Demokratisasi Pemilihan Ketua Partai

436 partai. 326 Inclusiveness berkaitan dengan seberapa luas cakupan dalam pembuat keputusan partai, termasuk dalam pemilihan ketua partai. Menurut Cross dan Blais, sampai saat ini cara paling insklusif dalam memilih ketua partai adalah dengan memberikan hak pilih kepada anggota partai one member one vote-omov, dan yang lebih inklusif lagi bahkan dengan memberikan hak pilih kepada simpatisan atau peserta pemilu untuk memilih calon ketua partai. 327 Dalam pemilihan ketua partai yang paling eksklusif, pemilihan dapat dilakukan oleh satu orang atau kelompok elit tertentu, dan kelompok lain tidak memiliki peran yang mengikat dalam proses pemilihan tersebut. Sebaliknya, dalam pemilihan ketua partai yang paling inklusif, setiap anggota partai, bahkan seluruh simpatisan dan orang yang memiliki hak pilih dalam pemilu memiliki kesempatan untuk ikut menentukan calon ketua partai terpilih. 328 Bram Wauters mengutip Ofer Kenig memberikan gambaran inclusiveness degree dalam pemilihan ketua partai, sebagai berikut: 329 Selain inklusif, pemilihan ketua partai juga harus kompetitif. Przeworski menyatakan bahwa standar minimum demokrasi adalah adanya contested elections . 330 Dapat saja pemilihan ketua suatu partai politik inklusif melibatkan pemilih luas, namun menjadi tidak berarti apabila dalam pemilihan tersebut tidak ada kompetisi. Pemilih menjadi tidak memiliki pilihan. Menurut Kenig, competitiveness dapat dilihat dari jumlah kandidat yang mengikuti pemilihan dan ketatnya kontestasi. Studi di negara-negara seperti Belgia, Jerman dan Spanyol tingkat competitiveness pemilihan partai dipandang rendah. Hal tersebut karena elit partai seperti pada kasus Jerman, telah menentukan pilihan terhadap calon tertentu, sehingga pemilihan ketua partai oleh kongres partai hanya formalitas semata. Di negara lain seperti Kanada, pemilihan ketua partai berakhir dengan 326 Ibid., hlm. 195 327 Ibid., hlm. 195 328 Lihat Susan Scarrow, Op.Cit., hlm. 6. 329 Bram Wauters, Democratising Party Leadership Selection in Belgium: Motivations and Decision Makers , Political Studies, Vol. 62 S1, 2014, hlm. 61. 330 Jose Antonio Cheibub, Presidentialism, Parliamentarism, and Democracy, USA: Cambridge University Press, 2006, hlm. 27. 437 aklamasi hampir tidak pernah terdengar. Hal tersebut berhubungan dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh partai politik bagi orang yang ingin mencalonkan diri sebagai ketua partai. Ambang batas bagi pencalonan ketua partai di Kanada relatif renda, hanya membutuhkan sejumlah tanda tangan dari anggota partai tanpa mempersyaratkan dukungan dari satu pun anggota parlemen. 331 Ditinjau dari segi aspek inclusiveness dan competitiveness praktik pemilihan ketua partai politik di Indonesia dapat dikatakan belum terlaksana secara demokratis. Dari segi inclusiveness, berdasarkan kepada inclusiveness of leadership selection rules yang dibuat oleh Ofer Kenig, maka pemilihan ketua partai di Indonesia cenderung moderat mengarah kepada eksklusif. Dengan kata lain, pemilihan ketua partai dilakukan melalui Kongres Partai untuk tingkatan paling inklusif dan dilakukan oleh satu orang atau kelompok kecil untuk tingkat yang paling eksklusif. Tidak ada yang dapat dikatakan benar-benar inklusif, yaitu dilakukan oleh anggota partai atau sejumlah pemilih lain. Sebagai contoh, Partai Demokrat, 332 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP, 333 Partai Gerindra 334 dan Partai Kebangkitan Bangsa PKB 335 masing- masing menentukan mekanisme pemilihan ketua partai melalui kongres PKB: Muktamar. Pemilihan ketua melalui kongres merupakan pemilihan ketua yang moderat, namun belum juga dapat dikatakan inklusif. