Pengumpulan Data Sekunder RUANG LINGKUP

53 kegiatannya dapat digabung pada saat wawancara. Jadi, sambil melakukan wawancara sekaligus mengisi kuesioner. Cara seperti ini di samping lebih efektif, juga tidak merepotkan pihak pabrik yang sudah sibuk dengan aktivitas hariannya. Apabila pertanyaan di dalam kuesioner tersebut menyangkut pengisian data konsumsi energi secara serial, misal konsumsi minyak residu per bulan selama 3 tahun terakhir, maka auditor dapat meminta salinan copy tabulasi data tersebut kepada pihak pabrik. Dengan mengingat waktu yang dialokasikan untuk pengukuran data primer dan sekunder relatif singkat maka setiap koordinator subtim audit energi harus mampu memperkirakan waktu yang diperlukan untuk pengisian kuesioner ini. Dapat juga kuesioner dikirimkan kepada pihak industri sebelum waktu pelaksanaan pengumpulan data primer dan sekunder. Atau, pada hari pertama di pabrik – saat akan memulai pelaksanaan pengumpulan data primer dan sekunder – kuesioner tersebut diserahkan kepada pihak industri. Hal yang perlu diperhatikan adalah setiap data sekunder yang didapatkan harus dikonfirmasi kepada auditee bahwa data tersebut merupakan data dengan sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan. Seperti halnya pada saat pengumpulan data primer, maka untuk pengumpulan data sekunder pun masing-masing subtim audit energi agar berpedoman kepada Lembar-lembar Isian yang bersesuaian. Misalnya, untuk Subtim Sistem Kelistrikan berpedoman kepada Lembar Isian Sistem Kelistrikan Lampiran 1-3, Subtim Sistem Boiler berpedoman kepada Lembar Isian Sistem Boiler Lampiran 1-4, demikian seterusnya.

2.3.3. Verifikasi Hasil Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

Pada prinsipnya pelaksanaan verifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh – baik data primer maupun sekunder – adalah data yang valid, lengkap, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian data tersebut layak untuk digunakan pada tahap analisis. Masing-masing subtim audit energi harus melaksanakan tahapan ini. Verifikasi data meliputi pula kuantitasnya di samping kualitas. Sehingga pada saat dilakukan analisis atau perhitungan tidak mengalami kekurangan data. Sebagaimana diketahui bahwa setelah menyelesaikan kegiatan pengumpulan data primer dan sekunder, umumnya atau pada prinsipnya segenap anggota Tim Audit Energi meninggalkan lokasi pabrik dan kembali ke kantor atau institusi asalnya. Di kantor inilah tahap analisis dilakukan. Hal seperti ini berisiko terjadi kekurangan data atau terdapat data yang kurang jelas. Bila hal tersebut sampai terjadi maka hal yang harus dilakukan adalah datang kembali ke pabrik untuk menanyakan data yang kurang jelas itu, atau bahkan melakukan pengukuran ulang. Guna menghindari kejadian harus datang kembali ke pabrik maka perlu ditempuh satu langkah penting, yaitu verifikasi data. 54 Dengan dilakukannya tahap verifikasi data ini maka tim auditor akan terhindar dari kemungkinan dilakukannya pengukuran atau pengamatan ulang di lapangan. Pelaksanaan verifikasi data dapat dilakukan langsung pada saat di lapangan. Setiap data hasil pengukuran danatau pengamatan yang meragukan segera dapat diverifikasi dengan tim pendamping dari pabrik. Apabila diketahui bahwa data tersebut meragukan atau tidak layak maka dapat segera dilakukan pengukuran danatau pengamatan ulang. Verifikasi juga dapat dilakukan pada saat acara pemaparan hasil awal sekaligus

