Original Intent Pembentukan, dan Proses Pembahasan Pasal Tentang

1108 Perdebatan yang pertama kali mengemuka adalah pandangan yang setuju, dan tidak setuju penyelesaian sengketa internal partai politik diselesaikan oleh internal partai politik atau oleh Pengadilan. Pihak Pemerintah yang diwakili Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementrian Hukum, dan HAM, Aidir Amin Daud lebih setuju jika penyelesaian sengketa internal partai politik oleh Pengadilan. 64 Alexander Litaay dari F-PDIP menolak keras bahkan cenderung curiga, dan sinis menanggapi pendapat dari Pemerintah tersebut dengan mengatakan: 65 PDIP yang dulu bernama PDI adalah partai yang paling sering dibuat DPP tandingan. Bahkan sering Pemerintah melakukan intervensi luar biasa, pernah dibuat tiga kongres sekaligus. Padahal ADART di setiap partai sebagai keputusan tertinggi di Partai Politik sudah menentukan mana pengurus partai yang sah. Oleh sebab itu, sengketa internal partai politik lebih baik dikembalikan kepada partai politik, jangan ada sampai intervensi Pemerintah, apalagi Pengadilan. Siapa yang bisa menjamin Pemerintah, apalagi Pengadilan akan netral dalam menangani sengketa internal partai politik. Saya masih meragukan. Naluri alamiah Pemerintah apabila masuk mengurusi internal partai politik adalah bagaimana caranya untuk bisa intervensi, dan menguasai partai politik, apalagi partai politik oposisi. Tugas Pemerintah terhadap partai politik hanya untuk mensahkan dan melegalisasi kepengurusan partai politik yang memang sah sesuai ADART. Saya menolak pendapat Pemerintah yang mengatakan kepengurusan ketua umum yang diakui. Diakui atau tidak Ketua Umum Partai Politik tergantung dekat atau tidaknya kepada Pemerintah. Sebaiknya kita kembalikan lagi sah atau tidaknya kepengurusan partai politik tergantung kepada ADART bukan kepada Pemerintah atau lembaga manapun. Khatibul Umam Wiranu Fraksi Partai Demokrat untuk selanjutnya Penulis sebut F-PD, juga ada anggota Komisi II DPR yang menolak keras bahkan cenderung curiga, dan sinis menanggapi pendapat dari Pemerintah, dan setuju jika sengketa internal partai politik diselesaikan oleh partai politik yang bersangkutan, yang menyatakan: 66 pembahasan maka FPDIP menyetujui untuk terlebih dahulu nanti kita buka kembali mengenai kewajiban parpol untuk menyusun satu penyelesaian sengketa internal parpol dalam ADART yang prinsip-prinsipnya tertuang dalam UU Parpol . Lihat Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum, dan HAM, Hari Selasa, Tanggal 30 November 2010, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010, hlm. 5. 64 Aidir Amin Daud menyatakan: Tadi Pak Khatibul Umam Fraksi Partai Demokrat menyampaikan agar penyelesaian sengketa internal partai politik dikembalikan ke Partai Politik karena sewaktu pembahasan UU No. 31 Tahun 2002 ada keberatan dari Saifullah Yusuf untuk Pemerintah tidak turut campur urusan internal partai politik seperti yang Pemerintah lakukan saat ada sengketa antara Alwi, dan Mathori makanya dalam UU No.31 Tahun 2002 sampai keluar Pasal penyelesaian sengketa internal parpol diselesaikan oleh Pengadilan. Makanya jika ada yang mengatakan biar parpol saja yang menyelesaikan, akan tetapi jika diselesaikan oleh parpol tidak pernah selesai . Lihat Risalah Rapat Panitia Kerja Komisi II DPR RI dengan Dirjen Kesatuan Bangsa, dan Politik Kementerian Dalam Negeri, dan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementrian Hukum, dan HAM, Hari Rabu, Tanggal 8 Desember 2010, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010, hlm. 25. 65 Ibid., hlm. 26-27. 66 Ibid., hlm. 27. 