic Anhydride ... 327

7.5.2. Analisis Awal Tekno-Ekonomi ... 330

7.6. LAPORAN AUDIT ENERGI PADA SISTEM INTEGRASI PROSES ... 331

7.6.1. Sebagai Bagian Dari Audit Energi Rinci ... 331

7.6.2. Audit Energi Hanya Pada Sistem Integrasi Proses ... 334

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 336

BAB 8 AUDIT ENERGI DI INDUSTRI: SISTEM CHILLER ... 337

8.1. PENDAHULUAN ... 338

8.1.1. Definisi dan Jenis Chiller ... 338

8.1.2. Mekanisme Kerja Chiller ... 340

8.1.3. Instalasi Chiller ... 341

8.1.4. Kinerja Chiller ... 343

8.1.4.1. Acuan Kinerja Chiller ... 344

8.1.4.2. Faktor Kinerja Chiller dan Pemborosan Energi ... 345

8.1.5. Satuan-satuan ... 347

8.2. PERSIAPAN AUDIT ENERGI PADA SISTEM CHILLER ... 347

8.2.1. Pembentukan Tim dan Pembagian Tugas ... 348

8.2.1.1. Pembentukan Tim ... 348

8.2.1.2. Pembagian Tugas ... 348

8.2.2. Persiapan Administrasi dan Teknis ... 349

8.2.2.1. Persiapan Administrasi ... 349

8.2.2.2. Persiapan Teknis ... 349

8.2.3. Persiapan dan Pengarahan K-3 ... 353

8.2.4. Mobilisasi Personil dan Peralatan ... 353

8.3. PENGUMPULAN DATA PRIMER DAN SEKUNDER ... 353


(19)

xvii

8.3.1.1. Data Pengukuran ... 354

8.3.1.2. Waktu dan Periode Pengukuran ... 355

8.3.1.3. Titik Pengukuran ... 355

8.3.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 357

8.3.3. Verifikasi Data ... 358

8.4. ANALISIS ... 358

8.4.1. Operasional Rutin ... 359

8.4.2. Pembebanan Kerja ... 360

8.4.3. Kinerja Chiller ... 362

8.4.4. Faktor-faktor Lain ... 365

8.5. PELUANG PENGHEMATAN ... 371

8.5.1. Profil Harian ... 371

8.5.2. Pembebanan ... 371

8.5.3. Faktor-faktor Lain ... 371

8.6. ANALISIS AWAL TEKNO-EKONOMI ... 372

8.6.1. Pay Back Period (PBP) ... 373

8.6.2. Return on Investment (ROI) ... 373

8.6.3. Net Present Value (NPV) ... 374

8.6.4. Internal Rate of Return (IRR) ... 376

8.7. PENYUSUNAN LAPORAN ... 378

8.7.1. Sebagai Bagian Dari Audit Energi Rinci ... 378

8.7.2. Audit Energi Hanya Pada Sistem Chiller ... 379

DAFTAR PUSTAKA ... 382

BAB 9 AUDIT ENERGI DI INDUSTRI: SISTEM POMPA ... 383

9.1. GAMBARAN UMUM POMPA ... 383

9.1.1. Pompa Sentrifugal ... 385

9.1.2. Pompa Positive Displacement ... 386

9.2. SISTEM POMPA ... 386

9.2.1. Pendekatan Sistem Pompa ... 388

9.2.1.1. Adjustible Speed Drive untuk Pompa Motor ... 389

9.2.1.2. Motor Pompa ... 389

9.2.1.3. Rugi-rugi Pompa ... 390

9.2.2. Sistem Fluida ... 390

9.2.3. Kebutuhan Sistem ... 392

9.2.4. Parameter Desain dan Kondisi Operasi Aktual ... 392

9.2.5. Persamaan Fluida pada Sistem Pompa ... 393

9.2.5.1. Static Head ... 393

9.2.5.2. Velocity Head ... 394

9.2.5.3. Rugi-rugi Karena Gesekan ... 394

9.2.5.4. Output Pompa ... 395

9.2.5.5. Prinsip Bernoulli ... 396

9.2.5.6. Specific Gravity/Relative Density ... 398

9.2.5.7. Kurva Head System ... 398


(20)

xviii

9.3. AUDIT ENERGI PADA SISTEM POMPA ... 402

9.3.1. Tujuan ... 403

9.3.2. Ruang Lingkup ... 403

9.3.2.1. Ruang Lingkup Kajian ... 403

9.3.2.2. Ruang Lingkup Kegiatan/Pekerjaan ... 404

9.4. PERSIAPAN AUDIT ENERGI PADA SISTEM POMPA ... 404

9.4.1. Data Awal ... 405

9.4.2. Pembentukan Tim dan Pembagian Tugas ... 408

9.4.2.1. Pembentukan Tim ... 408

9.4.2.2. Pembagian Tugas ... 408

9.4.3. Penyusunan Jadwal Kegiatan ... 409

9.4.4. Persiapan Administrasi dan Teknis ... 409

9.4.4.1. Persiapan Administrasi ... 409

9.4.4.2. Persiapan Teknis ... 410

9.4.5. Persiapan dan Pengarahan K-3 ... 413

9.4.6. Mobilisasi Personil dan Peralatan ... 414

9.5. PENGUMPULAN DATA PRIMER DAN SEKUNDER ... 414

9.5.1. Pemaparan Tahapan dan Proses Pelaksanaan ... 414

Audit Energi 9.5.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 415

9.5.2.1. Pengumpulan Data Primer ... 415

9.5.2.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 416

9.5.3. Pemaparan Hasil Sementara Audit Energi ... 416

9.6. ANALISIS ... 417

9.6.1. Justifikasi Finansial dan Pertimbangan LCC ... 417

9.6.2. Pendekatan Prescreening dan Evaluasi Awal ... 417

9.6.3. Analisis Komponen Sistem ... 417

9.6.4. Analisis Sistem Fluida ... 417

9.6.5. Optimasi Sistem ... 417

9.7. PENYUSUNAN LAPORAN ... 418

9.7.1. Sebagai Bagian Dari Audit Energi Rinci ... 418

9.7.2. Audit Energi Hanya Pada Sistem Pompa ... 419

DAFTAR PUSTAKA ... 422

BAB 10 AUDIT ENERGI DI INDUSTRI: SISTEM MANAJEMEN ENERGI ... 423

10.1. TTIINNJJAAUUAANNUUMMUUMM ... 424

10.1.1. Kebijakan Konservasi dan Manajemen Energi ... 425

10.1.2. Definisi Manajemen Energi ... 426

10.1.3. Definisi Audit Energi ... 426

10.1.4. Standar Acuan ... 426

10.1.5. Penerapan dan Prinsip-prinsip Penghematan Energi ... 426

10.1.5.1. Dasar-dasar Istilah Energi ... 426

10.1.5.2. Mengurangi Rugi-rugi (Kehilangan) Energi ... 429

10.1.5.3. Meningkatkan Efisiensi Peralatan Pemanfaat Energi . 429


(21)

xix

10.2. PPRRIINNSSIIPP--PPRRIINNSSIIPPMMAANNAAJJEEMMEENNEENNEERRGGII ... 430

10.2.1. Komitmen Pimpinan Puncak ... 432

10.2.2. Mengembangkan Kebijakan Energi yang Mencakup ... 433

Kinerja Energi 10.2.3. Menentukan Lingkup yang Disesuaikan ... 433

dengan Proses yang Ada 10.3. PPEENNEERRAAPPAANNSSIISSTTEEMMMMAANNAAJJEEMMEENNEENNEERRGGII ... 434

