Kesimpulan dan Rekomendasi Redesain Laporan Keuangan Partai Politik yang Akuntabel dan

1351 vi. Jikalaupun partai memberikan dana pembinaan, maka sebaiknya hal ini dilaporkan dengan disertai bukti kegiatan yang memadai. Penilaian terhadap ketidaan bukti kegiatan yang memadai ini diberikan oleh BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur terhadap kegiatan pendidikan politik, yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di tahun 2014 dengan memberikan dana pembinaan. vii. Pengeluaran untuk konsumsi tidak hanya bisa dilakukan dengan melampirkan kuitansi, tetapi juga perlu untuk dilengkapi dengan undangan dan daftar hadir peserta. Pelajaran atas hal ini dapat dilihat dari penilaian BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur terhadap kegiatan Sarasehan dan Dialog Interaktif yang dilaksanakan oleh Partai Kebangkitan Bangsa, ataupun Dialog Interaktif yang diselenggarakan oleh Partai Nasional Demokrat di tahun 2014 viii. Menggunakan materai, khususnya untuk pengeluaran yang nilainya di atas 1 Satu Juta Rupiah. Keberadaan materai ternyata menjadi satu bagian penilaian bagi BPK, khususnya perwakilan Provinsi Jawa Timur sebagaimana dilakukannya ketika menilai pendidikan politik yang dilakukan oleh Partai Gerakan Indonesia Raya di tahun 2014. ix. Kuitansi internal tidak cukup. Catatan ini cukup banyak dialami oleh partai politik di Kota Surabaya. Pertanggung jawaban pembelian snack pada kegiatan workshop di tahun 2014 oleh Partai Keadilan Sejahtera, ataupun Partai Kebangkitan Nasional Ulama dinilai tidak diberikan bukti pertanggung jawaban yang cukup karena hanye berupa kuitansi internal x. Tanggal pada kuitansi, atau bukti pembayaran. Pada tahun 2014, Partai Golkar menyelenggarakan pendidikan politik yang mengeluarkan biaya untuk fotokopi dan pembayaran transport. Oleh BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur, hal ini dinilai tidak cukup lengkap karena kuitansi tidak tercantum tanggal dan hanya berupa daftar hadir Selain catatan di atas, ada juga bentuk kegiatan yang dianggap tidak sesuai peruntukannya seperti : v. Buka puasa tampaknya diidentifikasi oleh BPK, khususnya perwakilan Provinsi Jawa Timur sebagai bagian dari pendidikan politik yang dapat dibiayai oleh bantuan keuangan. Hal ini dapat dilihat dari penilaian institusi ini terhadap kegiatan buka puasa yang diselenggarakan oleh Partai Golkar, ataupun Partai Persatuan Pembangunan di tahun 2014 vi. Pembinaan persiapan pemilukada. Kegiatan yang oleh Partai Gerakan Indonesia merupakan bagian dari kegiatan sarasehan di tahun 2015 ini dinilai oleh BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur sebagai pengeluaran yang tidak sesuai peruntukannya vii. Persiapan HUT Partai. Sebagaimana pembinaan persiapan pemilukada, kegiatan ini juga dijadikan Partai Gerakan Indonesia Raya sebagai bagian dari kegiatan Sarasehan di tahun 215, dan dinilai oleh BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur sebagai pengeluaran yang tidak sesuai peruntukannya viii. Tasyakuran atas penganugerahan pahlawan nasional dan Hari Santri Nasional. Kegiatan ini dilakukan oleh Partai Kebangkitan Bangsa, sebagai bagian dari pendidikan politik di tahun 2015, dan dinilai oleh BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur sebagai pengeluaran yang tidak sesuai peruntukannya 1352 Terakhir adalah pengeluaran yang dinilai oleh BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur tidak sesuai peruntukan yaitu : v. Sewa Panggung. Oleh BPK perwakilan Provinsi awa Timur pengeluaran ini dinilai tidak sesuai peruntukannya karena dinilai tidak berhubungan dengan kegiatan vi. Pemberian tunai ke masing – masing kecamatan. Walaupun di tahun 2014, BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur mengidentifikasi aktivitas ini sebagai pengeluaran yang tidak dilengkapi dengan bukti yang lengkap akan tetapi di tahun 2015, institusi ini menilai pengeluaran ini sebagai bentuk pengeluaran yang tidak sesuai peruntukkannya. Hal ini setidak – tidaknya dapat dilihat dari laporan hasil pemeriksaan atas pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran dana bantuan keuangan partai politik yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2015 pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, ataupun Partai Gerakan Indonesia Raya vii. Dana recrutmen saksi, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Partai Amanat Nasional di tahun 2015 viii. Pembelian bunga papan, banner dan spanduk untuk ucapan selamat kepada Ketua Terpilih, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Partai Hati Nurani Rakyat di tahun 2015 Catatan terhadap pemeriksaan BPK atas pengelolaan bantuan keuangan untuk pendidikan politik oleh partai politik di Kota Surabaya Sebagaimana diketahui, peraturan perundang – undangan mensyaratkan bahwa setidak – tidaknya 60 dari bantuan keuangan ini digunakan untuk pendidikan politik. Hanya saja, jika kita coba kalkulasikan pengeluaran yang tampak di dalam laporan hasil pemeriksaan yang disusun oleh BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur maka kita akan melihat bahwa di tahun 2014, setidak – tidaknya masih ada 2 Dua partai politik yang pengelolaan bantuan keuangan untuk pendidikan politiknya di bawah 60 yaitu Partai Kebangkitan Bangsa, sebesar 58,22 dari bantuan keuangan yang diterima dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama., sebesar 41 dari bantuan keuangan yang diterimanya. Realitas ini tampaknya tidak menjadi bagian dari pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur Catatan selanjutnya, terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, khususnya perwakilan Provinsi Jawa Timur adalah konsistensi penilaian terhadap laporan yang diajukan oleh partai politik. Realitas ini dapat dilihat dari penilaian institusi ini terhadap pemberian dana kepada struktur di bawah partai, yang menerima bantuan keuangan ini. Jika di tahun 2014, BPK perwakilan Provinsi Jawa Timur memberikan penilaian bukti yang tidak lengkap’ terhadap kegiatan ini, sebagaimana yang dialami oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di tahun akan tetapi penilaian tidak sesuai peruntukan’ disematkan oleh institusi ini terhadap partai yang melakukan hal ini di tahun 2015, sebagaimana diterima oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya. Selain konsistensi terhadap penilaian, tampaknya BPK juga perlu menetapkan standar penulisan keterangan di dalam laporan hasil pemeriksaan yang disusunnya. Walaupun kebanyakan BPK, melalui laporan hasil pemeriksaannya