1109 Saya mengusulkan agar sengketa internal partai politik lebih baik dikembalikan kepada partai politik sebagai pertemuan gagasan, ide, dan agregasi yang dibentuk bersama-sama. Kemudian melibatkan sekian ribu orang, cabang, wilayah, dan ranting. Jadi masalah, dan kepentingan orang banyak apabila masuk pengadilan diputus oleh Majelis Hakim yang biasanya berjumlah tiga orang. Dalam perspektif Majelis Hakim, pasti lebih sempit daripada problem yang dihadapi partai politik. Jadi alangkah tidak adilnya sebuah partai politik sekecil apapun yang melibatkan ribuan massa, ribuan pengurus, dan ribuan pendukung hanya diselesaikan oleh tiga orang hakim. Subyektifitas tiga orang hakim ini akan dipengaruhi oleh kedekatan pengurus partai yang sedang berkonflik, berapa banyak amplop yang dihadiahkan, dan juga berapa transaksi yang akan dilakukan oleh oknum hakim dengan pengurus partai yang sedang berperkara. Ini pengalaman yang saya alami sewaktu menjadi pengurus partai atau ormas di daerah. Fraksi-Fraksi lain, setuju jika sengketa internal partai politik diselesaikan oleh partai politik dengan beberapa modifikasi Akbar Faisal Fraksi Partai Hanura, menyarankan agar setiap ADART partai politik mempunyai Badan Kehormatan. 67 Al Muzammil Yusuf Fraksi Partai Keadilan Sejahtera untuk selanjutnya Penulis sebut F- PKS menyarankan agar Undang-Undang Partai Politik memberi jangka waktu sampai tenggat waktu berapa hari partai politik boleh menyelesaikan sengketa internal, juga memberikan solusi untuk menjadi sikap pemerintah apabila menghadapi sengketa internal partai politik. 68 Abdul Malik Haramain Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa untuk selanjutnya Penulis sebut F-PKB menyarankan agar di dalam ADART pun partai politik wajib mempunyai kelembagaan yang mengambil keputusan apabila terjadi sengketa internal, dan Undang-Undang Partai Politik harus memberi jangka waktu sampai tenggat waktu berapa hari partai politik boleh menyelesaikan sengketa internal, dan mengatur apa yang menjadi rujukan Pemerintah, dan KPU apabila ada sengketa internal partai politik. 69 Taufiq Hidayat Fraksi Partai Golkar untuk 67 Akbar Faisal menyatakan: Saya menyarankan di setiap partai politik didirikan Badan Kehormatan masalahnya adalah apa badan ini dibawah Ketua Umum atau independen terserah sesuai ADART partai yang bersangkutan. Badan Kehormatan ini dibentuk untuk membangun budaya egaliter, dan menjaga hak kader partai agar tidak dizalimi, tidak dipecat, dan tidak di recall sewenang-wenang oleh Ketua Umum . Lihat Ibid., hlm. 28. 68 Al Muzammil Yusuf menyatakan: Saya setuju sengketa internal partai politik lebih baik diselesaikan oleh internal partai politik. Akan tetapi, kita harus kasih jangka waktu sampai tenggat waktu berapa hari partai politik boleh menyelesaikan sengketa internal karena jangan sampai Pemerintah tersandera karena masalah satu atau dua partai apalagi pada saat menjelang pemilu permasalahan belum selesai. Kita harus ingat pemilu itu domain publik bukan privat jadi harus segera diputuskan, harus ada waktu . Perpecahan bukan hanya bisa terjadi antara A, dan B tetapi bisa juga ke A, B, C, dan D. Untuk mengantisipasi hal tersebut barangkali Pemerintah dapat mengambil, dan mengesahkan kepengurusan partai dari jumlah pendukung Partai tersebut dalam Majelis Syuro atau Kongres. Misalkan dalam suatu partai, kepengurusan pecah menjadi empat, Pemerintah tinggal cek saja jumlah pendukung mana yang lebih banyak diantara empat partai yang bersengketa, misalkan peserta dalam Majelis Syuro atau Kongres ada 100 orang, ternyata yang paling tanda tangan itu 30 orang ke kubu A. Kubu A lah yang disahkan kepengurusannya oleh Pemerintah. Jika Pemerintah hanya mengacu pada Ketua Umum, ternyata Ketua Umum dalam Majelis Syuro atau Kongres misalkan hanya didukung oleh dua atau tiga orang dari 100 peserta yang hadir nantinya kepengurusan yang disahkan Pemerintah dipertanyakan legitimasiny a . Lihat Ibid., hlm. 29. 