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera PKS melakukan pemilihan ketua melalui Majelis Syura 336 yang terdiri dari Pengurus Majelis Syura sebanyak 37 orang 337 dan mantan ketua Majelis Syura sebelumnya, sehingga pemilihan Presiden PKS dapat dikatakan merupakan pemilihan ketua partai oleh kelompok kecil small group yang merupakan salah satu bentuk pemilihan paling eksklusif. Dari segi competitiveness, sebagaimana dipaparkan sebelumnya bahwa cara mengukur competitiveness pemilihan ketua suatu partai adalah dengan melihat kontestasi dari segi jumlah calon dan tingkat kesengitan hasil pemilihan. Ironis, selain Ketua Umum PDIP, Ketua Dewan Pembina Gerindra, Ketua Umum Partai Demokrat sebagaimana dipaparkan pada pendahuluan terpilih secara aklamasi pada masing-masing partai, Presiden PKS Sohibul Iman dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar juga terpilih secara aklamasi di masing-masing partai. Hal tersebut menunjukan bahwa di setiap pemilihan ketua partai setidaknya di kelima 331 William P. Cross, Party Leadership... Op.Cit., hlm. 110-111. 332 Pasal 25 ADART Partai Demokrat, http:demokrat.or.idwp-contentuploads201601ad- art.pdf diunduh pada 15 Juli 2016. 333 ADART Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan http:www.pdiperjuangan.idarticlecategorychild28PartaiADART diunduh pada 15 Juli 2016. 334 Pasal 30 Anggaran Dasar Partai Gerindra http:partaigerindra.or.iduploadsAnggaran_Dasar_dan_Anggaran_Rumah_Tangga_Tahun_2012 .pdf diunduh pada 15 Juli 2016. 335 ADART Partai Kebangkitan Bangsa http:www.dpp.pkb.or.idad-art-pkb-2014 diunduh pada 15 Juli 2016. 336 ADART Partai keadilan Sejahtera pks.or.idresourcesdocumentsAD-ART20PKS.pdf diunduh pada 15 Juli 2016. 337 Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera , http:www.pks.or.idcontentkepengurusan diakses pada 15 Juli 2016. 438 partai tersebut, tidak ada kontestasi untuk menunjukan salah satu unsur penting demokrasi. Oleh karena itu, peran partai sebagai inkubator demokrasi pada partai politik di Indonesia belum dapat dilihat. Oleh karena itu penerapan intraparty democracy menjadi kebutuhan sendiri di Indonesia, sehingga partai politik di Indonesia tidak hanya menjadi perantara atau kendaraan politik saja dalam sistem demokrasi.

D. Keuntungan Menerapkan Demokrasi Internal Partai.

Menurut Cross dan Katz pilihan untuk mereformasi mekanisme pemilihan calon peserta pemilu dan ketua partai dengan memberikan kesempatan lebih banyak kepada anggota partai untuk berpartisipasi dilatarbelakangi oleh krisis legitimasi yang terjadi pada partai politik tersebut. 338 Di era demokrasi kontemporer ini, partai politik mengalami perubahan organisasi yang penting menuju demokratisasi internal partai. Secara khusus dalam hal pemilihan ketua partai, Marco Lisi melihat meskipun pemilihan ketua partai melalui kongres partai masih banyak digunakan, namun banyak elit politik di negara-negara eropa memutuskan untuk mengubah pemilihan ketua partai dengan memberi wewenang kepada anggota partai untuk turut memilih secara langsung ketua partainya. 339 Namun kecenderungan tersebut belum sampai di Indonesia, partai politik di Indonesia cenderung masih oligarkis dan belum menerapkan demokrasi internal partai. Tren penerapan intraparty democracy di negara-negara eropa merupakan penyimpangan dari teori Robert Michels tentang iron law of oligarchy. Teori ini menjelaskan bahwa partai politik pada awanya idealistik dan demokratis, kemudian didominasi oleh sekelompok kecil pemimpin yang menggunakan kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan juga mempertahankan jabatannya. Semua organisasi kompleks seperti partai politik cenderung dikelola secara oligarkis. Secara formal, pemimpin organisasi dipilih oleh dan akuntabel kepada para anggota. Tetapi dalam praktik, justru pemimpin yang mengontrol para anggota. 340 William Cross dan Andre Blais juga berasumsi bahwa elit partai pada umumnya lebih memilih untuk mempertahankan kekuasaannya sebesar mungkin. 