Konflik Internal Partai PROSIDING KNHTN 3

1074 selalu dihadapkan pada realitas konflik. Misalnya saja konflik yang berupa pandangan, ide atau paham dan pertentangan kepentingan dan seterusnya. 333 Menurut Ramlan Subakti, konflik adalah sebuah gejala sosial yang selalu ada dalam setiap lapisan masyarakat, yang berarti konflik tidak dapat dihilangkan. Namun, jika konflik dibiarkan berkembang tanpa kendali justru dapat merusak masyarakat dan negara, sehingga harus diambil tindakan nyata yang mampu menyeelsaikan konflik sehingga tidak timbul dampak negatif dari konflik. 334 Pada dasarnya konflik dan partai politk adalah dua elemen yang lazim. Hal ini terkait dengan salah satu fungsi partai politik sebagai sarana pengatur konflik conflict management. Sejatinya dalam Negara heterogen yang menganut paham demokrasi persaingan dan perbedaan pendapat yang mengundang konflik lumrah terjadi. Oleh sebabt itu peran partai politik sebagai pendukung psikologis dan organisasional masyarakat sangat dibutuhkan. Namun kondisi saat ini menunjukan hal sebaliknya, partai politik tidak mampu menjadi katalisator konflik tetapi kemudian justru menjadi pemantik konflik dengan adanya konflik dalam internal partai politik itu sendiri. 335 Marck dan Synder mengatakan konflik atau perpecahan dalam tubuh partai bisa timbul dari kelangkaan posisi dan resources. Makin sedikit posisi atau sumber yang dapat diraih setiap anggota atau kelompok dalam organisasi politik, makin tajam konflik dan persaingan di antara mereka untuk merebut posisi dan sumber itu. Selanjutnya, dikatakan di dalam hierarki sosial dimana pun hanya ada sejumlah terbatas posisi sosial kekuasaan yang nyata dan tidak lebih dari seseorang yang dapat mendudukinya. 336 Konflik politik sudah sejak lama melanda bangsa Indonesia. Bahkan tidak hanya kasus-kasus konflik politik murni, di Indonesia seringkali terjadi konflik politik yang dilatarbelakangi oleh permasalahan ekonomi, budaya, agama, dan lain-lain. Salah satu konflik politik yang masih berlanjut hingga kini adalah kasus konflik politik Partai Golkar dan PPP. Pemilu tahun 2014 mengawali konflik baru di dalam tubuh Partai Golka. Perbedaan pendapat mengenai dukungan terhadap dua calon Presiden wakil presiden dan wakil presiden terpilih di tahun 2014 menyebabkan Partai Golkar terbelah menjadi dua kubu, yakni kubu Aburizal Bakrie yang mendukung capres-cawapres Prabowo-Hatta, dan kubu Agung Laksono yang mendukung capres-cawapres Jokowi-Jusuf Kalla. Awal mula adalah penyelewengan mandat yang diberikan kepada Aburizal Bakrie ketika tidak mencalonkan diri sebagai calon presiden dan malah mendukung Prabowo-Hatta sebagai capres-cawapres. Kemudian masalah selanjutnya timbul karena perselisihan mengenai waktu penyelenggaraan Muswarah Nasional Munas Partai Golkar. Hingga 333 Muhtar abodidin. Konflik Partai: Perbandingan antara PKN dan PDP , http:download.portalgaruda.orgarticle.php?article=19711val=1237 diakses pada 23 Juni 2016 334 Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Poltik, Jakarta: Grasindo, 2010 335 Zulpandi. Loc.cit. 336 Leo Agustino, Konlikf dan Pembangunan , Jurnal Analisis CSS, Vol. No. , Hlm. 329 1075 pada akhirnya Golkar terpecah menjadi dua kubu akibat ketidak sepahaman antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. 