2.3.4. Pemaparan Hasil Awal

Tahap pengumpulan data primer dan sekunder diakhiri dengan pertemuan penutupan. Pada pertemuan di ujung kegiatan ini Tim Auditor sebaiknya juga menyampaikan hasil-hasil awal meskipun masih bersifat sementara. Misalnya, dari data hasil pengukuran =data primer, Subtim Kelistrikan memperoleh fakta awal bahwa faktor daya Cos Φ di pabrik tersebut masih di bawah batas yang ditentukan oleh PT PLN Persero. Fakta awal tersebut ternyata berkorelasi dengan data di rekening listrik =data sekunder yang menunjukkan bahwa pabrik membayar denda pemakaian kVARh. Berdasarkan fakta awal ini Subtim Sistem Kelistrikan dapat memberikan rekomendasi awal kepada pihak industri agar melakukan upaya peningkatan faktor daya, umpamanya dengan pemasangan 1 set capacitor bank. Sedangkan menyangkut kapasitas capacitor bank yang dianjurkan dipasang belum dapat disampaikan pada kesempatan itu. Subtim Sistem Kelistrikan perlu melakukan analisis lebih lanjut sekaligus perhitungannya. Contoh lainnya, misalnya, Subtim Sistem Boiler mendapatkan fakta bahwa kandungan gas karbonmonoksida CO di dalam aliran gas buang exhaust gas dari boiler di atas batas normal. Oleh karenanya kandungan gas karbondioksida CO 2 di dalam aliran yang sama relatif rendah. Untuk itu Subtim Sistem Boiler dapat memberikan saran awal kepada pihak pabrik agar melakukan pengaturan kembali pada sistem pembakaran di boiler tersebut. Pengaturan tersebut, misalnya dengan mengubah perbandingan rasio antara suplai bahan bakar dengan udara pembakar. Sub-subtim lainnya dapat juga berkontribusi menyampaikan hasil-hasil awalnya sekiranya memungkinkan. Rekomendasi yang disampaikan pada pemaparan hasil awal ini sering segera ditindaklanjuti oleh pihak pabrik. Karena pada prinsipnya setiap temuan adalah sebuah potensi penghematan, baik energi maupun biaya. Oleh karena itu pihak pabrik tidak akan membiarkan sebuah potensi itu berlalu. Pada pertemuan penutup ini sekaligus dapat dimanfaatkan untuk dilakukan klarifikasi data kepada auditee. Sekiranya sempat terjadi hal yang tidak dapat dihindari, yakni kekurangan data primer karena adanya gangguan operasi pada peralatan yang sedang diukur, maka pada kesempatan ini dapat dikonfirmasikan waktu untuk melakukan pengukuran susulan. 55 2 2 . . 4 4 . . T T A A H H A A P P A A N N A A L L I I S S I I S S Pada tahap ini masing-masing subtim audit energi melakukan analisis atas data primer dan sekunder yang sudah dikumpulkan. Analisis dilakukan dalam 2 tingkat. Pertama, dilakukan analisis kuantitatif potensi penghematan energi. Kedua, dilakukan analisis tekno-ekonomi terhadap hasil analisis kuantitatif tahap pertama. Dengan demikian jelas bahwa analisis potensi penghematan energi jangan berhenti pada analisis kualitatif, namun mesti dilanjutkan pada analisis kuantitatif. Apabila analisisnya hanya sebatas kualitatif, maka tidak dapat dilanjutkan dengan analisis tekno-ekonomi.