hanya menuliskan ketidak lengkapan bukti pembiayaan atas kegiatan, namun di 1353 tahun 2014 untuk kegiatan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik institusi ini masih menuliskan keterangan sebab ketidak lengkapan bukti – bukti, seperti tidak adanya materai untuk pengeluaran di atas 1 Satu juta, atau tidak adanya undangan dan daftar hadir, atau sekedar tidak adanya tanggal pada kuitansi. Hal ini diperlukan untuk mengidentifikasi pengeluaran – pengeluaran apa saja yang diperbolehkan untuk suatu kegiatan, ataupun bukti – bukti apa saja yang harus dipenuhi oleh partai politik penerima bantuan keuangan agar dapat dinilai lengkap oleh BPK. Dengan adanya keterangan yang cukup detail dari BPK, diharapkan partai politik mampu lebih baik menyusun pertanggung jawaban penggunaan bantuan keuangannya. Daftar Pustaka 24. Bezen, Ingrid van, 2003, Financing Political Parties and Election Guidelines, Germany, Council of Europe 25. Choudhry, Sujit dkk, 2014, Political Party Finance Regulation : Constitutional Reform After the Arab Spring, New York, IDEA 26. Ohman, Magnus, 2011, Global Trends in the Reulation of Political Finance, Sao Paulo 27. Walecki, Dr. Marcin, 2009, Public Funding in Established and Transitional Democracies sebagaimana diambil dari Public Funding Solutions for Political Parties in Muslim-Majority Societies, Washington, IFES 28. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPC Partai Demokrat Kota Surabaya nomor 59.ALHPXVIII.SBY42015 29. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan nomor 59.BLHPXVIII.SBY42015 30. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPC Partai Kebangkitan Bangsa nomor 59.CLHPXVIII.SBY42015 31. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPC Partai Gerakan Indonesia Raya nomor 59.DLHPXVIII.SBY42015 32. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPD Partai Keadilan Sejahtera nomor 59.ELHPXVIII.SBY42015 33. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPD Partai Amanat Nasional nomor 59.FLHPXVIII.SBY42015 34. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD 1354 Tahun Anggaran 2014 pada DPD Partai Golongan Karya nomor 59.GLHPXVIII.SBY42015 35. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPC Partai Persatuan Pembangunan nomor 59.HLHPXVIII.SBY42015 36. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPC Partai Hati Nrani Rakyat nomor 59.ILHPXVIII.SBY42015 37. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPD Partai Nasional Demokrat nomor 59.JLHPXVIII.SBY42015 38. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Poliitik Yang Bersumber Dari APBD Tahun Anggaran 2014 pada DPC Partai Kebangkitan Nasional Ulama nomor 59.KLHPXVIII.SBY42015 39. Laporan Hasil Pemeriksaan aas Laporan Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik yang Bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2015 pada DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya nomor 22LHPXVIIISBY032016, Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Jawa TImur, 2016 40. Laporan Hasil Pemeriksaan aas Laporan Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik yang Bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2015 pada DPC Partai Gerakan Indonesia Raya Kota Surabaya nomor 22LHPXVIIISBY032016, Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Jawa TImur, 2016 41. Laporan Hasil Pemeriksaan aas Laporan Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik yang Bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2015 pada DPC Partai Demokrat Kota Surabaya nomor 22LHPXVIIISBY032016, Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Jawa TImur, 2016 42. Laporan Hasil Pemeriksaan aas Laporan Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik yang Bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2015 pada DPC Partai Kebangkitan Bangsa Kota Surabaya nomor 22LHPXVIIISBY032016, Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Jawa TImur, 2016 43. Laporan Hasil Pemeriksaan aas Laporan Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik yang Bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2015 pada DPD Partai Amanat Nasional Kota Surabaya nomor 22LHPXVIIISBY032016, Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Jawa TImur, 2016 44. Laporan Hasil Pemeriksaan aas Laporan Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik yang Bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2015 pada DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Surabaya nomor 22LHPXVIIISBY032016, Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Jawa TImur, 2016 1355 45. Laporan Hasil Pemeriksaan aas Laporan Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik yang Bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2015 pada DPC Partai Hati Nurani Rakyat Kota Surabaya nomor 22LHPXVIIISBY032016, Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Jawa TImur, 2016 46. Laporan Hasil Pemeriksaan aas Laporan Pertanggung Jawaban Penerimaan dan Pengeluaran Dana Bantuan Keuangan Partai Politik yang Bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2015 pada DPD Partai Nasional Demokrat Kota Surabaya nomor 22LHPXVIIISBY032016, Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Jawa TImur, 2016 1356 REFORMASI KEUANGAN PARTAI POLITIK Ramlan Surbakti Guru Besar Perbandingan Politik pada FISIP Universitas Airlangga, Surabaya Setidak-tidaknya terdapat tiga unsur utama untuk dapat disebut sebagai Partai Politik. Pertama, sekelompok warga negara yang menjadi anggota partai politik atas dasar sukarela. Kedua, terdapat suatu cita-cita politik preskripsi tentang negara- bangsa dan warga negara yang hendak diwujudkan, ideologi yang tidak hanya menjadi penggerak tindakan anggota tetapi juga menjadi penggalang solidaritas antar anggota. Dan ketiga, organisasi sebagai sistem peran. Untuk mencapai tujuan, terdapat sejumlah tugas yang harus dilaksanakan. Agar tujuan dapat dicapai secara efisien dan efektif, dilakukan pembagian tugasperan baik secara horizontal pembagian tugas menyamping dalam kedudukan setara maupun vertikal berbagai tingkatan kepengurusan yang dipandang masih dalam rentang kendali. Saya mengikuti pandangan yang memandang Partai Politik sebagai faktor mutlak bagi berfungsinya sistem politik demokrasi tetapi partai politik saja tidak cukup menggerakkan sistem politik demokrasi Political Parties is necessary but not sufficient for functioning of democratic politics. Selain partai politik, diperlukan faktor lain, seperti pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling mengawasi, negara