Beberapa Kelemahan dan Kekurangan Konsep Penyelesaian Perselisihan Parpol di Era UU 22011

871 putusan yang intinya memenangkan pihak Djan Faridz namun ternyata Menkumham malah mengeluarkan SK No M.HH-06.AH.11.012016 yang mengesahkan PPP dibawah pimpinan Romahurmuzy. 38 Hal tersebut menimbulkan polemik dan banyak yang menilai bahwa Menkumham berpihak pada salah satu kubu. Di sisi lain, Menkumham juga menjelaskan bahwa konflik PPP adalah konflik Perdata sehingga selayaknya di selesaikan secara damai, adapun terkait SK mengaktifkan PPP dibawah Romahurmuzy dikarenakan kebijakannya untuk memberi waktu selama 6 enam bulan bagi PPP semua pihak agar dalam waktu 6 enam bulan segera dapat melakukan islah dan rekonsiliasi. 39 Muktamar Islah PPP memang sudah terlaksana 8-10 April 2016 di Pondok Gede Jakarta, namun Muktamar Islah ini gagal mempersatukan kedua kubu. Muktamar yang tidak dihadiri kubu Djan Faridz ini mengesahkan Romahurmuzy sebagai Ketua Umum PPP. Kubu Djan Faridz tidak bersedia hadir dikarenakan tetap bertahan dengan hasil Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa kepengurusan PPP yang sah adalah dibawah kepemimpinan Djan Faridz. 40 Fenomena perselisihan PPP ini menarik, sebab instrumen penyelesaian Hukum sudah ditempuh dan sudah ada keputusan MA yang inkracht berkekuatan hukum tetap, namun ternyata putusan tersebut masih bisa dikesampingkan dan justru kemenkumham melakukan suatu langkah diskresi yang terbilang sangat b erani untuk melawan putusan MA tersebut. Konsep penyelesaian Perselisihan Parpol yang sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan UU No 22011 ternyata dapat dikesampingkan oleh politik hukum kekuasaan Menteri ukum dan AM. Selain dari hal-hal aktual fenomena dan fakta yang terjadi yang dipaparkan diatas, penulis juga berpendapat bahwa ada beberapa kelemahan dalam konsep Penyelesaian Perselisihan Parpol yang diatur dalam UU N 22011. Pertama, tidak adanya konsep Hukum Acara yang baku dan standar yang mengatur tentang prosedur dan proses Mahkamah Parpol dalam bekerja untuk menyelesaikan perselisihan internal parpol. Kedua, tidak ada ketentuan baku dalam UU No 22011 yang memaksa semua pihak khususnya Kementerian terkait untuk tunduk, taat dan patuh pada keputusan Mahkamah Parpol, putusan Pengadilan Negeri ataupun putusan Mahkamah Agung.

