Demokrasi Substantif: Suatu Upaya Revitalisasi Mekanisme Pemilihan

644 tidak berdemokrasi bagaimana mereka mau menegakkan demokrasi itu sendiri dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu, demokratisasi yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat indonesia sudah semestinya diiringi dengan demokratisasi diinternal partai. Sehingga sistem kebapakan yang terpusat centralized-patrimonial, orientasi pada modal, trah dan pamor semata serta dinasti politik di Internal partai dapat dihindari dengan diwujudkannya demokratisasi dan demokrasi yang beradab di Internal Partai dan politik representasipun membudaya. Politik Representasi sebagaimana yang dijelaskan oleh Harris, Stokke, dan Tornquist ada 3, yaitu Representasi Simbolik, Representasi Deskriptif dan Representasi Substantif. Representasi simbolik meliputi keterwakilan kultur, kepercayaan dan identifikasi. Isu utamanya ialah cara bagaimana seorang wakil dapat diterima sebagai wakil dari kelompok yang diwakilinya. Tingkat keterwakilannya dapat dilihat sebagai tingkat penerimaan dari orang atau kelompok yang diwakilinya. Representasi deskriptif adalah tingkat kemiripan resemblance antara yang mewakili dengan yang diwakili. Kemiripan meliputi kesamaan basis kewilayahan, komunitas, kelompok dan gender. Representasi substantif adalah aktifitas memperjuangkan kepentingan tertentu yang direpresentasikan dalam ranah publik. Tingkat keterwakilan dapat dilihat dari sejauh mana wakil bisa memperjuangkan kepentingan yang diwakili 765 . jadi, Politik Representatif dapat diwujudkan jika tiga nilai tersebut bersatu padu tanpa meniadakan salah satu unsurnya tersebut. Bagaikan suatu rangkaian yang tak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Politik representatif inilah yang diharapkan mampu menjadikan pileg sebagai panggung kompetitif politik bagi orang-orang yang representatif tidak hanya sekedar yang ditentukan oleh ketua partai saja, akan tetapi seluruh pengurus dan anggota partai yang turut menentukan para kandidat yang diusung pada pileg tentunya dengan mekanisme demokratis dan barometer yang jelas sebagai ukuran kalayakan. Jika politik representasi membudaya, maka tiap partai akan diwakili oleh orang-orang yang memang representatif. hingga politik instan yang diterapkan dalam mengusung kandidat pada pileg yang di isi kandidat-kandidat serba instan perlahan dapat diredam. Kiranya perlu disadari bahwa demokrasi sebagai cara atau jalan akan menentukan kualitas tujuan yang dicapai oleh suatu masyarakat. Suatu tujuan yang dicapai secara demokratis akan memiliki kualitas keabsahan yang lebih tinggi daripada yang dicapai secara tidak demokratis 766 . Oleh karena itu, mekanisme penetapan caleg di Internal partai harus transparan dan melibatkan seluruh anggota partai dengan track record membangun dan nilai moralitas sebagai barometer. Menilik pemikiran filsuf yunani termasyhur, Plato yang percaya bahwa akses jalan masuk kekuasaan, dan kedudukan terkemuka pada tingkat elit disubordinasikan kepada keunggulan moral dan intelektual. Aristoteles menekankan bahwa keunggulan kelebihan, excellence golongan elit 765 Loc. Cit. Zainal Abidin Bagir Dkk, Hlm. 43. 766 Nurcholish Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Paramadina dan PT Dian Rakyat, 1997. Hlm. 211. 645 tergantung pada keunggulan undang-undang dasar negara itu, dan dengan maksud untuk memelihara para penguasa politik negeri itu dalam keunggulan moral dan intelektual itulah Aristoteles mencoba untuk membuat suatu undang-undang dasar yang ideal. Menurut Aristoteles suatu undang-undang dasar yang ideal ialah untuk menjaga golongan elit politik dalam keadaan moral yang baik dan memberikan keunggulan politik yang kekal bagi negara itu 767 . Para founding fathers bangsa ini, telah mencurahkan segenap tenaga, waktu, pikiran, sumbangan materil maupun immateril untuk merumuskan undang-undang dasar negara yang seideal-idealnya dengan tujuan berkehidupan bernegara yang sangat mulia. Dengan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tentunya sistem demokrasi merupakan suatu kewajiban yang tak terbantahkan lagi. Akan tetapi, undang-undang dasar ideal tampa di hayati tampaknya tidak akan membawa elit politik pada keadaan moral yang baik dan keunggulan yang kekal bagi negara sebagaimana yang dikatakan oleh Aristoteles tersebut. Oleh karena itu, jika UU Partai Politik dirancang dengan sistem demoratisasi dan demokrasi yang substantif dengan mekanisme pengusungan kandidat caleg partai politik yang rinci, ketat dan tampa peluang mencari celah agar diterapkan pada AD-ART sebagai undang-undang dasar partai politik, maka apa yang dikatakan aristoteles pun bukan suatu hal yang mustahil. Meskipun gagasan ini telah memasuki pada ranah rumah tangga partai, hal ini hendaknya dinilai sebagai suatu usaha agar partai tidak dimonopoli oleh sekelompok orang dan dikuasai segelintir orang saja, akan tetapi terjadinya demokratisasi sebagai proses demokrasi di internal partai bisa membuka peluang bagi siapa saja yang hendak mengakses jabatan politik, terutama pada pileg.

