53 kegiatannya  dapat  digabung  pada  saat  wawancara.  Jadi,  sambil  melakukan
wawancara sekaligus mengisi kuesioner. Cara seperti ini di samping lebih efektif, juga tidak merepotkan pihak pabrik yang
sudah sibuk dengan aktivitas hariannya. Apabila  pertanyaan  di  dalam  kuesioner  tersebut  menyangkut  pengisian  data
konsumsi  energi  secara  serial,  misal  konsumsi  minyak  residu  per  bulan  selama  3 tahun  terakhir,  maka  auditor  dapat  meminta  salinan  copy  tabulasi  data  tersebut
kepada pihak pabrik. Dengan  mengingat  waktu  yang  dialokasikan  untuk  pengukuran  data  primer  dan
sekunder  relatif  singkat  maka  setiap  koordinator  subtim  audit  energi  harus  mampu memperkirakan waktu yang diperlukan untuk pengisian kuesioner ini.
Dapat  juga  kuesioner  dikirimkan  kepada  pihak  industri  sebelum  waktu pelaksanaan  pengumpulan  data  primer  dan  sekunder.  Atau,  pada  hari  pertama  di
pabrik –  saat  akan  memulai  pelaksanaan  pengumpulan  data  primer  dan  sekunder  –
kuesioner tersebut diserahkan kepada pihak industri. Hal  yang  perlu  diperhatikan  adalah  setiap  data  sekunder  yang  didapatkan  harus
dikonfirmasi  kepada  auditee  bahwa  data  tersebut  merupakan  data  dengan  sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan.
Seperti  halnya  pada  saat  pengumpulan  data  primer,  maka  untuk  pengumpulan data  sekunder  pun  masing-masing  subtim  audit  energi  agar  berpedoman  kepada
Lembar-lembar  Isian  yang  bersesuaian.  Misalnya,  untuk  Subtim  Sistem  Kelistrikan berpedoman  kepada  Lembar  Isian  Sistem  Kelistrikan  Lampiran  1-3,  Subtim  Sistem
Boiler  berpedoman  kepada  Lembar  Isian  Sistem  Boiler  Lampiran  1-4,  demikian seterusnya.
2.3.3. Verifikasi Hasil Pengumpulan Data Primer dan Sekunder
Pada  prinsipnya  pelaksanaan  verifikasi  ini  bertujuan  untuk  memastikan  bahwa data  yang  diperoleh
–  baik data primer maupun sekunder  –  adalah  data yang valid, lengkap,  dan  dapat  dipertanggungjawabkan.  Dengan  demikian  data  tersebut  layak
untuk digunakan pada tahap analisis. Masing-masing  subtim  audit  energi  harus  melaksanakan  tahapan  ini.  Verifikasi
data  meliputi  pula  kuantitasnya  di  samping  kualitas.  Sehingga  pada  saat  dilakukan analisis atau perhitungan tidak mengalami kekurangan data.
Sebagaimana diketahui bahwa setelah menyelesaikan kegiatan pengumpulan data primer  dan  sekunder,  umumnya  atau  pada  prinsipnya  segenap  anggota  Tim  Audit
Energi  meninggalkan  lokasi  pabrik  dan  kembali  ke  kantor  atau  institusi  asalnya.  Di kantor  inilah  tahap  analisis  dilakukan.  Hal  seperti  ini  berisiko  terjadi  kekurangan
data atau terdapat data yang kurang jelas. Bila hal tersebut sampai terjadi maka hal yang harus dilakukan adalah datang kembali  ke pabrik untuk menanyakan data yang
kurang jelas itu, atau bahkan melakukan pengukuran ulang.
Guna menghindari kejadian harus datang kembali ke pabrik maka perlu ditempuh satu langkah penting, yaitu verifikasi data.
54 Dengan  dilakukannya  tahap  verifikasi  data  ini  maka  tim  auditor  akan  terhindar
dari kemungkinan dilakukannya pengukuran atau pengamatan ulang di lapangan. Pelaksanaan  verifikasi  data  dapat  dilakukan  langsung  pada  saat  di  lapangan.
Setiap  data  hasil  pengukuran  danatau  pengamatan  yang  meragukan  segera  dapat diverifikasi  dengan  tim  pendamping  dari  pabrik.  Apabila  diketahui  bahwa  data
tersebut  meragukan  atau  tidak  layak  maka  dapat  segera  dilakukan  pengukuran danatau pengamatan ulang.
