412 Partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha
untuk mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat
Islam pada tahun 1912. Sejak itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir
sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker yaitu Indesce Partij, yang dilatarbelakangi oleh adanya diskriminasi antara kaum Indo peranakan dan
Belanda baik dalam gaji maupun perlakuan lainnya menyebabkan timbulnya pergolakan jiwa di kalangan kaum Indo.
Pada masa pendudukan Jepang semua Partai Politik yang telah ada sisa peninggalan di masa Belanda dibubarkan. Selanjutnya Jepang mempelopori
berdirinya organisai-organisasi massa yang jauh menyentuh akar di masyarakat seperti dibentuknya organisasi massa bernama Pusat Tenaga Rakyat Poetera.
Namun nasib organisasi ini pada akhirnya juga ikut dibubarkan oleh Jepang karena dianggap telah melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi proses
politik.
2.2. Peran Partai Politik pada Era Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka dan berdaulat, telah menetapkan bahwa NKRI menganut paham demokrasi dan sistem multi-partai, terbukalah kesempatan yang
besar untuk mendirikan partai politik. Yang melatar belakangi terbentuknya partai-
partai baru ini adalah adanya maklumat Nomor X pada tanggal November 1945 yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden RI yaitu Mohammad Hatta
atas usulan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat BP-KNIP, mendorong terbentuknya partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi.
288
Maklumat tersebut merupakan salah satu bagian dari rencana persiapan penyelenggaraan pemilu pada tahun berikutnya yaitu 1946. Maklumat tersebut
menggunakan nomor X bukan sepuluh karena nomor urut maklumatnya sama dengan nomor sebelumnya. Maklumat Nomor X pada tanggal 3 November 1945 ini
melegitimasi partai-partai politik yang telah terbentuk sebelumnya, sejak zaman Belanda dan Jepang.
288
Pemerintah menerima usulan Badan Pekerja KNIP agar dibukanya kesempatan untuk mendirikan partai-partai politik untuk mengikuti Pemilihan Umum yang rencananya akan digelar
pada Januari 1946. Ketetapan tersebut dituangkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang menegaskan kembali bahwa pembentukan partai politik tersebut adalah
untuk memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Isi maklumat tersebut adalah:
Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat.
Diharapkan bahwa partai-partai telah tersusun sebelum pemilihan umum pada bulan Januari .
Pengumuman tersebut lalu disambut gembira oleh masyarakat karena selama 3,5 tahun penjajahan Jepang, setiap kegiatan politik adalah terlarang. Berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu yang
rencananya akan digelar pada bulan Januari tahun 1946, maka rencana tersebut terpaksa ditunda karena kondisi dalam negeri yang tidak memungkinkan karena serangan sekutu yang ingin kembali
melakukan
penjajahan di
Indonesia. Selengkapnya
dapat diakses
pada: http:www.idsejarah.net201412sejarah-partai-politik-pada-masa_3.html
413 Dalam perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, rakyat
tidak hanya menyusun pemerintahan dan militer yang resmi, tetapi juga menyusun laskar atau badan perjuangan bersenjata dan organisasi politik. Pada
zaman kemerdekaan ini, partai politik tumbuh di Indonesia ibarat tumbuhnya jamur di musim hujan, dengan berbagai haluan ideologi politik yang berbeda satu
sama lain. Hal ini dikarenakan adanya maklumat Pemerintah RI 3 November 1945 yang berisi anjuran mendirikan partai politik dalam rangka memperkuat
perjuangan kemerdekaan. Pada masa ini peran partai politik adalah sebagai sarana perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan melalui cara-cara yang
bersifat politis.
