Undang-Undang tentang Partai Politik.
1370
Rekruitmen dalam pasal 29 ayat 2 terdiri dari rekruitmen partai politik terhadap warga negara untuk menjadi;
- anggota Partai Politik; - bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah; - bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan
- bakal calon Presiden dan Wakil Presiden. c Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didasarkan pada prinsip
kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian Partai Politik pasal 35 ayat 2.
Sumbangan dalam pasal 35 ayat 1 meliputi; - perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur
dalam AD dan ART; - perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai Rp
1.000.000.000,00 satu miliar rupiah per orang dalam waktu 1 satu tahun anggaran; dan
- perusahaan danatau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 tujuh miliar lima ratus juta rupiah per
perusahaan danatau badan usaha dalam waktu 1 satu tahun anggaran.
d Hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 terbuka untuk diketahui masyarakat pasal 38. Pasal 37 memuat tentang
Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan organisasi menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan
pengeluaran keuangan s etelah tahun anggaran berkenaan berakhir .
e Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan
akuntabel pasal 39. Beberapa kelemahan dalam undang-undang partai politik;
a. Secara filosofis, pembentukan partai politik sebagai salah satu instrumen dalam negara demokrasi didasarkan pada semangat yang
menjunjung tinggi keterbukaan konsideran menimbang huruf c. Prinsip keterbukaan ini gagal diadopsi kedalam pasal-pasal sebab hanya
diatur pada level prinsip tetapi tidak bisa dilaksanakan. Prinsip keterbukaantransparan tidak dijabarkan lebih lanjut oleh pembentuk
undang-undang, sehingga partai politik menerjemahkan sendiri makna keterbukaantransparansi tersebut didalam peraturan internalnya
masing-masing. Pengaturan semacam ini tentu tidak menjadi jaminan bagi publik untuk bisa mengakses seluruh informasi yang ada di partai politik.
Maka perlu ada kategorisasi tertentu atau indikator yang bisa diukur untuk memastikan bahwa partai politik memang telah dikelola secara
terbuka.
b. Dalam konteks rekruitmen, khususnya yang terkait dengan pencalonan sebagai pejabat publik, mekanisme yang dibuat oleh partai politik justru
cenderung tertutup. Penetapan calon hanya didasarkan kepada pertimbangan politis di internal partai politik tanpa menyediakan
mekanisme bagi publik untuk ikut menilai dan menentukan. Dari sisi keterbukaan, hal ini sebetulnya tidak koheren dengan kewajiban partai
politik untuk menyediakan mekanisme rekruitmen yang terbuka.
1371
c. Keterbukaan dari segi keuangan dibedakan atas 2 dua yaitu keuangan yang bersumber dari negara dan non-negara. Dalam konteks bantuan
keuangan dari negara sudah cukup dengan pengaturan yang ada didalam paket regulasi keuangan negara. Dimana setiap institusi yang
menggunakan dana yang bersumber dari negara maka wajib dipublikasi. Namun jika berkaitan dengan sumber keuangan yang bersumber dari non-
negara, sebagian besar partai politik berpandangan bahwa hal tersebut bukanlah domain publik. Dalam banyak riset juga terungkap bahwa partai
politik memang tertutup dengan laporan keuangan yang bersumber dari non-negara. Padahal undang-undang secara tegas menyatakan bahwa
pengelolaan keuangan partai politik dilakukan secara terbukatransparan.
d. Sanksi yang lemah. Kewajiban partai politik untuk terbuka tidak dibarengi dengan sanksi jika melalaikannya. Didalam undang-undang
hanya ada satu sanksi yang diberikan kepada partai politik jika tidak terbuka kepada masyarakat terkait laporan keuangan yaitu berupa
teguran dari pemerintah pasal 47 ayat 2. Sanksi ini tentu tidak akan menjadi alat paksa bagi partai politik untuk terbuka. Maka perlu ada
pemberatan sanksi yang relevan dengan kepatuhan terhadap regulasi keuangan partai politik misalnya penundaan bantuan keuangan,
pemotongan jumlah bantuan secara proporsional, hingga penghapusan bantuan keuangan dalam kurun waktu tertentu. Pemberatan sanksi ini
dibutuhkan agar partai politik tidak melihat keterbukaan sebagai anjuran semata, tetapi sebagai sebuah kewajiban.