1114
BAB III Penutup
A. Penyelesaian sengketa internal partai politik diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana diatur AD dan ART, dan dilakukan oleh Mahkamah Partai
Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik. Adapun susunan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dilaporkan oleh partai politik
ke Kementrian Hukum, dan HAM dimana Penyelesaian sengketa internal partai politik harus diselesaikan paling lama 60 hari, dan putusannya bersifat
final, dan mengikat secara internal berkenaan dengan kepengurusan.
B. Yang pertama, untuk komposisi keanggotaan, sudah seharusnya partai lebih membuka diri kepada masyarakat, hal tersebut juga dilandasi dengan
dibentuknya partai yang berorientasikan untuk memperjuangkan dan membela kepentingan anggota dan masyarakat, maka berikan kepercayaan
kepada masyarakat untuk menjadi anggota Mahkamah Partai. Yang kedua, untuk sifat Putusan Mahkamah Partai Politik. perlunya penegasan dalam
kekuatan eksekusi putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Partai, berupa ketentuan-ketentuan sanksi yang tegas kepada pihak yang bersengketa jika
melanggar putusan tersebut. Sehingga, putusan Mahkamah Partai dapat di mengerti dan diperhitungkan keberadaannya, dalam penyelesaian sengketa
internal partai politik di Indonesia.
1115
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNAL PARTAI POLITIK YANG DEMOKRATIS DALAM SISTIM KETATANEGARAAN INDONESIA
Rosita Indrayati, S.H., M.H. Abstrak
Keberadaan penyelesaian internal partai politik melalui sebuah lembaga Mahkamah Partai Politik sebenarnya dapat ditafsirkan sebagai upaya alternatif
penyelesaian sengketa melalui forum internal partai, sebelum melakukan upaya hukum ke pengadilan. prosedur penyelesaian sengketa internal partai politik
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 harus diselesaikan terlebih dahulu secara internal melalui Mahkamah Partai Politik. Prosedur penyelesaian ini
mengacu pada ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Apabla penyelesaian melalui jalur Mahkamah Partai Politik gagal atau
menemui kebuntuan, maka upaya penyelesaian berikutnya adalah dengan melakukan upaya hukum ke pengadilan.
Secara prosedural apabila ada sengketa atau perselisihan secara internal dalam partai politik, maka yang menjadi penyelesaian utama tetap berada pada
Mahkamah Partai Politik sedangkan apabila tidak dapat diselesaikan barulah diselesaikan melalui jalur pengadilan. Artinya para pihak tidak bisa langsung
menyelesaikan melalui jalur pengadilan karena hal tersebut sifatnya wajib diselesaikan melalui jalur internal partai terlebih dahulu, dalam hal ini melalui
Mahkamah Partai Politik. Dengan demikian prosedur tersebut harus dilaksanakan dengan baik sebagai amanat undang-undang partai politik.
Terhadap perselisihan kepengurusan yang telah diputus oleh Mahkamah Partai bersifat final dan mengikat secara internal. Ketentuan tersebut menutup upaya
hukum, tidak saja kepada seluruh anggota dan pengurus partai tetapi juga pengadilan negeri. Pengadilan negeri tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa, mengadili
dan memutus perkara perselisihan kepengurusan partai politik yang telah mendapatkan putusan Mahkamah Partai. Kompetensi Pengadilan Negeri hanya ada
jika penyelesaian perselisikan pada tingkat Mahkamah Partai tidak tercapai atau tidak sampai pada putusan karena berbagai hal. Sepanjang Mahkamah Partai sampai
pada putusan dalam menyelesaikan perselisihan kepengurusan partai maka sejauh itu, pengadilan negeri tidak memiliki kompetensi.
Kata kunci : Perselisihan, partai politik, mahkamah partai, prosedur.
Pendahuluan
Partai politik mulai dikenal dalam bentuk yang modern di ropa dan Amerika Serikat sekitar abad ke-19 bersamaan mulai dikenalkan sistem pemilihan dan
parlementaria. Sepanjang perkembangan dan kemajuan sistem pemilihan dan parlemen ini maka berkembang pula sistem kepartaian politik.
81
Pada zaman dahuu sebelum zaman revolusi di kala masih jaya-jayanya kekuasaan aristrikratis dan
monarkis, proses politik terbatas hanya berputar disekitar munculnya klik dan faksi diantara kaum bangsawan yang bermunculan satu sama lain. Dengan dimulai
terbentuknya sistem pemerintahan yang berparlemen dan mulai muncul kehidupan partai politik secara pelan-pelan menggantikan dan mengubah pemerintahan saat itu.
81
Miftah Thoha, Birokrasi Politik Pemilihan Umum Di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2014, hlm. 97
1116 Partai politik berbeda dengan bentuk organisasi lainnya, ia merupakan a
specific kind of political organizatino,
82
di dalam negara demokratis maupun yang otoritarian, partai pokitik berbeda dengan asosiasi-asosiasi politik lainnya yang ada,
seperti kelompok penekan pressure group. Partai politik merupakan organisasi yang berhubungan dengan kekuasaan melalui cara pemilihan yang demokratis. Oleh
karena itu partai politik bekerja melalui mekanisme perwakilan dalam pemerintahah seperti di lembaga perwakilan rakyat Dewan Perwakilan Rakyat. Berbeda dengan
kelompok penekan, kelompok ini bekerja tidak ada kaitannya dengan dua mekanisme demokrasi tersebut, yakni pemilihan dalam perwakilan.
Setelah kemerdekaan kita diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada 17 agustus 1945, dan Undang-Undang 1945 UUD 1945
83
disahkan sehari setelah kemerdekaan, maka Negara Kesatuan republik Indonesia menjadi negara
yang merdeka. Berdasarkan undang-undang tersebut Indonesia dipimpin oleh presiden dan wakil presiden. Kekuasaan presiden yang memimpin negara baru ini
adalah besar sekali, sehingga banyak tokoh yang saat itu mengkhawatirkan adanya tuduhan dari negara lain bahwa negara kita akan menjadi fasis diktator seperti
penjajah Jepang yang baru menjajah negara kita saat itu. Itulah sebabnya Sutan Syahrir mengusulkan kepada wakil presiden Hatta agar pemerintah mengizinkan
rakyat membentuk partai politik.
Didalam pemerintahan yang demokratis salah satu wujudnya adalah adanya kehidupan partai politik. Setelah partai politik maka dilanjutkan dengan adanya ketentuan pemilihan umum
untuk memilih presiden, wakil presiden, dan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Kemerdekaan berserikat freedom of association dapat dipahami sebagai kebebasan yang dimiliki
oleh setiap orang untuk membentuk suatu perkumpulan atau perserikatan bersama-sama dengan orang lain. Bentuk perserikatan itu sendiri banyak macamnya, salah satu di antaranya, dan yang
akan menjadi fokus dari penulisan ini, adalah partai politik. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini kemudian diwujudkan dalam pembentukan partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi
dalam sistem politik Indonesia. Dalam kaitannya dengan Undang-Undang Dasar pada sebuah negara, maka menurut Soedarsono, partai politik merupakan pelembagaan dari kebebasan warga
negara untuk berserikat dan berkumpul yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar. Hal itu berarti, partai politik berfungsi sebagai pemberi wadah dari hak yang dimiliki oleh setiap warga
negara untuk berserikat atau berkumpul.
84
Dengan wadah itu, maka apa yang menjadi nilai, keyakinan atau tujuan sekelompok warga negara dapat mereka perjuangkan secara lebih
sistematis dan dijamin oleh hukum.
Partai politik memiliki peran yang sangat strategis dalam sistem pemerintahan demokrasi. E.E.
Schattschneider dalam tulisannya dinyatakan, Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties
85
. Makna yang hampir sama dinyatakan oleh Anna Maria Gentili
86
n o democracy no party, no parties no democracy . Demikian pula
82
Ranney, 1996 dalam Birokrasi Politik Pemilihan Umum di Indonesia, Miftah Thoha, Jakarta: Kencana, 2014, hlm. 98
83
Dalam artikel ini, penulisan UUD 1945 merujuk pada Undang-Undang Dasar sebelum amandemen, dan penulisan UUD NRI 1945 merujuk pada Undang-Undang Dasar sesudah
amandemen.
84
Soedarsono. Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Demokrasi : Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu 2004 oleh Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2005, hlm.9
85
In Garrett, Elizabeth, Is the Party Over? The Court and the Political Process, The law School the University of Chicago, Public Law and Legal Theory Working Paper no. 29, hlm. 1.
86
Gentili, Anna Maria, Party, Party Systems and Democratisation in Sub-Saharan Africa, Sixth Global Forum on Reinventing Government, Seoul, Republic of Korea 24-27 May 2005, hlm. 2.
1117 dikatatakan David McKay
...Political parties perform vital functions in every political system, and in countries with democratic traditions, they are an indisputably necessary
part of the democratic process.
87
Urgensi partai politik dalam sistem politik demokrasi terletak pada peran istimewa yang diberikan kepada partai sebagai wadah
yang menjembatani aspirasi dalam mendistribusi dan merelokasi kekuatan sosial politik ke tingkat suprastruktur politik negara melalui pemilu.
88
Dalam memerankan fungsi-fungsi tersebut partai politik diperhadapkan dengan tugas-tugas penting yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan negara seperti melaksanakan fungsi agregasi politik, fungsi aspirasi politik, pendidikan politik, rekrutmen politik,
mobilisasi politik untuk memenangkan pemilu dan menempatkan wakil-wakilnya dalam jabatan-jabatan politik pemerintahan.
89
Secara kelembagaan, partai politik sesungguhnya merupakan badan hukum perdata didirikan oleh sekelompok orang yang memiliki cita-cita dan tujuan yang
sama, tetapi secara fungsional berorientasi publik dan menjadi wadah perjuangan aspirasi politik dalam pemerintahan. Untuk itu, pelembagaan partai menjadi sangat
penting dalam menciptakan stabilitas pemerintahan demokrasi. Suatu modal dasar dalam membangun efisiensi dan efektifitas pemerintahan pada satu sisi serta
akuntabilitas dan resposibilitas pemerintahan pada sisi lainnya. Dalam perkembangnya, partai politik sebagai organisasi senantiasa diperhadapkan dengan
pasang-surut konflik yang tidak jarang berujung dengan perpecahan. Institusi- institusi partai tidak jarang gagal merelokasi konflik dengan mengkonsolidasi
berbagai kepentingan yang saling berhadapan. Konflik dan perpecahan partai merupakan bukan hal positif dan produktif yang menguntungkan rakyat maupun
negara. Perpecahan partai paling minimal melemahkan pelembagaan fungsi-fungsi partai yang dapat menggangu keseimbangan dan kontrol antara negara, partai politik
dan masyarakat sipil.
90
Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, hak-hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran merupakan bagian dari upaya
untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis dan berazaskan hukum.
Melalui kebebasan yang bertanggung jawab, segenap warga negara memiliki hak untuk berkumpul dan berserikat guna mewujudkan cita-cita politiknya secara nyata.
Kesetaraan merupakan prinsip yang memungkinkan segenap warga negara berpikir dalam kerangka kesederajatan sekalipun kedudukan, fungsi dan peran masing-
masing berbeda. Kebersamaan merupakan wahana untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara sehingga segala bentuk tantangan lebih mudah dihadapi. Partai politik
dapat mengambil peran penting dalam menumbuhkan kebebasan, kesetaraan dan
87
McKay, David, Essentials of American Government, Westview Press: United States of America, 2000, hlm. 118.
88
Firdaus, Mekanisme Penyelesaian Perseisihan Internal Partai Politik Menurut Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik,Makalah disampaikan pada acara mendengar pendapat ahli pada sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Terkait Perselisihan Kepengurusan PPP pada hari Rabu-
Kamis 6-7 Mei 2015.
89
Firdaus, Implikasi Sistem Kepartaian Terhadap Stabilitas Pemerintahan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945, Disertasi Program
Doktor Ilmu Hukum, Universitas Padjadjaran. Bandung, 2012, hlm. 35.
90
Firdaus, OpCit.
1118 kebersamaan sebagai upaya untuk membentuk bangsa dan negara yang padu. Di
dalam sistem
politik demokrasi,
kebebasan dan
kesetaraan tersebut
diimplementasikan agar dapat merefleksikan rasa kebersamaan yang menjamin terwujudnya cita-cita kemasyarakatan secara utuh. Disadari bahwa proses menuju
kehidupan politik yang memberikan kepada partai politik sebagai aset nasional berlangsung berdasarkan prinsip perubahan dan kesinambungan yang makin lama
makin menumbuhkan kedewasaan dan tanggung jawab berdemokrasi.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia, telah memberikan jaminan yang tegas dalam hal kemerdekaan untuk berserikat. Pasal
28E ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat .
Ketentuan dalam Pasal 28E ayat 3 itu mengandung jaminan kemerdekaan berserikat yang lebih tegas dibandingkan dengan ketentuan pada Pasal 28 yang berasal dari rumusan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan. Sebagai bentuk pengaturan lebih lanjut dari ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengenai jaminan kemerdekaan berserikat, maka dibentuklah beberapa peraturan perundang- undangan yang mengatur kemerdekaan berserikat bagi warga negara. Khusus untuk peraturan
perundang-undangan yang mengatur masalah partai politik, telah ada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, diharapkan selain untuk lebih membuka kesempatan bagi setiap warga
negara untuk mewujudkan kenyakinan atau cita-cita politiknya melalui partai politik, juga membuka kesempatan bagi warga negara untuk memilih saluran aspirasi
mereka. Seiring berjalan waktu, dengan perkembangan dinamika kehidupan berbangsa tidak tertutup kemungkinan anggota partai politik yang sebelumnya
tergabung dalam wadah yang sama terjadi perbedaan pendapat yang meruncing sehingga terjadi perselisiahan. Perselisihan dalam internal partai politik tentunya
harus diselesaikan. Partai Politik, Fungsi, dan Sistem Kepartaian
Menurut Carl J. Friedrich, partai politik politicl party adalah a group of human being,
stably organized wit the objective of securing or maintaning for its leader the control of a government, with the further objective of giving to members of the party, through such control ideal
ad material be nefits and advantages .
91 92
Selanjutnya Budiarjo menjelaskan tentang fungsi yang melekat partai politik sebagai berikut :
1. Sebagai sarana komunikasi politik. Partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai politik melakukan Penggabungan kepentingan interest
aggregation dan selanjutnya melakukan perumusan kepentingan interest articulation untuk kemduian disalurkan atau disebarluaskan guna dijadikan sebagai kebijakan oleh
pemerintah.
2. Sebagai sarana sosialisasi politik. Sosialisasi politik adalah proses dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi atas fenomena politik yang berlaku dalam masyarakat
dimana ia berada dan sekaligus proses pewarisan norma-norma atau nilai-nilai dari satu
91
Dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama; Jakarta, 1997, hlm. 161.
92
Miriam Budiarjo menjelaskan bahwa partai poitik merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang
sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan poitik biasanya dengan cara konstitusional untuk untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan mereka.
1119
generasi kepada generasi berikutnya. Partai politik dengan demikain merupakan salah satu media dalam rangka sosialisasi poitik.
3. Sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berupaya memperluas partisipasi politik dengan cara mencari dan mengajak orang-orang untuk aktif dalam kegiatan politik
sebagai anggota, mendidik sebagai kader dan di masa mendatang ditampilkan untuk menggantikan pemimpin lama.
4. Sebagai sarana pengatur konflik. Partai politik mengatasi konflik yang kemungkinan timbul dalam masyarakat karena persaingan dan perbedaan supaya hal itu dianggap
sebagai hal yang wajar dalam masyarakat demokratis.
93
Sistem politik Indonesia telah menempatkan partai politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa partai politik. Karena begitu
pentingnya peran partai politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai partai politik. Peraturan perundang-
undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan partai politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional. Dalam kaitannya dengan keberadaan partai politik
Poerwantana menyatakan pendapatnya:
Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik pada saat ini yang demokratis. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal
dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang
bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah dan damai. Karena itu partai politik dalam pengertian
modern dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat sehingga dapat
mengontrol atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah.
94
Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana
seseorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin dan turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum.
Kegiatan-kegiatan ini mencakup kegiatan memilih dan dalam pemilihan umum menjadi anggoata golongan politik seperti partai, kelompok penekan, kelompok
kepentingan duduk dalam lembaga politik seperti dewan perwakilan rakyat atau mengadakan komunikasi dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam badan itu
berkampanye, dan menghadiri kelompok diskusi, dan sebagainya.