69 Ibid., hlm. 34. 1110 selanjutnya Penulis sebut F-PG, mengusulkan apabila sengketa internal partai deadlock di internal partai, sengketanya harus diselesaikan oleh Pengadilan. 70 Mengenai penyeleasaian sengketa internal Partai Politik diselesaikan oleh Pengadilan, Yasona Laoly dari F-PDIP menyatakan: 71 Saya setuju sengketa internal partai politik lebih baik diselesaikan oleh internal partai politik sesuai dengan ADART. Akan tetapi karena Indonesia adalah Negara Hukum seperti yang termaktub dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945, kita tidak bisa cegah jika ada sekelompok orang yang menggugat kepengurusan ke Pengadilan. Makanya dalam Undang- Undang Partai Politik nanti harus ada frasa jika setuju sengketa internal partai politik bermuara ke Pengadilan, Pengadilan wajib memutuskannya berdasarkan ADART di setiap partai. Bagus kita bersyukur apabila sengketa internal partai politik dapat baik diselesaikan oleh Dewan Pertimbangan, Dewan atau Majelis Syuro, Majelis Tinggi atau apalah sesuai dengan ADART setiap partai politik. Tetapi, kita tidak boleh mencegah apalagi menegasikan Pengadilan sebagai perwujudan Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945. Perdebatan tentang penyelesaian sengketa internal partai politik yang kedua, adalah penyelesaian sengketa internal partai politik oleh Mahkamah Partai Politik. Istilah dan penamaan Mahkamah Partai Politik sebagai lembaga penyelesaian sengketa internal partai politik diusulkan oleh Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementrian Hukum, dan HAM, Aidir Amin Daud yang mengatakan: 72 Saya mengusulkan agar sengketa internal partai politik diselesaikan oleh lembaga penyelesaian sengketa internal partai politik. Mahkamah Partai Politik harus dibentuk setiap partai politik. Mahkamah Partai Politik anggota minimalnya harus berapa orang, dan anggota maksimalnya harus berapa orang. Mungkin anggotanya bisa lima sampai sembilan, dan dilaporkan ke Kementrian Hukum, dan HAM. Keputusan Mahkamah Partai Politik dalam menyelesaikan sengketa internal partai politik yang menjadi acuan Kementrian Hukum, dan HAM. Jadi tidak perlu lagi ke Pengadilan, standarnya cukup Keputusan Mahkamah Partai Politik saja. Misalnya komposisi keanggotaan Mahkamah Partai Politik di suatu partai ada lima orang Cuma tiga yang tanda tangan sudah kita anggap sah, ini seperti yang diatur dalam Undang-Undang Yayasan gunanya agar sengketa, dan konflik tidak berlarut-larut. Keputusan Mahkamah Partai Politik ini 70 Taufiq idayat mengatakan: Saya setuju agar sengketa internal partai politik lebih baik diselesaikan kepada partai politik, jangan ada sampai intervensi Pemerintah seperti yang dilakukan di era orde baru yang mencampuri urusan internal suatu partai politik, juga harus ada tenggat waktu penyelesaian sengketa internal partai, dan apabila sengketa internal partai deadlock di internal partai, sengketanya harus diselesaikan oleh Pengadilan. Putusan Pengadilan suka atau tidak suka wajib dipatuhi semua pihak . Lihat Ibid., hlm. 36. 71 Ibid., hlm. 29. 72 Risalah Konsinyiring Rapat Panitia KerjaTim Perumus Komisi II DPR RI dengan Dirjen Kesatuan Bangsa, dan Politik Kementerian Dalam Negeri, dan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementrian Hukum, dan HAM, Hari Kamis, Tanggal 9 Desember 2010, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010, hlm. 38-45. 