10.3.1. Persyaratan Umum ... 434

10.3.2. Tanggung Jawab Manajemen ... 434

10.3.3. Kebijakan Energi ... 435

10.3.4. Perencanaan Energi ... 436

10.3.4.1. Legal dan Peraturan Lainnya ... 437

10.3.4.2. Tinjauan Energi ... 437

10.3.4.3. Menentukan Pengguna Energi Signifikan ... 441

(Significant Energy Use - SEU) 10.3.4.4. Mengukur Kinerja Energi Terhadap Base-Line ... 444

10.3.4.5. Identifikasi Potensi Penghematan Energi ... 445

10.3.4.6. Menentukan Tujuan, Target, dan... 445

Rencana Tindak (Action Plan) 10.3.4.7. Mengembangkan Rencana Tindak ... 446

10.3.5. Melaksanakan Rencana Manajemen Energi ... 447

10.3.5.1. Kompetensi, Pelatihan (Training), ... 447

dan Kepedulian (Awareness) 10.3.5.2. Komunikasi ... 448

10.3.5.3. Dokumentasi ... 448

10.3.5.4. Kontrol Operasi ... 449

10.3.5.5. Desain ... 449

10.3.5.6. Pengadaan Jasa, Produk, Peralatan, dan Energi . 450 10.3.6. Evaluasi Manajemen Energi ... 450

10.3.6.1. Mengevaluasi Manajemen Energi ... 450

10.3.6.2. Melaksanakan Tinjauan Manajemen ... 451

10.4. AAUUDDIITTEENNEERRGGIIPPAADDAASSIISSTTEEMMMMAANNAAJJEEMMEENNEENNEERRGGII ... 452

10.4.1. Tujuan ... 452

10.4.2. Ruang Lingkup ... 452

10.4.2.1. Ruang Lingkup Kajian ... 452

10.4.2.2. Ruang Lingkup Kegiatan/Pekerjaan ... 452

10.5. PPEERRSSIIAAPPAANNAAUUDDIITTEENNEERRGGIIPPAADDAASSIISSTTEEMMMMAANNAAJJEEMMEENNEENNEERRGGII ... 453

10.5.1. Data Awal ... 453

10.5.2. Pembentukan Tim dan Pembagian Tugas ... 453

10.5.2.1. Pembentukan Tim ... 453

10.5.2.2. Pembagian Tugas ... 453

10.5.3. Penyusunan Jadwal Kegiatan ... 454

10.5.4. Persiapan Administrasi dan Teknis ... 454


(22)

xx

10.5.6. Mobilisasi Personil dan Peralatan ... 457 10.6. PPEENNGGUUMMPPUULLAANNDDAATTAAPPRRIIMMEERRDDAANNSSEEKKUUNNDDEERR ... 457 10.6.1. Pemaparan Tahapan dan Proses Pelaksanaan Audit Energi 457 10.6.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 458 10.6.3. Pemaparan Hasil Sementara Audit Energi ... 458 10.7. AANNAALLIISSIISS ... 458 10.7.1. Keberadan Organisasi Manajemen Energi ... 458 10.7.2. Tanggung Jawab Manajemen Puncak ... 458 10.7.3. Kebijakan Energi ... 459 10.7.4. Perencanaan Energi ... 459 10.7.4.1. Legal dan Peraturan Lainnya ... 459 10.7.4.2. Tinjauan Energi ... 459 10.7.4.3. Menentukan Pengguna Energi Signifikan ... 460

(Significant Energy Use – SEU)

10.7.4.4. Mengukur Kinerja Energi Terhadap Base-Line .. 460 10.7.4.5. Identifikasi Potensi Penghematan Energi ... 460 10.7.4.6. Menentukan Tujuan, Target, dan... 460

Rencana Tindak (Action Plan)

10.7.4.7. Mengembangkan Rencana Tindak ... 460 10.7.5. Pelaksanaan Rencana Manajemen Energi ... 460 10.7.5.1. Kompetensi, Pelatihan (Training), ... 460

dan Kepedulian (Awareness)

10.7.5.2. Komunikasi ... 461 10.7.5.3. Dokumentasi ... 461 10.7.5.4. Pengendalian Dokumen ... 461 10.7.5.5. Kontrol Operasi ... 461 10.7.5.6. Desain ... 461 10.7.5.7. Pengadaan Jasa, Produk, Peralatan, dan Energi . 461 10.7.6. Evaluasi Manajemen Energi ... 462 10.7.6.1. Mengevaluasi Manajemen Energi ... 462 10.7.6.2. Evaluasi Hukum dan Persyaratan Lainnya ... 462 10.7.6.3. Audit Internal Sistem Manajemen Energi ... 462 10.8. PPEENNYYUUSSUUNNAANNLLAAPPOORRAANN ... 462 10.8.1. Sebagai Bagian Dari Audit Energi Rinci ... 462 10.8.2. Audit Energi Hanya Pada Sistem Manajemen Energi ... 465 DAFTAR PUSTAKA ... 466 LAMPIRAN-1 Lembar Isian ... 467 LAMPIRAN-2 Daftar Konversi ... 491 LAMPIRAN-3 Daftar Singkatan ... 501 LAMPIRAN-4 Format Laporan Manajemen Energi di Industri ... 505 LAMPIRAN-5 Daftar Kegiatan Audit Enegi BPPT di Industri ... 509 LAMPIRAN-6 Daftar Penulis (Kontributor) ... 513 Indeks ... 521


(23)

1

Nur Rachman Iskandar

ovember, tanggal 19 tahun 2009, pemerintah menetapkan dan mengundangkan sebuah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (RI) – lazim disingkat dengan PP - Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi.

Peraturan Pemerintah ini merupakan turunan atau penjabaran Undang-Undang Republik Indonesia – lazim disingkat dengan UU - Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2007.

Ditetapkannya PP Nomor 70 Tahun 2009 sekaligus mengakhiri perjalanan Keputusan Presiden RI – lazim disingkat dengan Keppres - Nomor 43 Tahun 1991 tentang Konservasi Energi yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 September 1991.

Pada rentang waktu antara 25 September 1991 hingga 18 November 2009 – saat berlakunya Keppres Nomor 43 Tahun 1991 – kegiatan konservasi energi di negara kita

didorong untuk dilaksanakan dengan semangat “wajib namun tidak mengikat”. Setiap

pengguna energi, khususnya industri, diharapkan dapat menggunakan energinya secara efisien. Bagi industri, baik industri yang menghasilkan barang maupun jasa, konsumsi energi dalam proses produksi atau kegiatan rutinnya diharapkan turun dari waktu ke waktu namun tingkat produktivitasnya tetap. Dengan demikian akan terjadi penurunan biaya energi yang berarti juga penurunan biaya produksi. Salah satu hasil akhirnya adalah meningkatnya daya saing industri di percaturan nasional dan/atau internasional. Disebut tidak mengikat karena bagi yang tidak melaksanakan konservasi energi tidak diberikan sanksi atau hukuman.