95
Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Negara
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita –cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik, anggota, masyarakat, bangsa, dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara kesatuan republik indonesia
berdasarkan pancasila dan Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi
tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik biasanya dengan cara konstitusionil untuk
93
Kuswanto, Penyederhanaan Partai Politik Penguatan Sistem Presidensial dalam Perspektif Pancasila dan Konstitusi, Malang: Intelegensia Media, 2016, hlm. 69.
94
Poerwantana,P.K, Partai Politik di Indonesia,Jakarta: P.T. Rineka Cipta 1994, hlm. 25.
95
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik
1120 melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu
negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan
politik dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.
96
Beberapa pengertian partai politik yang lain adalah : 1 Carl J. Friedrich menyebutkan partai politik sebagai sekelompok manusia yang
terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini
memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil
97
2 Leon D. Eisptern berpendapat partai politik adalah sekelompok orang yang secara peran terlibat dalam politik dan mempunyai tujuan utama, terwakilinya secara
formal dalam institusi dan pembuat kebijakan pemerintah.
98
3 Mark N. Hagopian, menjelaskan bahwa partai politik adalah suatu organisai yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk karakter kebijaksanaan publik dalam
rangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologi tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.
99
4 Miriam Budiardjo menyebutkan Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-
cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik biasanya, dengan cara konstitusional guna melaksanakan
kebijakan-kebijakan mereka.
100
5 R.H. Soltou juga memberikan definisi Partai Politik sebagai sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan
politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
101
Dari pernyataan yang dikemukakan oleh Soulto tersebut di atas dapat dilihat bahwa pernyataan itu
menekankan pada usaha partai untuk mengendalikan jalannya roda pemerintahan, dan pada pelaksanaannya program-program atau kebijaksanaan
umum dari partai tersebut. Berdasarkan pada pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh sarjana-sarjana terkemuka, maka dapat diambil suatu
pengertian bahwa yang dimaksud dengan partai politik adalah suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok orang yang mempunyai cita-cita, tujuan, dan
orientasi yang sama; dimana organisasi ini berusaha untuk memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka usahanya memperoleh kekuasaan dan
kemudian mengendalikan dan mengontrol jalannya roda pemerintahan, yang kesemua itu pada gilirannya sebagai tolak organisasi tersebut dalam usahanya
merealisir atau melaksanakan program-program yang telah ditetapkan, yang dimaksud untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan cara
96
Op.Cit Miriam Budiarjot, hlm.159.
97
Haryanto, Partai Politik Suatu Tinjauan Umum, Yogyakarta: Liberty, 1984, hlm. 7.
98
Ibid, hlm. 89
99
Mark N. Hagopian dalam Margono, Pendidikan Pancasila ; Topik Aktual Kenegaraan dan Kebangsaan, Malang: Universitas Negeri Malang, 2004, hlm.81.
100
Opcit, Miriam Budiarjo, hlm. 18.
101
R.H Soltou dalam Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta; PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994, hlm.27.
1121 menempatkan para anggotanya dalam jabatan-jabatan pemerintahan, karena itu
partai politik merupakan media atau sarana partisipasi warga negara dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan dalam penentuan siapa
yang menjadi penyelenggara negara pada berbagai lembaga negara di pusat dan daerah. Berdasarkan prinsip bahwa keanggotaan partai politik terbuka bagi
sernua warga negara, sehingga para anggotanya berasal dari berbagai unsur bangsa, maka partai politik dapat pula menjadi sarana integrasi nasional. Dengan
menggunakan ideologi partai sebagai pelita penunjuk arah, para pengurus dan aktivis partai berupaya menampung dan mengagregasikan aspirasi anggota,
simpatisan, dan rakyat pada umumnya menjadi alternatif kebijakan publik untuk diperjuangkan kedalam lembaga legislatif dan eksekutif.
Dalam rangka fungsionalitas partai poitik dalam penyelenggaraan partai politik yang demokratis maka persoalan selanjutnya yang timbul adalah tentang
sistem kepartaian yang lazim dijalankan oleh sebuah negara. Carmani memberikan definisi operasional sistem kepartaian atau party syatem adalah
sets of parties that compete and cooperatiive with the aim of increasing their power in controlling
government
102
. Berdasarkan definisi perasional ini maka tolok ukur dalam menentukan sistem kepartaian adalah :
1 which parties exist, how many parties compose a system and how large they are, and 3 the way in which the maximize
vote
103
Partai politik dapat mengambil peran penting dalam menumbuhkan kebebasan, kesetaraan dan kebersamaan sebagai upaya untuk membentuk bangsa
dan negara yang padu. Di dalam sistem politik demokrasi, kebebasan dan kesetaraan tersebut diimplementasikan agar dapat merefleksikan rasa kebersamaan yang
menjamin terwujudnya cita-cita kemasyarakatan secara utuh. Disadari bahwa proses menuju kehidupan politik yang memberikan kepada partai politik sebagai aset
nasional berlangsung berdasarkan prinsip perubahan dan kesinambungan yang makin lama makin menumbuhkan kedewasaan dan tanggung jawab berdemokrasi.
Dengan partai politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk
memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
Tidak dapat dipungkiri bahwa bergulirnya reformasi telah memberikan sumbangan yang besar bagi kehidupan politik nasional, terutama berkaitan dengan
jaminan keberlangsungan proses demokratisasi. Selain itu, tidak dapat dipungkiri pula bahwa reformasi telah melahirkan ratusan partai baru di indonesia. Banyaknya
jumlah partai merupakan asset politik yang tak temilai bagi suatu bangsa. Dengan banyaknya jumlah partai politik berarti akan banyak aspirasi politik dari masyarakat
yang dapat diserap. Banyaknya jumlah partai politik juga akan menjamin berlangsungnya proses sosialisasi dan pendidikan politik, dan yang tak kalah
pentingnya, kondisi ini juga akan memungkinkan terciptanya sebuah perpolitikan nasional yang demokratis.
Untuk mencegah munculnya dampak negatif dari banyaknya jumlah partai disuatu negara, yang perlu dilakukan adalah memaksimalkan fungsi yang dimiliki
oleh partai politik. Maksimalisasi fungsi partai politik merupakan syarat dasar dalam
102
Daniele Carmani, Party Systems, dalam daniele Carmani, ed., Comparative Politics, Oxford; Oxford University Press, 2011, hlm. 238.
103
Ibid
1122 mengeliminir side effect dari banyaknya jumlah partai. Berkaitan dengan itu,
berdasarkan berbagai literatur ilmu politik, ada beberapa fungsi yang harus dimaksimalisasi dari sebuah partai politik, yaitu :
104
Pertama, partai politik berfungsi sebagai sarana komunikasi politik. Dalam hal ini, partai politik merumuskan usulan-usulan kebijakan yang bertumpu pada aspirasi
dari masyarakat. Kemudian rumusan tersebut diartikulasikan kepada pemerintah agar dapat dijadikan sebagai sebuah kebijakan. Kedua, partai politik berfungsi sebagai
sarana sosialisasi dan pendidikan politik. Dalam kaitan ini, partai politik berkewajiban untuk mensosialisasikan wacana politiknya kepada masyarakat.
Wacana politik dari sebuah partai politik dapat dilihat melalui visi, misi. platform dan program partai tersebut. Dengan sosialisasi wacana politik ini diharapkan
masyarakat akan menjadi semakin dewasa dan terdidik dalam politik. Sosialisasi dan pendidikan politik ini memposisikan masyarakat sebagai subyek, tidak lagi sebagai
obyek.
Ketiga, partai politik, berfungsi sebagai sarana rekruitmen politik, dimana partai politik berkewajiban untuk melakukan seleksi dan rekruitmen dalam rangka
mengisi posisi dan jabatan politik tertentu. Dengan adanya rekruitmen politik maka dimungkinkan terjadinya rotasi clan mobilitas politik. Tanpa rotasi dan mobilitas
politik pada sebuah sistem politik, maka akan muncul diktatorisme dan stagnasi politik dalam sistem tersebut. Keempat, partai politik berfungsi sebagai sarana
peredam dan pengatur konflik. Dengan fungsinya sebagai penyerap aspirasi masyarakat, maka partai politik harus peka dan tanggap terhadap potensi
–potensi konflik yang ada dalam masyarakat.
Jika keempat fungsi ini berjalan dengan baik sebagaimana mestinya, maka kekhawatiran akan munculnya konflik dan perpecahan
akibat banyaknya jumlah partai politik menjadi tidak beralasan. Dan sebaliknya, ini akan menjadi energi pendorong bagi proses demokratisasi.
Dalam kaitan dengan penyelenggaraan pemilu, fungsi partai politik juga berpengaruh secara signifikan terhadap suksesnya proses penyelenggaraan pemilu.
Sukses penyelenggaraan pemilu dimaksud adalah tingkat keberhasilan pemilu yang ditakar secara kuantitas dan kualitas politik. Realisasi fungsi partai politik akan
berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilu. Keberfungsian partai politik juga akan menentukan apakah pemilu yang
diselenggarakan tersebut merupakan proses politik yang mendidik dan mendewasakan politik masyarakat atau hanya pesta politik belaka. Korelasi yang
terjadi antara tingkat keberfungsian dari partai politik dengan kesuksesan penyelenggaraan pemilu adalah; semakin tinggi tingkat partai politik fungsi-fungsi
partai politik terealisasi maksimal cenderung akan menyebabkan suksesnya penyelenggaraan pemilu. Sebaliknya, jika tingkat keberfungsian partai politik rendah
maka penyelenggaraan pemilu akan cenderung kurang sukses.
Dalam beberapa pemilu yang telah dilaksanakan, realitas politik menunjukan bahwa sebagian besar partai politik belum menjalankan fungsinya secara maksimal.
Partai politik masih menerapkan pragmatisme politik semata ketimbang mengimplementasikan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Kondisi ini terutama terlihat
jelas dalam tahapan kampanye, dimana sosialisasi dan pendidikan politik sangat minim sekali dan bahkan nyaris tidak ada. Partai politik masih berparadigma
konvensional, yang menempatkan kampanye sebagai ajang unjuk kekuatan show of
104
Op.Cit, Miriam Budiarjo, hlm. 36.
1123 forces ketimbang wahana penyampaian wacana politik dalam rangka pendidikan
politik bagi masyarakat. Kondisi ini menunjukan adanya mal-fungsi dari partai politik, dalam hal ini fungsi partai politik sebagai sarana sosialiasi dan pendidikan
politik tidak berjalan.
Begitupula halnya dengan realisasi dari fungsi partai politik sebagai peredam dan pengatur konflik. Partai politik belum bisa menempatkan diri sebagai sebuah
institusi politik yang inklusif yang menampung aspirasi masyarakat dan mendeteksi secara dini potensi dan gejala munculnya konflik dalam masyarakat. Bahkan, kerap
kali partai politik terlibat langsung dalam konflik atau menjadi biang keladi munculnya sebuah konflik dalam masyarakat. Kondisi ini terlihat jelas dalam tahapan
kampanye, dimana terjadi konflik terbuka antar partai yang memunculkan konflik antar kelompok masyarakat tersebut.
Pembentukan Partai Politik dan Keikutsertaan Partai Politik Dalam pemilihan Umum Di Indonesia
Semangat kekaryaan yang terwujud dalam bentuk pengakuan terhadap golongan karya bibitnya telah tumbuh ketika pembahasan UUD 1945 sedang
dilakukan. Namun kedudukannya secara formal belum diatur dengan tegas pada awal kemerdekaan, hingga keluarnya Maklumat Wakil Presiden. Pada tanggal 16 Oktober
1945 keluar Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang disusul kemudian dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, yang memberikan kesempatan
mendirikan partai
–partai politik dengan ideologi yang beraneka ragam.
105
Pada keadaan seperti itulah partai politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan
pemilihan umum pertama yang diikuti oleh 36 partai politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai. Pergolakan
–pergolakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante hasil Pemilihan Umum telah
menyudutkan posisi
partai politik.
Hampir semua
tokoh, golongan
mempermasalahkan keberadaan partai politik. Kekalutan dan kegoncangan di dalam siding konstituante inilah yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan
partai –partai politik, pada tahun 1960, dan hanya boleh tinggal 10 partai besar yang
pada gilirannya harus mendapatkan restu dari Bung Karno sebagai tanda lolos dari persaingan.
Melihat pada hasil Pemilihan Umum tahun 1955, Herbert Feith membagi 4 empat kelompok partai politik yang berhasil mendapatkan suara di
Dewan Perwakilan Rakyat dan Konstituante, yaitu partai besar, partai menengah, kelompok kecil yang bercakupan nasional, dan kelompok kecil
yang bercakupan daerah.
106
Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena partai politik adalah alat
demokrasi untuk
mengantarkan rakyat
menyampaikan artikulasi
kepentingannya. Tidak ada demokrasi sejati tanpa partai politik. Meski keberadaan partai politik saat ini dianggap kurang baik, bukan berarti dalam sistem
ketatanegaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi partai politik. Keadaan partai politik seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi. Konstitusi
Indonesia, yaitu Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945,
105
Poerwantana, P.K, Partai Politik di Indonesia, P.T. Rineka Cipta, Jakarta. 1994, hlm. 25.
106
Azed, Abdul Bari dan Makmur Amir. Pemilu dan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, hlm.27.
1124 telah memberikan jaminan yang tegas dalam hal kemerdekaan untuk berserikat.
Partisipasi politik
adalah keikutsertaan
individu-individu dalam
proses politikpemerintahan, antara lain dalam bentuk kompetisi memperebutkan jabatan
publik maupun dalam menentukan pejabat untuk jabatn publik tersebut. Pasal 28E ayat 3 Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
menegaskan bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
. Sebagai bentuk pengaturan lebih lanjut dari ketentuan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 mengenai jaminan
kemerdekaan berserikat, maka dibentuklah beberapa peraturan perundang- undangan yang mengatur kemerdekaan berserikat bagi warga negara. Khusus untuk
peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah partai politik, sekarang di Indonesia telah ada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 itu adalah untuk mengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai politik. Selanjutnya pengaturan Partai Politik
diubah dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana telah dirubah menjadi Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011.
Ketentuan dalam Pasal 28E ayat 3 Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 mengandung jaminan kemerdekaan berserikat yang lebih
tegas dibandingkan dengan ketentuan pada Pasal 28 yang berasal dari rumusan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945sebelum
perubahan.
107
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Partai Politik, sesungguhnya diharapkan, selain untuk lebih membuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk
mewujudkan kenyakinan atau cita-cita politiknya melalui partai politik, juga membuka kesempatan bagi warga negara untuk memilih saluran aspirasi mereka.
Pemilihan umum adalah prosedur atau mekanisme dalam demokrasi untuk merealisasikan partisipasi politik warga negar dalam pemerintahan sebagai beentuk
jaminan hukum terhadap Hak Asasi Manusia. Pasal 21 Universal Declaration of Human Rights menyatakah :
1 Everyone has the right to take part in the government of his countyr, directly or through freely chosen representatives.
2 The will of the people shall be the basis of the auothority of government, this will shall be by universal and equal suffrage and shall be held secret vote or by
equivalent free voting procedures. Dalam literatur ilmu politik, sistem pemilu pada hakekatnya diklasifikasikan
menurut dua prinsip pokok yakni : single-member constituency satu daerah pemilihan memilih satu wakil atau biasa disebut Sistem Distrik dan multi-member
constituency satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil atau biasa disebut Sistem perwakilan berimbangproporsional atau Proportional Representation.
108
Sistem pemilu yang riil dipraktekkan lazimnya bergerak antara penetapan secara murni kedua prinsip di atas atau penerapan dengan jalan modifikasi. Sistem pemilu
ini sangat penting khususnya implikasinya guna mendesain badan perwakilan yang akan terbentuk dikaitkan dengan kompisisi partai-partai politik pengisi badan
perwakilan.
107
Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press, 2005, hal.7-8
108
Kuswanto, Op.Cit., Hlm. 72
1125 Pada sistem distrik, setiap kesatuan geografis distrik mempunyai satu wakil
dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk itu, dalam penerapan sistem ini, negara dibagi dalam sejumlah besar distrik sebagai daerah pemilihan dan jumlah wakil
raktyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon dalam satu distrik yang memperoleh suara terbanyak yang menang tidak perduli selisih
suaranya sangat kecil sekalipun, sementara suara yang ditujukan pada calon-calon yang lain dianggap hilang atau tidak diperhitungkan.
109
Sistem distrik memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Wakil terpilih dapat dikenal oleh warga distrik, sehingga hubungannya dengan warga distrik lebih erat. Kedudukan terhadap partainya lebih
bebas karena faktor penentu dalam pemilihan adalah figur atau personalitas calon sehingga yang bersangkutan lebih terdorong untuk
memperjuangkan kepentingan konstituennya.
