Demokratisasi Internal Partai di Indonesia.
638 parpol yang masing-masing terdiri dari 12 parpol nasional dan 3 parpol lokal
aceh. Hal ini merupakan suatu kewajaran jika republik ini memiliki sistem multi partai dan berbeda dengan negara-negara demokrasi lain dikarenakan
oleh ketentuan undang-undang melegalkan sebagaimana temaktub dalam ketentuan umum penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
partai politik, yaitu;
Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kemerdekaan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini kemudian diwujudkan dalam pembentukan Partai Politik
sebagai salah satu pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia.
746
Adanya multipartai dikerenakan untuk memperkuat sistem presidensiil yang menjadi agenda politik pasca reformasi yang menuntut diberlakukannya
sistem tersebut. Untuk itu, ketentuan umum menjelaskan pada paragraf yang selanjutnya, yaitu;
Upaya untuk memperkuat dan mengefektifkan sistem presidensiil, paling tidak dilakukan pada empat hal yaitu pertama, mengkondisikan
terbentuknya sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga,
mengkondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel dan keempat mendorong penguatan basis dan struktur
kepartaian pada tingkat masyarakat.
747
Begitulah kiranya penjelasan undang-undang partai politik dalam memaknai dan mengarahkan pembentukan partai seideal-idealnya. Dalam
disiplin ilmu politik, ada tiga teori tentang terbentuknya suatu partai, pertama, yang menyebutkan bahwa partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif dan
eksekutif, yang ditentukan berdasarkan pengangkatan untuk mengadakan kontak dan membina dukungan dengan masyarakat. Kedua, partai politik
dibentuk akibat terjadinya transisi yang berakibat pada krisis legitimasi, integrasi dan partisipasi. Partai berfungsi mengatasi kebuntuan partisipasi dan
integrasi di masyarakat. Ketiga, partai politik dibentuk atas dasar kebutuhan terhadap perubahan modernisasi sosial dan ekonomi
748
. Dari ketiga teori tersebut, semua mengarah pada kepentingan
masyarakat sebagai pemegang kekuasaan politik tertinggi supreme political authority yang berbentuk kedaulatan sovereignty dalam sistem demokrasi.
Oleh karena itu, anggota partai seharusnya merupakan benar-benar beranggotakan orang-orang yang merakyat, bukan malah merasa sebagai
elite dengan rakyat sebagai bawahan mereka. Sehingga, ketika
746
Ketentuan Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011.
747
Ibid. Ketentuan Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011.
748
Loc.Cit. Firman Subagyo, Hlm. Vi.
639 diamanahkan dengan kekuasaan, kepentingan rakyat benar-benar diakomodir
dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, partai politik sudah menjadi suatu keniscayaan sebagai wadah rakyat untuk memperoleh kekuasaan demi
tegaknya kedaulatan rakyat sebagai substansi dari demokrasi, bukan malah menjadi wadah rakyat untuk memperoleh kekuasaan dan menjadi elite yang
memisah diri dari golongan rakyat dengan melupakan posisi pro pada kepentingan masyarakat.
Selain itu, pada tataran ideal parpol sudah seyogianya menjadi saluran aspirasi rakyat. Akan tetapi pada era Reformasi hal ideal itu seolah-olah
menjadi omong kosong karena mayoritas parpol diisi oleh pengangguran elite , yaitu mereka yang hanya mengandalkan kemampuan lobi tetapi tidak
memiliki usaha ekonomi produktif sebagai penyokong aktifitas politiknya; dan para pecundang, yaitu mereka yang mendirikan partai setelah kalah bersaing
dalam partai sebelumnya. Alih-alih memperjuangkan aspirasi rakyat, tujuan mereka aktif di parpol adalah memperjuangkan kesejahteraan ekonomi
mereka semata dan mengejar kekuasaan. Orang-orang parpol seperti ini jelas akan merusak citra parpol dan esensi demokrasi. Apabila tidak dikelola secara
baik maka parpol bisa menjadi bumerang bagi demokrasi
749
. Oleh karena itu, sistem kepartaian dalam pengusungan kandidat calon perlu ditinjau lagi.
