SELEKSI KANDIDAT DAN DINAMIKA POLITIK PARTAI
776 Publik tidak mengetahui aktivitas apa yang sedang dilakukan di dalamnya. Bahkan
Vandeleene menyebut the garden is full of muddy waters
925
untuk menggambarkan betapa kotornya aktivitas yang dilakukan di dalam taman
tersebut. Seleksi kandidat dipandang sebagai urusan partai bahkan lebih ekstrim sebagai urusan segelintir elit partai. Dari proses seleksi kandidat yang dilakukan
sebuah partai sebenarnya dapat menunjukan wajah kepartaiannya; oligarki vs demokratis, sentralistisik vs desentralistik, representatif vs tidak representatif,
dan menunjukan berbagai dinamika politik di dalamnya.
926
Pertama, seleksi kandidat dapat menunjukkan lokus dari kekuasaan partai politik yang sesungguhnya. Lokus kekuasaan partai politik dapat bersifat
sentralistik oligarki atau bersifat menyebar demokratis. Jika bersifat sentralistik, maka sebagian besar atau seluruh proses seleksi kandidat
terkonsentrasi di elit dan atau pimpinan partai. Jika bersifat tersebar, maka proses seleksi kandidat melibatkan seluruh komponen partai dari yang terbawah sampai
teratas. Schattschneider menyatakan bahwa siapa yang menentukan nominasi maka ia adalah sejatinya pemilik partai
the nominating process has become the crucial process of the party. He who can make the nominations is the owner of the
party .
927
Kedua, seleksi kandidat dapat menggambarkan distribusi kekuasaan internal partai politik. Distribusi kekuasaan di internal partai politik sering
menimbulkan faksi-faksi politik. Dalam proses seleksi kandidat, faksi-faksi ini akan memunculkan bakal calon potensialnya masing-masing. Masing-masing faksi akan
berusaha memenangkan calon potensialnya untuk dapat mengakses kekuasaan di arena yang lebih luas. Hal tersebut dapat digunakan untuk melihat bagaimana dan
seberapa luas sebaran kekuasaan di dalam partai terjadi.
Ketiga, seleksi kandidat dapat menunjukkan politik representasi yang berusaha dihadirkan oleh partai politik. Partai politik mencoba mendekatkan diri
dengan masyarakat melalui perekrutan individu yang dinilai merepresentasikan masyarakat tersebut. Representasi itu bisa secara ideologi, agama, sex, dan
sebagainya. Melalui politik representasi ini, partai politik mencoba memangkas jarak antara partai dengan dengan masyarakat; masyarakat merasa terwakili.
Keempat, seleksi kandidat menjadi penentu wajah partai di ruang publik. Kandidat yang diusung merupakan perwajahan partai dan akan sangat
mempangaruhi dukungan masyakaat di pemilu. Kapasitas kepemimpinan, pengalaman politik, ideologi, asal, dan catatan bersih atas tindak pidana menjadi
pertimbangan masyarakat sekaligus wajah partai di ruang publik.
925
Audrey Vandeleene, Candidate Selection: Explorations Beyond The Secret Garden Of Politics The Case Of Belgium, Belgia: Institute of Political Science Louvain, 2013, hlm. 2.
926
Sigit Pamungkas, Partai Politik Teori Dan Praktik di Indonesia, Yogyakarta : Institute For Democracy and Welfarisme, 2011, Hlm. 93.
927
Schattschneider dalam William Cross, Democratic Norms And Party Candidate Selection: Taking Contextual Factors Into Account, Jurnal Party Politics Vol 14. No.5 Pp. 596
–619, London: Sage Publications, 2008
777 Terakhir, seleksi kandidat dapat menunjukan tipe kepartaian sebuah partai
politik. Proses dan motif seleksi kandidat setiap tipe partai; kartel, catch-all, kader, dan massa atau busines-firm, memiliki ciri khas sesuai tipe kepartiannya.
928
Misal, partai dengan tipe catch-all biasanya akan membuka seluas-luanya kesempatan
bagi setiap individu; anggota partai ataupun bukan, untuk ikut serta dalam proses seleksi kandidat. Namun tidak mudah untuk mengelompokan tipe partai dengan
melihat rseleksi kandidat nya. Misal, sering terjadi partai massa namun proses rekutmennya tidak menunjukan ciri partai massa; dan seperti itu juga di tipe
partai lain. Ada dua hal yang dapat dibaca dari hal tersebut. Pertama, terjadi penyimpangan dari tipe kepartaian yang dimiliki oleh partai. Kedua, terjadi
transformasi tipe partai ke tipe partai lain.