439 1 Meningkatkan elektabilitas partai;
2 Meningkatkan legitimasi kepada ketua partai terpilih dan menciptakan stabilitas internal partai;
3 Mengurangi konflik internal partai; dan 4 Menghilangkan oligarki partai.
Pertama, menerapkan demokrasi internal partai dalam pemilihan kepala partai dipandang dapat meningkatkan elektabilitas. Reformasi dalam tata cara
pemilihan ketua partai untuk menjadi lebih demokratis seringkali menjadi bagian dari rencana strategi untuk meningkatkan citra ketua partai dan meningkatkan
elektabilitas partai.
342
Antony Downs menyatakan bahwa hal tersebut dapat menarik pemilih median. Dengan demokrasi internal partai, partai politik mencoba
melakukan catch all approach . Pendekatan klasik partai dengan mengakarkan
pemilih hanya kepada anggota grassroot yang memiliki kesamaan ideologis berubah dengan logika baru ini. Pendekatan baru ini dapat meningkatkan
elektabilitas partai, meskipun bukan merupakan pemilih yang loyal.
343
Di Italia, Centre-Left Coalition melakukan pemilihan pendahuluan untuk memilih pemimpin
koalisi partai untuk pemilihan umum tahun 2006. Pemilihan pendahuluan tersebut berhasil mengangkat popularitas Romano Prodi melalui kampanyenya dan
meningkatkan elektabilitas koalisi partainya.
344
Kedua, pemilihan ketua partai secara demokratis akan memberikan legitimasi lebih luas kepada ketua partai terpilih. Susan Scarrow menyatakan
bahwa implementasi demokrasi internal partai dapat memberikan kontribusi kepada partai berupa legitimasi dan stabilitas.
345
Dengan legitimasi dari anggota partai bahkan simpatisan partai, maka ketua partai dapat menjalankan partainya
dengan stabil. Ketua partai dapat dengan mudah melakukan kontrol terhadap gejolak internal partai sehingga membentuk partai yang lebih solid dan kuat.
346
Ketiga, pemilihan ketua partai secara demokratis akan mengurangi konflik internal partai. Oleh karena ketua terpilih memiliki legitimasi luas di dalam
partainya sendiri, maka konflik internal partai pun dapat diminimalisir. Menurut Marco Lisi, meminimalisir konflik internal partai menjadi penting karena konflik
internal partai dapat membahayakan elektabilitas partai dalam suatu pemilihan umum.
347
Keempat, implementasi demokrasi internal partai dalam pemilihan ketua partai, diharapkan dapat mengurangi elit dan oligarki di dalam partai politik. Hal
tersebut karena keputusan penting partai diputuskan oleh kelompok orang yang luas.
348
Mengadopsi sistem one member one vote merupakan cara untuk mengurangi elit partai, dan pada saat yang bersamaan memberdayakan partisipasi
dan hak anggota secara individual.
349
342
Marco Lisi, Loc.Cit.
343
Gaulia Sandri dan Anissa Amjahad, Op.Cit., hlm. 194.
344
Marco Lisi, Loc.Cit.
345
Susan Scarrow, Op.Cit., hlm. 3.
346
Marco Lisi, Loc.Cit.
347
Ibid.
348
Ofer Kenig, Democratization..., Op.Cit., hlm. 240.
349
Marco Lisi, Loc.Cit.
440
E. Menegakkan Demokrasi Internal Partai Melalui Peraturan Perundang-
Undangan
Party law undang-undang tentang partai politik menurut Richard Katz adalah peraturan negara yang mengatur status hukum partai politik dan seringkali
mengatur apa batas keanggotaan partai, bagaimana organisasi partai, bagaimana partai berkampanye, bagaimana partai harus mengelola dana, dan seterusnya.
Terdapat kebingungan memang mengenai sejauh mana negara dapat mengatur partai politik, sementara partai politik juga memiliki regulasi internal self-
regulation pada berupa ADART. Katz mengemukakan 3 tiga hal yang dapat menjadi objek peraturan negara tentang partai politik, yaitu:
350
1 Untuk
menentukan batasan apa itu partai politik, seperti siapa yang dapat mengikuti pemilihan umum, siapa yang berhak mendapatkan subsidi
sebagai partai.
2 Untuk
mengatur aktivitas yang dapat dilakukan oleh partai politik, seperti bagaimana pemasukan dan pengeluaran partai, bagaimana kampanye
partai dapat dilakukan.
3 Untuk
memastikan bentuk organisasi dan prilaku partai yang pantas. Menurut Katz isu ini merupakan objek yang paling kontroversial, karena ini
mencakup isu internal partai politik seperti penentuan calon peserta pemilu dan penentuan ketua partai. Undang-undang dapat saja
mengatur bahwa kepengurusan partai politik dipilih oleh anggota. Tetapi partai mungkin lebih memilih untuk menentukan kepengurusan
partai melalui Kongres. Undang-undang juga dapat mempersyaratkan keterwakilan gender atau etnis.