hukum rule of law, dan partisipasi politik aktif para warga negara, untuk berfungsinya sistem politik demokrasi, khususnya menggerakkan demokrasi perwakilan dan pemerintahan demokratis. Partai Politik dipandang sebagai faktor mutlak karena partai politik melaksanakan empat macam peran yang semuanya memungkinkan demokrasi perwakilan dan pemerintahan demokratis terwujud. Keempat peran tersebut adalah sbb.: 1 menjadi jembatan antara warga negara dengan Negara: partai politik melakukan rekrutmen warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, menjadi anggota partai politik; dan menjadikan partai politik sebagai wa- hana partisipasi politik warga negara; 2 menyiapkan calon peminin politik calon anggota DPR dan DPRD, calon kepala dan wakil kepala daerah, calan presiden dan wakil presiden, dan calon pimpinan partai pada semua tingkatan, menyeleksinya dan mena- warkannya kepada rakyat pada masa kampanye Pemilu; 3 merumuskan Rencana Kebijakan Publik dalam berbagai isu publik berdasar- kan aspirasi dan kehendak rakyat melalui pelaksanaan fungsi representa- si politik dan yang dituntun oleh ideologi partai, serta menawarkannya kepada rakyat pada masa kampanye Pemilu; dan 4 mengkoordinasi danatau mengendalikan para kader yang duduk di lembaga legislatif atau lembaga eksekutif agar melaksanakan tugas berdasarkan garis kebijakan partai. Bayangkan bila semua calon anggota DPR dan DPRD atau pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah dan pasangan calon presiden maju bersaing dalam proses penyelenggaraan Pemilu atas nama perseorangan. Terlalu banyak calon yang tidak jelas kapasitas dan integritas pribadinya, tidak jelas ideologinya tidak jelas visi, misi dan programnya. Para pemilih niscaya akan mengalami kesulitan dalam 1357 memilih, baik dalam memilih calon maupun dalam memilih rencana kebijakan publik. Dengan keempat peran yang dilaksanakan oleh Partai Politik, maka demokrasi perwakilan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota bergerak mewakili rakyat dan pemerintahan demokratis pemerintahan presidensial dan pemerintahan daerah dapat diselenggarakan. Untuk dapat melaksanakan keempat peran tersebut, Partai Politik memerlukan dana yang tidak sedikit. Sejumlah kegiatan dalam rangka pelaksanaan keempat peran itu perlu dana yang cukup besar, yaitu pendidikan politik, kaderisasi, pemilihan umum, representasi politik, dan akuntabilitas politik. Dalam hal ini juga berlaku ungkapan berikut: dana memang mutlak diperlukan tetapi dana tidak cukup untuk membuat partai politik mampu menjadi penggerak demokrasi perrwakilan dan pemerintahan demokratis Money is necessary but not sufficient for democratic political parties. Selain dana, juga diperlukan operasionalisasi ideologi menjadi penuntun perumusan rencana kebijakan publik, kaderisasi para anggota, disiplin partai, dan jumlah pemilih yang mengidentifikasikan diri secara psikologis dan ideologik dengan partai Party Identification, PI mencapai angka yang signifikan. Karena itu dua pertanyaan berikut perlu dijawab. Pertama, apa saja sumber penerimaan keuangan partai politik untuk membiayai kegiatan partai? Dan kedua, dana yang berhasil dikumpulkan tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan macam apa saja? Di atas kertas, sumber penerimaan partai dapat berasal dari tiga sumber: internal partai, negara public funding, dan masyarakat private funding. Sumber internal partai dapat berasal dari: iuran anggota, potongan gaji kader partai yang duduk di lembaga legislatif atau eksekutif, sumbangan kader, dan usahakegiatan ekonomi partai. Sumber penerimaan dari Negara dapat berasal dari APBN dan APBD, juga dapat berupa jasa pengakutan logistic Pos dan penggunaan fasilitas publik secara gratis. Sumber penerimaan dari masyarakat dapat berasal dari sumbangan individual, sumbangan kelompok atau yayasan, dan sumbangan dunia usaha swasta. Penerimaan Partai Politik Sumber penerimaan utama suatu partai politik merupakan salah satu faktor yang menentukan karakteristik suatu partai. Berdasarkan sumber penerimaan utama, partai dapat dibedakan menjadi tiga tipe. 241 Partai Politik yang sepenuhnya dibiayai oleh massa anggota atau Partai Massa merupakan partai yang berbasis suatu kelompok kepentingan, seperti Partai Buruh di Inggris, atau berbasis suatu agama, seperti PKS di Indonesia, atau berbasis populisme dan nasionalisme, seperti Partai Peronisme di Argentina. Para anggota bersedia membayar Iuran Partai tidak hanya karena partai tersebut merupakan gerakan yang berbasis ideologi tetapi juga karena memandang partai sebagai milik mereka. Pengambilan keputusan dalam partai seperti ini tergantung kepada para anggota. Akan tetapi partai massa seperti ini dewasa ini semakin langka tidak hanya karena kegiatan partai memerlukan dana yang sangat besar tetapi juga karena partai semakin pragmatis. Kemudian muncul partai politik massa yang tidak lagi mengandalkan pada Iuran Anggota sedangkan insentif untuk menyatukan dan menggerakkan solidaritas anggota diberikan dalam bentuk insentif nonmaterial sense of purposes. Dua persoalan muncul dalam partai massa seperti ini: kegiatan partai semakin lama semakin memerlukan dana yang sangat besar misalnya karena menggunakan teknologi informasi sehingga dipertanyakan dari mana dana diperoleh, dan banyak 241 Jonathan Hopkin, The Problem with Party Finance: Theoretical Prespectives on the Funding of Party Political, Party Politics, Volume 10 Nomor 6 Tahun 2004. 1358 anggota meninggalkan partai karena para anggota tidak terlibat dalam proses pembuatan keputusan. Dan ketiga, partai politik oligarhis atau kartel, yang mendorong anggotanya menjadi penumpang tanpa bayar free ride. Karena partai memiliki sumber dana sendiri atau tidak memerlukan dana dari para anggota, maka partai politik seperti ini tidak hanya tidak memiliki kebutuhan melibatkan anggota dalam kegiatan partai tetapi juga kurang peduli pada aspirasi dan kepentingan para anggota. Dalam masyarakat yang ditandai oleh penumpang tanpa bayar free ride society, setidak- tidaknya terdapat empat alternatif strategi besar bagi partai politik dalam mengatasi kesulitan dana. 242 Strategi pertama merupakan upaya mengalokasikan sumberdaya kepada para pekerja dan anggota melalui kebijakan publik. Para pengurus partai menggunakan jabatan mereka di lembaga legislatif atau eksekutif untuk mengalokasikan berbagai bentuk sumberdaya kepada para pekerja dan anggota partai the Clientelistic Mass Party. Kebijakan ini hanya dapat berjalan bila birokrasi negara belum