Pengaturan Rekruitmen Calon Anggota DPRD

708 akan menduduki atau menjadi anggota DPRD. Pada pemilu tahun 1999 penentuan siapa yang dapat dipastikan akan menjadi anggota badan legislatif baik sebagai anggota DPR maupun DPRD tidak ada perbedaan dengan pemilu yang terjadi sepanjang orde baru, karena menggunakan sistem pemilihan proporsional tertutup berdasarkan nomor urut. Oleh karena itu, peran partai politik dalam menentukan jadi atau tidaknya seseorang sebagai anggota parlemen sangat besar. Model rekruitmen politik anggota parlemen pada pemilu Tahun 1999 dan pada masa orde baru, dalam perspektif pembangunan demokrasi dinilai tidak kondusif, hal tersebut disebabkan sistem pemilu proporsional telah melanggengkan dominasi oligarki dalam proses rekruitmen. Para pengurus partai politik, baik di tingkat pusat maupun di daerah mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam proses rekruitmen calon anggota badan legislatif, oleh karena itu jaminan calon legislatif yang dapat menjadi anggota lembaga perwakilan sangat ditentukan dalam daftar urut calon, sehingga pada saat itu dikenal istilah nomor topi , yakni nomor urut yang ditempati oleh calon anggota legislatif yang berpotensi untuk jadi dan ada istilah calon legislatif nomor sepatu , yakni yang kemungkinan terpilih sangat kecil. Demikian juga pada Pemilu tahun 2004, penentuan calon anggota legislatif memang sudah ada peluang yang diberikan oleh UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Anggota DPRDPD dan DPRD bahwa calon terpilih adalah calon yang memang dikenal oleh masyarakatkonstituen. Hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 107 ayat 2 yang menentukan bahwa : Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD KabupatenKota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu Daerah Pemilihan, dengan ketentuan : a. nama calon yang mencapai angka BPP ditetapkan sebagai calon terpilih; b. nama calon yang tidak mencapai angka BPP, penetapan calon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut pada daftar calon di daerah pemilihan yang bersangkutan; Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, sebenarnya sudah dapat diperkirakan sebelumnya, bahwa untuk terpilih menjadi anggota legislatif baik DPR maupun DPRD berdasarkan perolehan suara yang memenuhi BPP sangat sulit dicapai, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa rumusan ketentuan tersebut sebenarnya dibuat hanya lips service belaka atau pemanis untuk memenuhi euforia demokrasi yang sedang melanda Bangsa Indonesia, oleh karena itu pada penentuan Daftar Calon SementaraTetap anggota DPRDPRD peran partai politik tetap masih menjadi penentu siapa yang akan menjadi anggota legislatif terpilih. Dalam perkembangannya pada pemilu legislatif Tahun 2009, sestem pemilihan berubah dari sebelumnya sistem pemilihan 709 proporsional tertutup, menjadi sistem pemilihan proporsional terbuka, yakni sistem pemilihan yang pada dasarnya merupakan kombinasi antara sistem proposional dan suara terbanyak, artinya dalam menentukan calon yang berhak duduk di lembaga perwakilan rakyat tidak hanya di dasarkan pada nomer urut akan tetapi perolehan suara calon juga diukur berdasarkan angka BPP, maka calon tersebut berhak duduk di lembaga perwakilan rakyat walaupun nomer urutnya diurutan terbawah nomer sepatu. Bergantinya sistem pelilihan tersebut diatas dapat disimpulkan dari mekanisme penentuanpenetapan calon anggota legislatif terpilih, sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 214 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPRDPD dan DPRD yang menentukan bahwa : a. calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupatenkota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang- kurangnya 30 tiga puluh perseratus dari BPP; b. dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya lebih banyak daripada jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, maka kursi diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut lebih kecil di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang- kurangnya 30 tiga puluh perseratus dari BPP; c. dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan huruf a dengan perolehan suara yang sama, maka penentuan calon terpilih diberikan kepadacalon yang memiliki nomor urut lebih kecil di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30 tiga puluh perseratus dari BPP, kecuali bagi calon yang memperoleh suara 100 seratus perseratus dari BPP; d. dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, maka kursi yang belum terbagidiberikan kepada calon berdasarkan nomor urut; e. dalam hal tidak ada calon yang memperoleh suara sekurang- kurangnya 30 tiga puluh perseratus dari BPP, maka calon terpilih ditetapkan berdasarka nomor urut; Berdasarkan ketentuan tersebut sebetulnya nomor urut topi tidak menentukan caleg dapat terpilih menjadi anggota legislatif, namun telah diprediksi sejak awal sulit bagi caleg di partai manapun memperoleh suara signifikan dalam BPP di suatu daerah pemilihan. Jika tidak memenuhi BPP, caleg dapat menjadi anggota legislatif dengan mengikuti nomor urut. 867 Artinya posisi nomor urut caon anggota legislatif masih menjadi penentu jadi tidaknya seorang calon untuk menduduki jabatan sebagai anggota dewan yang terhormat, dan dengan demikian, maka kekuasaan pengurus partai politik baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah masih dominan. 