2.3. Peran Partai Politik pada Era Orde Lama
Seiring dengan dikeluarkannya maklumat pemerintah pada tanggal 3 November 1945 yang menganjurkan dibentuknya Parpol, sejak saat itu berdirilah
puluhan partai. Maklumat ini ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat yang meminta
diberikannya kesempatan pada rakyat yang seluas-luasnya untuk mendirikan Partai Politik. Partai Politik hasil dari Maklumat Pemerintah 3 November 1945
berjumlah 29 buah, dikelompokkan dalam 4 kelompok partai berdasarkan ketuhanan, kebangsaan, Marxisme, dan kelompok partai lain-lain yang termasuk
partai lain-lain adalah Partai Demokrat Tionghoa Indonesia dan Partai Indo Nasional.
Pada saat Indonesia menganut demokrasi liberal, sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer. Dalam demokrasi parlementer, demokrasi liberal
atau demokrasi Eropa Barat, memberikan jaminan yang kuat dan luas terhadap kebebasan individu. Dalam sistem pemerintahan berdasarkan rezim UUDS 1950
partai politik memiliki pernaan yang signifikan. Keberadaan kelembagaan DPR memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap partai politik. Hal ini mengingat
para anggota DPR pada umumnya adalah berasal dari partai politik. Di awal peemrintahan setelah pengakuan kedaulatan Negara Indonesia, terbangun stigma
di masyarakat bahwa partai politik merupakan sarana atau instrumen media menuju popularitas. Para pemimpin partai politik memiliki pengaruh signifikan
terhadap pemerintahan baik di pusat maupun di daerah-daerah. Partai politik pada zaman liberal diwarnai suasana penuh ketegangan politik, saling curiga
mencurigai antara partai politik yang satu dengan partai politik lainnya.
Dalam kondisi tersebut, Partai Politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan
Pemilihan Umum pertama yang diikuti oleh 36 Partai Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai. Pergolakan-pergolakan dalam
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante hasil Pemilihan Umum telah menyudutkan
posisi Partai
Politik. Hampir
semua tokoh,
golongan mempermasalahkan keberadaan Partai Politik. Kekalutan dan kegoncangan di
dalam sidang konstituante inilah yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan partai-partai politik.
414 Pada tanggal 5 Juli 1960 Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan
Presiden No.13 tahun 1960 tentang pengakuan, pengawasan, dan pembubaran partai-partai. Pada tanggal 14 April 1961 Presiden Sukarno mengeluarkan
Keputusan Presiden No. 128 tahun 1961 tentang partai yang lulus seleksi, yaitu PNI, NU, PKI, partai Katolik, Pertindo, Partai Murba, PSII, Arudji, dan IPKI. Setelah
itu, terdapat 2 partai yang menyusul yaitu Parkindo dan partai Islam Perti. Jadi pada waktu itu, parpol yang boleh bergerak hanya 10 partai saja, sementara
selebihnya dibubarkan karena tergolong partai Gurem. Tetapi jumlah partai yang tinggal 10 buah itu berkurang satu pada tahun 1964. Presiden Sukarno atas
desakan PKI dan antek-anteknya, membubarkan Partai Murba dengan alasan Partai Murba merongrong jalannya revolusi dengan cara membantu kegiatan
terlarang seperti BPS Badan Pendukung Sukarnoisme dan Menikebu Manifesto Kebudayaan.
289
2.4. Peran Partai Politik pada Era Orde Baru
Perkembangan partai politik setelah tragedi G. 30 SPKI, adalah dengan dibubarkannya PKI dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
Menyusul setelah itu Pertindo juga menyatakan bubar. Dengan demikian partai politik yang tersisa hanya 7 buah. Tetapi jumlah itu bertambah dua dengan
direhabilitasinya Murba dan terbentuknya Partai Muslimin Indonesia. Golongan Karya yang berdiri pada tahun 1964, semakin jelas sosoknya sebagai kekuatan
sosial politik baru.