1111 nanti dilaporkan oleh Ketua Dewan Pertimbangan, Ketua Umum, dan Sekjen. Apabila ada konflik antara ketiga pihak ini yang Pemerintah pakai itu Keputusan Mahkamah Partai Politik. Konsep Pemerintah ini juga didukung oleh sejumlah Anggota Komisi II diantaranya Alexander Litaay. 73 Pemerintah mencetuskan istilah Mahkamah Partai Politik, dan mekanisme penyelesaian sengketa di Mahkamah Partai Politik ketika menanggapi Anggota Komisi II DPR RI yang belum mempercayakan sepenuhnya penyelesaian sengketa internal partai politik ke internal partai politik. Mengingat banyak terjadi, kader partai politik baik, dan idealis yang menjadi Anggota DPR, dan DPRD Provinsi, dan KabupatenKota, bisa di PAW kan begitu saja dengan sewenang- wenang oleh Pimpinan Partai Politik tanpa ada alasan yang jelas. 74 Usulan pembentukan Mahkamah Partai Politik yang semula diusulkan Pemerintah untuk menyelesaikan sengketa internal partai politik melalui satu pintu, dan sehingga tidak melalui pengadilan lagi tidak menemukan jalan yang mulus, mengingat mayoritas Anggota Komisi II DPR RI tidak setuju jika ruang untuk menyelesaikan sengketa partai politik melalui Pengadilan ditutup. Anggota Komisi II DPR RI yang bersuara keras, dan menolak konsep yang Pemerintah buat ini adalah Al Muzammil Yusuf F-PKS, yang menyatakan: 75 Saya tidak setuju jika ruang sengketa internal partai politik ke Pengadilan ditutup. Di masa lalu, selain sengketa internal Gus Dur VS Muhaimin, kita menyaksikan ada kasus PAW Djoko Edie Abdurrahman. Djoko Edie Abdurrahman di PAW PAN karena melakukan kunjungan luar negeri BURT ke Mesir untuk membuat Undang-Undang legislasi Perjudian, yang ikut ke Mesir ada 50 anggota DPR tetapi yang di PAW hanya Djoko Edie Abdurrahman karena PAN sebagai partai berbasis islam jika judi dilegalkan di Indonesia. Djoko Edie Abdurrahman sudah menggugat ke PTUN, dan dimenangkan oleh PTUN, akan tetapi Undang- Undang Partai Politik berdaulat tetap saja Djoko Edie Abdurrahman di PAW. Oleh karena itu penyelesaian sengketa internal partai politik oleh 73 Alexander Litaay mengatakan: Untuk prinsip Mahkamah Partai Politik saya setuju dengan Pemerintah. Dalam Undang-Undang Partai Politik ini harus kita masukkan Pasal agar Partai membuat mekanisme penyelesaian sengketa internal partai politik di dalam ADART nya, misalnya PDIP kesempatan untuk kader yang dipecat membela diri itu di Kongres, jadi tidak perlu dibawa ke Pengadilan. Saya setuju dengan konsep Pemerintah agar sengketa diselesaikan samapi tuntas. Memang dalam Keputusan kelembagaan pasti ada yang tidak puas, tapi itulah resiko menjadi anggota partai politik harus tunduk pada aturan partai. Miris saya mendengar ada kader menggugat partainya sendiri ke Pengadilan. Kalau di PDIP yang seperti itu wajib dipecat. Sejauh mungkin kita hindari masalah partai dibawa ke Pengadilan, kecuali ad a pembunuhan, penggelapan uang, pencemaran nama baik, dan tindak pidana lain . Lihat Ibid., hlm. 40. 74 Basuki Tjahaja Purnama F-PG, menyatakan: Saya kurang sepakat jika mempercayakan sepenuhnya penyelesaian sengketa internal partai politik ke internal partai politik. Yang susah apabila kader partai politik baik, dan idealis yang menjadi Anggota DPR, dan DPRD Provinsi, dan KabupatenKota, bisa di PAW kan begitu saja dengan sewenang- wenang oleh Pimpinan Partai Politik tanpa ada alasan yang jelas, mungkin ada faktor ketidaksukaan. Kalau tidak diberikan ruang untuk menggugat ke Pengadilan akan kemana kader baik ini mencari keadilan . Lihat Ibid., hlm. 41. 75 Ibid., hlm. 41. 