(24)

2

Pada kenyataannya para pengguna energi, misalnya industri, memang tidak atau kurang memperhatikan program konservasi energi tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak kunjung turunnya konsumsi energi per satuan produk per satuan waktu di negara kita. Atau dengan kata lain, konsumsi energi di negara kita tetap boros. Ukuran-ukuran keenergian di negara kita, misalnya intensitas energi dan elastisitas

energi tetap menunjukkan posisi “juara” bila dibandingkan dengan di negara-negara

maju yang telah konsekuen dan konsisten menerapkan program konservasi energi. Kondisi boros energi seperti ini tentu saja tidak dapat dibiarkan terus berlarut-larut. Sebuah sikap atau tindakan lain mesti diterapkan agar tujuan program konservasi energi dapat diwujudkan. Boleh jadi dasar pemikiran seperti ini yang mendorong ditetapkannya UU Nomor 30 Tahun 2007 dan dilanjutkan dengan PP Nomor 70 Tahun 2009.

Sebagaimana diketahui bahwa di dalam PP Nomor 70 Tahun 2009 telah dimuat ketentuan “hukuman” atau sanksi bagi para pengguna energi dalam jumlah tertentu yang tidak melaksanakan konservasi energi. Ketentuan sanksi ini yang membedakan Keppres Nomor 43 Tahun 1991 dengan PP Nomor 70 Tahun 2009.

Pemerintah “dengan terpaksa” memuat ketentuan sanksi di dalam peraturannya karena program konservasi energi seakan dipandang sebelah mata. Padahal apabila konservasi energi dilaksanakan oleh para pengguna energi pada tingkat apapun, maka hasilnya akan dinikmati oleh si pengguna energi sendiri. Konsumsi energinya menjadi turun dengan demikian uang yang dikeluarkan per satuan waktu untuk belanja bahan bakar atau energi menjadi turun. Di sisi lain barang yang dihasilkan atau tingkat kenyamanannya dalam beraktivitas tidak mengalami penurunan.

Di dalam PP tersebut terdapat 2 buah pasal yang terkait dengan audit energi, yakni Pasal 12 dan 13. Pasal-pasal ini menarik untuk diperhatikan. Isi pasal-pasal pada PP No. 70 Tahun 2009 sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai berikut:

a). Pasal 12

(1) Pemanfaatan energi oleh pengguna sumber energi dan pengguna energi wajib dilakukan secara hemat dan efisien.

(2) Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi dan/atau energi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu) setara ton minyak per tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi.

(3) Manajemen energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan:

a. menunjuk manajer energi;

b. menyusun program konservasi energi; c. melaksanakan audit energi secara berkala;


(25)

3

e. melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

b). Pasal 13

(1) Audit energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf c dilakukan oleh auditor energi internal dan/atau lembaga yang telah terakreditasi.

(2) Manajer energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a dan auditor energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Program konservasi energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b disusun oleh pengguna sumber energi dan/atau pengguna energi, paling sedikit memuat informasi mengenai:

a. rencana yang akan dilakukan; b. jenis dan konsumsi energi;

c. penggunaan peralatan hemat energi; d. langkah-langkah konservasi energi; dan

e. jumlah produk yang dihasilkan atau jasa yang diberikan.

(4) Laporan pelaksanaan konservasi energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf e disusun berdasarkan program konservasi energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan program dan pelaporan hasil pelaksanaan konservasi energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

Ketentuan pada pasal-pasal tersebut di atas, khususnya Pasal 12, ayat (3), huruf c serta Pasal 13, ayat (1) dan (2) memberikan konsekuensi kepada pemilik atau pengelola industri – dalam hal ini industri yang penggunaan sumber energi dan/atau energinya lebih besar atau sama dengan 6.000 setara ton minyak per tahun – melakukan audit energi secara berkala. Audit energi ini dapat dilakukan oleh auditor energi internal. Bila tidak memungkinkan, audit energi dilakukan oleh auditor energi eksternal. Berdasarkan ketentuan di dalam PP tersebut di atas, auditor energi yang melakukannya adalah auditor energi yang memiliki sertifikat kompetensi.

Selanjutnya, bagaimana cara mengetahui atau menghitung bahwa suatu industri sudah sama dengan atau melampaui angka 6.000 setara ton minyak per tahun dalam penggunaan sumber energi dan/atau energinya?

PP No. 70 Tahun 2009 di dalam penjelasannya menyertakan faktor konversi, sebagai berikut:


(26)

4

Setara 1 ton minyak = 41,9 Giga Joule (GJ)

= 1,15 kilo-liter minyak bumi (kl minyak bumi) = 39,68 million British Thermal Unit (MMBTU) = 11,63 Megawatt-hour (MWh)

dengan demikian, maka:

Setara 6.000 ton minyak = 251.400 GJ

= 6.900 kl minyak bumi = 238.080 MMBTU = 69.780 MWh

Dengan berbekal faktor konversi tersebut maka pihak industri dapat dengan cepat dan mudah menghitung serta mengubah satuan energi total yang dikonsumsinya per tahun dalam satuan setara ton minyak. Masing-masing jenis sumber energi dan/atau energi yang digunakan dalam 1 tahun dikonversikan menjadi salah satu satuan energi tersebut di atas (GJ, kl minyak bumi, MMBTU, atau MWh). Kemudian hasilnya dijumlahkan dan dikonversikan dalam satuan setara ton minyak.

Sebagai contoh, sebuah industri dalam 1 tahun mengkonsumsi 10.000 ton batubara bernilai kalori 5.700 kcal/kg, IDO (industrial diesel oil) 100 kilo-liter, dan listrik dari PT PLN (Persero) 20.000 MWh. Apakah konsumsi energi total industri ini sudah sama dengan atau melampaui angka 6.000 setara ton minyak?

Untuk mengetahuinya, masing-masing satuan sumber energi diubah, misalnya menjadi GJ (lihat daftar konversi energi pada Lampiran-2). Maka 10.000 ton batubara bernilai-kalori 5.700 kcal/kg setara dengan 238.647,60 GJ. Kemudian 100 kilo-liter IDO setara dengan 3.696 GJ. Dan, 20.000 MWh listrik setara dengan 72.055,03 GJ. Dengan demikian energi total yang digunakan selama 1 tahun adalah penjumlahan 238.647,60 GJ dengan 3.696 GJ dan 72.055,03 GJ atau sama dengan 314.398,63 GJ atau 7.504 setara ton minyak. Dari hasil perhitungan ini diperoleh angka bahwa penggunaan energi per tahun di industri tersebut sebesar 7.504 setara ton minyak atau sudah melampaui batas 6.000 setara ton minyak sebagaimana ditetapkan oleh PP No. 70 Tahun 2009. Sebagai konsekuensinya industri tersebut wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi.

Penetapan batasan angka 6.000 setara ton minyak dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa pengguna energi dengan konsumsi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu) setara ton minyak per tahun tidak terlalu banyak, tetapi total konsumsi energinya mencapai sekitar 60% (enam puluh persen) dari penggunaan energi nasional. Dengan kata lain, apabila langkah-langkah konservasi energi berhasil dilakukan pada kelompok tersebut, maka dampak penghematan

secara nasional akan signifikan. Demikian dituliskan di dalam Penjelasan PP No. 70

Tahun 2009.