Dalam masa Orde Baru dengan belajar dari pengalaman Orde Lama lebih berusaha menekankan pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Kristalisasi Parpol Suara yang terdengar dalam MPR sesudah pemilu 1971 menghendaki jumlah partai diperkecil dan dirombak sehingga partai tidak
berorientasi pada ideologi politik, tetapi pada politik pembangunan. Itu karena banyaknya Partai Politik dianggap tidak menjamin adanya stabilitas politik dan
dianggap mengganggu program pembangunan. Usaha pemerintah ini baru terealisasi pada tahun 1973, partai yang diperbolehkan tumbuh hanya berjumlah
tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan PPP, GOLKAR dan Partai Demokrasi Indonesia PDI.
Hal tersebut terlihat secara tegas menunjukkan bahwa keberadaan partai- partai politik yang ada di Indonesia di masa Orde Baru ORBA merupakan partai
yang dibentuk atas prakarsa atau intervensi negara, bukannya inisiatif atau wujud sesungguhnya perlembagaan kehendak atas ide-ide dan kepentingan komunal
yang tumbuh, hidup dan berkembang di masyarakat masa itu.
290
289
Peranan partai politik pada masa ini sudah menjadi sarana penyalur aspirasi rakyat, namun kurang maksimal karena situasi politik yang panas dan tidak kondusif. Dimana setiap partai
hanya mementingkan kepentingan partai sendiri tanpa memikirkan kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa.
290
Pembentukan partai bukan atas dasar kepentingan masing-masing anggota melainkan karena kepentingan negara. Dengan kondisi partai seperti ini, sulit rasanya mengharapkan partai
menjadi wahana artikulasi untuk mewujudkan kepentingan dan kesejahteraan rakyat, melainkan
415
2.5. Peran Partai Politik pada Era Reformasi dan Masa Kini
Bergulirnya era reformasi yang ditandai dengan jatuhnya rezim Orde Baru ORBA telah mendorong terjadinya perubahan amandemen signifikan terhadap
UUD NRI Tahun 1945 sebanyak 4 empat kali secara berturut-turut mulai tahun 1999 - 2002. Perubahan amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945 tersebut
telah mendorong terjadinya perubahan mendasar terhadap sistem perlembagaan parlemen termasuk perlembagaan MPR RI yang akhirnya memberi akses bagi
para tokoh reformis masuk ke dalam kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan negara.
Perubahan amandemen terhadap Konstitusi Indonesia sebanyak 4 empat kali secara berturut-turut tersebut menunjukkan bahwa keberadaan UUD
NRI Tahun 1945 sebelum amandemen produk rezim ORBA cenderung sama sekali tidak memberi akses bagi perubahan kehidupan bangsa Indonesia dalam
upaya mendukung terus berjalannya pemerintahan yang demokratis di era reformasi. Seiring dengan masifnya tekanan dan intervensi negara di bawah rezim
pemerintahan Orde Baru ORBA terhadap rakyat, maka pada saat jatuhnya rezim Orde Baru ORBA telah mendorong munculnya hasrat kuat bagi kelompok-
kelompok masyarakat untuk melembagakan kesamaan ide gagasan dan kepentingan tersebut ke dalam suatu partai politik. Karenanya di masa reformasi
muncul begitu banyak partai politik multy party di Indonesia sebagai wujud manifestasi dari perlembagaan gagasan atau ide komunal yang tumbuh, hidup dan
berkembang di masyarakat yang dikekang selama rezim ORBA. Jadi negara melalui rezim yang sedang berkuasa di masa reformasi tidak mampu
membendung kuatnya hasrat politik rakyat untuk melembagakan ide gagasan dan kepentingan komunalnya ke dalam suatu partai politik.
3. PEMBAHASAN
3.1. Sistem Pemilihan Ketua Partai Politik Yang Demokratis
Baik tidaknya penyelenggaraan suatu pemerintahan yang demokratis sangat ditentukan pada mekanisme dan proses demokratisasi di dalam internal
partai. Untuk itu, menjadi sangat penting dan strategis membahas mengenai sistem pemilihan ketua umum partai politik. Hal ini mengingat setiap kebijakan partai
baik dalam hal syarat pengusulan calon legislatif, recall, termasuk penentuan arah kebijakan koalisi atau oposisi serta berbagai kebijakan strategis partai lainnya
sangat ditentukan oleh figuritas dari para ketua umum partai politik.