Verifikasi juga dapat dilakukan pada saat acara pemaparan hasil awal sekaligus
2.3.4. Pemaparan Hasil Awal
Tahap  pengumpulan  data  primer  dan  sekunder  diakhiri  dengan  pertemuan penutupan.  Pada  pertemuan  di  ujung  kegiatan  ini  Tim  Auditor  sebaiknya  juga
menyampaikan hasil-hasil awal meskipun masih bersifat sementara. Misalnya,  dari  data  hasil  pengukuran  =data  primer,  Subtim  Kelistrikan
memperoleh fakta awal bahwa faktor daya Cos Φ di pabrik tersebut masih di bawah
batas  yang  ditentukan  oleh  PT  PLN  Persero.  Fakta  awal  tersebut  ternyata berkorelasi  dengan  data  di  rekening  listrik  =data  sekunder  yang  menunjukkan
bahwa  pabrik  membayar  denda  pemakaian  kVARh.  Berdasarkan  fakta  awal  ini Subtim Sistem Kelistrikan dapat memberikan rekomendasi awal kepada pihak industri
agar  melakukan  upaya  peningkatan  faktor  daya,  umpamanya  dengan  pemasangan  1 set capacitor bank. Sedangkan menyangkut kapasitas capacitor bank yang dianjurkan
dipasang  belum  dapat  disampaikan  pada  kesempatan  itu.  Subtim  Sistem  Kelistrikan perlu melakukan analisis lebih lanjut sekaligus perhitungannya.
Contoh  lainnya,  misalnya,  Subtim  Sistem  Boiler  mendapatkan  fakta  bahwa kandungan  gas  karbonmonoksida  CO  di  dalam  aliran  gas  buang  exhaust  gas  dari
boiler  di  atas  batas  normal.  Oleh  karenanya  kandungan  gas  karbondioksida  CO
2
di dalam  aliran  yang  sama  relatif  rendah.  Untuk  itu  Subtim  Sistem  Boiler  dapat
memberikan  saran  awal  kepada  pihak  pabrik  agar  melakukan  pengaturan  kembali pada  sistem  pembakaran  di  boiler  tersebut.  Pengaturan  tersebut,  misalnya  dengan
mengubah perbandingan rasio antara suplai bahan bakar dengan udara pembakar.
Sub-subtim  lainnya  dapat  juga  berkontribusi  menyampaikan  hasil-hasil  awalnya sekiranya memungkinkan.
Rekomendasi  yang  disampaikan  pada  pemaparan  hasil  awal  ini  sering  segera ditindaklanjuti  oleh  pihak  pabrik.  Karena  pada  prinsipnya  setiap  temuan  adalah
sebuah  potensi  penghematan,  baik  energi  maupun  biaya.  Oleh  karena  itu  pihak pabrik tidak akan membiarkan sebuah potensi itu berlalu.
Pada  pertemuan  penutup  ini  sekaligus  dapat  dimanfaatkan  untuk  dilakukan klarifikasi  data  kepada  auditee.  Sekiranya  sempat  terjadi  hal  yang  tidak  dapat
dihindari,  yakni  kekurangan  data  primer  karena  adanya  gangguan  operasi  pada peralatan  yang  sedang  diukur,  maka  pada  kesempatan  ini  dapat  dikonfirmasikan
waktu untuk melakukan pengukuran susulan.
55
2 2
. .
4 4
. .
T T
A A
H H
A A
P P
A A
N N
A A
L L
I I
S S
I I
S S
Pada  tahap  ini  masing-masing  subtim  audit  energi  melakukan  analisis  atas  data primer dan sekunder yang sudah dikumpulkan.
Analisis dilakukan dalam 2 tingkat. Pertama, dilakukan analisis kuantitatif potensi penghematan energi. Kedua, dilakukan analisis tekno-ekonomi terhadap hasil analisis
kuantitatif tahap pertama. Dengan  demikian  jelas  bahwa  analisis  potensi  penghematan  energi  jangan
berhenti  pada  analisis  kualitatif,  namun  mesti  dilanjutkan  pada  analisis  kuantitatif. Apabila  analisisnya  hanya  sebatas  kualitatif,  maka  tidak  dapat  dilanjutkan  dengan
analisis tekno-ekonomi.