Dari penjelasan di atas diperoleh informasi bahwa (lebih) banyak pengguna energi dengan konsumsi di bawah 6.000 setara ton minyak per tahun. Dan kelompok ini mengkonsumsi sekitar 40% (empat puluh persen) dari penggunaan energi nasional.

Sekali pun pelaksanaan manajemen energi hanya diwajibkan bagi pengguna energi dengan konsumsi sama dengan atau lebih besar dari 6.000 setara ton minyak, namun


(27)

5

patut untuk dipertimbangkan bagi pengguna energi yang konsumsinya di bawah batas 6.000 setara ton minyak untuk melakukan pula aktivitas manajemen energi. Di samping ikut menunjang program konservasi energi nasional, hasilnya pun langsung dapat dinikmati oleh pihak pengguna energi atau industri. Hasil yang dimaksudkan di sini adalah hemat dan efisien dalam penggunaan energi tanpa menurunkan produktivitas. Ini dapat berdampak pada potensi penurunan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan daya saing produk di pasaran.

Penghematan energi yang terus diupayakan di negara kita memiliki alasan yang sangat kuat. Fakta menunjukkan bahwa pemanfaatan energi di negara kita masih tergolong tidak efisien atau boros. Program konservasi energi yang mulai dijalankan sejak tahun 1980 tampaknya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan hingga saat ini.

Ketentuan di bidang keenergian, khususnya menyangkut konservasi energi, yang diatur di dalam UU No. 30 Tahun 2007 dan PP No. 79 Tahun 2009 dapat dikatakan merupakan sebuah produk dari suatu perjalanan panjang di bidang energi nasional. Produk terbaru adalah PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014.

Kenyataan bahwa pemanfaatan energi di negara kita dari tahun ke tahun masih dalam status boros menjadi perhatian dan keprihatinan bersama. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menuju kondisi efisien. Upaya-upaya ini di samping untuk memberikan jaminan penyediaan energi bagi generasi mendatang juga dalam rangka peningkatan daya saing produk nasional di kancah internasional. Selain itu secara berbarengan juga dalam misi penyelamatan/pelestarian lingkungan.

1

1

.

.

1

1

.

.

K

K

O

O

N

N

D

D

I

I

S

S

I

I

K

K

E

E

E

E

N

N

E

E

R

R

G

G

I

I

A

A

N

N

N

N

A

A

S

S

I

I

O

O

N

N

A

A

L

L

Pada rentang tahun antara 2009 hingga 2019, draft Kebijakan Energi Nasional (KEN) negara kita menyajikan tiga parameter penting yang patut untuk dicermati. Pertama, selama sepuluh tahun tersebut pertumbuhan ekonomi kita sebesar 6,1 persen per tahun. Bila GDP (Gross Domestic Product) pada tahun 2009 sebesar Rp2.177,00 triliun, maka pada tahun 2019 diperkirakan menjadi Rp3.943,00 triliun.

Kedua, pertumbuhan penduduk sebesar 1,1 persen per tahun. Bila pada tahun 2009 jumlah penduduk kita sekitar 231 juta jiwa, maka pada tahun 2019 akan berjumlah sekitar 256 juta jiwa. Yang terakhir atau ketiga, pertumbuhan kebutuhan energi kita sebesar 7,1 persen per tahun. Jika pada tahun 2009 kebutuhan energi kita sebesar 712 juta setara barrel minyak (SBM), maka pada tahun 2019 akan menjadi 1.316 juta SBM (M. Hutapea. 2014).

Handbook of Energy Economic Statistics of Indonesia 2013 mencatat bahwa

konsumsi energi final kita terus mengalami kenaikan. Bila pada tahun 2000 konsumsi energi final dari 4 kategori atau sektor sebesar 468 juta setara barel minyak (SBM) maka konsumsi energi final pada tahun 2005, 2010, dan 2012 berturut-turut sebesar 539, 708, dan 768 juta SBM. Serial kosumsi energi final per sektor dari tahun 2000 hingga 2012 dapat dlihat pada Tabel 1-1, dan visualisasinya dapat dilihat pada Gambar 1-1.


(28)

6

Mencermati angka-angka konsumsi energi final pada tahun 2005, 2010, dan 2012 sebagaimana dituliskan di atas tampak bahwa secara absolut terjadi kenaikan dari 539 juta SBM (2005) menjadi 708 juta SBM pada tahun 2010. Selanjutnya konsumsinya naik lagi menjadi 768 juta SBM pada tahun 2012. Terhadap angka-angka ini belum dapat dikatakan bahwa tahun 2010 lebih boros dibandingkan tahun 2005. Atau tahun 2012 lebih boros dibandingkan tahun 2010.

Tabel 1-1

Konsumsi energi final antara tahun 2000 hingga 2012

Sektor

Konsumsi Energi Final, [Juta SBM]

2000 2005 2010 2012

Industri 193 218 312 305 Transportasi 139 178 255 311 Rumah Tangga 88 89 82 92 Bangunan/Komersial 19 25 31 34 Lainnya 29 29 28 26 Jumlah 468 539 708 768

(Sumber: M. Hutapea. 2014 dan Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2013).

Gambar 1-1. Konsumsi energi final antara tahun 2000 hingga 2012.

(Sumber: M. Hutapea. 2014 dan Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2013).

Untuk menyatakan lebih boros atau tidak digunakan sebuah ukuran yang disebut dengan intensitas energi. Pengertian intensitas energi adalah jumlah total konsumsi

2000 2005 2010 2012

Industri 193 218 312 305

Transportasi 139 178 255 311

Rumah Tangga 88 89 82 92

Bangunan/Komersial 19 25 31 34

Lainnya 29 29 28 26

Jumlah 468 539 708 768

0 100 200 300 400 500 600 700 800

E

ne

rg

i F

ina

l,

[

Jut

a

S

B

M


(29)

7

energi untuk menghasilkan satu satuan produk domestik bruto (PDB). Atau dalam bentuk praktis ditulis, sebagai berikut:

Intensitas Energi =Jumlah Total Konsumsi EnergiUnit Produk Domestik Bruto

Keterangan: ■ Jumlah total konsumsi energi, misal dalam satuan setara barrel minyak (SBM);

■ Unit Produk Domestik Bruto, misal dalam satuan miliar rupiah.

Intensitas energi final pada tahun 2005, 2010, dan 2012 tercatat secara berturut-turut 340, 343, dan 335 SBM per miliar Rupiah. Dengan angka-angka ini dapat dikatakan bahwa tahun 2010 lebih boros dibandingkan tahun 2005. Sedangkan tahun 2012 lebih hemat dibandingkan tahun 2005 dan 2010.

Dengan demikian mudah dipahami bahwa nilai intensitas energi yang semakin kecil atau turun menunjukkan suatu kondisi keenergian yang semakin hemat atau efisien. Sebaliknya, bila nilai intensitas energi semakin besar atau naik maka kondisinya semakin boros.

Selain intensitas energi, dikenal pula besaran elastisitas energi. Pengertian elastisitas energi adalah perbandingan antara laju pertumbuhan kebutuhan Energi terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Atau dalam bentuk praktis ditulis:

Elastisitas Energi =Laju Pertumbuhan Kebutuhan EnergiLaju Pertumbuhan Ekonomi

Keterangan: ■ Laju pertumbuhan kebutuhan energi, [persen per tahun] ■ Laju pertumbuhan ekonomi, [persen per tahun]

Serial intensitas energi primer dan final pada rentang waktu tahun 2000 hingga 2012 dapat dilihat pada Gambar 1-2.