337 Konflik internal yang muncul di tubuh partai politik seharusnya dapat diredam dengan mengacu pada ADART Partai, yang terjadi malah penyelewengan terhadap klausal atau penafsiran lain terhadap klausul ADART Partai itu sendiri. Dimana tindakan dari Kubu Agung Laksono pada saat Rapat Pleno Partai yang sudah ditutup kemudian dilanjutkan kembali dengan jumlah peserta yang tidak memenuhi ketentuan penyelenggaraan rapat pleno dalam ADART, dan kemudian menonaktifkan ketua umum dalam forum tersebut padahal tidak diatur dalam ADART Partai Golkar. Tindakan menonkatifkan dalam forum tersebut sejatinya bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat 4 butir a AD Golkar karena pengambilkan keputusan tertinggi ada di Munas bukan Rapat Pleno. Tindakan seperti itu adalah contoh dari awal mula timbulnya konflik yakni tidak patuhan atau penyelewenangan penafsiran dalam Pasal-pasal ADART Partai. Munculnya dua kubu tersebut akibat perselisihan dalam penyelenggaran Munas, Perbedangan pandangan terhadap ADART dan hasil Munas sebelumnya di Riau, dimana menurut ADART kepengurusan akan habis pada tangal 8 Oktober 2014, namun dalam Munas Riau diperpanjang sampai Januari 2015. Aburizal Bakrie sebagai ketua umum saat itu mendukung penyelenggaraan Munas berdsasarkan rekomendasi Munas Riau, namun di sisi lain banyak yang menolak dan mendukung agar pelaksanaan Munas berdasarkaran ADART. Sehingga Aburizal Bakrie bersama kubunya kemudian berdasarkan Rapimnas VII Partai Golkar menyepakati bahwa Munas akan dilaksanakan tanggal 30 November - 2 desember 2014, pada saat diadakan Rapat Pleno untuk mengesahkan rancangan materi Munas terjadi konflik dalam rapat Pleno tersebut akibat kedangan puluhan AMPG Angkatan Muda Partai Golkar sehingga rapat Pleno gagal dilaksanakan. Hal ini menyebabkan terjadinya pemecatan terhadap Ketua Umum Partai Golkar saat itu Aburizl Bakrie dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham karena dianggap tidak mampu melanjutkan Rapat Pleno hingga selesai sebagai syarat legal untuk melaksanakna Munas. Namun, meski dalam status pemecatan, Aburizal Bakrie tetap melaksanakan Munas di Bali pada tangal 30 November-2 Desember 2014, hal tersebut membuat kubu Agung Laksono juga melaksanakan Munas di Ancol pada tanggal 6-8 Desember 2014. Kedua Munas itu melahirkan dua struktur kepengurusan bari di dalam tubuh Partai Golkar yang kemudian didaftarkan kepada Kementerian Hukum dan HAM pada hari yang sama yakni 8 Desember 2014. Meskipun telah dilaksanakan perundingan Islah sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 23 Desember 2014, 8 Januari 2015, dan 14 Januari 2015 dengan kesepakatan akhir adalah merger kepengurusan dan sepakat untuk menerima siapapun yang akan menjadi ketua umum partai, namun dalam menentukan ketua umum partai tersebut tetap belum menemukan jalan keluar. Konflik berlanjut ke ranah pengadilan terjadi saling menggugat satu sama lain. Hingga kemudian, pada tanggal 10 Maret 2015 Menkumham mengesahkan Kepengurusan dibawah kubu Agung Laksono dari hasil Munas Ancol sebagai 337 Septa Wiranita Putri, Konflik nternal Partai Golkar , http:septa51.web.unej.ac.id20151215konflik-internal-partai-golkar diakses pada 23 Juni 2016 1076 pengurus resmi dari Partai Golkar. Pengesahan tersebut didasarkan pada Putusan Mahkamah Partai Golkar yang dalam hal ini digunakan untuk mengesahkan kepengurusan tersebut. Hal tersebut tidak diterima oleh kubu Aburizal Bakrie yang menyatakan bahwa putusan Mahkamah Partai Golkar tidak memenangkan kedua belah pihak, sehingga Surat Keputusan Menkumham tersebut dinyatakan tidak sesuai dan