2.4.1. Potensi Penghematan Energi
Sesuai dengan definisinya, audit energi pada hakekatnya adalah mengidentifikasi potensi  penghematan  energi.  Jadi,  ujung  dari  audit  energi  adalah  diperolehnya
potensi penghematan energi. Perhitungan  potensi  penghematan  energi  suatu  alat  atau  sistem  akan  menjadi
lebih mudah apabila auditor  menyusun neraca energi. Persentase yang rasional dari energi yang hilang pada neraca energi adalah potensi penghematannya.
Pengertian  rasional  di  sini  dengan  menggunakan  pendekatan  best  practice  pada konsumsi  energi  spesifik  KES.  Auditor  menghitung  KES  pabrik  yang  sedang  diaudit
energinya,  yakni  jumlah  produk  yang  dihasilkan  dibagi  dengan  jumlah  energi  yang dikonsumsinya  pada  kurun  waktu  tertentu.  Dengan  demikian  akan  diperoleh  angka
KES dalam satuan ton produk per kWh energi selama satu tahun, misalnya. Angka KES ini kemudian dibandingkan dengan KES terbaik best practice untuk industri serupa.
Apabila  KES  saat  diaudit  lebih  kecil  atau  sama  dengan  KES  terbaik,  berarti  pabrik telah  beroperasi  pada  kondisi  efisien.  Sedangkan  apabila  sebaliknya,  maka  selisih
angka KES tersebut merupakan potensi penghematan energi.
Neraca energi yang disusun dalam bentuk tabulasi, misalnya, akan menjadi lebih mudah dipahami apabila dikonversi dalam wujud diagram Sankey.
Contoh  neraca  energi  sederhana  suatu  sistem  dalam  bentuk  tabulasi  disajikan pada  Tabel  2-7.  Selanjutnya  dari  tabel  tersebut  dikonversi  menjadi  diagram  Sankey
Gambar 2-7. Dari  hasil  tabulasi  dan  diagram  Sankey  tersebut  tampak  bahwa  pada  sistem
tersebut  terjadi  kehilangan  energi  sebesar  7.500  MJ  per  jam  atau  6,98  persen. Apabila  persentase  kehilangan  yang  rasional  ditetapkan  2  persen  maka  potensi
penghematannya  sebesar  6,98 –  2  atau  sebesar  4,98  persen.  Ini  setara  dengan
5.353,5  MJ  per  jam.  Selanjutnya  potensi  dalam  satuan  energi  per  jam  tersebut dikonversi menjadi rupiah per jam atau rupiah per tahun.
Sebagaimana  disebutkan  di  atas,  setiap  subtim  audit  energi  melakukan  analisis potensi  penghematan  energi.  Diharapkan  juga  setiap  subtim  dapat  menyajikan
neraca energi, khususnya dalam wujud diagram Sankey.
56 Tabel 2-7
Contoh neraca energi sederhana suatu sistem
Gambar 2-7. Contoh diagram Sankey suatu sistem. Subtim  Sistem  Kelistrikan,  misalnya,  melakukan  analisis  serta  perhitungan-
perhitungan  tentang  faktor  daya,  faktor  beban,  faktor  kebutuhan,  konsumsi  energi listrik per satuan waktu hari, bulan, danatau tahun, biaya energi per satuan waktu
bulan danatau tahun, konsumsi energi spesifik dari sisi energi listrik, dan beberapa lainnya. Selanjutnya dianalisis tentang potensi penghematan energi listrik.
Hasil analisis potensi penghematan energi  listrik dinyatakan dalam satuan energi per satuan waktu, kemudian dikonversikan menjadi rupiah per satuan waktu.
Pernyataan  potensi  penghematan  yang  dikonversikan  menjadi  rupiah  per  satuan waktu sangat penting. Ini akan lebih mudah untuk dipahami, khususnya bagi anggota
manajemen pabrik yang tidak berlatar-belakang teknik. Untuk  mencerna  potensi  penghematan  energi  sebesar  1  juta  kWh  per  tahun,
misalnya,  cenderung  lebih  sulit  bahkan  orang  teknik  kadang  masih  harus  berpikir keras bila dibandingkan dengan satuan Rp500 juta per tahun, misalnya.