2.4.1. Potensi Penghematan Energi

Sesuai dengan definisinya, audit energi pada hakekatnya adalah mengidentifikasi potensi penghematan energi. Jadi, ujung dari audit energi adalah diperolehnya potensi penghematan energi. Perhitungan potensi penghematan energi suatu alat atau sistem akan menjadi lebih mudah apabila auditor menyusun neraca energi. Persentase yang rasional dari energi yang hilang pada neraca energi adalah potensi penghematannya. Pengertian rasional di sini dengan menggunakan pendekatan best practice pada konsumsi energi spesifik KES. Auditor menghitung KES pabrik yang sedang diaudit energinya, yakni jumlah produk yang dihasilkan dibagi dengan jumlah energi yang dikonsumsinya pada kurun waktu tertentu. Dengan demikian akan diperoleh angka KES dalam satuan ton produk per kWh energi selama satu tahun, misalnya. Angka KES ini kemudian dibandingkan dengan KES terbaik best practice untuk industri serupa. Apabila KES saat diaudit lebih kecil atau sama dengan KES terbaik, berarti pabrik telah beroperasi pada kondisi efisien. Sedangkan apabila sebaliknya, maka selisih angka KES tersebut merupakan potensi penghematan energi. Neraca energi yang disusun dalam bentuk tabulasi, misalnya, akan menjadi lebih mudah dipahami apabila dikonversi dalam wujud diagram Sankey. Contoh neraca energi sederhana suatu sistem dalam bentuk tabulasi disajikan pada Tabel 2-7. Selanjutnya dari tabel tersebut dikonversi menjadi diagram Sankey Gambar 2-7. Dari hasil tabulasi dan diagram Sankey tersebut tampak bahwa pada sistem tersebut terjadi kehilangan energi sebesar 7.500 MJ per jam atau 6,98 persen. Apabila persentase kehilangan yang rasional ditetapkan 2 persen maka potensi penghematannya sebesar 6,98 – 2 atau sebesar 4,98 persen. Ini setara dengan 5.353,5 MJ per jam. Selanjutnya potensi dalam satuan energi per jam tersebut dikonversi menjadi rupiah per jam atau rupiah per tahun. Sebagaimana disebutkan di atas, setiap subtim audit energi melakukan analisis potensi penghematan energi. Diharapkan juga setiap subtim dapat menyajikan neraca energi, khususnya dalam wujud diagram Sankey. 56 Tabel 2-7 Contoh neraca energi sederhana suatu sistem Gambar 2-7. Contoh diagram Sankey suatu sistem. Subtim Sistem Kelistrikan, misalnya, melakukan analisis serta perhitungan- perhitungan tentang faktor daya, faktor beban, faktor kebutuhan, konsumsi energi listrik per satuan waktu hari, bulan, danatau tahun, biaya energi per satuan waktu bulan danatau tahun, konsumsi energi spesifik dari sisi energi listrik, dan beberapa lainnya. Selanjutnya dianalisis tentang potensi penghematan energi listrik. Hasil analisis potensi penghematan energi listrik dinyatakan dalam satuan energi per satuan waktu, kemudian dikonversikan menjadi rupiah per satuan waktu. Pernyataan potensi penghematan yang dikonversikan menjadi rupiah per satuan waktu sangat penting. Ini akan lebih mudah untuk dipahami, khususnya bagi anggota manajemen pabrik yang tidak berlatar-belakang teknik. Untuk mencerna potensi penghematan energi sebesar 1 juta kWh per tahun, misalnya, cenderung lebih sulit bahkan orang teknik kadang masih harus berpikir keras bila dibandingkan dengan satuan Rp500 juta per tahun, misalnya. Nama Alat Laju Energi, [MJjam] Nama Alat Laju Energi, [MJjam] Persentase Boiler-1 57.500 A 30.000 27,91 Boiler-2 50.000 B 20.000 18,60 C 20.000 18,60 D 15.000 13,95 E 10.000 9,30 F 5.000 4,65 Kehilangan 7.500 6,98 Jumlah 107.500 Jumlah 107.500 100,00 Produksi Uap = Energi Masuk Konsumsi Uap = Energi Keluar 57 Begitu juga yang dilakukan oleh Subtim Sistem Boiler. Analisisnya meliputi efisiensi boiler, rasio bahan bakar terhadap udara pembakar, komposisi gas buang khususnya persentase CO, CO 2 , dan O 2 , terkait blow-down, kualitas return condensate, dan beberapa lainnya. Selanjutnya dianalisis potensi penghematan energi yang dinyatakan dalam satuan energi per satuan waktu. Dan, akhirnya satuan potensi penghematan tersebut dikonversi menjadi rupiah per atuan waktu. Demikian seterusnya untuk masing-masing subtim audit energi. Dengan menghasilkan potensi penghematan energi dalam satuan energi per satuan waktu dan rupiah per satuan waktu berarti analisisnya bukan sekedar kualitatif melainkan kuantitatif.