Sejauh mana negara dapat mengintervensi urusan partai politik ditentukan melalui pandangan negara terhadap partai politik sendiri. Di negara seperti
Australia, partai politik dipandang sebagai private association’, oleh karena itu di
Australia tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai organisasi partai politik baik di Negara Federal maupun negara bagian, kecuali
Negara Bagian Queensland. Di Australia partai politik di luar jangkauan peraturan perundang-undangan, partai politik hanya berjalan di bawah common law.
Meskipun kondisi tersebut mulai tereduksi dengan adanya peraturan mengenai pendaftaran partai politik dan pendanaan publik.
351
Negara Bagian Queensland teah mengimplementasikan undang-undang untuk menegakkan demokrasi internal partai. Queensland menerapkan demokrasi
internal partai dalam pemilihan pengurus partai dan pemilihan peserta pemilu party candidacy.
352
Hal tersebut juga terkait erat dengan sejarah suatu negara. Negara dengan tradisi demokrasi liberal yang kuat seperti Australia, United Kingdom, dan
350
Kenneth Janda, Political Parties and Democracy in Theoritical and Practical Perspective Adopting Party Law, Washington: National democratic Institute, 2005, hlm. 3-4.
351
Anika Gauja, Enforcing Democracy? Towards a Regulatory Regime for The mplementation of Intra-
Party Democracy , Democratic Audit Of Australia, Discussed 1662006.
352
Ibid.
441 Amerika Serikat jarang sekali mengatur mengenai partai politik. Hal tersebut dapat
dianggap sebagai intervensi negara terhadap masyarakat sipil. Sebaliknya, di negara seperti Jerman, undang-undang mengatur partai politik secara
komprehensif. Hal tersebut terkait dengan sejarah rejim Nazi di Jerman, sehingga penegakkan demokrasi internal partai dari pihak eksternal dipandang
fundamental dalam rangka menjaga demokrasi. Di negara transisional seperti Nigeria, Liberia dan Nepal pun pengaturan terhadap partai politik oleh negara
cukup komprehensif.
353
Apabila melihat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai partai politik di Indonesia, rejim peraturan perundang-undangan di Indonesia
dapat dikatakan komprehensif dalam mengatur partai politik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik mengatur mulai dari pembentukan partai politik, ADART Partai
Politik, keanggotaan partai politik, kepengurusan partai politik, penyelesaian perselisihan partai politik, keuangan partai politik, hingga pengawasan oleh negara
terhadap pelaksanaan undang-undang partai politik.
Menurut Jimly Asshidiqie kepengurusan partai politik memang sebaiknya diatur dalam undang-undang.
354
Dalam hal pemilihan ketua partai sendiri, undang- undang hanya mengatur melalui Pasal 22 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
yang menyatakan bahwa Kepungurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART . Kata
musyawarah pada ketentuan tersebut memang menghendaki tata cara pengambilan keputusan yang demokratis, namun pada praktiknya kata
musyawarah tersebut juga menjadi hambatan adanya pemilihan yang lebih demokratis dengan memperhatikan prinsip-prinsip insklusif dan kompetitif. Partai
politik tidak mungkin menerapkan pemilihan ketua partai secara langsung oleh anggota dengan one member one vote, apabila undang-undang mempersyaratkan
pemilihan ketua partai dilakukan secara musyawarah.
Pada praktiknya, ketentuan tersebut juga mempersempit ruang partai politik untuk melakukan pemilihan ketua parta, karena pada akhirnya partai
politik harus memilih ketua partai dengan demokrasi tidak langsung yaitu melalui elit partai untuk mendapatkan musyawarah . Dengan kata lain sebetulnya
ketentuan tersebut justru menjadi trigger terbentuknya oligarki politik karena pengambilan keputusan partai politik hanya ditentukan oleh elit partai.
Terlepas dari tidak adanya juga political will dari elit partai yang status quo sedang berkuasa untuk menerapkan demokrasi internal partai, ketentuan
mempersyaratkan musyawarah dalam pemilihan ketua partai sebaiknya dilakukan perubahan karena dapat menjadi hambatan untuk dilakukannya pemilihan ketua
partai secara langsung. Bagaimana pun, partai politik merupakan inkubator demokrasi, Fabio Wolkenstein mengatakan
if parties do not allow for broad and inclusive participation, democracy at large i
s elusive .
F. Penutup
353
Ibid.
354
Jimly Asshidiqie, Loc.Cit.