Pada tanggal 17 Oktober 2014 telah ditetapkan PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Pasal 8 PP tersebut menyebutkan bahwa sasaran penyediaan dan pemanfaatan Energi Primer dan Energi Final sebagai berikut:

a. Terpenuhinya penyediaan energi primer pada tahun 2025 sekitar 400 MTOE (empat ratus million tonnes of oil equiualent) dan pada tahun 2050 sekitar 1.000 MTOE (seribu million tonnes of oil equivalent);

b. Tercapainya pemanfaatan energi primer per kapita pada tahun 2025 sekitar 1,4 TOE dan pada tahun 2050 sekitar 3,2TOE;

c. Terpenuhinya penyediaan kapasitas pembangkit Iistrik pada tahun 2025 sekitar 115 GW (seratus lima belas giga watt) dan pada tahun 2050 sekitar 430 GW (empat ratus tiga puluh giga watt); dan

d. Tercapainya pemanfaatan listrik per kapita pada tahun 2025 sekitar 2.500 kWh (dua ribu lima ratus kilo watt hours) dan pada tahun 2050 sekitar 7.000 kWh.


(30)

8

Gambar 1-2. Perbandingan intensitas energi primer dan final, tahun 2000 s.d 2012.

(Sumber: M. Hutapea. 2014 dan Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2013).

Sedangkan Pasal 9 pada PP yang sama disebutkan bahwa untuk pemenuhan penyediaan energi dan pemanfaatan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, diperlukan pencapaian sasaran kebijakan energi nasional sebagai berikut:

a. Terwujudnya paradigma baru bahwa sumber energi merupakan modal pembangunan nasional;

b. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi;

c. Tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar 1 persen per tahun sampai dengan tahun 2025;

d. Tercapainya rasio elektrifikasi sebesar 85 persen pada tahun 2015 dan mendekati sebesar 100 persen pada tahun 2020;

e. Tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada tahun 2015 sebesar 85 persen; dan

f. Tercapainya bauran energi primer yang optimal:

1. Pada tahun 2025 peran energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 23 persen dan pada tahun 2050 paling sedikit 31 persen sepanjang keekonomiannya terpenuhi;

2. Pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang dari 25 persen dan pada tahun 2050 menjadi kurang dari 20 persen;

3. Pada tahun 2025 peran batubara minimal 30 persen, dan pada tahun 2050 minimal 25 persen; dan

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Intensitas EP 523 535 531 545 527 512 487 487 473 470 509 502 481 Intensitas EF 366 370 352 360 364 340 327 327 302 311 343 339 335

0 100 200 300 400 500 600

In

te

n

si

ta

s,

[

S

B

M

p

e

r

M

il

ia

r

R

p


(31)

9

4. pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 20 persen dan pada tahun 2050 minimal 24 persen.

Konsumsi energi per sektor pada tahun 2012 dan target penghematan energi per sektor pada tahun 2025 dapat dilihat pada Tabel 1-2 dan Gambar 1-3. Tampak bahwa sektor industri ditargetkan dapat menghemat energi sebesar 17 persen, sedangkan sektor-sektor transportasi, rumah tangga, bangunan komersial, dan lainnya berturut turut ditargetkan sebesar 20, 15, dan 15 persen.

Tabel 1-2

Konsumsi energi per sektor, tahun 2012 dan target penghematan energi per sektor, tahun 2025

Sektor

Konsumsi Energi

Tahun 2012 Penghematan Potensi Energi, [%]

Target Penghematan Energi

Tahun 2025, [%] [Juta SBM] Persen

Industri 305 39,70 10 – 30 17 Transportasi 311 40,40 15 – 35 20 Rumah Tangga 92 12,00 15 – 30 15 Bangunan/Komersial 34 4,40 10 – 30 15 Lainnya (Pertanian, Konstruksi,

Pertambangan) 26 3,40 25

(Sumber: M. Hutapea. 2014 dan Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2013).

Gambar 1-3. Konsumsi energi per sektor tahun 2012.

(Sumber: M. Hutapea. 2014 dan Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2013).

Guna mewujudkan hal-hal di atas yang merupakan kebijakan utama, Pasal 17 PP ini menetapkan kebijakan pendukung, yaitu: Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan pedoman dan penerapan kebijakan konservasi energi, khususnya di bidang hemat Energi, paling sedikit meliputi:

305 40%

311 41% 92 12%

34 4%

26 3%

Konsumsi Energi Per Sektor, [Juta SBM}, 2012

Industri Transportasi Rumah Tangga Bangunan/Komersial Lainnya


(32)

10

a. Kewajiban standardisasi dan labelisasi semua peralatan pengguna energi; b. Kewajiban manajemen energi termasuk audit energi bagi pengguna energi; c. Kewajiban penggunaan teknologi pembangkit listrik dan peralatan konversi

energi yang efisien;

d. Sosialisasi budaya hemat energi;

e. Mewujudkan iklim usaha bagi berkembangnya usaha jasa energi sebagai investor dan penyedia energi secara hemat;

f. Mempercepat penerapan dan/atau pengalihan ke sistem transportasi massal, baik transportasi perkotaan maupun antar kota yang efisien;

g. Mempercepat penerapan jalan berbayar (electronic road pricing) untuk mengurangi kemacetan yang ditimbulkan oleh kendaraan pribadi; dan

h. Penetapan target konsumsi bahan bakar di sektor transportasi dilakukan secara terukur dan bertahap untuk peningkatan efisiensi.

1

1

.

.

2

2

.

.

P

P

E

E

R

R

A

A

T

T

U

U

R

R

A

A

N

N

K

K

E

E

E

E

N

N

E

E

R

R

G

G

I

I

A

A

N

N

N

N

A

A

S

S

I

I

O

O

N

N

A

A

L

L

Peraturan perundangan tentang keenergian nasional setidaknya dapat ditelusuri sejak tahun 1980 dengan ditetapkannya Keputusan Presiden RI (Keppres) Nomor 46 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional (Bakoren), yang ditetapkan di Jakarta, 04 Agustus 1980. Dua tahun kemudian, tahun 1982, diterbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 9 Tahun 1982 tentang Konservasi Energi.

Beberapa waktu setelah diterbitkannya Inpres tersebut di atas pemerintah menindaklanjuti dengan menetapkan Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sejak tahun 1980 konservasi energi sudah mendapat perhatian khusus pemerintah.

Tahun demi tahun berlalu, peraturan demi peraturan ditetapkan dan diberlakukan, serta target capaian penghematan energi juga ditetapkan. Namun kenyataan menunjukkan bahwa konsumsi energi nasional tidak mengalami penghematan secara signifikan. Beberapa kondisi yang menjadi kendala atau hambatan untuk tercapainya penghematan energi telah diidentifikasi. Misalnya,

kenyataan bahwa harga energi kita relatif “lebih murah” dibandingkan di negara

-negara tetangga. Kondisi lainnya adalah kenyataan bahwa program sosialisasi penghematan energi masih kurang berbicara pada sisi kualitas. Dapat dikatakan bahwa hingga tahun 2014, budaya hemat energi masih belum terbentuk.