2. Mendorong terjadinya integritas partai-partai politik karena jumlah kursi yang diperebutkan dalam satu distrik hanya satu. Sistem ini mendorong
terjadinya penyederhanaan partai politik tanpa paksaan. 3. Berkurangnya partai politik dan meningkatnya kerja sama partai politik
mempermudah tebentuknya pemerintahan yang stabil dan sekaligus meningkatkan stabilitas nasional.
4. Sederhana dan murah untuk diselenggarakan.
110
Kelebihan atau kekurangan sistem distrik : 1. Kurang memperhitungkan eksistensi partai-partai kecil dan kelompok
minoritas manakala kelompok minoritas tersebut dalam beberapa distrik. 2. Kurang representatif karena calon yang kalah kehilangan suara
konstituennya. Hal ini berakibat ada jumlah suara yang tidak diperhitungkan. Jika beberapa partai ikut berkompetisi maka resiko suara
hilang makin besar. Oleh karena itu sistem ini dianggap tidak adil oleh partai-partai poitik yang kehilangan suara konstituennya.
Secara prinsip, sistem proporsional dimaksudkan sebagai alternatif untuk mengoreksi kelemahan sistem distrik. Pada sistem proporsional, jumlah kursi Dewan
Perwakilan Rakyat yang diperoleh partai politik adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Penentuan harga kursi di dewan perwakilan rkyat ditentukan
berdasarkan perimbangan jumlah suara tertentu. Teknis penerapan sistem ini adalah negara diperlakukan sebagai satu daerah pemilihan, lalu untuk kepentingan teknis
administratif, satu daerah pemilihan ini kemudian dibagi-bagi kedalam daerah- daerah pemilihan.
Kelebihan sistem prporsional adalah lebih representatif daripada sistem distrik karena setiap suara turut diperhitungkan sehingga praktis tidak ada suara
yang hilang. Hal ini memungkinkan terjadinya partisipasi politik oleh partai-partai kecil secara luas. Sementara kelemahannya adalah :
1. Mempermudah fragmentasi partai-partai dan mendorong timbulnya partai-partai baru sehingga menjadi intensif yang tepat bagi sistem multi
partai.
109
Ibid, hlm. 73
110
Ibid, hlm. 75
1126 2. Wakil rakyat terpilih lebih terikat kepada partai politik daripada daerah
pemilihan yang diwakilinya karena terpilih dari sana. Dalam sistem ini peranan partai politik lebih sentral daripada faktor figur atau personalitas
wakil rakyat.
3. Mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil karena lazimnya sistem ini terjadi pada sistem multi partai sehingga sulit bagi partai-partai
politik untuk memperoleh suara mayoritas di dewan perwakilan rakyat. Solusinya adalah koalisi partai-partai politik.
111
Dalam penerapannya, sistem proporsional dapat dimodifikasi dengan sistem daftar sistem List Proportional Representative. Sistem ini memiliki dua bentuk, yaitu
sistem daftar tertutup close list system dan sistem daftar terbuka open list system. Dalam sistem daftar tertutup, para pemilih harus memilih partai politik peserta
pemilu, dan tidak dapat memilih calon legislatif. Dalam sistem ini para calon legislatif biasanya telah ditentukan dan diurutkan secara sepihak oleh partai politik yang
mencalonkannya. Kebalikannya adalah sistem proporsional dengan daftar calon terbuka.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Politik
Fungsi utama dalam suatu organisasi atau suatu lembaga termasuk partai politik, adalah sebagai wadah berkumpul dan berserikat, sehingga kemudian dalam
perjalanan perserikatannya anggota partai politik dapat mengutarakan segala bentuk keinginannya baik yang mewakili kepentingannya sendiri maupun sebagai bentuk
kepentingan bersama, sehingga terkadang dengan adanya kemungkinan tersebut sering terjadi suatu polemic yang mengakibatkan renggangnya hubungan antar
anggota dalam satu organisasi, dakam bukunya Arbi sanit menyatakan bahwa fungsi partai politik sebagai organisasi kekuatan sosial politik rakyat yang dibentuk untuk
melindungi dan memperjuangkan aspirasi mereka, berupa nilai dan kepentingan sempit mereka sendiri untuk berkuasa atau membangun akses atas negara dan
sebagai fasilitasnya.
112
Suatu kelembagaan instiution baik sebagai suatu aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya 3 tiga komponen utama:
113
1 Batas kewenangan jurisdictional boundary Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak
tertentu terhadap sumberdaya, faktor produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam
organisasi tersebut.
2 Hak Kepemilikan property right Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimpiklasi ekonomi. Konsep property right atau hak
kepemilikan muncul dari konsep hak right dan kewajiban obligation dari semua masyarakat perserta yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi
pegangan, adat dan tradisi atau consensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat
mengatakan hak milik atau penguasaan apabila tidak ada pengesahan dari masyarakat sekarang. Pengertian diatas mengandung dua implikasi yakni, hak
111
Ibid, hlm. 78
112
Arbi Sanit, Menggugat Partai Politik, Jakarta; Pena Media Utama, 2003, hlm.2
113
Ibid, hlm.9
1127 seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan
ownership adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya. 3 Aturan representasi rule of representation Aturan representasi mengatur siapa
yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai politik yang selanjutnya
disebut ADART parta politik merupakan suatu pedoman organisasi berbentuk peraturan resmi yang disahkan, disetujui dan diketahui oleh seluruh anggota partai
politik yang didalamnya memuat tujuan, asas, ideologi dan aturan partai secara lengkap dan terperinci. ADART mencerminkan aspirasi, visi, dan misi suatu partai
politik, sebagai pengikat persatuan dan kesatuan partai politik dan prinsip, idealisme, tindaklaku, baik organisatoris, sosial, maupun budaya. Selain itu ADART dapat
diartikan pula sebagai suluh dan landasan gerak organisasi partai politik dalam mencapai tujuan dan sebagai manajemen dan pemberdayaan sumberdaya partai
politik. ADART partai politik disebut juga sebagai konstitusi partai, yaitu suatu bentuk Undang-Undang dan aturan resmi yang mengatur etitut dan tata cara dalam
berperilaku dalam organisasi bagi seluruh anggota partai politik tertentu.
Adapun fungsi-fungsi ADART bagi partai politik yaitu sebagai landasan kerja dan landasan gerak suatu parai politik dalam mewujudkan visi dan misinya. ADART
partai politik bersifat transparan dan terbuka seperti Undang-Undang, dapat diakses secara umum oleh masyarakat luas, sehingga dapat dibaca, diteliti dan dikaji melalui
suatu kajian ilmiah oleh siswa, mahasiswa danatau LSM seperti dewasa ini.
Mahkamah Partai Poitik sebagai Lembaga Peradilan Internal Partai Politik
Dalam ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dengan jelas menyebutkan bahwa:
1 perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana
diatur di dalam ad dan art. 2
penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang
dibentuk oleh partai politik.
3 susunan mahkamah partai politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 disampaikan oleh pimpinan partai politik kepada kementerian. 4
penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus diselesaikan paling lambat 60 enam puluh hari.
5 putusan mahkamah partai politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat
secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan. Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut di atas berarti bahwa mahkamah
partai politik merupakan mahkamah atau badan peradilan yang dibentuk atas mandat Undang-Undang yang dalam pembentukannya diserahkan sepenuhnya
kepada partai politik yang bersangkutan, kemudian dilaporkan oleh pimpinan partai politik kepada kementrian, yang selanjutnya berkuasa penuh atas penyelesaian
perselisihan internal partai politik yang berkaitan dengan internal partai politik, dengan mengemban tugas yang telah tercantum dalam ayat selanjutnya yaitu
membuat suatu keputusan yang berkenaan dengan perselisihan internal yang bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal yang berkenaan dengan masalah
kepengurusan partai.
1128 Dalam sejarah terbentuknya mahkamah partai politik, khususnya mahkamah
partai politik partai golkar yang menyelesaikan perselisihan internal 10 maret 2015 kemarin, adalah mahkamah partai politik pertama yang berjalan untuk
menyelesaikan suatu perselisihan internal dalam partai golkar, yaitu sebagai bentuk dijalankannya kewajiban partai golkar untuk menjalankan secara baik amanat
Undang-Undang, salah satunya yaitu penyelesaian perselisihan oleh mahkamah partai.
Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Internal Partai politik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai politik
Seiring berjalan waktu, dengan perkembangan dinamika kehidupan berbangsa tidak tertutup kemungkinan anggota partai politik yang sebelumnya tergabung dalam
wadah yang sama terjadi perbedaan pendapat yang meruncing sehingga terjadi perselisiahan. Perselisihan dalam internal partai politik tentunya harus diselesaikan.
Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun
tentang Partai Politik pengertian mengenai perselisihan partai Politik dikemukakan dalam penjelasan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 jo
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tersebut. Dalam Penjelasan ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011
bahwa : Yang dimaksud dengan perselisihan Partai Politik meliputi antara lain: 1 perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan;
2 pelanggaran terhadap hak anggota partai politik; 3 pemecatan tanpa alasan yang jelas;
4 penyalahgunaan kewenangan; 5 pertanggung jawaban keuangan; danatau
6 keberatan terhadap keputusan partai politik.
Undang-Undang nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik mengamanatkan agar penyelesaian perselisihan partai politik diselesaikan terlebih dahulu melalui
Mahkamah Partai politik yaitu penyelesaian secara internal sebelum akhirnya berkas perselisihan di ajukan kepada Pengadilan Negeri, hanuya jika tidak tercapai suatu
kesepakatan atau titik terang dalam penyelesaian perselisihan. Susunan mahkamah Partai Politik disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Kemenkum HAM, tertulis dalam ketentuan Pasal 32 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang menyatakan bahwa
: Susunan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementeria.
Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik oleh Mahkamah Partai Politik tersebut diselesaikan paling lambat 60 enam puluh hari dan Putusan mahkamah
Partai Politik bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan. Sedangkan Putusan terhadap 5 jenis perselisihan
parati politik yang lain tidak bersifat final dan masih dimungkinkan adanya upaya, seperti diamanatkan Pasal 32 ayat 5, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
Tentang Parta Politik, bahwa: Putusan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan
dengan kepengurusan
Pengadilan Negeri memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa perselisihan partai politik ketika upaya penyelesaian perselisihan internal partai politik tidak
tercapai Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
1129 Apabila di jabarkan lebih lanjut bahwasanya, Pengadilan Negeri hanya berwenang
memeriksa dan mengadili perkara perselisihan partai politik yaitu yang berkaitan: 1 pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik; 2 pemecatan tanpa alasan
yang jelas; 3 penyalahgunaan kewenangan; 4 pertanggung jawaban keuangan; danatau 5 keberatan terhadap keputusan Partai Politik.
Partai Politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis guna mendukung sistem presidensiil yang efektif.
Penataan dan penyempurnaan Partai Politik diarahkan pada dua hal utama, yaitu, pertama, membentuk sikap dan perilaku Partai Politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk
budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku Partai Politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan
yang memadai serta mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua, memaksimalkan fungsi Partai Politik baik fungsi Partai Politik terhadap negara maupun
fungsi Partai Politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan
di bidang politik.
114
Upaya untuk memperkuat dan mengefektifkan sistem presidensiil, paling tidak dilakukan pada empat hal yaitu pertama, mengkondisikan terbentuknya sistem multipartai sederhana,
kedua, mendorong terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga, mengkondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel dan
keempat mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat masyarakat. Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam penataan dan penyempurnaan Partai Politik di Indonesia adalah
persyaratan pembentukan Partai Politik, persyaratan kepengurusan Partai Politik, perubahan AD Anggaran Dasar dan ART Anggaran Rumah Tangga, rekrutmen dan pendidikan politik,
pengelolaan keuangan Partai Politik dan kemandirian Partai Politik.
Mengacu pada ketentuan partai politik yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 disebutkan bahwa prosedur
penyelesaian sengketa internal partai politik berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 harus diselesaikan terlebih dahulu secara internal melalui Mahkamah Partai Politik. Prosedur
penyelesaian ini mengacu pada ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang menyatakan bahwa:
1 perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana diatur di
dalam ad dan art. 2 penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik.
3 susunan mahkamah partai politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan oleh pimpinan partai politik kepada kementerian.
4 penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus diselesaikan paling lambat 60 enam puluh hari.
5 putusan mahkamah partai politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik tersebut jelas disebutkan secara prosedural bahwa jika terjadi perselisihan internal dalam
partai politik, maka secara ketentuan partai sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar AD maupun Anggaran Rumah Tangga ART penyelesaiannya diserahkan kepada Mahkamah Partai
Politik. Istilah atau sebutan Mahkamah Partai Politik di setiap partai bisa berbeda namun memiliki essensi yang sama yaitu berwenang untuk mengatasi perselisihan partai secara internal
sebelum diselesaikan keluar eksternal. Susunan atau keanggotaan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud disampaikan oleh pimpinan partai politik kepada
kementerian dalam hal ini kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Menkumham. Memang tidak ada ketentuan penjelasan dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
114
Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik
1130
Partai Politik ini menyangkut pembentukan Mahkamah Partai Politik tersebut tapi keanggotaan Mahkamah Partai Politik ini harus memiliki netralitas atau ketidakberpihakan terhadap
perselisihan internal yang terjadi. Hal penting lainnya adalah jangka waktu penyelesaian perselisihan yang harus
diselesaikan oleh Mahkamah Partai Politik dalam hal ini harus diselesaikan paling lambat 60 enam puluh hari. Pengadilan Negeri berdasarkan ketentuan dalam jangka waktu 60 enam
Puluh hari harus sudah putus, sejak gugatan perkara tersebut di daftarkan di kepaniteraan. Aturan diatas sangat sumir dan susah dalam aplikasi di lapangan. 60 enam puluh hari yang
disebutkan di undang-undang tersebut di atas tidak jelas, apakah hari kalender ataukah hari kerja. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam empat Lingkungan
Peradilan BUKU II edisi 2007 terbitan Mahkamah Agung RI 2009 disebutkan pengertian Hari tersebut adalah Hari kerja.
Salah satu hal lain yang krusial adalah bahwa Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan
dengan kepengurusan. Terkait sifat dan kekuatan hukum putusan Mahkamah Partai Politik tersebut, bahwa kata final dapat dimaknai bahwa putusan mahkamah partai memiliki kekuatan
hukum tetap, sehingga para pihak yang berselisih tidak dimungkinkan menempuh upaya hukum lain, termasuk ke pengadilan. Sementara kata mengikat dapat dimaknai putusan mahkamah
partai tidak hanya berlaku bagi para pihak yang berselisih, tetapi juga berlaku bagi parpol bersangkutan. Karena itu, putusan Mahkamah Partai khusus untuk jenis perselisihan yang
berkenaan dengan kepengurusan, harus dipandang sebagai hukum yang berlaku di internal partai politik.
Dengan demikian berdasarkan ketentuan tersebut bahwasanya Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal tersebut harus diterima
oleh masing- masing pihak yang bersengketa dengan penuh legowo atau lapang dada serta harus
dilaksanakan dengan itikad baik, untuk kepentingan yang lebih besar yaitu keutuhan dan persatuan dalam partai politik secara internal berikut kepentingan yang lebih besar lagui
kesatuan dan persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini kepentingan negara dan bangsa adalah di atas segalanya diatas kepentingan golongan dalam hal ini
kepentingan partai politik yang berselisih secara internal partai.
Berdasarkan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bukan termasuk sebagai badan peradilan seperti yang tercantum dalam Konstitusi. Putusan Mahkamah Partai yang bersifat final
dan mengikat terkait sengketa internal partai politik, menjadi semacam kerancuan mengingat hal tersebut hanya dimiliki oleh badan peradilan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 24
ayat 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tuntutan untuk mengakui bahwa Mahkamah Partai merupakan badan peradilan, hendaknya perlu memperhatikan kembali
substansi Pasal 24 ayat 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang di bawahnya yakni lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, telah secara limitatif
membatasi ruang lingkup badan peradilan.
Ketentuan konstitusional tersebut telah memberikan batasan secara limitatif terhadap ruang lingkup badan peradilan. Pencantuman nama badan peradilan yang ada di bawah
Mahkamah Agung menyebabkan tidak membenarkan keberadaan peradilan lain selain 4 lingkup tersebut. Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik
mempunyai makna, tidak ada upaya apa pun yang dapat ditempuh terhadap putusan perselisihan kepengurusan partai. Makna Pasal 33 ayat 1 secara jelas dipahami tidak termasuk perselisihan
yang berkenaan dengan kepengurusan partai. Tidak ada upaya apa pun yang dapat ditempuh terhadap putusan perselisihan kepengurusan partai. Jadi pasal tersebut secara normatif tidak
mengakibatkan hilangnya esensi kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D Undang- Undang Dasar Tahun 1945.