Dengan sistem kepartaian yang lebih mengandalkan sistem kebapakan yang terpusat centralized-patrimonial, calon-calon politisi yang akan didapat
adalah calon- calon yang menghandalkan lobi dan lebih bisa cari muka kepada
petinggi-petinggi partai DPP
750
. Akibatnya, Calon-calon politisi yang menjadi kandidat pada pemilu di isi oleh orang-orang yang berdasarkan kedekatan,
bukan berdasarkan kapabel dan representatif. Diperburuk lagi oleh kondisi dimana partai politik menjadi wadah dinasti kekuasaan oleh sekelompok orang
yang terikat dalam hubungan pertalian darah, suku, klan dan lain sebagainya. Hal ini membuat demokratisasi di internal partai tidak berjalan.
Bila demokrasi dimaknai sebagai sistem yang memberi kesetaraan equality semua pihak untuk mengakses jabatan-jabatan publik, jelas
keberadaan politik seperti ini merupakan ancaman terhadap demokrasi karena tidak membuka peluang yang sama kepada semua pihak. Padahal mungkin saja
dalam sebuah partai ada caleg yang lebih potensial dan representatif, dalam arti memiliki kapabilitas dan elektabilitas di daerah pemilihan tertentu. Rakyat
kerap dipaksa memilih pesohor yang bahkan tanpa rekam jejak dalam dunia politik
751
. Oleh karena itu, ada dua hal yang menjadi perhatian utama dalam
pembenahan, pertama pembenahan sistem dan yang kedua pembenahan personality yang menjalankan sistem. Pembenahan sistem memang terbilang
penting, akan tetapi pembenahan mentalitas personality yang menjalankan sistem supaya sistem tetap pada jalurnya sangat lebih penting lagi. Oleh karena
itu, personality menjadi faktor penting dalam membuat sistem dijalankan sebagaimana mestinya. Faktor personality cukup diharapkan hanya menjadi
749
Op. Cit. Firman Subagyo, Hlm. 8.
750
Hamdi Muluk, Mozaik Psikologi Politik Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, Hlm. 20.
751
Loc. Cit. Tamsil Linrung, Hlm. 64.
640 corak saja, bukan penentu. Determinitas kehidupan politik ada pada sistem,
bukan pada perorangan
752
. C.
Membangun Perkaderan Keanggotaan Partai Yang Efektif Menuju Politik Substantif.
Sejak awal kemerdekaan para Founding Fathers sepakat bahwa republik ini dibangun dengan mengikuti sistem dan kaidah demokrasi. Konsekuensinya,
keberadaan dan peran parpol merupakan keniscayaan. Tak ada demokrasi tanpa parpol. Yang menjadi persoalan ialah jika parpol tidak melaksanakan
fungsinya sebagai pilar pembangunan demokrasi secara sehat dan kokoh. Parpol kehilangan simpati dan kepercayaan rakyat, demokrasi pun sakit dan
rapuh sehingga tidak mampu mewujudkan janji-janji dan amanatnya untuk mencerdaskan dan menyejahterakan rakyat
753
. Partai politik adalah sarana yang dapat digunakan oleh rakyat untuk
mengakses jabatan politik dalam upaya mencoba mempengaruhi arah kebijakan publik. Sayangnya, keberadaan partai politik di republik ini masih
ditandai belum lepasnya mereka dari gerogotan penyakit lama, yaitu ketika kekuasaan yang mereka kejar hanya digunakan untuk mempertahankan
kekuasaan itu selama mungkin, selebihnya mereka melupakan tanggung jawab sosialnya jauh dari nilai politik substantif. Akibatnya, mereka hanya bergaul
dengan rakyat menjelang dan selama masa pemilihan umum. Di luar itu, mereka merasa tidak perlu untuk bergantung pada rakyat, malah lebih
cenderung bersikap layaknya lapisan elite yang menjaga jarak dari konstituennya, dan asyik-masyuk dengan kepentingannya sendiri. Bahkan
tidak jarang, aktualisasi kepentingan partai politik itu diametral dengan kepentingan rakyat
754
. Kenyataan inilah yang menyebabkan partai politik
semakin kehilangan kredibelitasnya di mata rakyat. Disamping itu, akses orientasi kekuasaan yang dikembangkan oleh partai politik lebih banyak