Kerja “ekstra keras” masih diperlukan untuk membentuk budaya hemat energi pada semua lapisan masyarakat kita. Dari sisi regulasi pemerintah juga terus berupaya mengaturnya melalui serial peraturan dan perundangan. Berikut disajikan serial peraturan dan perundangan di bidang energi.

1980 : Keppres No.46 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi Energi Nasional. Ditetapkan di Jakarta, 04 Agustus 1980.

{Catatan: Keppres ini 4 kali diubah dengan 1) Keppres Nomor 75 Tahun 1980, 2) Keppres Nomor 75 Tahun 1984 (29 Desember 1984), 3) Keppres Nomor 2 Tahun 1999 (07 Januari 1999), dan 4) Keppres Nomor 23 Tahun 2000 (23 Februari 2000)}.


(33)

11

1982 : Inpres Nomor 9 Tahun 1982 tentang Konservasi Energi. Dikeluarkan di Jakarta, 07 April 1982.

1991 : Keppres No.43 Tahun 1991 tentang Konservasi Energi. Dikeluarkan di Jakarta, 25 September 1991.

1995 : Masterplan Konservasi Energi Nasional Tahun 1995 (direvisi tahun 2005) 2002 : Undang-Undang RI (UU) Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Disahkan dan diundangkan di Jakarta, 16 Desember 2002.

2004 : Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0002 Tahun 2004 tentang Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Pengembangan Energi Hijau). Ditetapkan di Jakarta, 02 Januari 2004. 2005 : Inpres Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghemat Energi. Dikeluarkan di

Jakarta, 10 Juli 2005.

2006 : Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Ditetapkan di Jakarta, 25 Januari 2006.

2007 : UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. Disahkan di Jakarta, 10 Agustus 2007. 2008 : 1) Inpres No. 2 Tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air. Dikeluarkan

di Jakarta, 05 Mei 2008.

2) Perpres No 26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dewan Energi Nasional dan Tata Cara Penyaringan Calon Anggota Dewan Energi Nasional. Ditetapkan di Jakarta, 07 Mei 2008.

2009 : Peraturan Pemerintah RI (PP) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi. Ditetapkan dan diundangkan di Jakarta, 16 November 2009

2011 : 1) Inpres No 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Air dan Energi. Dikeluarkan di Jakarta, 11 Agustus 2011.

2) Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca. Ditetapkan di Jakarta, 20 September 2011.

2012 : 1) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No.13 Tahun 2012 tentang Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik. Ditetapkan di Jakarta, 29 Mei 2012 dan diundangkan di Jakarta, 30 Mei 2012.

2) Permen ESDM No.14 Tahun 2012 tentang Manajemen Energi. Ditetapkan di Jakarta, 29 Mei 2012 dan diundangkan di Jakarta, 30 Mei 2012.

3) Permen ESDM No.15 Tahun 2012 tentang Penghematan Penggunaan Air Tanah. Ditetapkan di Jakarta, 29 Mei 2012 dan diundangkan di Jakarta, 30 Mei 2012.

2013 : 1) Permen ESDM No.1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Ditetapkan dan diundangkan di Jakarta, 02 Januari 2013. 2) Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No.4051 K/07/MEM/2013 tentang

Catur Dharma Energi. Ditetapkan di Jakarta, 27 Desember 2013.

2014 : PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Ditetapkan dan diundangkan di Jakarta, 17 Oktober 2014.


(34)

12

1

1

.

.

3

3

.

.

T

T

U

U

J

J

U

U

A

A

N

N

Dengan memperhatikan uraian pada Subbab 1.2 diperoleh informasi bahwa program konservasi energi di negara kita telah dimulai sejak tahun 1980-an.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Unit Pelaksana Teknis – Laboratorium Suber Daya Energi (UPT-LSDE), kini menjadi Balai Besar Teknologi Energi (B2TE), memulai kegiatan audit energi pada tahun 1991. Kegiatannya dilaksanakan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi (DJLPE), Departemen Pertambangan dan Energi, kini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Masyarakat Eropa yang diwakili oleh TÜV (Technischer

Überwachungsverein) Rheinland, Jerman.

Selain BPPT pada saat itu audit energi juga dilaksanakan oleh beberapa instansi lainnya, misalnya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung (ITB), PT Konservasi Energi Abadi (Koneba)(Persero) kini PT Energy Management Indonesia (EMI)(Persero), dan beberapa lainnya.

Seiring dengan pelaksanaan kegiatannya, masing-masing instansi juga menerbitkan buku-buku panduan tentang penghematan energi, baik di industri, gedung, rumah tangga, dan transportasi. Demikian pula buku tentang audit energi.

Pada tahun 2015 ini B2TE, BPPT menerbitkan (kembali) buku tentang audit energi di industri. Penerbitan buku ini bertujuan untuk:

a. Menyebarluaskan pengetahuan tentang audit energi, khususnya audit energi di industri;

b. Membantu anggota masyarakat yang akan melakukan kegiatan audit energi di industri;

c. Mendorong industri untuk dapat melaksanakan audit energi secara mandiri; d. Mendukung penerapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP), Nomor

70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, khususnya di bidang audit energi di industri.

Selain 4 butir tersebut di atas hal penting yang diharapkan dapat dicapai, khususnya bagi masyarakat industri adalah terwujudnya budaya hemat energi. Melalui kegiatan audit energi segenap personil yang terlibat secara langsung atau tidak langsung mulai atau semakin “mengasah” kemampuannya untuk menganalisis potensi-potensi penghematan energi. Dengan demikian diharapkan pula akan semakin

“tajam” nalurinya dalam “mengendus” potensi-potensi penghematan energi. Naluri

ini diharapkan dapat terhubung dengan perilaku keseharian di bidang pemanfaatan energi. Sehingga dapat menumbuhkan perilaku keseharian yang hemat energi.

1

1

.

.

4

4

.

.

D

D

E

E

F

F

I

I

N

N

I

I

S

S

I

I

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, Bab I (Ketentuan Umum), Pasal 1, butir 14, audit energi didefinisikan sebagai proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang penghematan energi serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna energi


(35)

13

dan pengguna sumber energi dalam rangka konservasi energi.

Definisi audit energi tersebut di atas juga digunakan di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6196:2011 tentang Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung, butir 3 (Istilah dan Definisi), subbutir 3.1 (Audit Energi), halaman 1.

Pada pelaksanaannya audit energi terdiri atas beberapa jenis atau tingkatan. Penggolongan jenis atau tingkatannya juga terdapat berbagai versi. Menurut Albert Thumann dan William J. Younger, audit energi terdiri atas 3 tingkat (level). Tingkat 1 disebut Walk-Through Audit. Auditor berkeliling (tour) di dalam pabrik untuk mengamati dan mencatat berbagai fasilitas atau peralatan pabrik pengguna atau pengubah energi. Selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif dan pola penggunaan energi.

Tingkat 2 disebut Standard Audit. Auditor melakukan kegiatan yang lebih rinci dibandingkan dengan kegiatan pada Tingkat 1. Kegiatannya meliputi pengukuran-pengukuran parameter operasi peralatan. Selanjutnya dilakukan analisis penghematan energi dan biaya berdasarkan peningkatan kinerja atau penggantian sistem atau peralatan. Analisisnya juga meliputi tekno-ekonomi.

