Sengketa Internal Partai Politik
867 dan individu pengurusnya sama sekali terpisah dan terpisahkan dari urusan
organisasi. Dapat dikatakan organisasi partai politik yang demikian berarti masih terdapat kultus individu atau personalisasi yang demikian kuat, sehingga partai
politik
yang demikian
masih sangat
tergantung pada
figur suatu
individukelompokgaris keturunan. Indikator gejala kultus individu atau personalisasi di suatu organisasi dapat
terlihat tatkala suksesi atau pergantian kepemimpinan. Bahkan banyak organisasi termasuk partai politik segera bubar atau minimal mengalami kemunduran tidak
lama setelah tokoh sentral ketua, pendiri meninggal dunia atau mengundurkan diri. Monica dan Jean Charlot mengemukakan: Until a party or any association has
surmounted the crisis of finding a succesion to its founder, until has drawn up rules of succession that are legitimate
in the eyes of members, its ’institutionalization’ will remain precarious
30
Selama suatu organisasi belum dapat mengatasi krisis dalam pergantian kepemimpinannya dan belum berhasil meletakkan dasar pengaturan yang dapat
diakui dan dipercaya oleh anggotanya, maka selama itu pula pelembagaan organisasi tersebut masih bermasalah dan itu belum dapat dikatakan kuat. Terutama jika
pergantian kepemimpinan tersebut terkait dengan pendiri, pemimpin dan atau orang-orang yang berjasa bagi organisasi yang bersangkutan, sering ditemukan
muncul kesulitan, hambatan, konflik dalam pergantiansuksesi yang diharapkan berjalan tertib dan damai. Disinilah tantangannya bagaimana suatu organisasi apalagi
organisasi partai politik dapat melakukan pergantiansuksesi kepemimpinan yang dilakukan dengan cara impersonal dan depersonalisasi.
31
Parameter ketiga adalah terkait dengan organizational differentiation. Yang dimaksud disini adalah bagaimana partai politik kemudian bisa menangkap peluang,
tantangan, aspirasi
dan perkembangan
zaman untuk
kemudian bisa
mengakomodasikan dalam organisasi partai politik tersebut untuk kemudian memobilisasi dukungan konstituen. Apalagi dalam suatu sistem multipartai dan
banyaknya aspirasi dan kepentingan politik yang saling berkompetisi dalam masyarakat memerlukan penyaluran yang tepat terutama melalui partai politik. Maka
partai politik yang berhasil menangkap peluang, memobilisasi dan menyalurkan aspirasi dan bahkan berhasil mewujudkan aspirasi maka semakin besar pula peluang
partai politik tersebut untuk terlembagakan secara tepat.
Agar kemudian Partai Politik bisa menjadi suatu lembaga yang mampu menangkap, mengagregasikan, memobilisasi dan menyalurkan aspirasi masyarakat,
dibutuhkan suatu struktur organisasi yang tepat sehingga ragam kepentingan dan aspirasi masyarakat bisa tertampung dengan pembentukan struktur yang tepat pula.
Struktur organisasi yang tepat dan diisi oleh orang-orang pengurus yang berintegritas dan memiliki komitmen, bekerja keras dan mengabdi dengan Ikhlas.
Tentu saja baik struktur maupun orang-orang pengurus tersebut harus sesuai dan cocok dengan visi misi platform Partai Politik tersebut.
Nazuruddin Sjamsuddin, Zukifli Hamid, dan Toto Pribadi berpendapat bahwa perpecahan dalam parpol bisa disebabkan tiga hal:
32
1 Perbedaan ideologi dari para anggotanya.
30
Monica and Jean Charlot, Les Groupes Politiques dans leur Environment in J. Leca and M. Grawitz eds Traite de Science Politique Paris, PUF, 1985 hlm. 89
31
Jimly Asshiddiqie, Op.Cit., hlm. 57
32
Nazuruddin Sjamsuddin, Zukifli Hamid, dan Toto Pribadi; Sistem Politik Indonesia, Jakarta, Karunika, Universitas Terbuka, 1988, hlm 5.6
868 2 Perbedaan pelaksanaan kebijaksanaan
3 Persaingan kepemimpinan dalam partai. Sedangkan menurut H. Anto Djawamaku konflik atau sengketa internal dalam
tubuh parpol bisa disebabkan oleh:
33
1. Ketidakjelasan platform nilai dan ideologi dasarvisi misi dasar dari suatu partai sehingga mengakibatkan tidak adanya ikatan ideologis di
antara anggota partai. Ketika terjadi perpecahan yang bersifat klik, personal atau kelompok, dengan mudah hal itu memecah belah partai dan
tidak ada ikatan nilai, ideologi, visi, misi yang tetap bisa menjadi katalisator untuk mempersatukan.
2. Kultus individu atau personalisasi yang teramat sangat kuat dan manajemen yang buruk. Terlalu kuatnya satu sosok figur sentral dalam
suatu partai berpotensi mematikan kaderisasi di tubuh partai politik. Figur yang terlalu kuat dan di kultuskan seringkali dianggap mampun menjadi
perekat sementara pada saat bersamaan kader yang memiliki kualifikasi sepadan tidak pernah dipersiapkan sebagi calon pengganti. Parpol juga
akan mengalami masalah saat figur yang dikultuskan melakukan sebuah kesalahan atau saat figur tersebut kemudian mengundurkan diri,
berhalangan, meninggal dunia.