2.4.2. Analisis Awal Tekno-Ekonomi

Di atas sudah dijelaskan bahwa potensi penghematan energi dinyatakan dalam satuan rupiah per satuan waktu. Apabila jumlah rupiah tersebut sepadan bagi pihak pemilik atau pengelola pabrik maka potensi tersebut menarik untuk diwujudkan. Dengan biaya energi sebesar Rp5 miliar per bulan, misalnya, maka potensi penghematan sebesar Rp10 juta per bulan tentu sangat tidak menarik untuk ditindaklanjuti. Lain halnya bila potensinya sebesar Rp500 juta per bulan atau Rp6 miliar per tahun, misalnya. Tantangan berikutnya bagi para auditor adalah menjawab pertanyaan bagaimana mewujudkan potensi penghematan tersebut. Di dalam analisis, setiap subtim audit energi harus mampu memecahkan tantangan mewujudkan potensi penghematan energi dan biaya tersebut. Dalam mewujudkan potensi penghematan energi tersebut, terdapat 4 kemungkinan yang akan dihadapi oleh pemilik industri, yaitu: 1. Tanpa biaya; 2. Dengan biaya = investasi rendah; 3. Dengan biaya menengah; atau 4. Dengan biaya tinggi. Maksudnya tanpa biaya adalah langkah yang dilakukan, misalnya mengubah metode kerja operator peralatan, melakukan penyetelan ulang terhadap mesin, dan beberapa lainnya. Sedangkan dengan biaya rendah dimaksudkan langkah yang dilakukan berkonsekuensi mengeluarkan biaya investasi namun masih dalam skala yang rendah atau murah. Ini misalnya mengganti beberapa komponen peralatan agar kinerja peralatan tersebut meningkat. Demikian seterusnya hingga yang terakhir berbiaya tinggi. Hal ini misalnya harus mengganti 1 unit peralatan utama, misal boiler, turbin generator, atau alat-alat vital lainnya. Apabila hal yang harus dilakukan oleh pemilik pabrik berkonsekuensi mengeluarkan biaya, khususnya biaya tinggi, maka auditor energi harus melengkapi laporannya dengan analisis awal tekno ekonomi. Hal ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan, berapa uang yang harus dikeluarkan serta layak atau feasible-kah? 58 Pengertian analisis awal tekno ekonomi di sini adalah analisis tekno ekonomi yang belum didukung dengan suatu hasil kajian mendalam. Kelak pada saat hasil kegiatan audit energi ini dipresentasikan, tim auditor energi akan menyampaikan kepada pemilik industri untuk dilakukannya studi kelayakan feasibility study sebagai tindak lanjut hasil analisis yang menyarankan untuk mengganti peralatan sehingga berkonsekuensi investasi tinggi. Melalui studi kelayakan ini, analisis tekno-ekonomi yang dilakukan berdasarkan suatu kajian yang mendalam. Beberapa besaran ekonomi yang lazim disajikan, khususnya pada analisis awal tekno-ekonomi adalah 1 Net Present Value NPV, 2 Annual Equivalent AE, 3 Payback Period, 4 Internal Rate of Return IRR, dan 5 Profitability Index PI. Seperti halnya pada Analisis Potensi Penghematan Energi, maka masing-masing subtim audit energi diharapkan melengkapi analisisnya dengan analisis awal tekno- ekonomi. Namun dengan catatan, apabila untuk mewujudkan potensi penghematan biayanya diperlukan investasi sedang atau tinggi. Sebaliknya, bila yang diperlukan adalah investasi rendah atau tanpa biaya maka analisis awal tekno-ekonomi tidak perlu dilakukan. 2 2 . . 5 5 . . T T A A H H A A P P L L A A P P O O R R A A N N Tahap akhir pelaksanaan audit energi adalah penyusunan laporan. Di ujung laporan terdapat hal yang sangat ditunggu oleh pemilik industri, yakni kesimpulan dan saran atau rekomendasi untuk mewujudkan potensi penghematan energi yang diperoleh. Langkah yang dilakukan pada tahap laporan adalah: 1 penetapan format dan kerangka laporan, 2 koordinasi penyusunan laporan, 3 penyusunan dan finalisasi laporan gabungan, 4 penyerahan dan presentasi laporan final sementara, serta 5 penyerahan laporan final. Keempat langkah di atas dapat dirangkum dalam diagram pada Gambar 2-8. Gambar 2-8. Langkah skematis penyelesaian pekerjaan pada tahap laporan.

2.5.1. Penetapan Format dan Kerangka Laporan

Yang dimaksud dengan format laporan di sini adalah panduan singkat-praktis tata cara penulisan naskah laporan. Hal ini perlu ditetapkan agar penulisan laporan oleh masing-masing Subtim Teknis Audit Energi dapat dilakukan dengan mudah dan seragam. Selain itu juga akan memudahkan Subtim Penyusunan Laporan dalam proses penggabungan, pengeditan, dan penyelesaiannya. Hal-hal yang ditetapkan dalam format laporan meliputi: a ukuran kertas; b orientasi; c ukuran atau batas-batas margin atas – bawah; kiri – kanan; header; 59 footer; d halaman; e tata letak; f huruf jenis, ukuran; g bahasa yang digunakan; h jarak antar baris spasi; dan h angka untuk bab, subjudul, sub- subjudul, serta nomor halaman. Sedangkan yang dimaksud dengan kerangka laporan adalah struktur atau urut- urutan penyajian laporan. Secara sederhana kerangka laporan ini dapat disebut dengan “Daftar Isi” laporan. Sebagaimana telah disampaikan pada uraian sebelumnya bahwa audit energi ini terdiri atas 8 tinjauan teknis yang masing-masing dikerjakan oleh 1 subtim. Di akhir kegiatan, masing-masing subtim itu akan menyusun laporan sesuai dengan kajian yang dilakukannya. Oleh karena itu Manajer Tim menetapkan 2 kerangka laporan, yaitu: A kerangka laporan beserta formatnya untuk Laporan Gabungan, dan B kerangka laporan beserta formatnya untuk Laporan Masing-masing Subtim.