Demokratis atau tidaknya suatu sistem pemilihan ketua umum partai pilitik sangat ditentukan berdasarkan pilihan yang diputuskan dalam musyawarah
mufakat diantara para pemilik suara pemilih dalam suatu partai politik. Apabila tidak tercapai kata sepakat selanjutnya diputuskan degan menggunakan
mekansme suara terbanyak melalui vooting yaitu dimana setiap pemilik suara pemilih memiliki hak suara yang sama dengan para pemilih lainnya one man one
hanya sebagai wahana untuk mempertahankan keberlanjutan kekuasaan rezim tertentu yang mengatas namakan rakyat.
416 voot dalam menentukan pilihan sistem pemilihan ketua umum partai politik yang
akan digunakan. Apapun keputusan pilihan yang digunakan dalam sistem pemilihan ketua umum partai politik yang akan diterapkan tersebut pada
hakikatnya merupakan kehendak bersama collective willingness yang notabenanya adalah hasil berdemokrasi.
Sistem pemilihan ketua partai politik secara umum terdapat dua cara yaitu:
1. Pemilihan secara aklamasi aclamation; dan 2. Sistem pemilihan secara vooting.
Sistem pemilihan ini memperlakukan setiap pemilih memiliki hak suara yang sama dengan para pemilih lainnya one man one voot. Sistem pemilihan ketua
partai politik secara vooting dapat berupa 2 dua modeltipe yaitu: a. Sistem pemilihan secara vooting dengan menggunakan modeltipe terbuka;
dan b. Sistem pemilihan secara vooting dengan menggunakan modeltipe tertutup.
Pada hakikatnya, kedua sistem pemilihan tersebut termasuk beserta ragam model terbuka atau tertutup nya sesuai cocok untuk diterapkan pada
setiap partai politik bedasarkan variabel yag tepat. Sesuai tidaknya diterapkan kedua sistem pemilihan tersebut berserta ragam modelnya di dalam suatu partai
politik sangat ditentukan pada 2 variabel penting yaitu:
1. Variabel kondisi kemapanan berdemokrasi proses kaderisasi suatu partai politik, dan
2. Variabel ragam kepentingan politik diversity of political interrest yang menumpang pada suatu partai politik yang pada akhirnya akan mempengaruhi
tinggi tidaknya stabil tidaknya eskalasi konfigurasi rivalitas konflik pertarungan kepentingan atau disharmonisasi di inernal partai dari suatu
partai politik.
Baik dalam kondisi partai politik yang sudah mapan berdemokrasi proses perekrutan dan kaderisasinya maupun dalam kondisi partai politik yang belum
mapan berdemokrasi,
291
baik dalam kondisi masif maupun tidaknya tinggi atau tidaknya rivalitas persaingan kepentingan yang ada dalam internal partai politik
sebaiknya menggunakan sistem pemilihan secara aklamasi penunjukan secara spontan dan kolektif. Namun dalam hal pemilihan secara aklamasi tersebut sulit
dicapai, maka satu-satunya pilihan yang tersisa hanya pemilihan dengan menggunakan sistem pemilihan secara vooting dimana setiap pemilih memliki hak
suara yang sama dengan para pemilih lainnya one man one voot. Sistem pemilihan secara vooting terdapat 2 model yaitu sistem pemilihan secara vooting
dengan model terbuka dan sistem pemilihan secara vooting dengan model tertutup.
291
Partai politik yang memiliki kemapanan dalam berdemokrasi cenderung sudah memiliki mekanisme rekrutmen serta kaderisasi yang baik sehingga membentuk sikap mental para
kader yang patriot dan negarawan serta mapan menerima perbedaan pandangan atau idegagasan.