3. Parpol gagal melakukan kerja kaderisasi dan regenersi yang baik dan berkesinambungan. Proses regenerasi dan kaderisasi yang gagal dilakukan,
kegagalan muncul tokoh baru dalam parpol, menunjukan kegagalan parpol melakukan reformasi internal, terutama untuk revitaslisasi dan regenerasi
terutama karena figur petingginya menjadi simbol institusi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi sengketa adalah: 1. sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran,
perbantahan. 2. pertikaian, perselisihan
3. perkara dipengadilan
34
Berbeda dengan Panitia Konferensi Hukum Tata Negara Ke 3 tahun 2016 yang menggunakan termonologi sengketa internal partai politik , para pembentuk
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, menggunakan terminologi Perselisihan Partai Politik .
Didalam Penjelasan Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, perselisihan partai
politik didefinisikan sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan perselisihan Partai Politik meliputi antara lain:
1 perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; 2 pelanggaran terhadap
hak anggota Partai Politik; 3 pemecatan tanpa alasan yang jelas; 4
penyalahgunaan kewenangan; 5 pertanggungjawaban keuangan; danatau 6
keberatan terhadap keputusan Partai Politik.
Memperhatikan hal tersebut diatas, sehingga apa yang dimaksudkan dan dimintakan oleh Panitia Konferensi Hukum Tata Negara ke 3 tahun 2016 dengan
33
. Anto Djawamaku; Perpecahan Partai Politik, Pemberantasan Korupsi dan Berbagai Masalah Politik Lainnya ; Jurnal Analisis CSIS : Peran Masyarakat dan Demokrasi Lokal, Jakarta, Vol. 34, No.2, 2005, hlm. 126-127.
34
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka
869 sebutanistilah sengketa internal partai politik tidak lain dan tidak bukan adalah 6
enam kategori definisi dari perselisihan partai politik yang sudah disebutkan secara eksplisit didalam Penjelasan Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 tahun
2008 jo Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik. D. PEMBAHASAN
1. Penyelesaian Sengketa Internal Pertai Politik Berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan Yang Berlaku
Sengketa internal Partai Politik atau menurut Undang-Undang disebut dengan Perselisihan Partai Politik, diatur pertama kali oleh Undang-Undang Nomor 2 tahun
2008 tentang Partai Politik selanjutnya disebut dengan UU 22008. Di dalam BAB XIV Pasal 32 UU 22008 disebutkan bahwa penyelesaian perselisihan partai politik
dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Apabila musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka jalur penyelesaiannya adalah melalui pengadilan atau
diluar pengadilan. Penyelesaian diluar pengadilan dapat dilakukan melalui rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase Partai Politik yang mekanismenya diatur dalam
AD dan ART. Sementara jalur Penyelesaian melalui Pengadilan dilakukan melalui Pengadilan Negeri yang harus diselesaikan dalam waktu 60 enam puluh hari sejak
gugatan didaftarkan di Kepaniteraan dan putusan Pengadilan Negeri tersebut adalah pertama dan terakhir dan hanya dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung
dan harus di putus MA dalam tempo 30 tiga puluh hari sejak momori kasasi terdaftar di Kepaniteraan MA.
Mekanisme dan prosedur penyelesaian sengketa internal partai politik berdasarkan UU 22008 ini langsung mendapatkan ujian untuk menyelesaikan
konflik Partai Kebangkitan Bangsa PKB antara kubu Muhaimin Iskandar dan Yenny Wahid. Konflik, sengketa dan perselisihan secara terbuka antara kedua kubu untuk
saling memperebutkan siapa yang paling berhak dan absah untuk memimpin PKB. Meskipun sudah ditempuh cara-cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam UU
22008, namun konflik dan perselisihan tak kunjung reda, dipertajam dengan waktu yang sudah mepet dan mendekati pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009, sementara
belum ada kepastian PKB versi mana yang akan mengikuti Pemilu 2009. Ujung dari konflik tersebut adalah putusan Pengadilan yang dimenangkan oleh Kubu Muhaimin
Iskandar, keputusan yang oleh sebagian pihak dianggap ada intervensi dari Istana, dimana kebetulan saat itu kubu Muhaimin Iskandar masuk bergabung dan
mendukung Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal inilah yang kemudian menyebabkan kemunculan ide perubahan terhadap UU 22008 terutama
terkait dengan Bab Perselisihan Partai Politik.
35
UU No 2 tahun 2011 yang merupakan UU Perubahan atas UU 22008 kemudian mengubah BAB XIV tentang Perselisihan Partai Politik. Pasal 32 UU No 2
tahun 2011 kemudian berubah dengan menghilangkan musyawarah untuk mufakat dalam langkah awal untuk penyelesaian perselisihan partai politik sekaligus
menghilangkan juga rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase sebagai langkah tempuh penyelesaian perselisihan partai politik diluar pengadilan. Pasal 32 UU No 2 tahun
2011 memperkenalkan sebuah penyelesaian atas perselisihan parpol melalui Mahkamah Partai Politik. Menurut UU 22011 Mahkamah Partai Politik dibentuk oleh
35
Refly Harun, Sengkarut Konflik Parpol http:news.detik.comkolom2867732sengkarut-konflik-parpol, diakses Minggu 10 Juli 2016
870 internal partai politik yang mana susunan mahkamah partai politik tersebut
disampaikan oleh pimpinan partai kepada kementrian, dan mahkamah partai politik diberi waktu 60 enam puluh hari untuk menyelesaikan perselisihan internal parpol
yang mana putusannya bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal kepengurusan.
Namun UU 22011 tetap memberikan pintu keluar darurat, seandainya ternyata ada ketidakpuasan salah satukedua pihak terhadap putusan Mahkamah
Partai, yaitu melalui Pengadilan Negeri yang diberi waktu 60 enam puluh hari sejak gugatan terdaftar di kepaniteraan pengadilan yang mana putusannya bersifat
pertama dan terakhir namun masih bisa dilakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, yang harus diselesaikan 30 tiga puluh hari sejak memori kasasi
terdaftar di MA.