Nama Alat Laju Energi,
[MJjam] Nama Alat
Laju Energi, [MJjam]
Persentase
Boiler-1 57.500
A 30.000
27,91 Boiler-2
50.000 B
20.000 18,60
C 20.000
18,60 D
15.000 13,95
E 10.000
9,30 F
5.000 4,65
Kehilangan 7.500
6,98 Jumlah
107.500 Jumlah
107.500 100,00
Produksi Uap = Energi Masuk Konsumsi Uap = Energi Keluar
57 Begitu  juga  yang  dilakukan  oleh  Subtim  Sistem  Boiler.  Analisisnya  meliputi
efisiensi boiler,  rasio bahan bakar  terhadap udara pembakar, komposisi gas buang khususnya  persentase  CO,  CO
2
,  dan  O
2
,  terkait  blow-down,  kualitas  return condensate,  dan  beberapa  lainnya.  Selanjutnya  dianalisis  potensi  penghematan
energi yang dinyatakan dalam satuan energi per satuan waktu. Dan, akhirnya satuan potensi penghematan tersebut dikonversi menjadi rupiah per atuan waktu.
Demikian seterusnya untuk masing-masing subtim audit energi. Dengan menghasilkan potensi penghematan energi dalam satuan energi per satuan
waktu  dan  rupiah  per  satuan  waktu  berarti  analisisnya  bukan  sekedar  kualitatif melainkan kuantitatif.
2.4.2. Analisis Awal Tekno-Ekonomi
Di  atas  sudah  dijelaskan  bahwa  potensi  penghematan  energi  dinyatakan  dalam satuan rupiah per satuan waktu. Apabila jumlah rupiah tersebut sepadan bagi pihak
pemilik atau pengelola pabrik maka potensi tersebut menarik untuk diwujudkan. Dengan  biaya  energi  sebesar  Rp5  miliar  per  bulan,  misalnya,  maka  potensi
penghematan  sebesar  Rp10  juta  per  bulan  tentu  sangat  tidak  menarik  untuk ditindaklanjuti.  Lain  halnya  bila  potensinya  sebesar  Rp500  juta  per  bulan  atau  Rp6
miliar per tahun, misalnya. Tantangan berikutnya  bagi para auditor adalah menjawab pertanyaan bagaimana
mewujudkan  potensi  penghematan  tersebut.  Di  dalam  analisis,  setiap  subtim  audit energi  harus  mampu  memecahkan  tantangan  mewujudkan  potensi  penghematan
energi dan biaya tersebut. Dalam  mewujudkan  potensi  penghematan  energi  tersebut,  terdapat  4
kemungkinan yang akan dihadapi oleh pemilik industri, yaitu: 1.  Tanpa biaya;
2.  Dengan biaya = investasi rendah; 3.  Dengan biaya menengah; atau
4.  Dengan biaya tinggi.
Maksudnya  tanpa  biaya  adalah  langkah  yang  dilakukan,  misalnya  mengubah metode kerja operator peralatan, melakukan penyetelan ulang terhadap mesin, dan
beberapa  lainnya.  Sedangkan  dengan  biaya  rendah  dimaksudkan  langkah  yang dilakukan  berkonsekuensi  mengeluarkan  biaya  investasi  namun  masih  dalam  skala
yang rendah atau murah. Ini misalnya mengganti beberapa komponen peralatan agar kinerja  peralatan  tersebut  meningkat.  Demikian  seterusnya  hingga  yang  terakhir
berbiaya  tinggi.  Hal  ini  misalnya  harus  mengganti  1  unit  peralatan  utama,  misal boiler, turbin generator, atau alat-alat vital lainnya.
Apabila  hal  yang  harus  dilakukan  oleh  pemilik  pabrik  berkonsekuensi mengeluarkan  biaya,  khususnya  biaya  tinggi,  maka  auditor  energi  harus  melengkapi
laporannya dengan analisis awal tekno ekonomi. Hal ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan, berapa uang yang harus dikeluarkan serta layak atau feasible-kah?