3. Rumusan Solusi untuk Penyelesaian Sengketa Parpol

Bercermin dari beberapa fenomena yang terjadi terkait perselisihan, konflik dan sengketa Parpol yang terjadi di ndonesia. Penulis mencoba berijtihad merumuskan beberapa solusi yang bisa ditawarkan: Pertama, mengubah mindset dan paradigma dalam penyelesaian perselisihan parpol. Mindset dan paradigma yang tertuang dalam UU No 22011 terutama dalam hal Penyelesaian Perselisihan Parpol adalah paradigma dan mindset secepatnya selesai dan ada hasil atau dalam bahasa Refly arun adalah jalan pemaksaan . Padahal konflik, sengketa, perselisihan Parpol, apatah lagi jika terkait kekuasaan dan campur tangan kekuasaan itu rumit dan ruwet, jalan keluar yang dicapai pun tidak semudah membalik telapak tangan. Jalan keluar yang konstitusional dan demokratis 38 http:nasional.kompas.comread2016042810443391Pengacara.Djan.Faridz.Salut.Buat.Menkumham.Ber kali-kali.Langgar.Hukum diakses tanggal 10 Juli 2016 39 http:nasional.kompas.comread2016041111373761Ini.Alasan.Menkumham.Tak.Sahkan.Kepengurusan. PPP.Djan.Faridz?utm_source=RDutm_medium=inartutm_campaign=khiprd diakses tanggal 10 Juli 2016 40 Ibid 872 berdasarkan pada supremasi hukum memang tidak mudah, panjang dan melelahkan sehingga membutuhkan kesabaran. Perubahan mindset dan paradigma ini penting karena dengannya maka akan bisa dirumuskan langkah-langkah selanjutnya, dan semua pihak bisa mengerti dan menjalani dengan kesabaran. Kedua, menghidupkan kembali langkah awal penyelesaian melalui musyawarah mufakat musyawarah, rekonsiliasi, mediasi dan arbitase yang sebelumnya terdapat dalam UU No 22008 namun didalam UU No 22011 justru malah di hilangkan. Musyawarah mufakat, musyawarah, rekonsiliasi, mediasi dan arbitase adalah ciri, identitas dan ideologi dari bangsa Indonesia yang sudah diabadikan oleh para pendiri bangsa ini didalam Pancasila dan UUD 1945. Selain itu penyelesaian melalui jalan musyawarah, musyawarah, rekonsiliasi, mediasi dan arbitase adalah jalan yang mencari kesepakatan para pihak. Seperti halnya konstitusi yang merupakan kesepakatan rakyat, maka kesepakatan para pihak yang dicapai untuk menyelesaikan perselisihan dan sengketa adalah sebuah misi suci yang seharusnya dikejar dan diutamakan. Penghilangan langkah awal tersebut adalah sebuah kemunduran, karena terbukti justru pada beberapa kejadian konflik dan perselisihan parpol dapat diselesaikan dengan melalui rekonsiliasi, mediasi yang didalamnya terdapat perundingan atau dengan kata lain didalamnya terdapat musyawarah mufakat. Namun jika ternyata memang jalur musyawarah, rekonsiliasi, mediasi dan arbitase gagal menjalankan tugasnya untuk mencari kesepakatan jalan keluar perselisihan parpol, maka hal tersebut dapat diserahkan pada mekanisme Mahkamah Parpol. Ketiga, perlu dibentuk dan disusun suatu konsep mengenai Hukum Acara Mahkamah Parpol. UU No memang sudah memberikan solusi cerdas dengan menghadirkan suatu lembaga Mahkamah Parpol. Namun ternyata kehadiran dari Mahkamah Parpol tersebut tidak dibarengi dengan konsep Hukum Acara yang seharusnya ada untuk menopang kerja-kerja dari Mahkamah Parpol. Hukum Acara Mahkamah Parpol ini penting untuk mengatur hal-hal fundamental seperti jumlah majelis, rapat majelis hakim, prosedur beracara dsb. Sebaiknya Hukum Acara Mahkamah Parpol ini dibuat secara baku dan standar yang mengikat bagi semua Parpol. Oleh karenanya Hukum Acara ini dapat dibuat menyatu dengan Undang- Undang Parpol atau dapat pula dibuat terpisah dalam suatu Undang-Undang tersendiri. Keempat, perlu dibuat ketentuan dalam Undang-Undang Partai Politik yang mempertegas bahwa putusan terkait penyelesaian konfliksengketaperselisihan Parpol baik itu putusan Mahkamah Parpol, putusan Mahkamah Agung ataupun putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara harus ditaati oleh semua pihak, baik pihak parpol yang bersengketa maupun pihak pemerintah kementerian yang mempunyai kewenangan mengesahkan pendiriankepengurusan suatu parpol. Dapat pula ditambahkan ancaman sanksi perdata denda atau pidana kurunganpenjara apabila ada pihak yang ternyata tidak menaati keputusan yang sudah dibuat untuk menyelesaikan konfliksengketaperselisihan parpol. Hal ini perlu dilakukan, untuk mencegah dan menanggulangi politik kekuasaan mencampuri supremasi konstitusi, hukum, demokrasi.