Memang belum ada ketentuan yang jelas mengenai maksud dan makna Putusan Mahkamah Partai yang bersifat final dan mengikat, namun menurut penafsiran penulis
bahwa apabila dalam tempo 60 enam puluh hari Mahkamah Partai Politik bisa menyelesaikan masalah tersebut, maka para pihak yang berselisih atau bersengketa secara
1131
internal dalam partai politik harus menerima keputusan tersebut. Namun demikian apabila dalam jangka waktu atau tempo tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik dilakukan
upaya hukum lain yaitu melalui jalur pengadilan.
Mahkamah Partai sebagai satu institusi partai yang bebas dan mandiri dalam melaksanakan tugas memeriksa dan memutus perselisihan internal partai.
Kewenangan Mahkamah Partai bersifat atributif dan secara fungsional menjalankan fungsi quasi peradilan. Sifat atributif kewenangan Mahkamah Partai secara tidak
langsung dan secara fungsional menempatkan Mahkamah Partai sebagai delegasi negara dalam partai politik yang pembentukan dan pengisiannya diserahkan kepada
masing-masing partai. Oleh sebab itu putusan-putusan Mahkamah Partai merupakan produk hukum yang wajib dipatuhi oleh seluruh fungsionaris dan anggota secara
internal dan secara eksternal wajib dihormati oleh semua pihak termasuk negara.
115
Mahkamah Partai dalam sistem pelembagaan partai secara teoritik tidak dapat dipisahkan dari konsep dasar pemisahan kekuasaan dalam rangka keseimbangan dan
kontrol bagi terbangunnya mekanisme demokratis dalam tubuh partai politik. Sebuah manifestasi konsep yang hendak menegaskan bahwa partai yang ideal secara internal
di dalam terdapat sistem hukum demokrasi yang secara prosedural berfungsi menegakkan aturan-aturan partai di antara anggota dan pengurus yang salin
berselisi. Kontekstualisasi konsep demikian semakin memapankan pandangan bahwa democracy without law unthinkable
atau dengan kata lain tidak ada demokrasi tanpa hukum dan sebaliknya tidak ada hukum tanpa demokrasi . Demokrasi tanpa hukum
menurut Aristotles adalah demagogi yakni suatu keadaan yang dipenuhi dengan kekacauan, manipulasi, agitasi, prokasi dan kerusakan di tengah masyarakat.
Hukumpun tanpa demokrasi akan melahirkan kekacauan dan kelaliman. Oleh sebab itu, kematangan berdemokrasi secara etik tidak dapat dipisahkan dari kepatuhan
terhadap norma-norma partai dan norma-norma negara. Demikian halnya dengan kehadiran Mahkamah Partai yang ditempatkan sebagai sala satu sistem penegakan
hukum internal partai politik.
116
Kewenangan Mahkamah Partai bersifat atributif dan secara fungsional merupakan delegasi negara dalam partai yang pembentukan dan pengisiannya
dilakukan oleh Partai Politik atas perintah undang-undang dengan kompetensi absolut memeriksa dan memutus penyelesaian perselisihan internal partai politik,
mengacu kepada semangat Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, seluruh jenis
perselisihan internal partai wajib melalui Mahkamah Partai sebelum diajukan kepada pengadilan negeri. Pengadilan negeri seharusnya tidak menerima suatu perkara
perselisihan internal partai jika sebelumnya tidak pernah didaftarkan, diperiksa dan diputus oleh Mahkamah Partai dalam masa waktu yang ditentukan oleh undang-
undang.
117
115
Firdaus, Mekanisme Penyelesaian Perseisihan Internal Partai Politik Menurut Undang- Undang Nomor 2Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik,Makalah disampaikan pada acara mendengar pendapat ahli pada sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Terkait Perselisihan Kepengurusan PPP pada hari Rabu-
Kamis 6-7 Mei 2015.
116
Ibid
117
Ibid
1132 Sebagai benteng keadilan internal, Mahkamah Partai menjadi tempat pertama
seluruh fungsionaris maupun anggota partai mengadu dan menggugat untuk membela hak-haknya atas perbuatan dan tindakan pengurus. Secara kelembagaan
kedudukannya Mahkamah Partai mandiri impartial untuk menjamin kemerdekaan atas kewenangannya dalam memutus perkara yang diperselisihkan. Fungsionaris
partai dan seluruh anggota bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dan partai. Tidak ada yang lebih istimewa dibanding yang lainnya. Anggota dan pengurus tidak
lagi tergantung pada kebaikan figur-figur tertentu dalam partai yang mengendalikan partai secara personal rule of man tetapi semuanya bergerak dan bertindak di bawa
hukum dan AD-ART partai sebagai dasar hukum penyelenggaraan seluruh fungsi, tugas dan wewenang partai rule of law. Kehadiran Mahkamah Partai sebagai
delegasi negara tidak terlepas atas fungsi publik yang dijalankan oleh partai. Keberadaannya untuk menjamin dan melindungi hak dan kewajiban setiap orang-
orang yang tergabung di dalam partai dari kemungkinan perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh fungsionaris partai. Memberikan perlindungan dan jaminan kepastian
hukum terhadap anggota, terutama anggota yang sedang dalam jabatan-jabatan publik pemerintahan.
118
Ketentuan tersebut sangat jelas, bahwa Putusan Mahkamah Partai bersifat final dan mengikat secara internal. Kata bersifat final dan mengikat secara internal berarti tidak
dimungkinkan atau tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh oleh anggota maupun pengurus terhadap putusan Mahkamah Partai. Pasal 33 ayat 1 secara tidak langsung
mengecualikan Pasal 32 ayat 5 sepanjang tercapai keputusan Mahkamah Partai. Jika dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dalam Pasal 32 tidak tercapai,
penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri. Makna penyelesaian perselisihan “tidak tercapai” dapat dikategorikan dalam dua jenis: pertama, tidak ada
Putusan Mahkamah Partai; dan kedua, terdapat Putusan Mahkamah Partai tetapi para pihak tidak tidak puas atau tidak menerima Putusan Mahkamah Partai. Jika kategori pertama
yang terjadi, maka penyelesaian perselisihan kepengurusan partai termasuk dalam kompetensi pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 33 ayat 1
UU Nomor 2 Tahun 2011. Tidak adanya Putusan Mahkamah Partai dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain Majelis Mahkamah Partai tidak ada, permohonan sengketa tidak
diterima oleh Mahkamah Partai. Selanjutnya jika kategori kedua yang terjadi maka 23 dari peserta forum pengambilan keputusan tertinggi partai politik sebagai pihak yang
memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan kepengurusan di pengadilan negeri menjadi hilang, kecuali, pelanggaran terhadap hak
anggota partai politik, pemecatan tanpa alasan yang jelas, penyalagunaan kewenangan, pertanggungjawaban keuangan, dan keberatan terhadap keputusan partai politik. Hal
tersebut berkenaan dengan Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, yang mengatur legal standing yang termasuk sebagai pihak dalam
penyelesaian perselisihan kepengurusan partai politik jika pergantian kepengurusan ditolak oleh paling rendah 23 dua pertiga dari forum tertinggi pengambilan keputusan partai
politik. Perselisihan kepengurusan yang dimaksud oleh pasal tersebut adalah pengurus pusat. Perselisihan kepengurusan sangat mungkin terjadi di antara dalam kurung waktu
satu periode kepengurusan, mulai sejak kepengurusan baru dibentuk hingga menjelang
118
Ibid
1133 akhir kepengurusan. Dapat disimpulkan bahwa yang memenuhi kriteria untuk dapat
dikategorikan sebagai perselisihan kepengurusan partai adalah ketika suatu kepengurusan ditolak oleh paling rendah 23 jumlah peserta forum tertinggi pengambilan keputusan
partai politik.
119
Keberadaan penyelesaian internal partai politik melalui sebuah lembaga Mahkamah Partai Politik sebenarnya dapat ditafsirkan sebagai upaya alternatif
penyelesaian sengketa melalui forum internal partai, sebelum melakukan upaya hukum ke pengadilan. Alternatif Penyelesaian Sengketa APS atau Alternative
Dispute Resolution ADR adalah suatu cara penyelesaian sengketa di samping cara yang pada umumnya ditempuh oleh masyarakat pengadilan. APS disebut juga
alternatif penyelesaian di luar pengadilan out-of-court dispute settlement, meskipun dewasa ini penerapan salah satu mekanisme APS, yakni Mediasi, telah pula
diterapkan sebagai bagian dari proses persidangan perdata. Perkembangan APS antara satu negara dengan negara lain berbeda-beda, namun selalu ada kaitannya
dengan kondisi sosial, politik, ekonomi, hukum, ekonomi dan kelengkapan infrastruktur teknologi dan transportasi dari negara yang bersangkutan. Selain
perbedaan kondisi, tetap ada kesamaan mengenai faktor pendorongnya, yakni sebagai akibat kebutuhan pelaku usaha mengenai penyelesaian yang efisien dari segi
waktu dan biaya, dan sebagai akibat dari keterbatasan pengadilan dan demokratisasi hukum, serta sinergi dari kedua faktor pendorong tersebut.
120
Untuk lebih jelasnya, Penyelesaian Sengketa Alternatif Alternative Dispute Resolution dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagaimana berikut ini akan
diuraikan secara singkat masing-masing bentuknya baik yang telah disebutkan oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, yaitu: 1 Konsultasi
Merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara satu pihak tertentu yang disebut klien dengan pihak lain yang disebut konsultan, yang memberikan
pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan atau kebutuhannya
2 Negosiasi Negotiation Negosiasi merupakan proses komunikasi 2 dua arah yang dirancang untuk
mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki kepentingan yang sama maupun berbeda, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.
Negosiasi, adalah istilah lain dari musyawarah untuk mufakat. Semua orang, secara alamiah, cenderung untuk menempuh cara ini ketika menghadapi
perselisihan dengan pihak lain sebelum cara lain untuk menemukan solusi terbaik atas sengketa yang terjadi.
3 Mediasi Penengahan Mediasi merupakan mekanisme cara penyelesaian sengketa melalui perundingan
di antara para pihak dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut Mediator, dengan tujuan tercapainya kesepakatan damai dari pihak
bersengketa. Berbeda dengan hakim dan Arbiter, Mediator hanya bertindak
119
Ibid
120
Fitri Agustina, Kedudukan Mahkamah Partai Politik Dalam Penyelesaian Sengketa Internal
Berdasarkan Undang- Undang Nomor Tahun 11 , Jurnal Lentera Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Jember.
1134 sebagai fasilitator pertemuan dan tidak memberikan keputusan atas sengketa -
para pihak sendiri yang memegang kendali dan menentukan hasil akhirnya, apakah akan berhasil mencapai perdamaian atau tidak. Inisiatif penyelesaian
sengketa tetap berada di tangan para pihak yang bersengketa, dengan demikian hasil penyelesaian sengketa bersifat kompromi.
4 Konsoliasi Permufakatan Konsoliasi adalah penyelesaian sengketa dengan intervensi konsiliator dimana
konsoliator lebih bersifat aktif dengan mengambil inisiatif menyusun dan merumuskan langkah-langkah penyelesaian ang selanjutnya diajukan dan
ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa. Meskipun demikian, konsoliator tidak berwenang membuat putusan, tetapi hanya berwenang membuat
rekomendasi, yang pelaksanaannya sangat bergantung dari itikad baik para pihak yang bersengketa sendiri. Konsiliasi, merupakan suatu aliansi dari dua pihak atau
lebih yang sepakat untuk bergabung dalam tindakan bersama atau terkoordinasi melawan pihak atau koalisi lain. Dalam hal ini koalisi mengumpulkan,
mengkatalisasi, memediasi dan meneruskan kepentingan
5 Arbitrase Merupakan salah satu bentuk adjudikasi privat, dengan melibatkan pihak ketiga
arbiter yang diberi kewenangan penuh oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa, sehingga berwenang mengambil keputusan yang bersifat final dan
mengikat binding. Arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa dengan cara menyerahkan kewenangan kepada pihak ketiga yang netral dan independen, yang
disebut Arbiter, untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat pertama dan terakhir. Arbitrase mirip dengan pengadilan, dan Arbiter mirip dengan hakim
pada proses pengadilan. Dalam suatu hubungan bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa. Sengketa yang perlu diantisipasi adalah
mengenai bagaimana cara melaksanakan klausul-klausul perjanjian, apa isi perjanjian ataupun disebabkan hal lainnya.
6 Good Office Jasa Baik Merupakan penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga yang
memberikan jasa baik berupa penyediaan tempat atau fasilitas-fasilitas untuk digunakan oleh para pihak yang bersengketa untuk melakukan musyawarah atau
perundingan guna mencapai penyelesaian, dalam hal ini pihak ketiga bersifat pasif.
7 Summary Jury Trial Pemeriksaan Juri Secara Sumir Merupakan mekanisme penyelesaian sengketa khas oleh negara-negara
peradilannya memakai sistem jury, khususnya Amerika. Suatu sengketa diajukan kepada jury yang sebenarnya untuk diputuskan. Keputusan ini sifatnya tidak
mengikat dan para jury tidak mengetahui bahwa keputusannya tidak mengikat
8 Mini Trial Persidangan Mini Hampir sama dengan Summary Jury Trial ; bedanya hanya tanpa adanya jury
penasehat advisory jury. Dalam proses ini, pengacara membuat suatu presentasi ringkas mengenai perkara masing-masing dihadapan suatu panel yang terdiri atas
wakil masing-masing pihak untuk merundingkan dan menyelesaikan perkara tersebut.
9 Rent a Judge Menyewa Hakim Pengadilan Mekanisme penyelesaian sengketa dengan cara para pihak menyewa seorang
hakim pengadilan, biasanya yang sudah pensiun untuk menyelesaikan sengketa.
1135 Para pihak membuat suatu kontrak yang isinya menyatakan bahwa mereka akan
menaati keputusan hakim tersebut; Jadi, pada dasarnya yang mengikat disini bukanlah putusannya, tetapi kontraknya itu sendiri.
10 Mediasi Arbitrase Med-Arb Merupakan bentuk kombinasi penyelesaian sengketa antara mediasi dan
arbitrase atau merupakan proses penyelesaian sengketa campuran yang dilakukan setelah proses mediasi tidak berhasil. Caranya sebelum sengketa
diajukan kepada arbitor, terlebih dahulu harus diajukan kepada mediator. Mediator membantu para pihak untuk melakukan perundingan guna mencapai
kesepakatan. Jika para pihak tidak mencapai kesepakatan, maka mediator memberikan pendapatnya agar penyelesaian sengketa tersebut diajukan kepada
arbitrator; yang dapat bertindak sebagai arbitrator bisa mediator yang bersangkutan atau orang lainnya.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa prosedur penyelesaian sengketa internal partai politik berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 harus
diselesaikan terlebih dahulu secara internal melalui Mahkamah Partai Politik. Prosedur penyelesaian ini mengacu pada ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Apabla penyelesaian melalui jalur Mahkamah Partai Politik gagal atau menemui kebuntuan, maka upaya penyelesaian berikutnya
adalah dengan melakukan upaya hukum ke pengadilan. Hal ini disebutkan dalam ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, yang
menyatakan bahwa: 1 dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 tidak
tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri 2 putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan
hanya dapat diajukan kasasi kepada mahkamah agung. 3 perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselesaikan oleh pengadilan negeri
paling lama 60 enam puluh hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh mahkamah agung paling lama 30 tiga puluh hari
sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan mahkamah agung
Berdasarkan isi ketentuan pasal tersebut, jelas bahwa penyelesaian melalui jalur pengadilan merupakan upaya penyelesaian akhir manakala upaya penyelesaian
melalui jalur Mahkamah Partai Politik menemui kebuntuan atau tidak ada penyelesaian yang memuaskan bagi para pihak yang bersengketa. Dalam
penyelesaian melalui jalur pengadilan mengisyaratkan bahwa hasil penyelesaian berupa Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan
hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Artinya setelah melalui putusan pengadilan negeri, tidak bisa dilakukan upaya hukum banding, melainkan
langsung melalui upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
121
Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara prosedural apabila ada sengketa atau perselisihan secara internal dalam partai politik, maka yang menjadi
penyelesaian utama tetap berada pada Mahkamah Partai Politik sedangkan apabila tidak dapat diselesaikan barulah diselesaikan melalui jalur pengadilan. Artinya para
pihak tidak bisa langsung menyelesaikan melalui jalur pengadilan karena hal tersebut sifatnya wajib diselesaikan melalui jalur internal partai terlebih dahulu, dalam hal ini
121
Fitri Agustina, Kedudukan Mahkamah Partai Politik Dalam Penyelesaian Sengketa Internal
Berdasarkan Undang- Undang Nomor Tahun 11 , Jurnal Lentera Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Jember.
