Menegakkan Demokrasi Internal Partai Melalui Peraturan Perundang-
441 Amerika Serikat jarang sekali mengatur mengenai partai politik. Hal tersebut dapat
dianggap sebagai intervensi negara terhadap masyarakat sipil. Sebaliknya, di negara seperti Jerman, undang-undang mengatur partai politik secara
komprehensif. Hal tersebut terkait dengan sejarah rejim Nazi di Jerman, sehingga penegakkan demokrasi internal partai dari pihak eksternal dipandang
fundamental dalam rangka menjaga demokrasi. Di negara transisional seperti Nigeria, Liberia dan Nepal pun pengaturan terhadap partai politik oleh negara
cukup komprehensif.
353
Apabila melihat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai partai politik di Indonesia, rejim peraturan perundang-undangan di Indonesia
dapat dikatakan komprehensif dalam mengatur partai politik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik mengatur mulai dari pembentukan partai politik, ADART Partai
Politik, keanggotaan partai politik, kepengurusan partai politik, penyelesaian perselisihan partai politik, keuangan partai politik, hingga pengawasan oleh negara
terhadap pelaksanaan undang-undang partai politik.
Menurut Jimly Asshidiqie kepengurusan partai politik memang sebaiknya diatur dalam undang-undang.
354
Dalam hal pemilihan ketua partai sendiri, undang- undang hanya mengatur melalui Pasal 22 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
yang menyatakan bahwa Kepungurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART . Kata
musyawarah pada ketentuan tersebut memang menghendaki tata cara pengambilan keputusan yang demokratis, namun pada praktiknya kata
musyawarah tersebut juga menjadi hambatan adanya pemilihan yang lebih demokratis dengan memperhatikan prinsip-prinsip insklusif dan kompetitif. Partai
politik tidak mungkin menerapkan pemilihan ketua partai secara langsung oleh anggota dengan one member one vote, apabila undang-undang mempersyaratkan
pemilihan ketua partai dilakukan secara musyawarah.
Pada praktiknya, ketentuan tersebut juga mempersempit ruang partai politik untuk melakukan pemilihan ketua parta, karena pada akhirnya partai
politik harus memilih ketua partai dengan demokrasi tidak langsung yaitu melalui elit partai untuk mendapatkan musyawarah . Dengan kata lain sebetulnya
ketentuan tersebut justru menjadi trigger terbentuknya oligarki politik karena pengambilan keputusan partai politik hanya ditentukan oleh elit partai.
Terlepas dari tidak adanya juga political will dari elit partai yang status quo sedang berkuasa untuk menerapkan demokrasi internal partai, ketentuan
mempersyaratkan musyawarah dalam pemilihan ketua partai sebaiknya dilakukan perubahan karena dapat menjadi hambatan untuk dilakukannya pemilihan ketua
partai secara langsung. Bagaimana pun, partai politik merupakan inkubator demokrasi, Fabio Wolkenstein mengatakan
if parties do not allow for broad and inclusive participation, democracy at large i
s elusive .