efisien dan rasional sehingga mudah diintervensi oleh partai, dan bila jumlah penerimaan negara cukup besar untuk membuat kebijakan yang bersifat redistributif. Strategi kedua merupakan upaya mendapatkan dana dari sumber eksternal. Kegiatan partai didanai oleh kalangan elit eksternal the Externally Financed Elite Party. Pengurus atau kader partai yang duduk di lembaga legislatif atau eksekutif membuat kebijakan yang menguntungkan pengusaha atau kalangan tertentu, dan pengusaha atau kalangan tertentu tersebut kemudian menjadi penyumbang dana bagi partai pada masa kampanye. Singkat kata, kader partai menjual kebijakan publik demi kepentingan partai. Strategi ketiga merupakan upaya mencari dana dari elit partai secara internal. Para elit partai Ketua Umum dan pengurus inti membiayai sendiri sebagian atau seluruh kegiatan partai karena memerlukan dukungan partai bagi kepentingan ekonominya the Self-Financing Elite Party. Keanggotaan dan struktur partai mengalami perkembangan pesat tetapi organisasi dan konsentrasi kekuasaan terpusat pada peminpin puncak partai. Dan strategi keempat, peminpin dari berbagai partai berkolusi untuk dua tujuan: mendapatkan dana dari negara public funding untuk partai dan mencegah kompetisi dengan partai baru untuk melindungi kepentingan mereka. Strategi keempat inilah yang disebut Partai Kartel. 243 Strategi apakah yang diadopsi oleh partai politik di Indonesia untuk mendanai kegiatan partainya? Tampaknya strategi ketigalah yang cenderung digunakan tetapi dengan sejumlah catatan. Yang mendanai partai tidak hanya Ketua Umum dan pengurus inti partai tetapi juga seluruh kader yang duduk di lembaga legislatif atau eksekutif. Strategi pertama hanya dapat diterapkan oleh partai politik yang memegang pemerintahan. Strategi ini ditempuh melalui pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang bersifat populis. Strategi kedua dalam taraf tertentu juga diterapkan melalui praktek rente, yaitu mendapatkan komisi dari alokasi anggaranproyek yang diberikan. Sudah cukup banyak pengurus partai atau anggota DPR yang ditangkap dan dibawa ke Pengadilan Tipikor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK karena praktek rente tersebut. Demikian pula, pada tingkat tertentu juga menerapkan strategi keempat melalui pembuatan keputusan perihal alokasi anggaran dengan cara kolutif bancaakan. Dalam setiap pembahasan APBN Perubahan, penggunaan anggaran 242 Ibid hal . 631-636. 243 Karl-Heinz Nassmacher, Ed., Foundation of Democracy. Approaches to Comparative Political Finance , Baden Baden Jerman: Nomos 2001. 1359 tambahan akan dibagi dua: sebagian ditentukan oleh Pemerintah dan sebagian lagi ditentukan oleh semua fraksi di DPR. Setiap fraksi akan mendapat jatah menentukan penggunaan anggaran di daerah tertentu. FraksiPartai akan menerima komisi dari kontraktor proyek infra-struktur tersebut. Partai Politik Peserta Pemilu yang memiliki kursi di DPR dan DPRD menerima bantuan dari Negara APBN dan APBD setelah Pemilu sebanyak Rp 108 per suara. Apabila suatu Partai memperoleh 20 juta suara, maka Partai tersebut akan menerima dari APBN sekitar Rp 2 Miliar. Sumbangan Negara dari APBN dan APBD ini dapat disimpulkan begitu kecil sehingga tidak cukup untuk kegiatan administrasi perkantoran rekening listrik, air, gaji pegawai, ATK, kegiatan rapat dan konsumsi. Dari masyarakat, Partai Politik Peserta Pemilu menerima sumbangan dari sejumlah individu, kelompok dan dunia usaha hanya menjelang Pemilu atau dana kampanye. Dengan kata lain, jumlah penerimaan Partai secara resmi sangatlah rendah. Dari semua strategi mendapatkan dana tersebut, dua kesimpulan dapt ditarik. Pertama, dana yang diterima tidak mencukupi untuk membiayai pelaksanaan fungsi partai. Dan kedua, setiap strategi pencarian dana tersebut menimbulkan masalah: korupsi menggunakan dana publik untuk kepentingan partai tertentu, partai politik didikte oleh elit eksternal sebagai penyandang dana, tidak demokratis tidak peduli kepada anggota , dan negara membiarkan praktek korupsi, rente, dsbnya untuk mendanai partai. Pengeluaran Partai Politik Pengeluaran partai politik di Indonesia dapat digolongkan menjadi enam bidang. Pertama, administrasi perkantoran, seperti rekening listrik, air, dan surat kabar, gaji pegawai, ATK, konsumsi, penyelenggaraan rapat, dan sewa gedung bagi yang belum memiliki kantor sendiri. Kedua, perjalanan mengunjungi kepengurusan cabang dan bertemu dengan para kader di berbagai daerah transportasi, akomodasi, dsbnya. Ketiga, penyelenggaraan KongresMusyawarah Nasional Muktamar lima tahunan, dan berbagai pertemuan rapat pimpinan nasional. Keempat, berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kampanye Pemilu, seperti menyiapkan bahan kampanye alat peraga, dokumen, Iklan di media massa, dan transportasi dan akomodasi pelaksana kampanye. Kelima, kegiatan untuk pencitraan, seperti Perayaan Ulang Tahun termasuk pengadaan dan pemasangan bendera dan umbul- umbul lainnya terutama di Jalan protokoler, Temu Kader, survey, Bakti Sosial, dan Jalan Sehat. Keenam, pendidikan politik dan kaderisasi kepada para anggota. 244 Secara umum terdapat tiga pos pengeluaran Partai Politik Indonesia yang terbesar. 245 Yang pertama, biaya penyelenggaraan Kongres Musyawarah NasionalMuktamar. Pos yang kedua untuk persiapan dan pelaksanaan kampanye baik melalui media elektronik maupun bentuk kampanye lain. Dan pos yang ketiga untuk administrasi perkantoran. Mengapa penyelenggaraan KongresMunasMuktamar menguras begitu banyak dana? Tidak lain karena forum pertemuan lima tahunan ini melibatkan banyak kader partai, yaitu sekurang- kurangnya dua orang dari setiap kabupatenkota misalnya Ketua dan Sekretaris DPCDPD Tk II, dan sekurang-kurangnya dua orang dari setiap provinsi Ketua dan Sekretaris DPD, dan Pengurus Pusat dan Pengurus Organisasi Otonom. Bila jumlah kabupatenkota mencapai 511 dan 34 provinsi, maka delegasi dari daerah mencapai 1090 orang. Belum termasuk kedalam jumlah ini adalah para pengurus Pusat, dan 244 Bandingkan dengan Veri Junaidi, dkk., Anomali Keuangan Partai Politik: Pengaturan dan Praktek, Jakarta: Kemitraan, 2011, hal. 104-108. 245 KOPEL, Pembiayaan Partai Politik Sulawesi Selatan 2013, Makassar, Kemitraan, 2013, hal. 38. 