E. Penutup

Pelaksanaan demokrasi substansif diinternal partai merupakan suatu usaha memperkuat partai selaku pilar dari demokrasi menjadi titik dasar memperkuat demokratisasi itu sendiri direpublik ini. Demokrasi subsatantif berpandangan bahwa demokrasi sebagai cara bukan tujuan merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertinggi, yaitu berdaulatnya rakyat selaku pemegang kekuasaan tertinggi. Dengan pelaksanaan demokrasi substantif, ini tentunya membuka peluang bagi siapa saja rakyat yang ingin mengakses jabatan politik melalui pemilihan umum. Sehingga tidak ada lagi yang namanya monopoli partai politik oleh oknum tertentu, dan politik substantif pun menjadi kesadaran bersama sebagai alasan pada hakekatnya mengapa seseorang berpolitik. Pelaksanaan demokrasi substantif perlu didukung oleh prosedural yang tidak hanya sekedar seremonial belaka, namun perlu suatu prosedural rinci yang mengandung aspek penilaian dengan barometer yang jelas dan pengawasan agar track record kader terdata yang pada akhirnya politik representatif pada pengusungan caleg diinternal partai terwujud. Hal ini perlu 767 SP. Varma, Teori Politik Modern, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009, Hlm. 505. 646 disokong oleh peraturan-peraturan Law Making supaya hukum ditegakkan Law Inforcement disetiap partai, mengingat negara Indonesia merupakan negara hukum dan berbuat sudah semestinya berlandaskan adanya sebuah legalitas. Oleh karena itu, dalam UU Partai Politik hendaknya dicantumkan peraturan tentang mekanisme pemilihan kandidat caleg di internal partai untuk di usung pada pemilu secara rinci dengan barometer track record kader dalam membangun kedekatan dengan rakyat serta dilanjutkan melalui mekanisme musyawarah yang pelaksanaan dan lain sebagainya dipertanggung jawabkan dalam bentuk laporan yang diserahkan kepada Metntri Hukum dan HAM. Dengan sistem seperti ini, kader-kader yang tidak kapabel akan mundur dengan teratur, dan akhirnya rakyat disuguhkan oleh caleg-caleg populis dan kapabel dalam pileg. Selain itu, dengan adanya pemilihan kandidat untuk diusung sebagai caleg partai oleh seluruh anggota internal partai itu sendiri tanpa terkecuali, maka kader yang di usungkan pada pileg nanti nya merupakan kader yang terbaik dan disepakati oleh bersama. Sehingga, tiap- tiap partai terikat dengan ketentuan umum dalam menetapkan kadernya sesuai dengan mekanisme demokrasi yang efektif dan dapat diterima semua anggota partai, dan kesewenang-wenangan ketua partai dari tingkat pusat sampai dengan daerah tidak terjadi. Artinya, revisi UU Partai politik perlu dilakukan. Selain itu, sistem yang baik sudah semestinya didukung oleh orang-orang yang kapabel pula. Dengan didukung oleh orang-orang kapabel, maka sistem yang seburuk apapun akan berjalan dengan baik. Oleh sebab itu, UU partai politik juga semestinya mengatur perekrutan dan mekanisme pemberdayaan secara rinci dan tegas keanggotaan parpol yang nantinya kelak akan dicalonkan oleh parpol tersebut. Tidak hanya sekedar latih kader berupa diskusi, penyuluhan dan orientasi kepartaian saja, akan tetapi pergerakan kader dalam membangun kedekatan dengan masyarakat melalui kegiatan sosial program partai dipantau secara berkala dan dilaporkan ke Kementrian Hukum dan HAM. Apabila kader dalam beberapa waktu yang ditentukan dinilai pasif, maka sudah seharusnya dikeluarkan dari kepartaian. Dengan sistem seperti ini, maka pandangan masyarakat terhadap parpol yang hanya aktif pada saat hajatan pemilu saja dapat dinamfikan. Parpol jadi populis dan merakyat dimasyarakat. Selain itu, orang-orang yang tidak kapabel satu persatu akan hilang dari peredaran panggung politik republik ini. Pada akhirnya, sampailah kita pada kenyataan bahwa gagasan ideal sering kali berbenturan dengan kepentingan yang merusak tatanan kehidupan semata, sehingga akan membawa kita jauh dari pada pelaksanaan gagasan cita- cita ideal dalam mencapai suatu tujuan yang dikehendaki bersama. Akan tetapi, selaku bangsa yang dibangun dengan rasa nasionalisme cinta tanah air yang dibalut dengan nuansa sosio-religius yang kental dan membudaya, sikap optimisme akan kemajuan ke arah yang lebih baik tentunya menjadi keyakinan dan usaha bersama. DAFTAR PUSTAKA