Yang terakhir adalah Tingat 3 dengan sebutan Computer Simulation. Kegiatannya dilakukan dengan lebih rinci dibandingkan pada Tingkat 2. Dalam melakukan analisisnya digunakan piranti lunak (software) simulasi komputer. Dari segi pembiayaan kegiatan, audit energi pada Tingkat 3 ini yang termahal.

Jenis atau tingkat audit energi pada buku ini diadopsi dari Standar Nasional Indonesia (SNI) 6196:2011. Sekalipun SNI 6196-2011 adalah standar tentang Prosedur Audit Energi pada Gedung namun secara prinsip prosedurnya dapat diadopsi untuk audit energi di industri. Oleh karena itu untuk audit energi di industri dapat dibagi menjadi 3 jenis atau tingkatan: (1) Audit Energi Singkat (Walk-Through Energy

Audit), (2) Audit Energi Awal (Preliminary Energy Audit), dan (3) Audit Energi Rinci/

Lengkap (Detail Energy Audit). Ketiga jenis atau tingkat audit energi yang diadopsi dari SNI tersebut di atas dapat dilihat pada diagram Gambar 1-4. Guna memudahkan pembaca dalam membedakan ketiga jenis atau tingkat audit energi tersebut, butir-butir utama pada Gambar 1-4 disajikan pada Tabel 1-3.

Berdasarkan diagram pada Gambar 1-4, secara normatif, audit energi dimulai dari audit energi singkat. Kemudian dilanjutkan dengan audit energi awal, dan diakhiri dengan audit energi rinci. Keputusan untuk melanjutkan audit energi dari tahap sebelumnya ke tahap berikutnya sangat bergantung kepada hasil yang diperoleh pada tahap sebelumnya.

Misalnya, hasil dari audit energi singkat mengindikasikan terdapat keborosan dalam penggunaan energi atau dengan kata lain terdapat potensi penghematan energi yang signifikan. Untuk itu perlu dilakukan tahapan audit energi berikutnya, yaitu audit energi awal atau audit energi rinci guna mengkuantifikasi sekaligus mewujudkan potensi tersebut. Sebaliknya, bila hasil audit energi singkat menyatakan bahwa pemanfaatan energi di industri tersebut sudah tergolong efisien maka dapat diputuskan bahwa audit energi tidak perlu dilanjutkan ke tahap berikutnya. Sekalipun demikian industri tersebut tetap disarankan untuk terus menjaga sekaligus meningkatkan efisiensi energinya.


(36)

14

Gambar 1-4. Diagram jenis atau tingkat dan proses audit energi di industri, diadopsi dari SNI 6196-2011.


(1)

521

A

Adjustable speed drive [388] Ahli HVAC [348]

Air boiler [147]

Air Heater [164]

~ preheater [161] Aksial [385] Albert Thumann [13] Aliran dingin [299]

~ panas [299] Alternator [203] Altivar [99]

Analisis awal tekno ekonomi [57]

~ Ultimate [150] ASHRAE [344]

ASME PTC-4-1 [151]

ASME Pump [402]

Assessment Standard & Guidance Document [402] Audit energi [12]

~ awal [13]

~ rinci [13]

~ singkat [13] Auditor energi [3]

Auto ignition temperature [198]

B

B2TE [12]

Badan Koordinasi Energi Nasional (Bakoren) [10] Bahan bakar [129]

Baseline [387], [444]

Belitan motor [110] Bernoulli [396]

Best practice [284] Biaya energi [276]

~ pembangkitan uap [277]

Blowdown Losses [287]

~ water [144], [173] Boiler [128]

air umpan ~ [129] Benson ~ [134] klasifikasi ~ [129] La-Mont ~ [134] Loeffer ~ [134] Portable ~ [133]

~“paket” [130] ~/Ketel Pipa Air [132]

~/Ketel Pipa Api [130]

Boundary [391] BPPT [12]

British Standard (BS 845: 1987) [151] Budaya hemat Energi [10]

burner [160]

Busbar [83]

C

Capacitor bank [90]

Centrifugal [383]

Chiller [337]

~ absorpsi [338]


(2)

522

~ kompresi [338]

Circuit Breaker [83]

Clamp-on Power Meter [77]

Coefficient of perfomance (COP) [343]

Computer calculation capacity - CCC) [295]

~ Simulation [13]

Condensate Recovery [172], [242] Contoh rekomendasi [285]

Cost [114]

Current Tranformer [74]

Cut off Ratio [205]

D

Darcy friction factor [397] Darcy Weisbach [394]

Data awal informasi industri [25]

~ historis [27], [151]

~ sekunder [27] Daya listrik chiller [343]

~ reaktif [95]

Decommissioning [387] Dhole [295]

Diagram Sankey [56], [156], [264] Diesel-generator [197]

Difuser [384]

Digital Multimeter [77]

Discharge [384] Distribusi panas [269] DJLPE [12]

E

Economiser [161] Efisiensi Boiler [151]

~ Diesel-generator [223]

~ Energi [428]

~ Termal [204]

Ekspansi secara isentropis [202] Elastisitas energi [7]

Elbows [397] El-Halwagi MM [294]

Enam ribu setara ton minyak per tahun [2]

Energy Performance Indicator (EnPi) [443] Entalpi [240]

Entering Water Temperature = EWT [365]

Enthalpy [286]

Expansion joints [397]

F

Facility Manager [430]

Feed water [129], [287]

Feeder [81]

Fire Tube Boiler [130]

Firing rate [157], [160]

Flash Tank [248]

Flowmeter elektrik [138]

~ mekanik/rotary gear atau impeller [138]

Flue Gas [161] ~ Losses [287]

Force Circulation Steam Boiler [134] Format laporan [58]

Fuel Moisture Content [287] Fuji [99]

G

Gas analyser orsat/pyrite [138]

~ analyser testo electric [138]

~ buang [129], [144]

Gear box/reducer [99] GERIAP [151]

H

Harmonik [97] Hazen Williams [394]

Heat Exchanger Network Design = HEN-D [310]

Heat loss [276] Hidrokarbon [340] Higrometer [138], [150] Hitachi [99]

I

Incoming power [81] Inpres No 13 Tahun 2011 [11]

~ No. 2 Tahun 2008 [11]

~ No. 9 Tahun 1982 [10]


(3)

523

Instalasi chiller [341] Integrasi proses [294] Intensitas energi [7]

Intensité [80]

Interface [388]

Internal Rate of Return (IRR) [114] Inverter [81]

Isolator termal [244]

J

Jadwal rinci audit energi [30] Jaringan penukar panas [294]

~ Tegangan Ekstra Tinggi (JTET) [70]

~ Tegangan Menengah (JTM) [70]

~ Tegangan Rendah (JTR) [70]

~ Tegangan Tinggi (JTT) [70] Jenuh (saturated) [240]

K

Kamera Infra-merah termografi [77] Kapasitas chiller [343]

~ terpasang [70] Karbon dioksida (CO2) [146]

~ monoksida (CO) [146]

Katup Pengurang Tekanan (Let-Down) [242] Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) [10]

~ energi [435]

Kehilangan (Losses) Energi [261]

~ Uap [266]

Kelebihan Udara (Excess Air) [157] Kepedulian (Awareness) [447] Kepmen ESDM No. 0002 Tahun 2004

~ ESDM No. 4051 K/07/MEM/2013 [11] Keppres No.46 Tahun 1980 [10]

Ketel [128]