1136 melalui Mahkamah Partai Politik. Dengan demikian prosedur tersebut harus
dilaksanakan dengan baik sebagai amanat undang-undang partai politik. Terhadap perselisihan kepengurusan yang telah diputus oleh Mahkamah
Partai bersifat final dan mengikat secara internal. Ketentuan tersebut menutup upaya hukum, tidak saja kepada seluruh anggota dan pengurus partai tetapi juga pengadilan
negeri. Pengadilan negeri tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara perselisihan kepengurusan partai politik yang telah
mendapatkan putusan Mahkamah Partai. Kompetensi Pengadilan Negeri hanya ada jika penyelesaian perselisikan pada tingkat Mahkamah Partai tidak tercapai atau
tidak sampai pada putusan karena berbagai hal. Sepanjang Mahkamah Partai sampai pada putusan dalam menyelesaikan perselisihan kepengurusan partai maka sejauh
itu, pengadilan negeri tidak memiliki kompetensi. Atas dasar itu, pengadilan negeri hanya memiliki kompetensi relatif dalam menyelesaikan perselisihan kepengurusan
partai.
122
Penutup
Perselisihan Partai Politik adalah sengketa khusus yang memiliki acara khusus sehingga butuh penangan khusus. Dalam pemeriksaan perkara hendaknya
memperhatikan jangka waktu pembatasan perkara tersebut, walaupun terhadap pelanggaran waktu tersebut tidak mengakibatkan batal putusan. Prosedur
penyelesaian sengketa internal partai politik berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 mengacu pada Pasal 32 bahwa jika terjadi perselisihan internal dalam
partai politik, maka secara ketentuan partai sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar AD maupun Anggaran Rumah Tangga ART penyelesaiannya diserahkan
kepada Mahkamah Partai Politik. Istilah atau sebutan Mahkamah Partai Politik di setiap partai bisa berbeda namun memiliki essensi yang sama yaitu berwenang untuk
mengatasi perselisihan partai secara internal sebelum diselesaikan keluar eksternal. Susunan atau keanggotaan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain
sebagaimana dimaksud disampaikan oleh pimpinan partai politik kepada kementerian dalam hal ini kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Menkumham. Memang tidak ada ketentuan penjelasan dalam Pasal 32 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik ini menyangkut pembentukan
Mahkamah Partai Politik tersebut tapi keanggotaan Mahkamah Partai Politik ini harus memiliki netralitas atau ketidakberpihakan terhadap perselisihan internal yang
terjadi.
Penyelesaian melalui jalur pengadilan merupakan upaya penyelesaian akhir manakala upaya penyelesaian melalui jalur Mahkamah Partai Politik menemui
kebuntuan atau tidak ada penyelesaian yang memuaskan bagi para pihak yang bersengketa. Dalam penyelesaian melalui jalur pengadilan mengisyaratkan bahwa
hasil penyelesaian berupa Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Artinya
setelah melalui putusan pengadilan negeri, tidak bisa dilakukan upaya hukum banding, melainkan langsung melalui upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
122
Firdaus, OpCit
1137
DAFTAR PUSTAKA
Azed, Abdul Bari dan Makmur Amir, 2005. Pemilu dan Partai Politik di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Asshiddiqie, Jimly, 2005. Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan
Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press. Daniele, 2011. Party Systems, dalam daniele Carmani, ed., Comparative Politics,
Oxford: Oxford University Press. Firdaus, 2015. Mekanisme Penyelesaian Perseisihan Internal Partai Politik Menurut
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Firdaus, 2012. Implikasi Sistem Kepartaian Terhadap Stabilitas Pemerintahan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen UUD 1945, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Pdjadjaran. Bandung.
Gentili, Anna Maria, 2005. Party, Party Systems and Democratisation in Sub-Saharan Africa, Sixth Global Forum on Reinventing Government, Seoul,
Republic of Korea 24-27 May. Garrett, Elizabeth, Is the Party Over? The Court and the Political Process, The law
School the University of Chicago, Public Law and Legal Theory Working Paper no. 29.
Haryanto, 1984. Partai Politik Suatu Tinjauan Umum, Yogyakarta: Liberty. Kuswanto, 2016. Penyederhanaan Partai Politik Penguatan Sistem Presidensial dalam
Perspektif Pancasila dan Konstitusi, Malang: Intelegensia Media.
McKay, David, 2000. Essentials of American Government, Westview Press: United States of America.
Hagopian, Mark, N, 2004. Pendidikan Pancasila ; Topik Aktual Kenegaraan dan Kebangsaan, Malang: Universitas Negeri Malang.
Poerwantana,P.K, 1994. Partai Politik di Indonesia, Jakarta: P.T. Rineka Cipta. Thoha, Miftah, 2014. Birokrasi Politik Pemilihan Umum Di Indonesia, Jakarta: Kencana.
Surbakti, Ramlan, 1994. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Sanit, Arbi, 2003. Menggugat Partai Politik, Jakarta; Pena Media Utama.
Soedarsono, 2004. Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Demokrasi : Penyelesaian
Sengketa Hasil Pemilu 2004 oleh Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi RI.
DESAIN PENYELESAIAN SENGKETA INTERNAL PARPOL BERBASIS KEADILAN SUBSTANTIF DALAM BINGKAI HUKUM PROGRESIF
Oleh : Sirajuddin
Kata Kunci : Sengketa, Partai politik dan Hukum Progresif
1138
Pendahuluan
Kehadiran partai politik dalam sebuah negara hukum yang demokratis telah menjadi sebuah keniscayaan. Partai politik dibentuk secara sengaja untuk merebut kekuasaan dalam
Negara, dan pemilihan umum menjadi arena bagi partai politik guna mendapatkan kepercayaan warga pemilih.
Ironisnya, partai politik di Indonesia lebih sibuk dengan urusan internalnya sendiri, bahkan terseret dalam arus pusaran konflik yang seakan tak berkesudahan Konflik internal yang
kerap menimpa partai politik di Indonesia selalu berujung pada perpecahan para elitenya. Cara elite parpol menafsirkan platform dan kebijakan parpol atas isu-isu tertentu sangat berpengaruh
dalam membentuk pragmatisme politik yang berpotensi merusak soliditas partai politik.
Secara jujur harus diakui bahwa elite parpol sering kali menempatkan kekuasaan sebagai tujuan utama berpolitik dan menjadikan parpol sebagai kendaraan untuk mengejar kekuasaan.
Para politisi abai, hadirnya parpol dalam sebuah sistem politik dilandasi oleh tujuan dan agenda politik yang ingin dicapai melalui perebutan kekuasaan. Dalam konteks ini, kekuasaan hanya
sebagai sarana dan instrumen untuk mewujudkan cita-cita politik.
Tak pelak, kondisi ini berimplikasi pada persepsi publik terhadap eksistensi partai politik dan politisi. Dalam berbagai jejak pandapat publik yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia
LSI dan Saiful Mujani Research and Consulting SMRC sejak 2004, secara konsisten ditemukan fakta bahwa masyarakat cenderung berpandangan negatif terhadap institusi parpol dan para
politisi. Karena para politisilah yang mengisi lembaga DPR, persepsi terhadap DPR pun secara konsisten cenderung negatif. Menurut LSI, di awal tahun ini, tingkat kepercayaan masyarakat
kepada parpol dan DPR berada di kisaran 50 persen. Ini angka terendah dibandingkan dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Presiden sebesar 83 persen, KPK 81 persen dan TNI 83
persen. Angka ini lebih rendah lagi pada 2014, setelah pemilu legislatif dan pemilu presiden.Pada Oktober 2014, kepercayaan terhadap parpol dan DPR ada di kisaran 40 persen. Peningkatan pada
awal 2015 dapat saja dimaknai positif, tetapi kemungkinan besar peningkatan kepercayaan itu lebih karena tingkat harapan masyarakat yang tinggi ke pemerintahan baru.
123
Persepsi negatif masyarakat ini tampaknya berkorelasi dengan apa yang tergambar dan terlihat oleh masyarakat atas perilaku atau informasi yang sampai kepada mereka tentang parpol
dan politisi di dalamnya. Ketika diminta menggambarkan parpol dan politisi, dalam berbagai jajak pendapat tersebut, tiga hal yang paling diingat masyarakat semuanya negatif. Biasanya
masyarakat selalu mengemukakan bahwa politisi adalah orang yang hanya peduli pada kepentingan pribadinya, banyak berjanji, tetapi lebih sering tidak menepatinya, dan lebih suka
bicara tentang diri mereka. Dengan ingatan negatif seperti ini, tak mengherankan kalau tingkat kepercayaan publik akan selalu rendah terhadap parpol.
124
Sengketa Partai Politik : Akar Masalah Implikasi
Dari sisi terminologis, istilah partai membawa gagasan tentang bagian part. Istilah part masuk ke dalam bahasa Perancis partager, yang artinya membagi-bagi, dan masuk dalam
bahasa nggris partaking mengadakan kemitraan dan partisipasi .
125 123
Lihat Djayadi anan, . Parpol dan Persepsi Publik artikel dalam arian
Kompas, 11 April 2015
124
Ibid
125
Sigit Pamungkas, 2011. Partai Politik : Teori dan Praktiknya di Indonesia, Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism, hlm. 9
1139
Partai politik oleh para ahli didefinisikan secara beragam. Carl J. Friedrich mengartikan partai politik sebagai sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut
atau mempertahankan penguasaan pemerintahan bagi pimpinan partainya, dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun
materiil.
126
Miriam Budiarjo
127
secara umum mendefiniskan partai politik sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang
sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
Sementara Ramlan Surbakti
128
mendefinisikan partai politik sebagai kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi yang stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi
tertentu, dan berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintaha melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun.
Partai politik menurut UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila
Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
Dari berbagai definisi yang ada, Sigit Pamungkas merumuskan beberapa unsur penting dari partai politik, antara lain : pertama, partai politik merupakan sebuah organisasi. Sebagai
sebuah organisasi tentu saja partai tunduk pada aturan main dan manajemen sebuah organisasi; Kedua, partai politik merupakan instrumen perjuangan atas sebuah nilai yang mengikat
kolektivitas organisasi; ketiga, perjuangan partai adalah melalui struktur kekuasaan, sehingga partai sesungguhnya adalah berorientasi kekuasaan, yaitu untuk mendapatkan, mempertahankan
dan memperluas kekuasaan; keempat, intrumen untuk meraih kekuasaan adalah melalui arena pemilu.
129
Selanjutnya, ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal usul partai politik. Pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai
politik. Kedua teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan akibat perubahan masyarakat secara luas.
Ketiga teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi.
Dalam kepustakaan ilmu politik, sering dikemukakan bahwa partai politik mempunyai peranan : a dalam proses pendidikan politik; b sebagai sumber rekruitmen para pemimpin
bangsa guna mengisi berbagai macam posisi dalam kehidupan bernegara; c sebagai lembaga yang berusaha mewakili kepentingan masyarakat, dan d sebagai penghubung antara penguasa
dan rakyat.
Sementara itu, Mukthie Fadjar menegaskan fungsi parpol secara umum adalah :
130 126
Pendapat Carl J. Frederich dikutip oleh Miriam Budiarjo, 2008. Dasar dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 404
127
Ibid
128
Ramlan Surbakti, 1994. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, hlm. 116
129
Sigit Pamungkas, partai…op. cit, hlm. 5-6
130
Abd. Mukthie Fadjar, 2012. Partai Politik dalam Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia, Malang: Setara Press, hlm. 18 - 20
1140
a. Sebagai sarana komunikasi politik, yaitu di satu pihak merumuskan kepentingan interest articulation dan menggabungkan atau menyalurkan kepentingan interest aggregation
masyarakat untuk disampaikan dan diperjuangkan kepada pemerintah, sedangkan di pihak lain juga berfungsi menjelaskan dan menyebarluaskan kebijaksanaan pemerintah kepada
masyarakat khususnya anggota partai politik yang bersangkutan.
b. Sebagai sarana sosialisasi politik, yaitu proses dimana seseorang memperoleh pandangan, orientasi, dan nilai-nilai dari masyarakat di mana dia berada. Proses tersebut juga mencakup
proses di mana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
c. Sebagai sarana rekrutmen politik instrument of political recruitment, yakni proses melalui mana partai mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi
dalam proses politik. d. Sebagai sarana pengatur konflik, yakni bahwa dalam Negara demokratis yang masyarakatnya
terbuka dan plural, perbedaan dan persaingan pendapat sangatlah wajar, akan tetapi sering menimbulkan konflik sosial yang sangat luas. Oleh karena itu, konflik harus bisa dikendalikan
atau dijinakkan agar tidak berlarut-larut yang bisa menggoyahkan dan membahayakan eksistensi bangsa. Dalam hal ini, parpol dapat berperan menekan konflik seminimal mungkin.
Pasal 10 UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dinyatakan bahwa tujuan Parpol adalah : a meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; b Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan c Membangun etika dan
budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pasal 11 UU partai politik menegaskan fungsi dari partai politik sebagai sarana : a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat agar menjadi warga Negara yang sadar akan
hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk
kesejahteraan masyarakat; c. menyerap, menghimpun dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam merumuskan dan
menetapkan kebijakan publik; d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Keberdaaan partai politik di Indonesia, sebenarnya bisa dilacak sejak sebelum kemerdekaan. Pada masa pra kemerdekaan ini, terdapat beberapa tahapan yang dapat diamati
Pertama, partai adalah kelanjutan dari gerakan dan sekaligus terjemahan dari rasa nasionalisme dan rasa kebangsaan yang berkembang pada waktu itu. Pada awalnya dibangun gerakan yang
berorientasi lokal, etnik, kemudian meluas dan mencakup seluruh bangsa.
131
Pendirian SI dan Boedi Utomo yang semula berorientasi non-politik menjadi hal penting yang kemudian menumbuhkan partai politik. Menurut Dhakidae, SI dapat dikatakan sebagai cikal
bakal dari partai-partai Indonesia modern, terutama karena luas jangkauannya, yaitu keluar dari
131
Daniel Dhakidae, . Partai partai politik ndonesia : Kisah Pergerakan dan
Organisasi dalam patahan patahan Sejarah dalam Kompas, 1999. Partai Partai Politik Indonesia, Jakarta; Kompas, hlm. 7
1141
garis etnik dan ras yang dimungkinkan oleh agama. Sementara itu Indische Partij 1912 membuka cakrawala baru yang lebih luas daripada SI. Sebab, IP membuka dirinya kepada semua
orang yang menganggap tanah Hindia Belanda sebagai tanah airnya, terlepas dari ras dan warna kuliut dan termasuk agama.
132
Tahap penting kedua dari perkembangan kepartaian pada masa pra kemerdekaan ini adalah adanya pembentukan Volksraad 1918. Volksraad kekuasaannya sangat terbatas.
Volksraad hanya diberi kekuasaan sebagai penasehat , oleh karenanya dewan ini sebenarnya tidak bisa disamakan dengan parlemen. Selain itu tidak ada menteri yang bertanggung jawab
kepada Volksraad, karenanya ia tidak bisa mengubah pemerintahan. Ia juga tidak pula memiliki kekuasaan untuk menentukan anggaran belanja. Janji Gubernur Jenderal Belanda untuk
memberikan hak-hak politik dan menaikkan status Indonesia tidak pernah menjadi kenyataan.
Selanjutnya pada era pasca kemerdekaan, partai politik muncul sebagai kebutuhan negara baru untuk memperkuat keberadaan negara yang membutuhkan dukungan dari segenap
kekuatan politik rakyat. Awalnya, muncul perdebatan antara Soekarno dengan Hatta mengenai format kepartaian yang ideal. Soekarno mengajukan proposal partai tunggal, yaitu PNI, karena
demokrasi tidak perlu diterjemahkan sebagai kesempatan rakyat membentuk partai. Sedangkan Hatta berpendapat bahwa demokrasi memerlukan partai politik yang dibangun dan dibentuk oleh
rakyat, karenanya keterlibatan rakyat dalam mendirikan partai politik sebagai sesuatu yang tidak terelakkan.