1360 para anggota Tim Pendukung kepanitiaan. Transportasi dan akomodasi hotel, konsumsi, dan pengamanan pertemuan ditanggung oleh DPP Partai Politik. Pelaksanaan kampanye menguras dana yang sangat besar karena membiayai pembuatan dan pemasangan Iklan kampanye melalui media elektronik TV dan media cetak, biaya transportasi pesawat, pesawat charter, dan mobil dan akomodasi Ketua Umum dan Juru Kampanye Partai ke seluruh provinsi, biaya pembuatan dan pemasangan alat peraga kampanye di seluruh daerah di Indonesia, dan biaya konsumsi peserta kampanye makanan, minuman, dan uang transportasi. Kegiatan yang berkaitan dengan administrasi perkantoran juga memerlukan dana besar, terutama berbagai rapat dan pertemuan internal. Jumlah pengeluaran Partai justeru lebih besar daripada jumlah penerimaan resmi Partai. 246 Kalau kesimpulan ini benar, dari mana sumber dana Partai untuk menutupi defisit tersebut. Salah satu kemungkinan sumber penerimaan untuk menutupi defisit tersebut adalah berasal dari Ketua Umum danatau pengurus inti partai: uang sendiri sebagai pengusaha, atau berasal dari pengusaha bila sang kader adalah seorang Penjabat Tinggi, atau hasil rentefee yang diperoleh dari kontraktor karena kader partai berhasil menyediakan danaproyek kepada pengusaha hasil korupsi. Transparansi dan Akuntabilitas Penerimaan dan pengeluaran partai politik sehari-hari diluar dana kampanye dapat disimpulkan sebagai tidak transparan dan tidak akuntabel kecuali bantuan yang diterima dari APBNAPBD. Transparansi dan akuntabilitas ini memang dianjurkan dalam UU tentang Partai Politik tetapi hal itu hanya bersifat anjuran, bukan kewajiban yang disertai sanksi. Akibatnya hampir tidak ada partai politik yang memenuhi anjuran itu. Memang pernah satu atau dua partai misalnya PDI Perjuangan yang menyamaikan laporan penerimaan dan pengeluaran partai tahunan di surat kabar sebagai Iklan tetapi hal itupun hanya satu kali. Tampaknya partai politik memiliki pemahaman yang salah tentang jenis penerimaan dan transparansi dan akuntabilitas. Partai Politik memandang tidak perlu transparan dan akuntabilitas bila dana itu dicari sendiri karena menganggap hal itu sebagai urusan internal partai. Hal ini dipandang sebagai pemahaman yang salah karena memandang partai politik bukan sebagai lembaga publik melainkan sebagai lembaga swasta. Partai Politik, khususnya Peserta Pemilu, merupakan urusan publik tidak hanya karena untuk menjadi partai politik harus memenuhi ketentuan UU tentang Partai Politik dengan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM tetapi juga karena melakukan peran sesuai dengan Pasal 22E ayat 3 dan Pasal 6A UUD 1945. Transparansi dan akuntabilitas penerimaan dan pengeluaran dana kampanye memang dilaksanakan oleh setiap P4. Akan tetapi transparansi dan akuntabilitas yang masih memiliki banyak kelemahan, seperti tidak semua penerimaan dan pengeluaran dilaporkan misalnya praktek jual-beli suara yang begitu marak tetapi tidak terdapat dalam laporan, yang dilaporkan tidak sebenarnya misalnya penerimaan dan pengeluaran dana kampanye para calon, dan akuntabilitas setengah hati karena tidak ada institusi yang diberi kewenangan untuk menegakkan ketentuan tentang dana kampanye. Tugas KPU hanya tiga hal dalam penerimaan dan pengeluaran dana kampanye: membuat peraturan pelaksanaan tentang penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, menetapkan Kantor Akuntan Publik untuk 246 Veri Junaidi, dkk., Anomali Keuangan Partai Politik: Pengaturan dan Praktek, Jakarta: Kemitraan, 2011, hal. 111-112. 1361 mengaudit penerimaan dan pengeluaran dana kampanye P4, dan mengumumkan hasil audit kepada publik. Reformasi Keuangan Partai Reformasi keuangan partai politik hendaknya diarahkan pada pengembangan partai politik sebagai lembaga demokrasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 22E ayat 3 dan Pasal 6A UUD 1945. Partai Politik sebagai lembaga demokrasi berarti mampu melaksanakan keempat fungsi partai yang disebutkan di atas. Partai sebagai lembaga demokrasi berarti para anggota partai ikut membuat keputusan perihal yang bersifat substansial sehingga pada gilirannya bersedia membayar Iuran Partai secara rutin. Partai sebagai lembaga demokrasi berarti pengelolaan partai dilakukan secara transparan dan akuntabel. Kedua, reformasi keuangan partai hendaknya juga diarahkan untuk menciptakan persaingan yang bebas dan adil antar partai politik. Dari segi penerimaan, reformasi keuangan partai politik dijabarkan dalam penetapan tiga sumber penerimaan partai dan diarahkan agar penerimaan partai dari ketiga sumber itu relative seimbang. 247 Sumber penerimaan pertama adalah dari negara APBN dan APBD. Dana dari Negara ini digunakan untuk membiayai tiga kegiatan partai. Pertama, pelaksanaan fungsi partai yang pertama dan kedua, yaitu pendidikan politik membuat anggota partai peduli pada partai dan Negara dan berpartisipasi dalam partai dan negara, kaderisasi anggota secara sistimatis dan berjenjang. Subsidi dari Negara ini diberikan kepada partai politik berdasarkan jumlah suara sah yang diterima. Karena itu, partai politik akan dibagi dua kategori dan setiap kategori akan menerima subsidi Negara dalam jumlah berbeda. a Partai Politik Peserta Pemilu P4 kategori pertama adalah P4 yang berhasil mencapai ambang-batas perwakilan sampai dengan memperoleh suara sah sampai dengan 10 dari keseluruhan hasil Pemilu anggota DPR. Semua partai politik yang termasuk kategori pertama ini akan menerima dalam dalam jumlah yang sama. Jumlahnya perlu dihitung secara seksama sehingga mencukupi kegiatan kaderisasi nasional; b P4 kategori kedua adalah yang berhasil memperoleh suara sah lebih dari 10 dari keseluruhan hasil Pemilu anggota DPR. Semua P4 kategori kedua ini akan menerima subsidi dalam jumlah yang sama tetapi lebih besar daripada yang diterima P4 kategori pertama. Jumlahnya perlu dihitung secara seksama agar mencukupi kegiatan kaderisasi nasional dalam jumlah yang lebih banyak daripada kaderisasi yang dilakukan P4 kategori yang pertama. Kedua, pelaksanaan fungsi partai yang pertama, yaitu rekrutmen warga negara menjadi anggota partai dan menjadikan partai sebagai wahana partisipasi politik para anggota. Bila anggota partai politik ikut membuat keputusan partai yang bersifat substansial, yaitu pemilihan ketua partai untuk semua tingkatan, pemiihan calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota, dan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah, dan pasangan calon presiden dan wakil presiden, dalam pembahasan rencana kebijakan partai, maka para anggota akan bersedia membayar Iuran Partai. Subsidi Negara untuk pelaksanaan fungsi yang pertama ini dilakukan dengan strategi matching fund. P4 yang berhasil menghimpun Iuran Anggota misalnya sebesar Rp 1 Miliar per tahun akan menerima subsidi dari Negara sebesar Rp 1 Miliar. Subsidi dalam bentuk matching fund ini bertujuan mendorong partai politik untuk mengelola partai secara demokratis. Keterlibatan para anggota 247 Ramlan Surbakti dan Didik Suprianto, Pengendalian Keuangan Partai Politik, Seri Demokrasi Elektoral, Jakarta: Kemitraan, 2011. 