1112 Pengadilan tidak bisa kita tutup. Kalau ditutup KPU bisa diamuk massa. Yang dirugikan terhadap permasalahan ini sebenarnya penyelenggaraan pemilu. Pemilu bisa terhambat karena masalah satu dua partai. Alhamdulillah di PKS sama seperti di PDIP, sengketa sebesar apapun dapat selesai di internal, tidak ada yang sampai menggugat gugat ke Pengadilan. Karena konsep Mahkamah Partai Politik yang dibentuk Pemerintah yang menutup pintu untuk diselesaikan di Pengadilan banyak ditolak Anggota Komisi II DPR RI akhirnya membuat Pemerintah melunak. Pemerintah akhirnya menyatakan sikap: 76 Jadi saya cabut kata tidak perlu ke Pengadilan jika ada fraksi yang keberatan. Dalam pengalaman kami di Kementrian Hukum, dan HAM mengamati sengketa yayasan, misalnya. Yayasan tidak pernah melihat keputusan Dewan Pembina itu menentukan, sama seperti Mahkamah Partai Politik ini. Tetap saja yang tidak puas melakukan gugatan. Gugatan inilah yang apabila dikabulkan PTUN memaksa Menteri mencabut SK yang sudah dikeluarkannya. Berdasarkan pemahaman kami keputusan Dewan Pembina itu mutlak, akan tetapi jika PTUN memutuskan Menteri mencabut SK yang sudah dikeluarkannya ya akan Menteri cabut. Keputusan Pemerintah yang melunak ini, Anggota Komisi II DPR RI banyak yang setuju dengan konsep Pemerintah, diantaranya Abdul Malik Haramain yang menyatakan: tidak boleh sengketa internal partai politik langsung ke Pengadilan, harus diselesaikan di internal dulu, apabila internal tidak mampu menyelesaikan sengketa, dan ada pihak yang tidak puas, baru boleh diselesaikan di Pengadilan . 77 Bahkan Anggota Komisi II DPR RI yang tadinya anti sekali menyelesaikan sengketa ke Pengadilanpun akhirnya setuju dengan konsep Pemerintah yang ini. 78 Perdebatan tentang penyelesaian sengketa internal partai politik yang ketiga, adalah mengenai tenggat waktu penyelesaian sengketa internal partai politik oleh Mahkamah Partai Politik, Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung. Al Muzammil Yusuf F- PKS , Anggota Komisi DPR R yang pertama mengusulkan: dalam hal sengketa sampai wilayah pencalegan, maka KPU wajib menentukan deadline kapan batasan sengketa harus selesai. Kalau tidak selesai bekukan agar partai yang tidak bersengketa tidak tersandera karena mundurnya jadwal pemilu, dan lain sebagainya . 79 Sehingga akhirnya disepakati dalam Rapat Paripurna, revisi Undang- Undang No.2 Tahun 2008 yang nantinya menjadi Pasal 31 Ayat 3 Undang-Undang No.2 Tahun 2011 mengatur tenggat waktu penyelesaian sengketa internal partai 76 Ibid., hlm. 38. 77 Ibid., hlm. 42. 78 Alexander Litaay mengatakan: saya setuju dengan Pak Malik, bahwa tidak boleh sengketa internal partai politik langsung ke Pengadilan, harus diselesaikan di internal dulu, apabila internal tidak mampu menyelesaikan sengketa, dan ada pihak yang tidak puas, baru boleh diselesaikan di Pengadilan, akan tetapi harus dijamin hukum yang dipakai Pengadilan yang pertama itu adalah ADART partai. Lihat Ibid., hlm. 43. 79 Risalah Konsinyiring Rapat Panitia KerjaTim Perumus Komisi II DPR RI dengan Dirjen Kesatuan Bangsa, dan Politik Kementerian Dalam Negeri, dan Dirjen Administrasi ukum Umum Kementrian ukum, dan AM, ari Jum’at, Tanggal Desember , Op.Cit., hlm. 6. 1113 politik oleh Mahkamah Partai Politik harus diselesaikan paling lambat 60 hari, terdapat Penyelesaian sengketa internal partai politik yang tidak tercapai di internal, penyelesaiannya diselesaikan oleh Pengadilan Negeri yang merupakan pengadilan tingkat pertama, dan terakhir harus diselesaikan paling lama 60 hari, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung harus diselesaikan paling lama 30 hari. 80

B. Konsep Ideal Penyelesaian Sengketa Internal Partai Politik yang