Hatta sebagai Wakil Presiden kemudian menandatangani beberapa ketetapan yang kemudian sangat menentukan sistem pemerintahan dan sistem kepartaian di Indonesia pada
masa-masa awal setelah kemerdekaan. Ketetapan pertama yang dikeluarkan adalah Maklumat Wakil Presiden No. X Tahun 1945 tanggal 16 Oktober 1945 mengenai perubahan peran dan fungsi
menjadi sebagai ganti keberadaan MPR dan DPR. Konsekuensinya kekuasaan presiden menjadi berkurang. Sitem parlementer ini membuat sistem pertanggungjawaban dalam pemerintahan
dari dewan menteri kepada parlemen yang dalam hal ini adalah KNPI. Sehingga presiden tidak lagi berkedudukan sebagai kepala pemerintahan namun hanya sebagai kepala Negara.
133
Demi kepentingan itu mengharuskan adanya partai-partai politik maka tanggal 3 November 1945 dikeluarkan Maklumat yang selanjutnya membawa Indonesia kedalam era
multipartai. Isi dari Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945: pertama, Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan partai-partai politik itulah dapat
dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran yang ada dalam masyarakat; kedua, Pemerintah berharap supaya partai politik-partai politik telah tersusun sebelum dilangsungkannya pemilihan
anggota badan-badan perwakilan rakyat pada bulan Januari 1946.
134
Sementara pada era Demokrasi Terpimpin ditandai oleh terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi: pertama, pembubaran Konstituante; kedua, pemberlakuan kembali UUD 1945
dan tidak berlakunya lagi UUDS; ketiga, pembentukan MPRS, terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan; serta pembentukan
DPAS yang akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya Saidi, 2009;34. Dekrit tersebut menandai 1berakhirnya pemerintahan oleh partai-partai, 2berakhirnya sistem
parlementarian yang mengarah ke presidensialisme, dan 3dan berakhirnya liberalisme politik ke otoritarianisme.
132
Ibid, hlm. 4
133
Moh. Mahfud MD, 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 46-47
134
Ibid, hlm. 48
1142
Ada beberapa faktor yang mendorong Presiden Soekarno untuk mengubur partai-partai politik
135
. Pertama, kegagalan Konstituante menghasilkan konstitusi baru. Kedua, adanya pemberontakan-pemberontakan di daerah dan frustasi terhadap Belanda yang tetap menduduki
Papua. Ketiga, memperkokoh posisi pihak yang menuntut bahwa Indonesia memerlukan pemimpin yang kuat . Keempat, adanya frustasi yang memuncak disebabkan oleh anggapan
bahwa pergantian pemerintahan yang terus- menerus dalam situasi krisis nasional. Kelima, hilangnya kepercayaan terhadap proses-proses demokratis yang diterapkan saat itu sebagai
akibat dari adanya korupsi, nepotisme ,dan penyia-nyiaan sumberdaya pemerintah.
Selanjutnya era Orde Baru, kepartaian era Orde Baru diawali dengan pembubaran PKI dan Partindo. PKI dituduh terlibat dalam peristiwa G30SPKI 1965, sedangkan Partindo dianggap
memiliki kedekatan dan member dukungan terhadap program-program PKI 1966. Dengan demikian, dari sepuluh partai politik era Soekarno tinggal 8 delapan partai politik yang
diperbolehkan hidup; PNI, NU, PSII, Perti, IPKI, Partai Katholik, Parkindo, dan Murba. Pada masa berikutnya, Orde Baru melarang usaha-usaha untuk menghidupkan kembali Masyumi, tetapi
mengakomodasi kepentingan politik eks Masyumi dengan mengijinkan pendirian Parmusi dengan catatan tidak melibatkan individu-individu penting dan struktur Masyumi dalam pendirian
Parmusi 1968. Kehendak Hatta, yang didukung eksponen HMI dan PII, untuk mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia PDII juga ditolak, 1967.
Langkah Orde Baru berikutnya adalah memaksakan fusi partai 1973. Kelompok Persatuan Pembangunan menjadi Partai Persatuan Pembangunan dan Kelompok Demokrasi
Pembangunan menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Sejak saat itu Indonesia memasuki era yang disebut dengan era dua partai satu Golkar’. Orde Baru mendefinisikan Golkar sebagai bukan
partai politik, tetapi sebagai organisasi kekaryaan, meskipun hakekat Golkar adalah partai politik. Format dua partai satu Golkar kemudian menutup pintu bagi pembentukan partai baru
berikutnya.
136
Era reformasi menandai euphoria terhadap partai politik. Menurut Pamungkas, terdapat dua momentum penting yang kemudian mengubah dan mempengaruhi dinamika dan struktur
kepartaian pada masa ini. Pertama, diterbitkannya UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik. Kedua, adanya amandemen UUD 1945. Amandemen ini menjadi kontribusi paling penting
dari partai politik dalam menata dan mengarahkan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Dua hal tersebut kemudian menjadi semacam milestone yang mengubah dan membentuk struktur
kepartaian dan dinamika politik yang saat ini ada.
137
Akibat dari UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik menjadikan kepartaian pada era reformasi dipenuhi oleh partai yang lahir dengan mengambil inspirasi kepartaian pada masa
pasca kemerdekaan, partai yang dikonstruksi ketika Orde Baru, dan partai-partai baru yang tidak memiliki presiden historis sebelumnya. Hampir semua aliran ideologi dan partai yang pernah
hidup pada masa sebelumnya, kecuali komunis, hadir kembali dan berkonsentrasi dengan partai- partai yang memang sama sekali baru. Sangat kecil penolakan terhadap dibuangnya format
politik dua partai satu golkar’ dan diperkenalkannya sistem multi partai. Tiba-tiba demokrasi multipartai seolah dilihat sebagai satu-satunya pilihan yang berkalayakan. Menurut Bourchier
keadaan ini ada miripnya dengan November 1945, masa terakhir ketika partai politik tumbuh subur di Indonesia
135
Pendapat Evans sebagaimana dikutip Sigit Pamungkas, Partai…Op. Cit, hlm. 151
136
Ibid
137
Ibid
1143
Kemiripan itu adalah sehubungan dengan hal-hal sebagai berikut; euphoria setelah berhasil keluar dari suatu kurun panjang represi politik, banyaknya kepentingan politik yang
sodok-menyodok berebut posisi, dan tidak adanya otoritas politik yang punya kemauan mencegah hal itu. Bahkan pandangan lain menempatkan kelahiran lebih dari seratus partai politik
dalam hitungan yang sangat singkat sebagai fenomena yang mengalahkan periode awal berkembangnya partai politik pasca Maklumat Nomor X Wakil Presiden.
138
Hingga saat ini, secara jujur harus diakui bahwa fungsi dan peran ideal yang seharusnya dilakukan oleh Parpol sebagaimana disebutkan diatas tidak berwujud sebagai sebuah kenyataan,
yang terlihat adalah partai politik larut dalam konflik internal. Konflik internal dalam parpol hampir melanda semua partai yang meraup suara dalam Pemilu 1999. Konflik ditubuh PBB
berlangsung sejak Muktamar I PBB di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur 28 April-1 Mei 2000, PAN Pasca Kongres Pertama di Yogyakarta pada pertengahan Februari 2001 ditinggal 16
anggota Pengurus pusat yang dimotori Faisal H. Basri, PKB dilanda kemelut internal Pasca Sidang Istimewa MPR akhir Juli 2000, PPP dilanda Konflik pasca Mukernas II 13-14 Oktober 2001 yang
kemudian melahirkan beberapa Partai baru dan konflik ditubuh Golkar berlangsung konflik internal menyusul dugaan terlibat Ketua DPP Partai Golkar Akbar Tanjung dalam kasus dana
nonbudgeter Bulog.
Bahkan Konflik
terkini yang
terjadi Partai Golkar dan Partai
Persatuan Pembangunan bukan fenomena baru dalam sejarah parpol di Indonesia. Sejarah mencatat,
konflik internal dan dinamika lain di kedua parpol itu melahirkan sejumlah parpol baru yang mulai berkiprah sejak Pemilu 1999. Dalam perjalanannya, parpol-parpol baru itu ada yang bubar,
ada yang sempat bertahan dalam satu atau dua pemilu, ada juga yang bisa bertahan sampai sekarang.
Ciri utama dari perpecahan parpol umumnya dimulai dengan konflik antarelite terkait dengan sikap mereka terhadap strategi dalam merebut kekuasaan. Pragmatisme politik yang
didorong oleh hasrat untuk berkuasa yang tinggi membuat sejumlah elite memisahkan diri dari parpol induk dan mendirikan parpol baru
.
Konflik dan perpecahan yang terjadi dalam tubuh partai politik menurut Chudry Sitompul disebabkan oleh beberapa faktor; Pertama, bipolaritas kepentingan
politik yang berpengaruh terhadap harmoni partai. Bipolaritas antara pragmatisme yang menjangkiti kaderelite partai berhadapan dengan idealisme yang dipegang
oleh kaderelite partai yang teguh mempertahankan jiwa ideologi dan garis konstitusional partai.
139
Kedua, terhambatnya proses regenerasi akibat pola kepemimpinan yang patronatif, kharismatik, feodalistik yang menjegal kompetisi
demokratis dalam pergantian kepemimpinan partai.
140
Faktor ketiga, masih menurut Chudry Sitompul adalah adanya intervensi kekuasaan politik dan modal, yang pada umumnya dilakukan poros kepentingan yang
138
Cornelis Lay, 2006. Involusi Politik : Esai-esai Transisi Indonesia, Yogyakarta: PLOD UGM JIP, hlm. 65
139
Chudry Sitompul, .
Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multi Partai di Indonesia
Artikel dalam Jurnal Legislasi, Vol 5 No. 1, 2010, Jakarta: BPHN. Versi dalam dunia mayainternet dari artikel Chudry Sitompul ini bisa dilihat Jurnal Legislasi Indonesia yang
termuat dalam
http:ditjenpp.kemenkumham.go.idhtn-dan-puu437-konflik-internal-partai- sebagai-salah-satu-penyebab-kompleksitas-sistem-multi-partai-di-indonesia.html
140
Ibid
1144 merepresentasikan keinginan pemerintah untuk menumpulkan resistensi oposisional
partai terhadap kebijakan pemerintah.
141
Intervensi modal dalam ranah politik praktis di Indonesia kian memperlihatkan semakin kuatnya cengkeraman oligarki dalam kehidupan demokrasi
kita. Sebagaimana hasil penelitian Jeffrey A. Winters bahwa para oligark mengukuhkan posisi sebagai pelaku dalam kehidupan politik Indonesia.
Cengkeraman oligark terlihat dengan terang benderang dalam struktur dan organisasi partai politik
–termasuk siapa yang bisa muncul sebagai calon pimpinan parpol, sampai siapa yang bisa yang bisa menduduki jabatan tinggi, dan bagaimana
aparat politik digunakan untuk tujuan pertahanan kekayaan.
142
Segelintir elit selalu berkuasa dalam partai. Sebagaimana terlihat partai-partai besar sama-sama dikuasai orang kuat; Megawati PDI-P, Prabowo Gerindra, dan
SBY Demokrat. Konstruksi besar dari kekuasaan dalam tiga partai tersebut tidak banyak berbeda. Hanya saja, persepsi dan penerimaan public yang agak berlainan.
143
Kenyataan lain yang dapat kita saksikan adalah fungsi refresentasi juga dilakukan oleh Parpol namun lebih berwujud sebagai ekspresi Parpol untuk mewakili kepentingan orang-orang
atau kelompok tertentu di dalam Parpol itu sendiri bahkan kepentingan pribadi dari pengurus Parpol yang menjadi anggota parlemen. Pada titik ini nampak Parpol hanya mewakili kepentingan
pribadi dengan memanipulasi suara pemilih dan berpura-pura mengatasnamakan rakyat.
Partai politik juga cukup intens dalam melakukan seleksi, pemilihan dan pengangkatan orang-orang baik sebagai pengurus partai maupun untuk penempatan pada jabatan-jabatan
politik tertentu, namun hal tersebut dilakukan oleh Parpol tidak semata-mata untuk kemaslahatan rakyat banyak tetapi selalu diselimuti oleh kepentingan tertentu dari Parpol.
Misalnya pada tingkat nasional Parpol sangat aktif menempatkan kadernya diberbagai departemen-departemen yang basah dan lembaga-lembaga negara yang strategis seperti
Departemen Keuangan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Kementerian BUMN, BI, BPPN, Kejaksaan Agung, MA.
Kader-kader partai yang duduk di parlemen memang cukup kritis terhadap kebijakan- kebijakan pemerintah, hanya saja kekritisan mereka seringkali juga tidak murni untuk
kepentingan bersama masyarakat melainkan hanya menjadi instrumen tawar menawar Parpol atau kadernya untuk memperoleh imbalan tertentu. Fenomena ini terlihat misalnya pada saat
seorang Kepala daerah akan menyampaikan LPJ tahunan, anggota badan legislatif daerah seolah berlomba mengeritik dan mencari-cari kesalahan kepala daerah.
141
Ibid
142
Bahkan Hukum di Indonesia yang sejatinya memihak kepada aspirasi dan kepetingan rakyat, justru sebaliknya hukum Indonesia tunduk dan seringkali memihak kaum
oligark dan elit. Selengkapnya lihat Jeffrey A. Winter, . Oligarki dan Demokrasi di
ndonesia artikel dalam Majalah Prisma, Volume , , Jakarta: LP ES, hlm. -34
143
Sosiolog Jerman Robert Mishels 1876- memunculkan tesis hukum besi
oligarkhi . Bagi Michels setiap bentuk organisasi politik –meskipun tampak demokratis diawal- selalu mengandung tendensi oligarkhis didalamnya. Makin besar sebuah organisasi,
fluiditas struktural semakin relatif, kompleks dan ruwet. Dalam situasi itu pengambilan keputusan tidak lagi ditangan organisasi karena terlalu rumit, akan tetapi di tangan
segelintir elit yang berkuasa di dalamya. Maka, keberadaan oligarki di dalam politik adalah mutlak
. Selengkapnya lihat Boni argens, . Oligarki Partai artikel dalam arian
Kompas, 27 Mei 2015
1145
Jajak Pendapat yang dilakukan Harian Kompas tanggal 3-4 April 2002 menyebutkan bahwa hampir dua pertiga 64 persen responden merasa tidak yakin keberadaan parpol akan
menciptakan kondisi politik bangsa yang lebih baik. Sementara hanya 28 persen yang masih merasa optimis parpol akan memberikan kontribusi positif bagi persoalan politik bangsa.
144
Selanjutnya dalam Jajak pendapat yang lain yang juga dilakukan oleh Harian Kompas menunjukkan bahwa 70 persen responden masih menganggap wakilnya di parlemen lebih peduli
kepada dirinya sendiri dan kelompoknya. Berbagai kalangan menilai DPR sejauh ini belum mampu menangkap aspirasi publik dalam membuat dan menuangkan undang-undang. Produk
beberapa Undang-undang politik seperti Undang-undang Pemilu, Pemilu Presiden dan Wapres menjadi contoh bahwa rumusan undang-undang tidak lebih merupakan hasil kompromi yang
menguntungkan sekelompok golongan.
145
Begitu juga dengan jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Harian Kompas September 2009 menyatakan bahwa Kerja anggota dewan yang tidak
maksimal untuk kemaslahatan rakyat menjadi penyebab munculnya rasa tidak puas dan apatis terhadap hal-hal yang berbau DPR. Ditambah lagi adanya anggapan
mayoritas 58 Persen responden bahwa anggota legislatif kerap tidak peka terhadap kondisi bangsa saat ini.
146
Selain kekecewaan terhadap kinerja anggota dewan dalam menyuarakan aspirasi rakyat, publik juga menyoroti perilaku wakil rakyat. Hampir 60 persen
responden menyatakan ketidaksetujuannya pada anggapan anggota DPR 2004-2009 memiliki integritas moral dan akhlak yang baik. Rentetan kasus suap, korupsi,
pelecehan seksual, dan ketidakdisiplinan mewarnai kiprah sejumlah anggota DPR selama 5 tahun yang lalu. Contoh buruk dari perilaku wakil rakyat itu menjadi
bumerang untuk membangun citra yang lebih baik.
147
Kekecewaan publik terhadap pertai politik kian memuncak melihat kinerja dan profesionalitas para wakil rakyat hasil Pemilu 2004. Wakil rakyat yang
seharusnya menjadi teladan terhormat malah terperangkap dalam perilaku hina yang sudah menyerupai perilaku mafia, sehingga mafia senayan itu memang benar-
benar ada.
Ketika rakyat menjerit kelaparan dan tidak berdaya menanggung beban hidup yang kian berat, wakil rakyat dan pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga
BBM. Ketika petani menjerit karena harga gabah yang sangat murah, pemerintah dan wakil rakyat membuat keputusan impor beras. Ketika di berbagai daerah menderita
kelaparan dan busung lapar, DPR malah menaikkan gaji, tunjangan dan sejumlah fasilitas lainnya.