1362 dalam proses pembuatan keputusan partai merupakan insentif bagi anggota untuk membayar Iuran Anggota. Dan ketiga, pelaksanaan fungsi partai yang kedua dan ketiga dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Tujuan pemberian subsidi Negara untuk yang ketiga ini adalah menciptakan persaingan yang bebas dan adil antar P4. Bentuk kampanye yang diusulkan disubsidi Negara adalah: a Debat antar Peserta Pemilu yang disiarkan oleh semua stasiun TV, Radio, dan media cetak; b Pemasangan Iklan Kampanye sebanyak 2 dua iklan melalui TV, Radio dan Media Cetak dengan durasihalaman dan frikuensi yang sama untuk semua P4. Akan tetapi setiap P4 diizinkan membuat dan memasang sebanyak-banyaknya 2 dua Iklan Kampanye tambahan tetapi dengan biaya sendiri. c Penggandaan Program Partai yang dirumuskan secara singkat dan terukur sebanyak jumlah tertentu yang sama untuk setiap P4. Akan tetapi setiap P4 dapat menambah penggandaan tersebut tetapi atas biaya sendiri. Partai Politik Peserta Pemilu berhak Mendapatkan subsidi ini karena P4 melaksanakan apa yang diamanatkan oleh Pasal 22E ayat 3 dan Pasal 6A UUD 1945. Subsidi Rp 108 per suara setelah Pemilu tidak ada artinya apa-apa. Membiarkan partai mencari dana sendiri sama artinya Negara membiarkan praktek korupsi menggunakan dana publik untuk kepentingan suatu partai, membiarkan partai politik dikelola secara oligarhik, bahkan personalistik, membiarkan partai politik didikte oleh elit eksternal dari luar partai, dan membiarkan partai tidak disukai oleh anggotanya sendiri. Sumber Penerimaan Kedua adalah internal partai sendiri, seperti Iuran Anggota, potongan gaji kader partai yang duduk di lembaga legislatif atau eksekutif, sumbangan anggota atau kader dalam bentuk uang atau barang, dan kegiatan usaha yang dalam bidang yang tidak menimbulkan konflik kepentingan. Para anggota akan bersedia membayar Iuran Anggota bila dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan partai baik yang menyangkut pemilihan seseorang menjadi Ketua Partai atau calonpasangan calon maupun yang menyangkut rencana kebijakan partai. Selain itu, para anggota akan bersedia membayar Iuran Anggota bila pengurus dan kader partai mampu menjabarkan ideologi partai sebagai wujud solidaritas dan sebagai penuntun bagi kader dalam melaksanakan tugas masing-masing. Dan sumber penerimaan ketiga adalah dari masyarakat, baik individu, kelompok sosial, organisasi kemasyarakatan, dan dunia usaha swasta. Besarnya sumbangan maksimal individual ataupun kelomk dan dunia usaha perlu ditetapkan dalam undang-undang untuk mencegah jangan sampai sekelompok kecil penyumbang mendikte partai. Sumbangan dari berbagai unsur masyarakat akan muncul bila Partai Politik merumuskan dan memperjuangkan rencana kebijakan publik yang dinilai positif bagi mereka. Upaya Partai menterjemahkan ideologi partai sebagai penuntun rencana kebijakan publik, dan Partai secara konsisten memperjuangkan pola dan arah kebijakan publik tertentu merupakan faktor penting bagi berbagai unsur masyarakat dalam memberikan sumbangan kepada partai. Ketiga sumber penerimaan ini perlu didayagunakan secara relatif seimbang. Bila partai lebih banyak menerima dana dari Negara, maka partai tidak hanya akan tergantung kepada negara tetapi juga akan menyebabkan Pengurus Partai tidak peduli kepada para anggota dan masyarakat. Kontribusi negara untuk membiayai kegiatan partai seyogyanya tidak melebih 30 dari keseluruhan pengeluaran partai. Bila sumber penerimaan lebih besar dari berbagai unsur masyarakat, khususnya 1363 individu kaya raya ataupun dunia usaha, maka kebijakan partai akan didikte oleh penyumbang dana tersebut. Situasi yang ideal bila sebagian besar kegiatan partai ditanggung oleh para anggota. Hal ini tentu patut diupayakan tetapi fakta menunjukkan bahwa partai memerlukan dana yang sangat besar untuk melaksanakan keempat fungsi partai sehingga Iuran Anggota saja tidak akan memadai. Reformasi keuangan partai politik dari sisi pengeluaran juga wajib dilakukan. Subsidi Negara yang penggunaanya sudah ditentukan, sebagaimana dikemukakan di atas, merupakan salah satu wujud reformasi keuangan negara dari sisi pengeluaran. Pengeluaran partai yang terbesar pada penyelenggaraan pertemuan lima tahunan Kongres MunasMuktamar harus direformasi. Pola penyelenggaraan pertemuan lima tahunan seperti yang dilaksanakan selama ini tidak hanya sangat mahal tetapi juga tidak demokratis. Salah satu bentuk reformasi yang dapat dilakukan adalah penyelenggaraan pemilihan ketua umum partai melalui pemilihan pendahuluan pada tingkat DesaKelurahan. DPP Partai Politik menetapkan dua atau lebih calon ketua umum untuk bersaing secara terbuka, bebas dan adil, dan merumuskan draft rencana kebijakan nasional partai . Para anggota partai politik di tingkat DesaKelurahan memilih satu dari daftar calon ketua umum, dan memberikan tanggapan terhadap draft rencana kebijakan nasional partai. Konvensi Partai tingkat nasional diselenggarakan dengan dua agenda: merekapitulasi hasil pemilihan pendahuluan dan menetapkan ketua umum terpilih, dan merumuskan kebijakan nasional partai berdasarkan masukan dari bawah. Peserta Konvensi Nasional partai ini adalah seorang delegasi dari setiap kabupatenkota. Peserta Konvensi tidak berhak mengubah hasil rekapitulasi hasil pemilihan pendahuluan. Peserta Konvensi mengesahkan hasil rekapitulasi dan Rencana Kebijakan Nasional Partai. Pelaksanaan pemilihan ketua umum melalui pemilihan pendahuluan dan musyawarah membahas draft rencana kebijakan nasional partai selain lebih murah juga lebih demokratis. Bentuk lain reformasi keuangan partai politik dari segi pengeluaran adalah mengurangi kebutuhan pemilih untuk memintamenerima uangsembako dari transaksi jual-beli suara. Salah satu yang dapat dilakukan adalah peningkatan pelayanan publik kebutuhan dasar warga masyarakat, seperti pemberantasan kemiskinan absolut, pelayanan pendidikan dan kesehatan, dan perbaikan transportasi publik. Bila dilakukan peningkatan pelayanan publik seperti ini diharapkan kebutuhan para pemilih untuk menerimameminta uangsembako dari para calon akan semakin berkurang sehingga pengeluaran yang tidak pada tempatnya dari partaicalon akan dapat dikurangi pula. Reformasi keuangan partai berikutnya