867 Mohammad Najib, Penentuan Calon Terpilih Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam Pemilu Legislatif, Yogyakarta: UGM, 2008, hlm. 7 710 Proses rekruitmen yang terjadi pada pemilu Tahun 2009 dapat dikatakan tidak berlangsung secara terbuka dan partisipatif. Calon anggota legislatif dapat dikatakan tidak memiliki sense atau hubungan emosional dengan konstituenpemilih yang menjadi basisnya, hal tersebut disebabkan berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008 tersebut hakekatnya hanya menjadi wakil dari daerah pemilihan atau daerah administratif bukan sebagai wakil konstituen, memperhatikan hal tersebut, maka untuk memperoleh dan mengharapkan adanya akuntabilitas dan responsivitas atau kepekaan terhadap persoalan- persoalan rakyat di kalangan anggota DPRDPRD menjadi sangat lemah. Pada bagian lain, sistem pemilihan yang diamanatkan dalam UU tersebut masih berpotensi mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui secara pasti calon anggota legislatif yang akan mewakilinya. Kondisi tersebut mengakibatkan publik sering bilang bahwa masyarakat hanya bisa membeli kucing dalam karung , dalam proses rekruitmen tidak dibangun relasi linkage yang baik antara partai politik dan masyarakat sipil. Masyarakat sipil hanya dipandang secara numerik sebagai angka, bukan sebagai konstituen yang harus dihormati dan diperjuangkan. Berbagai organisasi masyarakat hanya ditempatkan sebagai underbow, sebuah mesin politik yang memobilisasi massa, bukan sebagai basis perjuangan politik partai. Dengan demikian, maka proses pemilu dan proses rekruitmen bekerja dalam konteks massa mengambang yang kurang terdidik dan kritis. Dalam jangka yang cukup panjang masyarakat Indonesia tidak memperoleh pendidikan politik secara sehat sehingga menghasilkan jutaan pemilih tradisional yang sangat rentan dengan praktik-praktik mobilisasi mobilized voters. 868 Dalam perkembangannya sistem pemilu dan penentuan calon terpilih mengalami perubahan seiring dengan diundangkannya UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPR dan DPRD, sistem pemilu yang dianut adalah sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak, dimana berdasarkan ketentuan Pasal 215 yang secara garis besar menentukan bahwa penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupatenkota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan sebagai berikut. : a. Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupatenkota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak. b. Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang merolehan suara terbanyak yang sama, penentuan calon terpilih ditentukan 868 Josef Christofel Nalenan, Pendidikan Politik, Parpol dan Pemilu Legislatif 2009, Jakarta: Jaringan Pemilih Pemilu Rakyat, 2008 hlm. 4. 711 berdasarkan persebaran perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan. c. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu, kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif demokratis terdapat upaya yang telah ditempuh oleh otoritas negara untuk memperbaiki sistem pemilu mulai dari pemilu Tahun 1999 sampai dengan Pemilu Tahun 2014 yang berusaha untuk membangun hubungan emosional antara pemilih dengan para wakil rakyat, artinya ada ruang yang diberikan oleh negara melalui peraturan perundang-undangan bahwa para konstituenpemilih dapat menentukan secara jelas figur calon yang dikehendaki yang akan menjadi wakil mereka dalam lembaga perwakilan baik di DPR maupun DPRD, dengan demikian maka sindiran membeli kucing dalam karung sebagaimana terjadi dalam pemilu pada masa orde baru tidak akan terjadi lagi. Berkaitan dengan tema penulisan ini, partai politik dan pemilu merupakan tempat yang paling tepat untuk proses rekruitmen politik, dalam rangka mengorganisir kekuasaan secara demokratis. Rekruitmen merupakan arena untuk membangun kaderisasi, regenerasi, dan seleksi para kandidat serta membangun legitimasi dan relasi antara partai dengan masyarakat sipil. 869 Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi partai politik adalah fungsi rekruitmen politik. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat 1 huruf e UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang menentukan bahwa partai politik berfungsi sebagai sarana rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Peran partai politik untuk menentukan seseorang menjadi anggota pejabat publik juga dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 12 huruf f, g, h dan huruf i dan UU No. 2 Tahun 2008 yang secara garis besar dapat disimpulkan bahwa partai politik berhak untuk : a. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan DPR dan DPRD sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. mengusulkan pergantian antar waktu anggotanya di DPR dan DPRD sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 869 Miriam Budiharjo, Pengantar Ilmu Politik Jakarta: Gramedia, 2000 hlm. 163-164. Lihat juga, Jimly Assiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hlm. 59. 712 c. mengusulkan pemberhentian anggotanya di DPR dan DPRD sesuai dengan peraturan perundang-undangan; d. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian peran menentukan partai politik juga dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 29 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang menentukan bahwa : 1 Partai Politik melakukan rekruitmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi: a. anggota Partai Politik; b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan d. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden. 1a Rekruitmen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit 30 tiga puluh perseratus keterwakilan perempuan. 