58 Pengertian analisis awal tekno ekonomi di sini adalah analisis tekno ekonomi yang
belum didukung dengan suatu hasil kajian mendalam. Kelak pada saat hasil kegiatan audit  energi  ini  dipresentasikan,  tim  auditor  energi  akan  menyampaikan  kepada
pemilik industri untuk dilakukannya studi kelayakan feasibility study sebagai tindak lanjut  hasil  analisis  yang  menyarankan  untuk  mengganti  peralatan  sehingga
berkonsekuensi  investasi  tinggi.  Melalui  studi  kelayakan  ini,  analisis  tekno-ekonomi yang dilakukan berdasarkan suatu kajian yang mendalam.
Beberapa  besaran  ekonomi  yang  lazim  disajikan,  khususnya  pada  analisis  awal tekno-ekonomi  adalah  1  Net  Present  Value  NPV,  2  Annual  Equivalent  AE,  3
Payback Period, 4 Internal Rate of Return IRR, dan 5 Profitability Index PI. Seperti  halnya  pada  Analisis  Potensi  Penghematan  Energi,  maka  masing-masing
subtim  audit  energi  diharapkan  melengkapi  analisisnya  dengan  analisis  awal  tekno- ekonomi.  Namun  dengan  catatan,  apabila  untuk  mewujudkan  potensi  penghematan
biayanya  diperlukan  investasi  sedang  atau  tinggi.  Sebaliknya,  bila  yang  diperlukan adalah  investasi  rendah  atau  tanpa  biaya  maka  analisis  awal  tekno-ekonomi  tidak
perlu dilakukan.
2 2
. .
5 5
. .
T T
A A
H H
A A
P P
L L
A A
P P
O O
R R
A A
N N
Tahap  akhir  pelaksanaan  audit  energi  adalah  penyusunan  laporan.  Di  ujung laporan  terdapat  hal  yang  sangat  ditunggu  oleh  pemilik  industri,  yakni  kesimpulan
dan  saran  atau  rekomendasi  untuk  mewujudkan  potensi  penghematan  energi  yang diperoleh.
Langkah  yang  dilakukan  pada  tahap  laporan  adalah:  1  penetapan  format  dan kerangka  laporan,  2  koordinasi  penyusunan  laporan,  3  penyusunan  dan  finalisasi
laporan gabungan, 4 penyerahan dan presentasi laporan final sementara, serta 5 penyerahan laporan final. Keempat langkah di atas dapat dirangkum dalam diagram
pada Gambar 2-8.
Gambar 2-8. Langkah skematis penyelesaian pekerjaan pada tahap laporan.
2.5.1. Penetapan Format dan Kerangka Laporan
Yang dimaksud dengan format laporan di sini adalah panduan singkat-praktis tata cara penulisan  naskah laporan. Hal ini perlu ditetapkan agar penulisan laporan  oleh
masing-masing  Subtim  Teknis  Audit  Energi  dapat  dilakukan  dengan  mudah  dan seragam. Selain itu juga akan memudahkan Subtim Penyusunan Laporan dalam proses
penggabungan, pengeditan, dan penyelesaiannya.
Hal-hal  yang  ditetapkan  dalam  format  laporan  meliputi:  a  ukuran  kertas;  b orientasi;  c  ukuran  atau  batas-batas  margin  atas
–  bawah;  kiri  –  kanan;  header;
59 footer;  d  halaman;  e  tata  letak;  f  huruf  jenis,  ukuran;  g  bahasa  yang
digunakan;  h  jarak  antar  baris  spasi;  dan  h  angka  untuk  bab,  subjudul,  sub- subjudul, serta nomor halaman.
Sedangkan  yang  dimaksud  dengan  kerangka  laporan  adalah  struktur  atau  urut- urutan  penyajian  laporan.  Secara  sederhana  kerangka  laporan  ini  dapat  disebut
dengan “Daftar Isi” laporan.
Sebagaimana  telah  disampaikan  pada  uraian  sebelumnya  bahwa  audit  energi  ini terdiri atas 8 tinjauan teknis yang masing-masing dikerjakan oleh 1 subtim. Di akhir
kegiatan,  masing-masing  subtim  itu  akan  menyusun  laporan  sesuai  dengan  kajian yang  dilakukannya.  Oleh  karena  itu  Manajer  Tim  menetapkan  2  kerangka  laporan,
yaitu:  A  kerangka  laporan  beserta  formatnya  untuk  Laporan  Gabungan,  dan  B kerangka laporan beserta formatnya untuk Laporan Masing-masing Subtim.