menyangkut transparansi dan akuntabilitas. Yang pertama perlu ditegaskan adalah status partai politik, khususnya Peserta Pemilu, sebagai lembaga publik karena apa yang dilakukan oleh P4 tersebut menyangkut kehidupan Bangsa dan Negara, dan apa yang dilakukan oleh partai akan menimbulkan pengaruh terhadap warga masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung Karena menyangkut lembaga publik, maka apapun yang dikerjakan oleh partai, dan sumber keuangan dan pengeluaran partai harus diketahui oleh publik. Dana yang diterima oleh Partai bukanlah sedekah atau amal seperti dalam agama yang memang tidak pantas diketahui oleh publik. Dana yang diterima oleh Partai dari siapa, dan berapa jumlahnya perlu diketahui oleh publik. Laporan penerimaan dan pengeluaran Partai Politik, baik untuk kegaiatan partai sehari-hari maupun untuk kegiatan kampanye Pemilu wajib dilaporkan kepada publik setelah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Penyampaian laporan ini, baik laporan tahunan maupun laporan setelah Pemilu, merupakan wujud 1364 akuntabilitas politik partai kepada publik. Bila dalam penerimaan ataupun pengeluaran terdapat pelanggaran terhadap ketentuan dana kampanye, maka pelanggaran tersebut wajib dipertanggung-jawabkan oleh partai secara hukum. Untuk menegakkan ketentuan dana kampanye perlu ditetapkan suatu institusi yang memiliki tugas dan kewenangan yang jelas. Tugas institusi ini pada dasarnya terdiri atas tiga hal: 248 a tidak hanya melakukan sosialisasi ketentuan dana kampanye kepada semua partai politik tetapi juga memberikan pelatihan terhadap petugas yang di- tunjuk oleh partai sehingga mampu menyusun laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye sesuai dengan Ketentuan Dana Kampanye. b Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap laporan tentang dugaan pelanggaran terhadap ketentuan dana kampanye. Dalam hal ini, siapa saja yang diduga mengetahui tentang kasus tersebut wajib memberikan in- formasi kepada institusi tersebut. c Mengenakan sanksi administratif terhadap partai yang terbukti melakukan pelanggaran. Penegakan ketentuan dana kampanye akan dapat dilakukan secara tegas dan konsisten apabila dilakukan upaya yang bersifat sinerjik antara Pemantau Pemilu khususnya pemantau dana kampanye, media cetak dan elektronik, dan Institusi yang ditugaskan tersebut. Amerika Serikat menetapkan suatu institusi tingkat federal, Federal Election Commission FEC, untuk menegakkan ketentuan dana kampanye. Amerika Serikat tidak mengenal badan penyelenggara Pemilu pada tingkat federal badan penyelenggara Pemilu di setiap Negara Bagian adalah Sekretariat Negara Bagian. Karena itu FEC hanya bertugas menegakkan ketentuan dana kampanye Pemilu. Inggris menugaskan KPU Inggris the British Election Commission, BEC untuk menegakkan ketentuan dana kampanye. Tugas ini diberikan kepada BEC karena tugas BEC hanya menyelenggarakan pemilihan anggota Parlemen saja. Karena tugas KPU cukup berat, menyelenggarakan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal, maka mungkin lebih tepat bila tugas ini diberikan kepada Komisi Penegak Hukum Pemilu KPHP. KPHP ini merupakan transformasi Bawaslu, baik dalam tugas dan kewenangan maupun dalam persyaratan keanggotaan. Tugas KPHP tidak hanya menegakkan Ketentuan Dana Kampanye tetapi juga menegakkan Ketentuan Administrasi Pemilu, menyelesaikan sengketa administrasi Pemilu, dan menjadi penyidik dan penuntut dugaan pelanggaran Ketentuan Pidana Pemilu. Surabaya, 1 September 2016 Makalah ini disampaikan pada Konperensi Hukum Tata Negara ke-3 tentang Demokratisasi Partai Politik yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Konstitusi PuSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas di Bukittinggi 5-6 September 2016. 248 Ramlan Surbakti, dkk., Naskah Akademik dan Draft RUU Kitab Hukum Pemilu, Jakarta: Kemitraan, 2015. 1365 KETERBUKAAN KEUANGAN PARTAI POLITIK Reza Syawawi Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia The phenomenon of corruption goes deep into the very nature of power in Indonesia. Richard Robison; The Rise of Capital, 1986. PENDAHULUAN Persoalan korupsi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari problem politik, khususnya partai politik. Jika bisa diumpamakan, kondisi korupsi saat ini sebetulnya adalah cermin atas kondisi politik dan partai politik. Sistem politik telah menempatkan partai politik sebagai tulang punggung backbone demokrasi. ampir seluruh jabatan publik yang straregis dikendalikan oleh keputusan institusi partai politik. Mulai dari jabatan yang dipilih melalui proses pemilihan umum pemilu sampai kepada jabatan yang ditentukan melalui proses pemilihan di lembaga-lembaga politik DPRDPRD. Posisi-posisi politik tersebut memiliki kuasa yang begitu besar, menentukan pembagian sumber daya APBNAPBD, konsesiperizinan, dan sebagainya dan keputusan-keputusan penting yang terkait dengan kepentingan publik. Dalam banyak kasus korupsi, keterlibatan anggota partai politik sangat dominan. Kondisi ini tentu saja menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan kehidupan demokrasi atau bahkan mengancam keberlangsungan sebuah negara. Indonesia tentu sangat berpengalaman dalam konteks ini, korupsi yang begitu massif telah terbukti menyebabkan krisis ekonomi dan ketidakstabilan politik. Reformasi partai politik seharusnya menjadi salah satu jalan untuk memitigasi korupsi di semua lini. Melalui reformasi internal partai akan mendorong partai berfungsi dengan baik dan efektif dalam memberantas korupsi. Maka pemberantasan korupsi seyogianya dimulai dari partai itu sendiri sehingga pada saat terpilih dan berkuasa dapat memenuhi aspirasi masyarakat dan menyokong pemberantasan korupsi secara total tanpa beban sejarah. Salah satu problem partai politik dewasa ini adalah minimnya keterbukaan kepada publik, khususnya yang terkait dengan keuangan. Dalam banyak riset dan kajian yang dilakukan oleh masyarakat sipil, mayoritas partai politik memilih untuk tidak terbuka terkait laporan keuangan, terutama yang bersumber dari non-negara iuran dan sumbangan. Padahal sebagai badan publik, institusi partai politik diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan tersebut kepada masyarakat, baik yang diatur melalui Undang-Undang tentang Partai Politik maupun didalam Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik. Padahal melalui keterbukaan keuangan merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat akuntabilitas partai politik kepada publik. Keuangan partai politik adalah faktor yang dominan dalam menentukan sebuah kebijakan yang akan diusung melalui lembaga-lembaga publik. Arah kebijakan partai politik akan ditentukan oleh kelompokpersonal tertentu yang mendominasi pembiayaan di internal partai politik. Hal ini yang memperkuat oligarki di internal partai politik. Demokratisasi internal diredam dan pengambilan keputusan hanya dikuasi oleh pihak-pihak yang memodali partai 1366 politik. Akibatnya partai politik lebih banyak dikendalikan oleh para pemodal besar ketimbang aktivisanggota partai politik dengan modal minim. PEMBAHASAN