~ Babcock & Wilcox [134]

~ Clarkson [133]

~ Cocharn [133]

~Cornishe [133]

~Lancashire [133]

~ Lancashire [134]

~ Mendatar (Horizontal Steam Boiler) [133]

~ Mobil (Mobile Boiler) [133]

~ Pindah [133]

~ Stasioner [133]

~ Tegak [133] Kinerja chiller [343]

~ mesin diesel [203] Komisioning [151] Komitmen [432]

Kompensator daya reaktif [72] Komponen urutan negatif [108]

~ urutan positif [108] Kompresi isentropis [201] Kompresor chiller [340] Kondensat [129]

K

KoonnsseeppDDaassaarrPPiinncchh[[229966]] Konsumsi uap spesifik [237] Kontrak daya [71]

Konverter [99] Koordinator [75]

Kualifikasi Anggota Tim Audit Energi [32] Kualitas Uap [240]

Kuesioner [84]

Kurva Head System [398] Kurva komposit [298] kVArh [86]

L

Lampu T5 [113]

~ T8 [113] Langkah Buang [200]

~ Ekspansi [199]

~ Kompresi [199]

~Pemasukan atau Hisap [199]

Lead Auditor [75]

Leaving Water Temperature = LWT [365] Lembar Isian Data Awal Informasi Industri [26]

~- Sistem Boiler [34]

~ Sistem Chiller [35]

~ Sistem Diesel Generator [34]

~ Sistem Distribusi Uap [35]

~ Sistem integrasi proses [35]

~ Sistem Kelistrikan [33]

~ Sistem Manajemen Energi [33]


(4)

524

Lembar kerja [151]

Lewat jenuh (superheated) [240] LG [99]

Linnhoff [294] LIPI [12]

Luar Waktu Beban Puncak atau LWBP [86]

Luxmeter [77]

M

Makeup water [129], [287]

Manajemen energi [2], [18], [84], [426] Manajer energi [2]

~ tim [18], [33] Menara pendingin [341] Mesin Diesel [198]

~ Diesel empat langkah [199]

~ pendingin [337]

Metode langsung (direct efficiency) [151]

~ Tidak Langsung (Indirect Efficiency) [154] Mitsubishi [99]

Modifikasi proses [309] Motor DC [99]

~ listrik [73]

~ Pompa [389]

~ sinkron [99]

Muller Curve [164]

N

Natural Circulation Steam Boiler [134] Neraca energi [55], [156], [209], [264]

~ massa [209], [264]

~ panas [156]

Net Present Value (NPV) [114] Nilai Investasi [114]

NOx [146]

O

Oksigen (O2) [146]

Omron [99]

Onion diagram [294]

Outgoing [81]

P

Package boiler [130]

Pay-back period method (PBP) [114] Panas Hilang [268]

Pelindung keselamatan (safety) [36] Pembangkit tenaga listrik [70] Pemodelan (Modelling) [280] Pendekatan empiris [266] Pengerakan [357] Penggulungan ulang [111] Pengukuran [51]

penukar panas (heat exchanger) [341] Penyulang [81]

Penyusunan laporan [287] Peralatan audit energi [36] Perbaikan Isolasi [268] Perencanaan energi [436]

Performance test [151] Perlengkapan K-3 [42]

Permen ESDM No. 1 Tahun 2013 [11]

~ ESDM No. 13 Tahun 2012 [1]

~ ESDM No. 14 Tahun 2012 [11]

~ ESDM No. 15 Tahun 2012 [11] Perpres No. 26 Tahun 2008 [11]

~ No. 5 Tahun 2006 [11]

~ No. 61 Tahun 2011 [11]

Pinch Heat Recovery [294] PLTD [70]

PLTG [70] PLTGU [70] PLTP [70] PLTS [70] PLTU [70]

Positive displacement [383]

Power Analyser [76] PP Nomor 70 Tahun 2009 [2]

Pre-screening [387] Presentasi [67]

Pressure head [384] Profil beban harian [93] Proposal audit energi [30] PT Energy Management Indonesia (EMI)(Persero) [12]


(5)

525

PT Konservasi Energi Abadi (Koneba)(Persero) [12]

PT PLN (Persero) [70]

PWM (Pulse Width Modulation) [99]

R

Radial [385]

Radiation Losses [287] Rasio Elektrifikasi [8]

~ penggunaan gas [8]

Reciprocating [384]

Reducers/expanders [397]

Reflux kolom distilasi [309] Refrigeran [338]

Rencana Tindak (Action Plan) [445]

Reservoir [386]

retrofit [296]

Return Condensate [287]

Rotary [384]

Roto-dynamic [383] Rugi-rugi Pompa [390] R-I34a [340]

R-22 [340] R-407C [340] R-410A [340]

S

Scanning rate [81]

Scroll [340] Semburan uap [266] Sentrifugal [340] Sertifikat kompetensi [3]

Service Factor (SF) [109]

Shaft power [102] Siemens [99]

Siklus refrigerasi [340]

Single line diagram (SLD) [71]

Sirkulasi singkat (short circulation) [369] Sistem bahan bakar [129]

~Chiller [17], [35]

~ Diesel Generator [34]

~ Diesel-Generator [17]

~ Distribusi Uap [17], [34]

~ FFlluuiiddaa[[339900]] ~ Integrasi Proses [17]

~ Integrasi Proses [35]

~ Kelistrikan [17], [70]

~ Manajemen Energi (SME) [430]

~ Pembangkitan Uap (Boiler) [17]

~ pengolahan air limbah [295]

~ pengumpan air [129]

~ Pompa [18], 35 SNI 6196:2011 [13] SO2 [146]

Sound testing [260]

Specific gravity [398]

Standard Audit [13]

Static Head [394]

Stationary Boiler [133]

Steam Trap [242] Studi kelayakan [57]

Subcooled [240] Subsistem beban [70]

~ distribusi [70]

~ pembangkitan [70]

~ transmisi [70] Subtim Sistem Boiler [34]

~ Sistem Kelistrikan [33]

Suction [385] Survei awal [25]

T

Tahap Analisis [55]

~ laporan [58]

~ pengumpulan data [46]

~ persiapan [27]

Tahapan Analisis Pinch [302] TDS meter [138]

Tees [397]

Tegangan 3 fasa [107] Tekanan Uap [241]

Teknik optimasi Matematika [302] Teknologi pinch [296]

Termokopel [138]

Throttling valve [385], [391]


(6)

526

Tim Audit Energi [31] Tinjauan Energi [437]

~ lapangan [25] Titik Kerja Pompa [400] Titik pengukuran [81] Torak (reciprocating) [340] Torsi/torque [106] Transformator [97]

TÜV (Technischer Überwachungsverein)

Rheinland [12]

U

Udara lebih (exess air) [146] Uji Visual [260]

Ulir (screw) [340]

Unbalance voltage [107] UPT-LSDE [12]

UU No. 28 tahun 2002 [11]

~ No. 30 Tahun 2007 [2]

V

Valves [397]

Variabel speed drive(VSD) [73] Velcan Boiler [134]

Velocity head [384], [394]

Vertical steam boiler [133]

W

Waktu Beban Puncak atau WBP [86]

Walk-Through Audit [13]

Water chiller [338]

~ cooled chiller [339]

~ Tube Boiler [132] William J. Younger [13]

Wiring diagram [84]

Y