Perilaku para wakil rakyat di daerah setali tiga uang dengan perilaku wakil rakyat di Senayan. Hasil Penelitian LIPI 2007 tentang Partai dan parlemen lokal di era transisi demokrasi
di Indonesia yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia dapat menunjukkan kepada kita semua. Sri Yanuarti, anggota tim LIPI yang melakukan penelitian di Kota Malang dan Kabupaten
144
Harian Kompas 08 April 2002; Studi lain yang juga melihat buramnya wajah partai politik di Indonesia selanjutnya bisa dibaca dalam buku yang berjudul
Menggugat Partai Politik yang dieditori Mahrus Irsyam dan Lili Romli, yang diterbitkan Lab. Ilmu Politik UI
tahun 2003
145
Harian Kompas 19 Desember 2003
146
Palupi Panca Astuti Litbang Kompas , . Jajak Pendapat Kompas DPR yang
Rasanya yang Tak Pernah Mem uaskan yang dimuat tanggal September
147
Ibid
1146
Blitar menyimpulkan bahwa secara umum akuntabilitas dan kinerja Parpol di lembaga legislatif di Kota Malang maupun Kabupaten Blitar relatif rendah. Ini tercermin dari produk kebijakan yang
seharusnya merupakan cerminan janji politik dari partai-partai-partai selama kampanye banyak dilupakan oleh anggota partai yang telah duduk di lembaga legilatif setempat. Akibatnya, politik
uang masih saja terus mewarnai setiap proses politik yang ada dalam lembaga legislatif.
148
Selanjutnya masih oleh tim LIPI, Arbi Sanit yang mengambil lokasi penelitian di Padang, Agam dan Padang Pariaman menyimpulkan bahwa ternyata DPRD yang dikuasi oleh partai-partai
itu tidak mudah membangun dan mengoperasikan kinerjanya secara efisien dan efektif, sekalipun sukses memberlakukan kebebasan-kebebasan berbicara, berkumpul dan berinisiatif, dan
sebagainya. Inefisiensi kinerja dewan diindikasikan oleh kelambanan proses kerja dan jumlah serta jenis produk yang tidak sepadan dengan kebutuhan. Inefektivitas kinerja Dewan
ditunjukkan oleh rendahnya manfaat kebijakan sebagaimana terlihat dari relevansinya yang rendah dengan kebutuhan masyarakat. Disayangkan bahwa antisipasi gejala tersebut belum
menjadi bagian dari kode etik Dewan serta sistem pemilunya.
149
Alternatif Desain Penyelesaian Sengketa Internal Parpol
Konflik atau sengketa adalah suatu fenomena yang universal dan dapat dijumpai pada setiap masyarakat. Ketika konflik atau sengketa muncul diantara individu atau kelompok dalam
masyarakat, maka pada saat itu dibutuhkan adanya hukum. Seringkali sengketa disamakan dengan konflik, tetapi ada pandangan yang menyatakan
bahwa sengketa berbeda dengan konflik. Nader dan Todd
150
membedakan pengertian conflict perselisihan dan dispute sengketa, bahkan conflict perselisihan dapat dibedakan antara
preconflict praperselisihan dan conflict perselisihan. Menurut Nader dan Todd, konflik adalah perselisihan yang hanya melibatkan kedua pihak saja diadik, sedangkan sengketa merupakan
perselisihan antara dua pihak atau lebih yang bersifat terbuka dan penyelesaiannya melibatkan pihak ketiga.
Menurut Nurjaya,
151
Konflik sebagai sebuah fenomena yang universal tidaklah muncul dengan serta merta tanpa didahului oleh sebab-sebab yang jelas, paling tidak sumber lahirnya
konflik dari persoalan – persoalan berikut :
1. Pemanfaatan dan distribusi sumber daya alam sebagai pendukung kehidupan manusia natural resource control and distribution.
2. Ekspansi batas wilayah kehidupan suatu kelompok masyarakat teritoriality expantion. 3. Kegiatan ekonomi masyarakat economics activities; dan
4. Kepadatan penduduk density of population. Konflik
– konflik dalam masyarakat mengalami suatu proses dan melalui tahapan –
148
Sri Yanuarti, . Kinerja dan Akuntabilitas Partai di DPRD : Kasus Kota Malang
dan Kabupaten Blitas dalam Syamsuddin aris editor , . Partai dan Parlemen Lokal
Era Transisi Demokrasi di Indonesia, Jakarta: LIPI Press, hlm. 21-59
149
Lihat Arbi Sanit dalam Syamsuddin Haris editor, 2007. Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di Indonesia, Jakarta: LIPI Press
150
Laura Nader Harry F. Todd, The Disputing Process Law in ten Societies. Columbia
University Press, New York, 1978, hal. 14 - 15
151
Nyoman Nurjaya, . Konflik Dan Budaya Penyelesaian Konflik Dalam
Masyarakat:Perspektif Antropologi ukum Makalah disampaikan dalam Lokakarya Belajar Bersama Mengelola Konflik Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam, LATIN dan BSP-KEMALA,
10-13 Maret 2000, Jember
1147
tahapan sebagaimana dijelaskan Nader dan Todd
152
sebagai berikut : 1. Pada tahap pertama. Konflik berawal dari munculnya keluhan-keluhan grievance dari salah
satu pihak terhadap pihak lain individu atau kelompok karena pihak yang mengeluh merasa haknya dilanggar, diperlakukan secara tidak wajar, kasar, dipersalahkan, diinjak harga
dirinya, dirusak nama baiknya, dilukai hatinya, dll. Kondisi awal seperti ini disebut sebagai tahapan pra-konflik pre conflict stage yang cenderung mengarah kepada konfrontasi yang
bersifat monadik monadic.
2. Pada tahap kedua, apabila kemudian pihak yang lain menunjukkan reaksi negatif berupa sikap yang bermusuhan atas munculnya keluhan dari pihak yang pertama, maka kondisi ini
meningkat eskalasinya menjadi situasi konflik conflict stage sehingga konfrontasi berlangsung secara diadik diadic.
3. Pada tahap ketiga, apabila konflik antar pihak-pihak tersebut ditunjukkan dan dibawa kearena publik masyarakat dan kemudian diproses menjadi kasus perselisihan dalam
institusi penyelesaian sengketa, maka situasinya telah meningkat menjadi sengketa dispute stage dan konfrontasi antar pihak-pihak yang berselisih menjadi triadik triadic.
Secara garis besar, penyelesaian konflik dalam masyarakat dapat digolongkan kedalam dua jalur, yaitu melalui pengadilan dan diluar pengadilan.Dilihat dari sisi
pelaksanaan fungsi dan perannya lembaga peradilan masih memiliki kesenjangan antara harapan dengan
kenyataan. Pertama, lembaga peradilan sebagai organisasi birokrasi yang diharapkan
memberikan manfaat dan keuntungan bagi individu dan masyarakat, dalam kenyataan seringkali birokrasi merupakan penghambat terhadap kebebasan, spontanitas dan kemajuan sosial. Kedua,
lembaga peradilan merupakan lembaga yang terbuka untuk umum yang berarti proses peradilan akan berlangsung secara jujur, adil karena adan
ya kontrol dari masyarakat. Di dalam kenyataannya lembaga peradilan menjadi komunitas yang tertutup, sangat peka terhadap kritik
serta kecurigaan terhadap orang luar outsider. Ketiga, pengadilan memikul tugas menegakkan hukum dan ketertiban untuk tujuan ketertiban dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kenyataan
hanya kelompok tertentu seperti business-man
, tuan tanah, korporasi, orang kaya dan mesin- mesin politik yang memperoleh perlakuan lebih menguntungkan ketimbang customer, petani
kecil, pengusaha lemah dan rakyat miskin, menerima perlakuan yang tidak menguntungkan. Keempat,
meskipun pengadilan merupakan lembaga yang bebas dan merdeka tidak dipengaruhi oleh kekuasaan lain, didalam kenyataan, dominasi pendekatan stabilitas dan
keamanan merupakan tekanan yang sulit dielakkan dalam memberikan dan kebenaran. Slogan lembaga peradilan adalah benteng terakhir keadilan dan demokrasi hanya sekedar mitos kosong
karena dalam kenyataan pengadilan cenderung menumpulkan kemungkinan terjadinya perubahan dan mempertahankan status quo.
153
Persolan yang muncul di dunia peradilan tampaknya tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi sudah mendunia. Sebagai contoh Inggris. Sistem peradilan Inggris dianggap
delay and ekspensive lambat dan mahal, sehingga penyelesaian perkara yang dihasilkan dianggap putusan yang tidak
adil injustice . Bahkan muncul kritik yang mengatakan civil procedure was neither efficient no
fair proses perdata dianggap tidak efisien dan tidak adil. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau litigasi dianggap tidak efektif dan efisien,
sehingga memaksa pihak-pihak yang bersengketa menempuh cara-cara alternatif diluar pengadilan untuk menyelesaikan sengketa. Namun pada satu sisi masih dibenarkan pandangan
yang berpendapat, bahwa badan peradilan merupakan katup penekan pressure valve atas pelanggaran hukum dalam masyarakat demokrasi, bahkan peradilan masih diakui kedudukan,
152
Nader Todd, Op. Cit, hal. 14-15
153
I.S. Soesanto, Kajian Sosiologis terhadap Lembaga Pengadilan, Makalah pertemuan
Asosiasi Pengajar Sosiologi Hukum, Kudus, 1995
1148
fungsi, peran dan kewenangannya dalam masyarakat
154
Menurut Nader dan Todd
155
ada beberapa kemungkinan penyelesaian sengketa yang digunakan oleh masyarakat di dunia. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa itu dapat berupa :
Ajudikasi ajudication, arbitrase arbitration, mediasi mediation, negosiasi negotiation, paksaan coercion, penghindaran avoidance dan membiarkan saja lumping it.
Ajudikasi adalah bentuk penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pihak ketiga yang mempunyai kewenangan untuk campur tangan dan mengambil serta melaksanakan keputusan
yang telah ditetapkan tanpa memperhatikan apakah pihak-pihak yang bersengketa menghendaki atau tidak. Arbitrase adalah bentuk penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pihak ketiga yang
keputusannya disetujui oleh pihak-pihak yang bersengketa. Mediasi adalah bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga untuk membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam
mencapai persetujuan.
Bentuk-bentuk penyelesaian tersebut diatas merupakan penyelesaian yang melibatkan pihak ketiga untuk ikut membantu di dalamnya. Sedangkan jika penyelesaian sengketa hanya
melibatkan pihak-pihak pihak yang bersengketa saja, tanpa melibatkan pihak ketiga, maka penyelesaian sengketa itu disebut sebagai negosiasi. Dalam negosiasi, penyelesaian sengketa itu
tidak berdasarkan peraturan yang ada, melainkan berdasarkan aturan yang mereka buat sendiri.
Di samping itu ada penyelesaian sengketa yang hanya dilakukan oleh satu pihak saja. Membiarkan saja merupakan cara penyelesaian sengketa tanpa melakukan upaya apapun oleh
salah satu pihak yang merasa dirugikan. Penghindaran adalah cara penyelesaian sengketa dengan melakukan pembatasan atau pemutusan hubungan sosial oleh salah satu pihak terhadap pihak
lawan. Pemaksaan adalah cara penyelesaian sengketa berupa memaksakan hasil akhir oleh salah satu pihak terhadap pihak lawan, yang sering dilakukan dengan berbagai ancaman atau
penggunaan kekuatan terhadap pihak lawan.
Bagaimanakah mekanisme penyelesaian konflik kepengurusan di partai politik? Bagaimana seharusnya Pemerintah bersikap atas konflik itu, sebab di
tangannya lah surat keputusan kepengurusan partai politik berada? Serta bagaimana penyelesaian konflik lewat Mahkamah Partai Politik yang diatur lewat hukum positif.
Pasal 32 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No, 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menegaskan sebagai berikut :
1 Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART.
2 Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau
sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik.
3 Susunan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik
kepada Kementerian.
154
M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai sistem peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 153
155
Laura Nader Harry F. Todd, loc. cit
1149 4 Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 harus diselesaikan paling lambat 60 enam puluh hari. 5 Putusan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan
mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.
156
Selanjutnya dalam Pasal Pasal 33 ditentukan sebagai berikut : 1 Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.
2 Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
3 Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 enam puluh hari sejak gugatan
perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 tiga puluh hari sejak memori kasasi
terdaftar
di kepaniteraan
Mahkamah Agung.
Ketentuan pasal 32 dan pasal 33 tersebut diatas menegaskan 2 dua model penyelesaian sengketa internal partai politik; yakni melalui Mahkamah Partai dan
Pengadilan Negeri. Mahkamah Partai
Mahkamah Partai menjadi tempat pertama seluruh fungsionaris maupun anggota partai mengadu dan menggugat untuk membela hak-haknya atas perbuatan
dan tindakan pengurus. Secara kelembagaan kedudukannya Mahkamah Partai mandiri impartial untuk menjamin kemerdekaan atas kewenangannya dalam
memutus perkara yang diperselisihkan. Fungsionaris partai dan seluruh anggota bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dan partai. Tidak ada yang lebih
istimewa dibanding yang lainnya. Anggota dan pengurus tidak lagi tergantung pada kebaikan figur-figur tertentu dalam partai yang mengendalikan partai secara
personal rule of man tetapi semuanya bergerak dan bertindak di bawa hukum dan AD-ART partai sebagai dasar hukum penyelenggaraan seluruh fungsi, tugas dan
wewenang partai rule of law. Kehadiran Mahkamah Partai sebagai delegasi negara tidak terlepas atas fungsi publik yang dijalankan oleh partai. Keberadaannya untuk
menjamin dan melindungi hak dan kewajiban setiap orang-orang yang tergabung di
156
Penjelasan Pasal 32 Ayat 1: Yang dimaksud dengan perselisihan Partai Politik meliputi antara lain: 1 perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan;2 pelanggaran terhadap hak
anggota Partai Politik; 3 pemecatan tanpa alasan yang jelas; 4 penyalahgunaan kewenangan;5 pertanggungjawaban keuangan; danatau 6 keberatan terhadap keputusan Partai Politik.
1150 dalam partai dari kemungkinan perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh fungsionaris
partai. Memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum terhadap anggota, terutama anggota yang sedang dalam jabatan-jabatan publik pemerintahan.
157
Nomenklatur Mahkamah Partai atau sebutan lainnya, secara normatif ditemukan dalam Pasal 32 ayat 2, 3 dan 5 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011
Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik sebagaimana dikutip diatas. Kompetensi Mahkamah Partai tidak secara detil dan rinci
diuraikan dalam undang-undang tersebut kecuali dalam Pasal 32 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian perselisihan internal partai politik, mengacu pada AD dan
ART Partai yang dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai. Ketentuan tersebut cukup jelas bahwa kompetensi absolut Mahkamah Partai menyangkut perselisihan internal
partai politik yang meliputi: 1 perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan, 2 pelanggaran terhadap hak anggota partai politik, 3 pemecatan tanpa alasan yang
jelas, 4 penyalagunaan kewenangan, 5 pertanggungjawaban keuangan, dan 6 keberatan terhadap keputusan partai politik. Pada ayat 5 menegaskan bahwa
Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.
158
Kompetensi Pengadilan Negeri
Dalam Pasal 33 ayat 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menerankan
bahwa dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.
Kompetensi pengadilan negeri menyelesaikan perselisihan internal partai politik baru ada ketika pada tingkat Mahkamah Partai, penyelesaian perselisihan tidak
tercapai. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyelesaian perselisihan tidak tercapai disebabkan oleh: pertama, Mahkamah Partai tidak sampai pada Putusan
tidak ada putusan kedua, Mahkamah Partai sampai pada pengambilan putusan tetapi para pihak tidak puas dan tidak menerima putusan tersebut.
Penguatan Mahkamah Partai
Hanya saja, yang perlu dicermati dari ketentuan Pasal 32 dan Pasal 33 dari UU Nomor 2 Tahun 2011 sebagaimana dikutip tersebut diatas bahwa pola penyelesaian
perselisihan partai politik tidak diatur secara komprehensif. Juga, norma dalam UU tersebut tidak jelas dan tegas karena masih banyak yang bertentangan dengan asas
hukum. Selain itu, banyak norma hukum yang punya arti ganda ambiguity, kabur absurdity, memiliki arti terlalu luas overbulkiness, serta tidak dapat
dilaksanakan.