memberikan andil pada fragmentasi politik yang mengkotak-kotakkan masarakat berdasarkan pilihan politiknya ketimbang mengukuhi fungsi
idealnya untuk menjadi jembatan yang menghubungkan rakyat dengan elite politik. Politik yang dihasilkan di era reformasi ini baru sebatas politik kulit-
kulit politik sebagai arena perebutan kekuasaan oleh elit politik sebagai permainan, belum politik yang substantif. Politik substantif adalah semua
kulit-kulit politik tersebut harus berujung kepada suatu yang paling substantif , yaitu kepentingan publik. Politik yang tidak menghasilkan kepentingan publik
kebijakan bersama hanyalah politik kosmetik; kelihatannya bergairah, tapi tidak ada isinya
755
. Menurut Meriam Budiarjo, Partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dan mempunyai tujuan untuk memperoleh kekuasaan
politik dan melalui kekuasaan itu, melaksanakan kebijakan-kebijakan
752
Op. Cit. Hamdi Muluk, Hlm. 50.
753
Komarudin idayat, Kegagalan Kaderisasi Parpol , http:keuanganlsm.comkegagalan-
kaderisasi-parpol, di akses tanggal 4 Juli 2016.
754
Loc. Cit. Setia Permana, Hlm. 264.
755
Loc. Cit. Hamdi Muluk, Hlm. 17.
641 mereka
756
. Sedangkan menurut M. Mufti Mubarok, partai politik adalah sekelompok orang-orang yang memiliki ideologi yang sama, berniat merebut
dan memepertahankan kekuasaan dengan tujuan untuk yang menurut pendapat mereka pribadi paling idealis memperjuangkan kebenaran, dalam
suatu level tingkat negara
757
. Berangkat dari definisi ahli diatas, dapat dikatakan bahwa partai politik
merupakan terdiri dari sekelompok orang yang memiliki tujuan dan orientasi yang sama dalam merebut kekuasaan, tentunya diharapkan tidak melupakan
cita dibentuknya partai semula setelah duduk diatas kekuasaan. Penghayatan cita dan ideologi partai oleh anggota menjadi suatu kewajiban, sehingga
kebijakan yang diambil sesuai dengan khitah perjuangan partai yang diemban dalam mencapai tujuan negara. Oleh karena itu, mekanisme perkaderan yang
mumpuni merupakan sesuatu yang sangat vital dalam regenerasi partai mencipktakan kader yang kapabel.
Kader yang kapabel ialah mereka yang benar-benar tokoh dan kader yang akan mampu menanggung beban memajukan bangsa dan negara
758
serta berkarakter dan kaya gagasan pembangunan bangsa kedepan agar jadi lebih
baik. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap kemajuan bangsa dan negara. Oleh karena itu, membentuk kader yang kapabel tidak bisa hanya
sekedar melalui pelatihan, seminar atau sejenisnya pada tataran teori saja yang bersifat seremonial belaka, akan tetapi bimbingan serta pemantauan
perkembangan track record kader dalam merakyat pada tataran action dilapangan mestinya menjadi perhatian serius bagi partai, jika partai benar-
benar hendak menciptakan iklim demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang kental. Memproses kader dalam mengembangkan kecerdasan
sosial dan memiliki semangat memperjuangkan rakyat di tengah-tengah kehidupan berbangsa merupakan suatu substansi dalam menjadikan kader
lebih dekat dengan masyarakatnya, Seperti melaksanakan kegiatan sosial dan bermanfaat bagi masyarakat, membangun kedekatan emosional, bukan dengan
uang semata. Dan ini dibangun butuh waktu yang lama, sehingga angka golput dan swing voter pada pemilu berkurang dan jumlah pemilih loyal
meningkat. Dan kader menjadi dewan legislatif rakyat yang sejati. Begitulah kiranya menjadi tujuan dalam penjelasan undang-undang nomor 2 tahun 2011
tentang partai politik, yang berbunyi;
Partai Politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis guna mendukung
sistem presidensiil yang efektif. Penataan dan penyempurnaan Partai Politik diarahkan pada dua hal utama, yaitu, pertama, membentuk sikap
dan perilaku Partai Politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi.
Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku Partai Politik yang
756
Miriam Budiardjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, Hlm. 200.
757
M. Mufti Mubarok, Indonesia Tak Butuh Presiden, Surabaya: PT. Java Pustaka Group, 2008, Hlm. 69.
758
Loc. Cit. Firman Subagyo, Hlm. 109.
642 memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta
mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua, memaksimalkan fungsi Partai Politik baik fungsi Partai
Politik terhadap negara maupun fungsi Partai Politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik
yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.
759
Akan tetapi, mengingat ketidak jelasan mekanisme perkaderan dan sistem rekrutmen yang dinilai gagal menyebabkan partai diisi oleh kader-kader
yang tidak berkompeten. Pada hal, dari rahim partai politiklah diharapkan akan melahirkan politisi bermental negarawan yang berkarakter dan kaya akan
gagasan mambangun bangsa dan negara. Kegagalan perkaderan ini diamini oleh Komarudin Hidayat lewat tulisannya;
Di samping masalah undang-undang kepartaian yang perlu direvisi, kultur politik dan birokrasi yang busuk juga menjadi ganjalan serius bagi
pertumbuhan parpol di Indonesia. Satu faktor lagi yang tak kalah seriusnya adalah kegagalan sistem dan mekanisme perkaderan. Ini
sangat dirasakan ketika parpol berkompetisi memperebutkan kursi kepemimpinan daerah dan nasional, rakyat merasa bingung dan kecewa
karena calonnya tidak meyakinkan. Begitu pun kader-kader parpol yang duduk di kursi DPR banyak yang terlibat korupsi. Jadi, bagaimana
pemerintah akan mampu melaksanakan amanat kemerdekaan kalau parpol yang menjadi pilarnya keropos dan dikelola oleh kader-kader di
bawah standar?
760
Selain itu, mencari cara instan dalam merekrut anggota dengan barometer modal, ketenaran, trah kekuasaan dan latarbelakang agama
dengan mengabaikan kader-kader lama yang kapabel untuk diusung sebagai kandidat calon legislatif oleh partai tanpa berproses dipartai terlebih dahulu
berbuat untuk rakyat serta menyelami visi-misi serta ideologi partai juga merupakan sesuatu yang akan membuat kader partai rentan dengan sikap acuh
tak acuh dan jauh dari sifat idealis dalam mengemban ideologi partai sebagai platform didirikannya partai itu sendiri. Hal ini membuat ideologi dan visi-misi
partai hanya sebagai aksesori partai belaka sehingga membabi butanya doktrin
politik sebagai lahan bisnis bagi kader yang seperti ini. Pada akhirnya, Pemilu bukan menjadi ajang pertarungan visi-misi, adu program dan strategi antar
partai, melainkan adu uang, kekerasan, tipu daya dan menjerumuskan rakyat pada praktek pembodohan politik serta semakin jauh dari tujuan mencapai
kesejahteraan. Hal ini lah yang harus dihindari dengan menciptakan kader partai yang kapabel dan merakyat.
Ketika partai diprakarsai oleh orang-orang kapabel, maka akan berbanding lurus dengan meningkatnya kredibelitas rakyat terhadap partai
759
Loc. Cit. Ketentuan Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011.
760
Komarudin idayat, Kegagalan Kaderisasi Parpol , http:keuanganlsm.comkegagalan-
kaderisasi-parpol, di akses tanggal 4 Juli 2016.
643 politik, yang pada akhirnya partai politik menjadi popolis. Sistem internal
partaipun akan tercipta apik dan berjalan dengan baik hingga bermuara pada suatu kondisi tercapainya politik substantif.