cacat hukum. Sehingga, Surat Keputusan tersebut digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN, dan hasilnya gugatan dikabulkan sehingga Surat Keputusan Menkumham dibatalkan dan dicabut. Tidak terima, kubu Agung Laksono membawa sampai tingkat banding dan kasasi sampai putusan akhir di Mahkamah Agung adalah membenarkan putusan tingkat pertama, sehingga Kepengurusan sah adalah dibawah kubu Aburizal Bakrie, namun putusan MA tidak memerintahkan Menkumham untuk menerbitkan SK pengesehanan Munas Bali sehingga menimbulkan kevakuman. 338 Sama halnya dengan PPP, dualisme kepengurusan dalam struktural partai menjadi konflik internal Partai yang tidak berujung. Dualisme karena adanya kepengurusan partai dari kubu Djan Faridz yang merupakan Ketua Umum hasil Muktamar Jakarta dan Kubu Rohamurmuziy merupakan hasil Muktamar Surabaya. Kmudian konflik dualisme tersebut diperkeruh dengan adanya campur tangan Kementerian Hukum dan Ham yang mengesahkan kepengurusan salah satu kubu yang menyebabkan digugatnya surat keputusan tersebut melalui jalur pengadilan. Perselisihan diawali ketika Mahkamah Partai mengeluarkan putusan untuk menyelenggarakan islah untuk menentukan pelaksanaan Muktamar VIII PPP. Putusan tersebut memerintahkan agar Para pihak yang berselisih untuk berishlah an pengurus yang sah adalah pengurusan sebelumnya. Putusan Mahkamah Partai sudah bersifat final dan mengikat karena tidak ada pihak yang mengajukan keberatan ke penagdilan negeri. Namun, Romahurmuziy mengadakan Muktamar yang berada di Surabaya pada tanggal 15-18 Oktober dan mengangkat Romaurmuziy sebagai Ketua Umum PPP, hal tersebut melanggar dari putusan Mahkamah Partai. Selanjutnya pada tanggal 30 Oktober-2 November 2014 diadakan Muktamar VIII di Jakarta yang hasilnya mengangkat Djan Faridz sebagai Ketua Umum. Tapi dalam hal ini Menkumham malah mengeluarkan Surat Keputusan yang mengesahkan Susunan Kepengurusan dari hasil Muktamar surabaya sehingga menimbulkan perselisihan dalam kepengurusan partai. Kemudian, Surat Keputusan Menkumham tersebut digugat di PTUN dan hasilnya mengabulkan gugatan dan menyatakan batal Surat Keputusan Menkumham dan memerintahkan pencabutan Surat Kepeutusan tersebut. Dalam hal ini, belum ada tindak lanjut dari Menkumham yang sudah mengeluarkan Surat Keputusan, meskipun telah dilaksakan Muktamar Islah dan hasilnya adalah Ketua Umum terpilih yaitu Romaurmuziy, namun dalam hal ini Djan Faridz tetap tidak mengakui kepengurusan Romaurmuziy karena dianggap bertentangan dengan hasil dari proses hukum tersebut. Meskipun Romaurmuziy sudah beritikad untuk menggabungkan dan mengajak Djan Faridz untuk mengikuti hasil dari Muktamar Islah dan bergabung dalam kepengurusan Romaurmuziy, namun tetap tidak berhasil menemukan titik temu yang tidak lain karena Putusan Kasasi Mahkamah Agung yang membatalkan Surat Keputusan Menkumham terhadap pengesahan Kepengurusan Romaurmuziy dari hasil Muktamar Surabaya. 338 Ibid. 1077 Aneka konflik yang terjadi dalam tubuh Golkar dan PPP sebagaimana digambarkan diatas menunjukan bahwa dinamika partai politik tidak sehat. Karena itu dapat diambil beberapa hal pokok yang menjadi faktor penyebab konflik di Golkar dan PPP. Pertama, karena perebutan Ketua umum partai, Kedua, gugatan terhadap ADART masing-masing partai, Ketiga, tidak efektif fungsi Mahkamah Partai untuk menyelesaikan perselisihan internal, dan Keempat, Intervensi Pemerintah dalam Penyelesaian konflik internal Partai.