A. Pengaturan Keuangan Partai Politik

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik cukup jelas mengatur tentang keuangan partai politik. Terdapat beberapa bagian dalam pengaturan keuangan partai politik sebagai berikut; 1. Sumber keuangan partai politik. 2. Pelaporan dan audit keuangan partai politik, dan 3. Sanksi. Ad. 1. Sumber Keuangan Partai Politik Secara umum, ada 2 dua sumber keuangan partai politik yaitu; - Sumber keuangan yang berasal dari negara, dan - Sumber keuangan yang bersumber dari non-negara. Sumber keuangan yang bersumber dari negara disebut sebagai bantuan keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD diperuntukkan bagi partai politik yang memperoleh kursi di lembaga legislatif DPRDPRD dan dihitung berdasarkan jumlah perolehan suara pada saat pemilihan umum. Pemberian bantuan keuangan oleh negara dilihat dalam konteks peran negara dalam mendukung berjalannya fungsi-fungsi partai politik. Maka pengalokasian anggaran yang bersumber dari negara diprioritaskan untuk membiayai kegiatan pendidikan politik bagi anggota partai politik dan masyarakat. Selain itu, pemberian bantuan oleh negara dimaksudkan untuk mengimbangi peran negara dalam hal akuntabilitas partai politik. Bantuan keuangan tersebut akan menjadi alat bagi negara untuk memaksa partai politik menjalankan fungsinya dan bertanggungjawab kepada publik. Sebab jika tidak, maka partai politik akan sama hal nya dengan institusi bisnis yang hanya berorientasi pada profit dan kepentingan personal atau kelompok tertentu, bukan kepada kepentingan publik dan bangsa secara keseluruhan. Selanjutnya sumber keuangan yang bersumber dari non-negara, atau lebih sering disebut sebagai iuran dan sumbangan. Iuran dimaksudkan keuangan yang bersumber dari anggota partai politik internal yang bersifat rutin dan tetap dan diatur secara mandiri oleh setiap partai politik didalam peraturan internal. Sumbangan ditujukan kepada pihak internal dan eksternal baik dari perseorangan dan badan usaha yang dibatasi dalam jumlah tertentu. - Perseorangan anggota partai politik, pembatasannya diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. - Perseorangan bukan anggota partai politik, paling banyak Rp. 1 Milyar. - Badan usahaperusahaan, paling banyak Rp. 7.5 Milyar. Iuran dan sumbangan diperlukan agar pembiayaan partai politik tidak dimonopoli oleh pihak tertentu. Sebab monopoli pembiayaan akan menciptakan monopoli kekuasaan di partai politik., baik dari internal maupun eksternal. Demokratisasi internal partai politik akan kehilangan ruh-nya dan justru menjadi ancaman serius bagi kehidupan demokrasi. Bagaimana mengharapkan pengambilan keputusan di lembaga publik akan berpihak pada kepentingan 1367 publik, jika partai politik justru dikendalikan oleh kepentingan sekelompok orang. Oleh karena itu perlu ada pengendalian terhadap sumber keuangan partai politik. Salah satu cara untuk mengendalikan sumber keuangan partai politik adalah melalui pembatasan iuran dan sumbangan. Namun didalam regulasi pembatasan tersebut sesungguhnya tidaklah membatasi jumlah sumbangan yang akan diperoleh partai politik. Pendapat tersebut mengacu beberapa alasan; a Iuran anggota tidak spesifik dibatasi didalam undang-undang partai politik. Pengaturan tentang iuran ini didelegasikan pengaturannya kepada masing- masing partai politik melalui ADART. Akibatnya pembatasan ini sebetulnya tidaklah berlaku, walaupun dalam praktik yang terjadi iuran ini tidaklah menjadi sumber pendanaan utama bagi partai politik. Mayoritas partai politik hanya mewajibkan iuran kepada anggota yang menduduki jabatan publik tertentu atau yang memiliki unit bisnis. Dalam konteks internal, pembatasan ini sangat penting untuk mengimbangi dominasi kelompok tertentu terhadap struktur hingga dalam keputusan-keputusan yang akan diambil oleh partai politik. Sebab dalam kenyataannya siapapun yang membiayai partai politik akan sangat berpengaruh baik dalam penyusunan struktur maupun dalam pengambilan keputusan politik strategis, misalnya terkait pencalonan dalam pemilihan umum legislatif maupun kepala daerah hingga pengambilan keputusan di parlemen. Apalagi beban pembiayaan partai politik seolah-olah hanya ditumpangkan kepada anggota partai politik yang menduduki jabatan publik. Potensi bagi anggota partai politik untuk mencari sumber keuangan dengan cara menyalahgunakan wewenang dan jabatan akan terbuka lebar. Maka menjadi sangat penting untuk membangun relasi relasi yang seimbang antara iuran anggota dengan demokratisasi di internal partai politik. Kedepan, regulasi harus mengatur secara tegas tentang pembatasan iuran bagi anggota partai politik. b Sumbangan. Secara normatif, sumbangan berasal dari perseorangan anggota partai politik, perseorangan bukan anggota partai politik dan badan usaha. Pembatasan sumbangan hanya diberikan kepada perseorangan yang bukan anggota dan badan usaha, sedangkan sumbangan perseorangan anggota partai politik pembatasannya diserahkan kepada mekanisme di internal partai politik. Problemnya hampir sama dengan ketiadaan pembatasan terkait iuran bagi anggota partai politik. Sementara sumbangan yang berasal dari perseorangan non- anggota dan badan hukum secara rigid telah dibatasi oleh undang-undang. Jika diawal telah disebutkan bagaimana mengimbangi melalui pembatasan pembiayaan yang bersumber dari internal partai politik, maka dalam konteks sumbangan dari pihak eksternal tetap perlu didesain agar berimbang dengan pembiayaan yang bersumber dari internal partai politik. Konteksnya adalah kedaulatan dan kemandirian partai politik. Dominasi eksternal dalam pembiayaan partai politik mengindikasikan bahwa pengendali partai politik bukanlah partai politik secara institusional, tetapi justru dilakukan oleh kelompok mayoritas diluar partai politik yang ikut membiayai seluruh aktivitas politik. Hal ini tentu lebih merusak bagi institusi partai politik sebab akan mendegradasi peran anggota dalam pengambilan keputusan.