2.5.1.1. Kerangka dan Format Laporan Gabungan Audit Energi

Pengertian laporan gabungan di sini adalah sebuah laporan hasil menggabungkan laporan-laporan yang berasal dari sub-subtim audit energi. Mengacu kepada Tabel 2-3, terdapat 8 subtim yang melakukan 8 kajian teknis, yaitu kajian pada sistem-sistem: 1 kelistrikan, 2 pembangkit uap boiler, 3 diesel generator, 4 distribusi uap, 5 integrasi proses, 6 chiller, 7 pompa, dan 8 manajemen energi. Atas 8 kajian teknis tersebut di atas akan disusun sebuah laporan audit energi. Laporan ini yang disebut dengan laporan gabungan karena menggabungkan 8 laporan kajian teknis menjadi satu laporan. Untuk itu Manajer Tim menetapkan kerangka laporan gabungan, dengan struktur dapat dilihat pada Gambar 2-9. Selain itu Manajer Tim juga menetapkan format laporan, misalnya: a Ukuran kertas : A-4 b Orientasi : Portrait atau Vertikal c Margin : Atas : 2,0 cm; Bawah : 2,0 cm; Kiri : 2,5 cm; Kanan : 2,0 cm d Halaman : Normal e Tata Letak : Header : 1,27 cm; Footer : 1,0 cm f Huruf : Jenis : trebuchet Ukuran : Judul Bab : 20, huruf besar semua, tebal Subjudul : 12, huruf besar semua, tebal Sub-subjudul : 11, huruf besar dan kecil, tebal Naskah Utama : 11, huruf besar dan kecil No. Halaman : 11 Keterangan Tabel : 10, huruf besar dan kecil Keterangan Gambar : 10, huruf besar dan kecil g Bahasa : Indonesia h Spasi : 1,5 i Angka jenis untuk : bab : angka Romawi subjudul : angka biasa sub-subjudul : angka biaa 60 Gambar 2-9. Contoh kerangka dan format laporan gabungan audit energi. 2.5.1.2. Kerangka dan Format Laporan Subtim Audit Energi Kerangka dan format laporan subtim audit energi didistribusikan kepada masing- masing subtim audit energi sebagai acuan atau pedoman dalam menyusun laporan. Contoh kerangka dan format laporan untuk subtim audit energi dapat dilihat pada Gambar 2-10A dan 2-10B. Gambar 2-10A menjelaskan struktur susunan laporan, ukuran kertas, margin, spasi, tata letak, serta ukuran dan jenis huruf. Sedangkan Gambar 2-10B menjelaskan tata letak penulisan judul tabel dan gambar serta jenis dan ukuran KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Identitas Perusahaan 1.2 Status Penyediaan dan Konsumsi Energi 1.3 …………. BAB 2 SISTEM KELISTRIKAN 2.1 …………. 2.2 …………. BAB 3 SISTEM BOILER 3.1 …………. 3.2 …………. BAB 4 SISTEM DIESEL-GENERATOR 4.1 …………. 4.2 …………. BAB 5 SISTEM DISTRIBUSI UAP 5.1 …………. 5.2 …………. BAB 6 SISTEM INTEGRASI PROSES 6.1 …………. 6.2 …………. BAB 7 SISTEM CHILLER 7.1 …………. 7.2 …………. BAB 8 SISTEM POMPA 8.1 …………. 8.2 …………. BAB 9 SISTEM MANAJEMEN ENERGI 9.1 …………. 9.2 …………. BAB 10 ANALISIS KESELURUHAN 10.1 Potensi Penghematan Energi 10.2 Tekno-Ekonomi BAB 11 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 11.1 Kesimpulan 11.2 Rekomendasi KEPUSTAKAAN LAMPIRAN DAFTAR ISI Arial, 20, Tebal, Huruf Besar Semua Arial, 11, Tebal, Huruf Besar Semua Arial, 11, Tebal, Huruf Besar dan Kecil