2. Mekanisme Penyelesaian Konflik

Mengelola sebuah konflik biasa disebut dengan manajemen konflik, dimana manjamen konflik merupakan cara yang dilakukan oleh pimpinan pada saat menanggapi konflik. Dalam pengertian yang hampir sama, manajemen konflik adalah cara yang dilakukan pimpinan dalam menaksir atau memperhitungkan konflik. Demikian halnya, Criblin, J. mengartikan manajemen konflik merupakan teknik dengan cara menentukan peraturan dasar dalam bersaing. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam melakukan proses sebuah penyelesaian konflik yang diantaranya adalah melakukan sebuah stimulasi konflik, pengurangan atau penekanan konflik dan juga melakukan penyeelsaian konflik. Dari ketiga cara tersebut bertujuan untuk menekan konflik sekecil-kecilnya dan bahkan berusaha meniadakan konflik dari pada menstimulasi konflik. Banyak cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok organisasi dalam mengatasi sebuah persoalan, dengan harapan konflik dapat diminimalisir serta diselesaikan dengan sama-sama memperoleh keuntungan bagi masing-masing pihak yang berkonflik. Konflik sendiri muncul disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sudah disinggung sebelumnya, bahwasannya salah satu faktor penyebab munculnya konflik adalah karena faktor kepentingan. Begitupula halnya dengan konflik yang terjadi di tubuh Partai Golkar dan PPP karena adanya faktor kepentingan, baik itu kepentingan pribadi self interest atau kepentingan kelompok social interest. Dalam proses pembuatan dan pelaksanaan politik terjadi sejumlah konflik, di dalam hampir setiap proses politik selalu berlangsung konflk antara pihak-pihak yang beruapa mendapatkan atau mempertahankan sumber yang dipandang penting untuk mempertahankan sumber-sumber tersebut, berbagai kelompok dan individu dengan menggunakan sarana kekuasaan yang dimiliki berupaya keras memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya agar menjadi bagian dari keputusan politik. Perbedaan, persaingan dan pertentangan dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai yang dianggap penting dapat diselesaikan melalui mekanisme yang disepakati bersama. Dialog dan musyarawah untuk mencapai mufakat adalah merupakan salah satu mekanisme yang dilakukan untuk menghasilkan sebuah kesepakatan antara masing-masing pihak berkonflik. Dialog dan musyarawah biasa dilakukan oleh lembaga partai politik, terlebih jika di dalam internal partai mengalami sebuah konflik politik. Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan kepada musyawarah untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. 1078 Selanjutnya adalah perlu dicari penyelesaian sebuah konflik apabila konflik tersebut tidak menemukan titik temu dan semua pihak yang berselisih masing-masing memaksakan kehendaknya dan menggunakan segala kekuatan dan kekuasaannya untuk mencapai tujuan subjektif masing-masing. Sama seperti halnya konflik internal yang terjadi di Golkar dan PPP, dualisme kepengurusan yang terjadi akibat masing- masing pihak berebut akan kursi kekuasaan untuk menjadi ketua umum partai dan tidak berhasil upaya untuk mempersatukan dan memusyawarahkan kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dengan tujuan adalah kemasalahatan bersama dan keberlanjutan partai politik kedepannya. Penyelesaian konflik internal partai diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik UU Parpol, Pasal 32 menyatakan: 1 Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART 2 Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik. 3 Susunan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian. 4 Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus diselesaikan paling lambat 60 enam puluh hari. 5 Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat fnal dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan. Rumusan Pasal 32 ayat 1 UU Parpol diperjelas dengan Penjelasan Pasal 32 ayat 1 sebagai berikut: Yang dimaksud dengan “perselisihan Partai Politik meliputi antara lain: 1 Perlesihan yang berkenaan dengan kepengurusan; 2 Pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik; 3 Pemecatan tanpa alasan yang jelas; 4 Penyalahgunaan kewenangan; 5 Pertanggungjawaban keuangan; danatau 6 Keebratan terhadap keputusan Partai Politik. Selanjutnya dalam Pasal 33 UU Parpol menentukan: 1 Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagiaman dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri. 2 Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. 3 Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 enam puluh hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 tiga puluh hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung. Mekanisme penyelesaian konflik internal partai politik sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 32 dan Pasal 33 UU Parpol yang menyatakan bahwa perselisihan atau konflik internal partai harus dielesaikan oleh Mahkamah Partai. Penyelesaian konflik secara internal oleh Mahkamah Partai ini merupakan pilihan yang harus dijalankan bagi setiap partai politik yang berkonflik internal karena merupakan jalan utama yang harus ditempuh. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2003 tentang Perkara Perdata Berkaitan Pemilu dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 tahun 2003 tentang Gugatan yang Berkaitan Partai Politik. Dalam surat edaran itu Mahkamah Agung meminta agar