341 Kecenderungan tersebut bukan tanpa alasan pragmatis. Partai politik mengubah mekanisme pemilihan ketua partai menjadi lebih demokratis, karena pemilihan ketua partai yang lebih demokratis memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut: 338 Giulia Sandri dan Anissa Amjahad, Op.Cit., hlm. 190. 339 Marco Lisi, The Democratization of Party Leadership Selection: the Portuguese Experience , Workshop on Promoting Internal Party Democracy: A Selling Point, A Serious Danger, Or A Redundant Exercise? , Ruud Koole and Pat Lyons, Lisbon, 14-19 April 2009. 340 Ramlan Surbakti dan Didik Supriyanto, Mendorong Demokratisasi Internal Partai Politik, Jakarta: Kemtraan bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan, 2013, hlm. 5-6. 341 William Cross dan Andre Blais, Who Selects the Party Leader? , https:www.cpsa- acsp.capapers-2009Cross.pdf diunduh pada 1572016. 439 1 Meningkatkan elektabilitas partai; 2 Meningkatkan legitimasi kepada ketua partai terpilih dan menciptakan stabilitas internal partai; 3 Mengurangi konflik internal partai; dan 4 Menghilangkan oligarki partai. Pertama, menerapkan demokrasi internal partai dalam pemilihan kepala partai dipandang dapat meningkatkan elektabilitas. Reformasi dalam tata cara pemilihan ketua partai untuk menjadi lebih demokratis seringkali menjadi bagian dari rencana strategi untuk meningkatkan citra ketua partai dan meningkatkan elektabilitas partai. 342 Antony Downs menyatakan bahwa hal tersebut dapat menarik pemilih median. Dengan demokrasi internal partai, partai politik mencoba melakukan catch all approach . Pendekatan klasik partai dengan mengakarkan pemilih hanya kepada anggota grassroot yang memiliki kesamaan ideologis berubah dengan logika baru ini. Pendekatan baru ini dapat meningkatkan elektabilitas partai, meskipun bukan merupakan pemilih yang loyal. 343 Di Italia, Centre-Left Coalition melakukan pemilihan pendahuluan untuk memilih pemimpin koalisi partai untuk pemilihan umum tahun 2006. Pemilihan pendahuluan tersebut berhasil mengangkat popularitas Romano Prodi melalui kampanyenya dan meningkatkan elektabilitas koalisi partainya. 344 Kedua, pemilihan ketua partai secara demokratis akan memberikan legitimasi lebih luas kepada ketua partai terpilih. Susan Scarrow menyatakan bahwa implementasi demokrasi internal partai dapat memberikan kontribusi kepada partai berupa legitimasi dan stabilitas. 345 Dengan legitimasi dari anggota partai bahkan simpatisan partai, maka ketua partai dapat menjalankan partainya dengan stabil. Ketua partai dapat dengan mudah melakukan kontrol terhadap gejolak internal partai sehingga membentuk partai yang lebih solid dan kuat. 346 Ketiga, pemilihan ketua partai secara demokratis akan mengurangi konflik internal partai. Oleh karena ketua terpilih memiliki legitimasi luas di dalam partainya sendiri, maka konflik internal partai pun dapat diminimalisir. Menurut Marco Lisi, meminimalisir konflik internal partai menjadi penting karena konflik internal partai dapat membahayakan elektabilitas partai dalam suatu pemilihan umum. 347 Keempat, implementasi demokrasi internal partai dalam pemilihan ketua partai, diharapkan dapat mengurangi elit dan oligarki di dalam partai politik. Hal tersebut karena keputusan penting partai diputuskan oleh kelompok orang yang luas. 348 Mengadopsi sistem one member one vote merupakan cara untuk mengurangi elit partai, dan pada saat yang bersamaan memberdayakan partisipasi dan hak anggota secara individual. 349 342 Marco Lisi, Loc.Cit. 343 Gaulia Sandri dan Anissa Amjahad, Op.Cit., hlm. 194. 344 Marco Lisi, Loc.Cit. 345 Susan Scarrow, Op.Cit., hlm. 3. 346 Marco Lisi, Loc.Cit. 347 Ibid. 348 Ofer Kenig, Democratization..., Op.Cit., hlm. 240. 349 Marco Lisi, Loc.Cit.