demokratis di Indonesia. Yang pertama, untuk komposisi keanggotaan, sudah seharusnya partai lebih membuka diri kepada masyarakat, hal tersebut juga dilandasi dengan dibentuknya partai yang berorientasikan untuk memperjuangkan dan membela kepentingan anggota dan masyarakat, maka berikan kepercayaan kepada masyarakat untuk menjadi anggota Mahkamah Partai. Kepercayaan tersebut berupa kesempatan terhadap masyarakat yang di wakilkan oleh para ahli hukum, akademisi, serta tokoh masyarakat yang menduduki anggota Mahkamah Partai. Kemudian, berikan kewenangan kepada para pihak yang bersengketa untuk bersama-sama memutuskan wakil masyarakat tersebut, yang berhak menjadi anggota Mahkamah Partai. Dengan mekanisme pemilihan anggota seperti itu, niscaya putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Partai akan lebih baik dan tidak berpihak, serta mudah diterima oleh masyarakat, khususnya pihak yang bersengketa. Yang kedua, untuk sifat Putusan Mahkamah Partai Politik agar tidak terjadi seperti yang Mahkamah Partai PPP lakukan dalam menyelesaikan sengketa internalnya, dengan mengeluarkan pertimbangan putusan, yang terlampau singkat, kabur dan tidak konkret menurut argument hukum. Sehingga dari pertimbangan putusan yang singkat, kabur, dan tidak konkret tersebutlah mengandung pertentangankontradiktif, yang akhirnya dapat diambil kesimpulan oleh antar pihak yang bersengketa, untuk melakukan proses upaya hukum melalui lingkup peradilan. Oleh karena itu menurut hemat penulis, perlunya penegasan dalam kekuatan eksekusi putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Partai, berupa ketentuan- ketentuan sanksi yang tegas kepada pihak yang bersengketa jika melanggar putusan tersebut. Sehingga, putusan Mahkamah Partai dapat di mengerti dan diperhitungkan keberadaannya, dalam penyelesaian sengketa internal partai politik di Indonesia. 80 Penulis sarikan dari Pidato Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ganjar Pranowo dalam Risalah Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum, dan HAM, Hari Senin, Tanggal 13 Desember 2010, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010, hlm. 5; Pidato Ketua Komisi II DPR RI, Chairuman Harahap F-PG, dan Pidato Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi dalam Rapat Paripurna DPR RI Pembicaraan Tingkat IIPengambilan Keputusan Terhadap RUU Usul Inisiatif Baleg DPR RI atas Perubahan Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menjadi Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Hari Kamis, 16 Desember 2010, Jakarta: Sekretaris Jenderal DPR RI, 2010, hlm. 13-17. 1114

BAB III Penutup

A. Penyelesaian sengketa internal partai politik diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana diatur AD dan ART, dan dilakukan oleh Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik. Adapun susunan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dilaporkan oleh partai politik ke Kementrian Hukum, dan HAM dimana Penyelesaian sengketa internal partai politik harus diselesaikan paling lama 60 hari, dan putusannya bersifat final, dan mengikat secara internal berkenaan dengan kepengurusan. B. Yang pertama, untuk komposisi keanggotaan, sudah seharusnya partai lebih membuka diri kepada masyarakat, hal tersebut juga dilandasi dengan dibentuknya partai yang berorientasikan untuk memperjuangkan dan membela kepentingan anggota dan masyarakat, maka berikan kepercayaan kepada masyarakat untuk menjadi anggota Mahkamah Partai. Yang kedua, untuk sifat Putusan Mahkamah Partai Politik. perlunya penegasan dalam kekuatan eksekusi putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Partai, berupa ketentuan-ketentuan sanksi yang tegas kepada pihak yang bersengketa jika melanggar putusan tersebut. Sehingga, putusan Mahkamah Partai dapat di mengerti dan diperhitungkan keberadaannya, dalam penyelesaian sengketa internal partai politik di Indonesia.