159
Khairul Fahmi dalam artikelnya di harian Republika, mencatat ada dua problem serius terkait Mahkamah Partai Politik. Pertama, partai politik masih gagap
dengan keberadaan mahkamah ini. Partai politik belum punya desain jelas ihwal
157
Firdaus, . Mekanisme Penyelesaian Perselisihan internal Partai Politik Menurut UU
No. Tahun Tentang Perubahan UU No. Tahun
tentang Partai Politik Tulisan disampaikan pada acara mendengar pendapat ahli pada sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Terkait Perselisihan Kepengurusan PPP pada hari Rabu-Kamis 6-7 Mei 2015.
158
Ibid
159
M. Anwar Rachman, . Penyelesaian Perselisihan Internal Partai Politik , Artikel dalam
harian Jawa Pos, 14 November 2015
1151 penempatan Mahkamah Partai dalam penyelesaian perselisihan internal. Partai
politik masih meraba-raba bagaimana Mahkamah Partai bekerja dan bagaimana putusan dan pelaksanaannya ditindaklanjuti.
160
Kedua, ada sejumlah norma UU Partai Politik yang menimbulkan banyak tafsir dan menyulitkan bagi eksekusi putusan Mahkamah Partai. UU menentukan ada
putusan yang bersifat final dan mengingat, dan ada pula yang tidak. Adapun rumusan yang ada justru terbuka ruang bagi banyak penafsiran. Selain itu, jenis perselisihan
yang semestinya diatur dalam batang tubuh undang-undang justru hanya diletakkan pada bagian penjelasan.
Sehingga pasal-pasal terkait dengan penyelesaian sengketa internal partai, perlu segera dilakukan perubahan. Misalnya ketentuan pada pasal 32 ayat 1 seperti
yang disebut sebelumnya, frasa atau sebutan lain dihilangkan saja. Dengan demikian, aturan menjadi sangat jelas. Yakni, semua partai politik wajib membentuk
mahkamah partai politik beserta hukum acaranya.Sedangkan pada pasal 33 ayat 1, sebaiknya dihapus atau dihilangkan saja. Dengan begitu, perkara perselisihan partai
politik hanya diselesaikan melalui mahkamah partai politik. Putusan mahkamah partai politik bersifat final dan mengikat.
Kedepan, Mahkamah partai harus menjadi lembaga utama yang menyelesaikan sengketa internal partai, sehingga mahkamah partai perlu diperkuat
posisi dan kewenangannya, memperkuat komposisi dan pengisian keanggotaan Mahkamah Partai yang lebih objektif dari internal dan eksternal partai dan
menentukan secara tegas alur penyelesaian sengketa internal oleh Mahkamah Partai.
Penutup
Desain alternatif yang ditawarkan dalam tulisan ini terkait dengan penyelesaian sengketa internal partai politik adalah dengan melakukan penguatan
terhadap mahkamah partai. Penguatan terhadap mahkamah partai adalah dalam rangka mewujudkan keadilan substantif dalam bingkai hukum progresif.
Keadilan substantif dapat didefinisikan sebagai the truth justice keadilan yang sebenarnya. Pertimbangan utama pencarian keadilan substantif bukan lagi aspek
formal state law dan material, melainkan aspek hakikat hukum, yakni dilibatkannya pertimbangan moral, etik dan religius. Werner Menski dalam Comparative Law in
Global Context menyebut keadilan substantif perfect justice . Pencarian
keadilan substantif hanya dapat digunakan dengan pendekatan legal pluralism. Untuk itu cara berhukum hakim tidak boleh statis, melainkan harus bergerak maju
meninggalkan cara-cara konvensional, menuju cara-cara berhukum progresif demi menghadirkan keadilan substantif kepada rakyat.
161
Menurut Satjipto Rahardjo, pemikiran hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofi tersebut, maka manusia
menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia,
160
Khairul Fahmi, . Mahkamah Partai Politik , Artikel Opini dalam arian Republika
Selasa, 31 Maret 2015
161
Lihat Suteki, 2015. Masa Depan Hukum Progresif, Penerbit Thafa Media, Yogyakarta, hlm. 36-40
1152 bukan sebaliknya. Oleh karna itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas
dari kepentingan manusia. Mutu hukum, ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut
ideologi’: hukum yang pro-keadilan dan hukum yang pro-rakyat. Dengan ideologi ini, dedikasi para pelaku hukum mendapat tempat yang utama untuk melakukan
pemulihan. Para pelaku hukum di tuntut mengedepankan kejujuran dan ketulusan dalam berhukum. Mereka harus memiliki empati dan kepedulian pada penderitaan
yang dialami rakyat dan bangsa ini. Kepentingan rakyat kesejahteraan dan kebahagiaannya, harus menjadi titik orientasi dan tujuan akhir penyelenggaraan
hukum.
162
Mahkamah partai harus dijamin independensi dan obyektifitas dalam pemeriksaan penyelesaian sengketa internal partai politik, dan pemeriksaan
perkaranya harus bersifat terbukatranparansi kepada publik. Sehingga mahkamah partai sebagai
Institusi Peradilan sejatinya mampu menciptakan keadilan substantif dan progresif dalam masyarakat. Keadilan substantif hanya bisa dicapai dengan
adanya independensi mahkamah partai dan sekaligus anggota mahkamah yang berintegritas.
162
Satjipto Rahardjo, . ukum Progresif : ukum Yang Membebaskan artikel dalam
Jurnal Hukum Progresif, Volume 2, Nomor 1 April 2005; Lihat juga Satjipto Rahardjo, 2006. Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta
1153
Daftar Pustaka
Abd. Mukthie Fadjar, 2012. Partai Politik dalam Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia, Malang: Setara Press
Arbi Sanit dalam Syamsuddin Haris editor, 2007. Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di Indonesia, Jakarta: LIPI Press
Boni argens, . Oligarki Partai artikel dalam arian Kompas, Mei
Chudry Sitompul ,
. Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab
Kompleksitas Sistem Multi Partai di Indonesia Artikel dalam Jurnal
Legislasi, Vol 5 No. 1, 2010, Jakarta: BPHN Cornelis Lay, 2006. Involusi Politik : Esai-esai Transisi Indonesia, Yogyakarta: PLOD
UGM JIP Daniel Dhakidae,
. Partai partai politik ndonesia : Kisah Pergerakan dan Organisasi dalam p
atahan patahan Sejarah dalam Kompas, . Partai
Partai Politik Indonesia, Jakarta; Kompas Djayadi anan,
. Parpol dan Persepsi Publik artikel dalam arian Kompas, April 2015
Firdaus, . Mekanisme Penyelesaian Perselisihan internal Partai Politik Menurut
UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
Makalah disampaikan pada acara mendengar pendapat ahli pada sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Terkait Perselisihan
Kepengurusan PPP pada hari Rabu-Kamis 6-7 Mei 2015. Firdaus, 2012. Implikasi Sistem Kepartaian Terhadap Stabilitas Pemerintahan Dalam
Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945,Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Pdjadjaran.
Bandung, 2012.
Harian Kompas 08 April 2002 Harian Kompas 19 Desember 2003
Nyoman Nurjaya, . Konflik Dan Budaya Penyelesaian Konflik Dalam
Masyarakat:Perspektif Antropologi ukum Makalah disampaikan dalam Lokakarya Belajar Bersama Mengelola Konflik Dalam Pengelolaan Sumber
Daya Alam, LATIN dan BSP-KEMALA, 10-13 Maret 2000, Jember
I.S. Soesanto, Kajian Sosiologis terhadap Lembaga Pengadilan, Makalah pertemuan Asosiasi Pengajar Sosiologi Hukum, Kudus, 1995
Jeffrey A. Winter, . Oligarki dan Demokrasi di ndonesia artikel dalam Majalah
Prisma, Volume 33, 2014, Jakarta: LP3ES, hlm. 11 -34 Khairul Fahmi,
. Mahkamah Partai Politik , Artikel Opini dalam arian Republika
Selasa, 31 Maret 2015 Laura Nader Harry F. Todd, 1978. The Disputing Process Law in ten Societies. New
York : Columbia University Press M. Anwar Rachman,
. Penyelesaian Perselisihan Internal Partai Politik , Artikel dalam harian Jawa Pos, 14 November 2015
M. Yahya Harahap, 1997. Beberapa Tinjauan Mengenai sistem peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti
Mahrus Irsyam dan Lili Romli editor, 2003. Menggugat Partai Politik, Jakarta: Lab. Ilmu Politik UI
1154 Miriam Budiarjo, 2008. Dasar dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama Moh. Mahfud MD, 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta
Palupi Panca Astuti Litbang Kompas , . Jajak Pendapat Kompas DPR yang
Rasanya yang Tak Pernah Memuaskan yang dimuat tanggal September 2009
Ramlan Surbakti, 1994. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
Satjipto Rahardjo, . ndonesia Butuhkan Penegakan ukum Progresif Kompas,
15 Juni 2002 _________,
. ukum Progresif : ukum Yang Membebaskan artikel dalam Jurnal Hukum Progresif, Volume 2, Nomor 1 April 2005; Lihat juga Satjipto Rahardjo,
2006. Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas _________,
. ukum Progresif : ukum Yang Membebaskan artikel dalam Jurnal Hukum Progresif, Volume 2, Nomor 1 April 2005
Sigit Pamungkas, 2011. Partai Politik : Teori dan Praktiknya di Indonesia, Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism
Sirajuddin Winardi, 2015. Dasar-dasar Hukum Tata Negara Indonesia, Malang: Setara Press
Sri Yanuart i,
. Kinerja dan Akuntabilitas Partai di DPRD : Kasus Kota Malang dan Kabupaten Blitar dalam Syamsuddin aris editor ,
. Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di Indonesia, Jakarta: LIPI Press
Suteki, 2015. Masa Depan Hukum Progresif, Yogyakarta: Penerbit Thafa Media
1155
RELASI POLITIK NASIONAL DAN DAERAH SUSUNAN PENGURUS PARTAI POLITIK
Tamrin Gedun Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas
Andalas Gedung C Lantai 1, Fisip, Kampus Unand, Limau Manis, Padang, Indonesia
No HP 082386856933, e-mail. tamrinfisip.unand.ac.id
, ABSTRAK
Indonesia menyerupai India yang memiliki ciri dominasi elit politik, serta mempertahankan prosedur demokrasi yang fundamental agar bisa memenangkan
Pemilu melalui sistem representasi dan Pemilu yang tidak cukup terbuka menampung sejumlah aspirasi masyarakat. Cara ini menghalangi partisipasi aktor
independen dengan menghalangi organisasi rakyat dan sipil untuk terlibat aktifitas politik, sepeerti ketentuan persyaratan Pemilu menentukan parpol harus memiliki
kantor cabang di 60 Propinsi, 50 KabupatenKota, dan 25 Kecamatan. Ketentuan tersebut merupakan bentuk halangan partisipasi politik dari bawah
masyarakat, sedangkan upaya untuk melawan dominasi parpol besar ini adalah dengan mendirikan partai lokal dan kandidat independen, tetapi halangan calon
indenpenden diperberat oleh ketentuan pengumpulan tandatangan dukungan. Jawaban terhadap makna demokrasi di Indonesia diatas terbagi menjadi dua
perspektif, diantaranya dari kalangan perancang yang menekankan pada pembangunan lembaga demokrasi sebagai prasyarat demokrasi serta dari
kalangan strukturalis yang berpendapat bahwa kondisi struktur yang menyebabkan demokrasi tidak berkembang baik. Tulisan berikut ini menjelaskan
hubungan kepengurusan partai politik pda tingkat pusat dan daerah serta upaya
demokratisasi partai politik dari pespektif kalangan perancang design maupun strukturalis dalam gagasan demokrasi di Indonesia
KEYWORDS
partai politik, demokrasi, pemilihan umum
1156
1. Pendahuluan
Analisa partai politik melibatkan hubungan organisasi partai sambil berusaha untuk melihat hubungannya dengan semua unsur lainnya dari
masyarakat yang membentuk partai tersebut. Tinjauan ini mengiatikan partai politik dengan sistem kepartaian, dari sudut pandangan ini dibedakan antara
organisasi internal dari partai tersebut dengan organisasi luarnya external organization, yaitu hubungan antara berbagai partai yang terdapat dalam suatu
negara atau bangsa, organisasi luar partai tersebut yang disebut juga dengan sistem kepartaian Duverger, 1984:5-6 Alan Ware menjelaskan bahwa
perbedaan antara partai politik dengan sistem kepartaian merupakan hal yang baru dalam studi tentang partai politik, pengertian partai politik tidak hanya
sebagai organisasi formal, tetapi juga mengandung aturan-aturan dan prosedur- prosedur tidak resmi yang mengatur tentang sikap.
Diperlukan pembedaan antara institusi partai politik dengan wilayah kehidupan sosial dan politik yang dipengaharui institusi partai politik tersebut,
pembedaaan ini dilakukan mengingat adanya ruang lingkup partai politik yang tidak hanya mengandung unsure organisasi formal, sebagaimana yang dikutp oleh
Ware terhadap pendapat Anthony King serta para sarjana Amerika Serikat lainnya yang menjelaskan bahwa partai politik terdiri dari tiga unsur yang terpisah-
partai dalam wilayah pemilihan elektorat : organisasi partai politik : dan partai dalam pemerintahan
Ware, 1994:6 Sistem kepartaian bisa juga dianalisa sebagai sebuah institusi, disamping itu juga bisa dilihat sebagai pola kompetisi
dan kerjasama diantara partai-partai politik yang berbeda dalam sistem tersebut. Jika kita membayangkan sistem kepartaian demokrasi liberal sebagai sebuah
kompetisi diantara partai-partai politik tersebut, maka unsur kerjasama juga tidak kalah pentingnya daripada kompetisi tersebut, baik dalam bentuk formal,
informal, dan implisit merupakan bahagian dari sistem kepartaian apapun. Studi sistem kepartaian di negara manapun sedikit banyaknya melibatkan interaksi
diantara partai politik sebagai issue utama; dia sedikit banyaknya bahwa banyak aspek aktifitas partai itu sendiri tidak berkaitan secara langsung dalam
memahami cara kerja sistem kepartaian.
1157 Partai politik, pemilih, parlemen, dan kabinet merupakan empat faktor
yang membangun sistem pemerintahan serta memerlukan keseimbangan hubungan diantara kekuatan diantara masing-masing faktor diatas, agar 1157bisa
mencegah sebuah faktor lebih tinggi daripada faktor lain. Dalam sistem demokrasi parlemeter yang adil dan seimbang tidak hanya ditentukan oleh spirit umum
general spirit untuk bisa saling menerima dan memberi take and give dalam fikiran masyarakat secara keseluruhan; tetapi juga tergantung kepada spirit yang
sama untuk mebangun sebuah keseimbangan dan akomodasi dikalangan empat faktor tersebut. Upaya paling sulit adalah memelihara spirit tersebut tempat dan
melalui mana keempat faktor tersebut bekerja-baik antara partai politik, para pemilih, Parlemen, dan kabinett; serta sikap antusias yang besar masing-masing
faktor ini Thumb, 1967: 4 Sistem keempat faktor ini melibatkan rekonsiliasi dua hal yang berbeda
dan bertolak belakang, diantaranya; 1 adalah masing-masing faktor harus menganggab dirinya lebih tinggi terhadap dirinya dan tugasnya, serta bertindak
seolah-olah segala sesuatunya tergantung kepada dirinya dan terhadap keputusan-keputusan yang dibuatnya. Hal ini merupakan kondisi yang
dibutuhkan dalam bidang efisiensi; tetapi hal tersebut juga melahirkan salah kaprah, jika hal tersebut tidak diawasi akan menjrurus kearah pemenuhan diri
sendiri dan arogansi. Untuk mencegah sikap arogansi ini diperlukan hal lain sebagai faktor kedua, yakni; 2 keharusan berhubungan dan bersikap harmonis
dengan faktor-faktor lainnya dalam sistem tersebut, serta menghormati bahwa faktor-faktor lain tersebut juga memiliki hak dan tugas untuk mengerjakan
pekerjaan mereka serta diberi kebebasan untuk mengerjakannya secara efektif. Hal terakhir ini menyangkut kebutuhan akan kedaulatan dan sistem demokrasi
Secara umum makna demokrasi adalah kontrol masyarakat terhadap urusan publik atas dasar kesetaraan politik. Jawaban terhadap makna demokrasi
di ndonesia terbagi dua; kalangan perancang dari hasil Gelombang
Demokrasi Ketiga yang muncul pada akhir tahun 1970an yang diwakili oleh kelompok William Liddle yang menekankan pada pembangunan lembaga
demokrasi sebagai prasyarat demokrasi; kalangan strukturalis , mereka
berpendapat bahwa kondisi struktur yang menyebabkan demokrasi tidak