2.5.1.1. Kerangka dan Format Laporan Gabungan Audit Energi
Pengertian laporan gabungan di sini  adalah sebuah  laporan hasil menggabungkan laporan-laporan yang berasal dari sub-subtim audit energi.
Mengacu  kepada  Tabel  2-3,  terdapat  8  subtim  yang  melakukan  8  kajian  teknis, yaitu  kajian  pada  sistem-sistem:  1  kelistrikan,  2  pembangkit  uap  boiler,  3
diesel generator, 4 distribusi uap, 5 integrasi proses, 6 chiller, 7 pompa, dan 8 manajemen energi.
Atas  8  kajian  teknis  tersebut  di  atas  akan  disusun  sebuah  laporan  audit  energi. Laporan ini yang disebut dengan laporan gabungan karena menggabungkan  8 laporan
kajian  teknis  menjadi  satu  laporan.  Untuk  itu  Manajer  Tim  menetapkan  kerangka laporan gabungan, dengan struktur dapat dilihat pada Gambar 2-9.
Selain itu Manajer Tim juga menetapkan format laporan, misalnya: a Ukuran kertas  :  A-4
b Orientasi :  Portrait atau Vertikal
c Margin :  Atas : 2,0 cm;  Bawah : 2,0 cm;  Kiri : 2,5 cm;  Kanan : 2,0 cm
d Halaman :  Normal
e Tata Letak :  Header : 1,27 cm;
Footer : 1,0 cm f Huruf
:  Jenis :  trebuchet
Ukuran  :  Judul Bab :  20, huruf besar semua, tebal
Subjudul :  12, huruf besar semua, tebal
Sub-subjudul :  11, huruf besar dan kecil, tebal
Naskah Utama :  11, huruf besar dan kecil
No. Halaman :  11
Keterangan Tabel :  10, huruf besar dan kecil
Keterangan Gambar :  10, huruf besar dan kecil
g Bahasa :  Indonesia
h Spasi :  1,5
i  Angka jenis untuk : bab
:  angka Romawi subjudul
:  angka biasa sub-subjudul
:  angka biaa
60 Gambar 2-9. Contoh kerangka dan format laporan gabungan audit energi.
2.5.1.2. Kerangka dan Format Laporan Subtim Audit Energi
Kerangka  dan  format  laporan  subtim  audit  energi  didistribusikan  kepada  masing- masing  subtim  audit  energi  sebagai  acuan  atau  pedoman  dalam  menyusun  laporan.
Contoh  kerangka  dan  format  laporan  untuk  subtim  audit  energi  dapat  dilihat  pada Gambar 2-10A dan 2-10B.
Gambar  2-10A  menjelaskan  struktur  susunan  laporan,  ukuran  kertas,  margin, spasi,  tata  letak,  serta  ukuran  dan  jenis  huruf.  Sedangkan  Gambar  2-10B
menjelaskan  tata  letak  penulisan  judul  tabel  dan  gambar  serta  jenis  dan  ukuran
KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Identitas Perusahaan 1.2
Status Penyediaan dan Konsumsi Energi 1.3
…………. BAB 2
SISTEM KELISTRIKAN 2.1
…………. 2.2
…………. BAB 3
SISTEM BOILER 3.1
…………. 3.2
…………. BAB 4
SISTEM DIESEL-GENERATOR 4.1
…………. 4.2
…………. BAB 5
SISTEM DISTRIBUSI UAP 5.1
…………. 5.2
…………. BAB 6
SISTEM INTEGRASI PROSES 6.1
…………. 6.2
…………. BAB 7
SISTEM CHILLER 7.1
…………. 7.2
…………. BAB 8
SISTEM POMPA 8.1
…………. 8.2
…………. BAB 9
SISTEM MANAJEMEN ENERGI 9.1
…………. 9.2
…………. BAB 10 ANALISIS KESELURUHAN
10.1 Potensi Penghematan Energi 10.2  Tekno-Ekonomi
BAB 11  KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 11.1 Kesimpulan
11.2  Rekomendasi
KEPUSTAKAAN LAMPIRAN
DAFTAR  ISI
Arial, 20, Tebal, Huruf Besar Semua
Arial, 11, Tebal, Huruf Besar Semua
Arial, 11, Tebal, Huruf Besar dan Kecil