2 Rekruitmen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan. 3 Penetapan atas rekruitmen sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 1a, dan ayat 2 dilakukan dengan keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan AD dan ART. Dalam perkembangannya dominasi peran partai politik dalam menentukan calon anggota legislatif diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPR dan DPRD, dimana berdasarkan ketentuan Pasal 52 dan 53 secara garis besar menentukan bahwa : Pertama, Seleksi bakal calon dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, danatau peraturan internal Partai Politik Peserta Pemilu. Kedua, bakal calon disusun dalam daftar bakal calon oleh partai politik masing- masing. Ketiga, daftar bakal calon anggota DPR ditetapkan oleh pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat pusat. Keempat, daftar bakal calon anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat provinsi. Dan Kelima, daftar bakal calon anggota DPRD kabupatenkota ditetapkan oleh pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat kabupatenkota. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka partai politik diberi keleluasaan untuk menentukan mekanisme rekruitmen calon yang akan dijadikan pejabat publikjabatan politik, baik sebagai presiden. wakil presiden gubernur, bupatiwalikota, maupun sebagai anggota DPRDPRD, dengan ketentuan bahwa mekanisme harus 713 dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan Anggaran Dasar AD dan Anggaran Rumah Tangga ART partai politik yang bersangkutan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Alternatif Model Rekruitmen Calon Anggota DPRD Oleh Partai

Politik Pada Masa Yang Akan Datang Eksistensi partai politik merupakan salah satu elemen penting dalam sebuah negara demokrasi sebagai sarana atau wahana berkespresi dalam mewujudkan idialisme masyarakat berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan negara, oleh karena itu beberapa kalangan mengatakan bahwa partai politik hakekatnya merupakan komponen yang penting dalam proses kehidupan bernegara. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dinyatakan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan fungsi partai politik sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 11 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2008 antara lain sebagai sarana : a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warganegara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan e. rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Sebagai sarana rekruitmen politik dalam pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender, hal yang harus diperhatikan oleh sebuah partai politik adalah ketentuan sebagai mana telah dikemukakan dalam bagian lain di atas, bahwa partai politik dalam melakukan rekruitmen bakal calon anggota DPRD harus dilaksanakan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, danatau peraturan internal partai politik peserta pemilu. Proses seleksi bakal calon anggota DPRD dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit 30 tiga puluh perseratus 714 keterwakilan perempuan. 870 Fungsi rekruitmen politik merupakan seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. 871 Memperhatikan pendapat tersebut di atas, maka partai politik dituntut untuk dapat melakukan seleksi para kader atau tokoh masyarakat yang akan dijadikan bakal calon pejabat politik, baik sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif maupun sebagai anggota badan-badan perwakilan baik di pusat maupun di daerah, sehingga jika kelak bakal calon tersebut terpilih, maka akan dapat menjamin mengimplementasikan perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam kontek ini, maka keterpilihan bakal calon yang diajukan oleh partai politik dapat memberikan garansi tercapainya kehidupan berbangsa dan bernegara. Problematik yang sering dialami oleh partai politik dalam melakukan fungsi sebagai sarana rekruitmen politik dan hal tersebut sangat mudah dibaca dan dirasakan oleh sebagian besar masyarakat adalah derasnya pertarungan kepentingan baik di internal maupun di eksternal partai politik, kondisi tersebut yang dalam tataran tertentu dapat menumbuh-suburkan politik pragmatis dengan meninggalkan idialisme obyektif dari partai politik yang direpresentasikan pada diri pengurus dan anggota partai politik tersebut. Proses dan mekanisme rekruitmen politik yang dilakukan oleh partai politik dapat menunjukkan lokus dari kekuasaan partai politik yang sesungguhnya. Apakah partai politik tersebut bersifat oligarkis atau bersifat menyebar. Selain itu, Rekruitmen politik dapat menunjukkan bagaimana sirkulasi elit terjadi. Pasca rekruitmen politik, maka mekanisme dan proses rekruitmen politik menjadi penentu wajah partai di ruang publik. Siapa mereka, darimana asalnya, apa ideologinya, bagaimana pengalaman politiknya, dan bagaimana kapasitas politiknya akan menjadi petunjuk awal wajah politik partai politik di ruang publik, dan rekruitmen politik berada pada posisi sentral dalam mendefinisikan tipe kepartaian. 872 Dengan mengetahui proses dan mekanisme partai politik dalam melakukan rekruitmen bakal calon anggota badan perwakilan dalam hal ini DPRD akan dapat diketahui problematik yang menggabarkan banyaknya anggota DPRD yang terpilih terlibattersangkut persoalan-persaoalan hukum sebagaimana telah dikemukakan pada bagian latar belakang tulisan ini. Secara teoritik terdapat 4 empat tipologi rekruitmen, pertama yaitu tipe Partisan. Tipe Partisan adalah pendukung yang kuat, 870 Lihat ketentuan Pasal 29 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Pasal 52 dan Pasal 53 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPR dan DPRD. 871 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik , Gramedia, Jakarta, 2010 hlm 150-151. 872 Cross dan Bottomore Dalam Sigit Pamungkas, Partai Politik: Teori dan Praktek di Indonesia, Institute Democracy and Welfarism, Edisi Revisi.Yogyakarta, 2012 hlm. 90.