Dorongan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Partai Politik

693 Menurut Bappenas dalam rangka konsolidasi demokrasi, peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD diindikasikan dapat mencerminkan efektifitas pelaksanaan fungsi parlemen, karena parlemen merupakan representasi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan supremasi kekuasaan sipil. Dalam pendekatan ini, parlemen dikatakan efektif jika memprioritaskan kepentingan masyarakat. Ukuran untuk menilai hal ini di antaranya adalah adanya tingkat partisipasi dan kontestasi politik yang tinggi, akuntabilitas politik yang tinggi, dan adanya hubungan yang kuat antara politisi dengan konstituen. Maka dari itu dalam pada aspek lembaga demokrasi, semakin tinggi prakarsa DPRD untuk mengusulkan rancangan peraturan daerah, semakin tinggi pula nilai indeks demokrasinya. 842 Tentu konteks DPRD sebagai ukuran final kualitas lembaga demokrasi tidaklah tepat. Walaupun demikian, hal yang penting adalah bahwa esensi sebagai lembaga perwakilan menjadi titik awal untuk melihat derajat keterwakilan dan hubungan antara politisi dengan konstituen. Tidak semua orang dapat memenuhi syarat untuk cakap bermusyawarah dalam lembaga perwakilan, sebagaimana tidak semua orang pula dapat dicitrakan memiliki integritas, keinsyafan dan tanggung jawab politik, keterpelajaran, dan kepemilikan rasa keagamaan atau keyakinan yang baik sebagai way of life. 843 Yang tidak kalah penting mengenai pendekatan ini adalah peran partai politik. Dalam konsep Indeks Demokrasi Indonesia ini, partai politik ditempatlan sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan dan kedudukan poltik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan- kebijakan mereka. 844 Wilhelm Hofmeister and Karsten Grabow mengatakan bahwa: A political party has achieved its primary goal when it gains parliamentary representation, or even participation in the government. It has almost made it : its representatives are sitting in parliament, possibly even exercising governance; for a fixed term the party exercises power, enjoys the privileges linked to political power and may finally distribute favour to its clients. From 842 Maswadi Rauf dkk., Demokrasi Indonesia: Ledakan Tuntutan Piblik Vs. Inersia Politik, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, dan Badan Pusat Statistik, 2013, hlm. 18. 843 Ibid., hlm. 6. 844 Ibid.,, hlm. 18. 694 a policy-oriented perspective, however, only with the successful entry into parliament does the real work start. Depending on how many parliamentary seats a party wins, it is now about to forge coalitions, coalition agreements or arrangements, work out a government programme and face countless problems and at least solve a substantial part of these. 845 Secara singkat dari penjelasan di atas dapat digarisbawahi bahwa tujuan utama partai politik adalah memperoleh keterwakilan di parlemen, atau bahkan keikutsertaannya dalam pemerintahan. Begitu telah tercapai perolehan kursi tersebut, dalam masa jabatan tertentu, partai menikmati kekuasaan, termasuk berbagai keistimewaan terhadap kekuasaan politik dan mungkin akhirnya memberikan pelayanan tertentu bagi klien mereka. Situasi inilah yang membahayakan kehidupan pemerintahan jika dari para anggota legislatif ini tidak terjaga kualitas dan integritasnya. Maka dari itu pada bagian ini diajukan pertanyaan, apakah peraturan yang berlaku cukup kondusif untuk mendorong partai politik melaksanakan tanggung jawab untuk menetapkan standar kualifikasi bagi calon anggota legislatif. Pendekatan untuk menjawab pertanyaan tersebut di antaranya diambil dari ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, Undang- Undang Partai Politik, dan Undang-Undang tentang MD3. UU Nomor 10 Tahun 2008 mengamanatkan agar penyelenggaraan pemilihan umum harus dilaksanakan secara lebih berkualitas dari waktu ke waktu. Tujuannya, agar tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas. 846 Namun, Undang-Undang ini diganti untuk menyesuaikan dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat. 847 Dalam Naskah Akademik Perubahan UU Pemilu lama ini dikatakan bahwa Pemilu yang terselenggara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil 845 Wilhelm Hofmeister and Karsten Grabow, Political Parties: Functions and Organisation in Democratic Societies, 2011 Konrad Adenauer Stiftung, hlm. 69. 846 Naskah Akademik Perubahan Undang- Undang Pemilu Nomor Tahun …., hlm. , dalam http:www.rumahpemilu.compublicdoc2013_11_11_04_31_39_NA20PERUBAHAN20UU 20PEMILU2010-2008.pdf , pada tanggal 7142016 11:06:07 AM 847 Konsiderans huruf b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 695 merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas, dapat dipercaya, dan dapat menjalankan fungsi-fungsi kelembagaan legislatif secara optimal. 848 Lebih lanjut dikatakan bahwa: Penyelenggaraan pemilu yang baik dan berkualitas akan meningkatkan derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan keterwakilan yang makin kuat, dan dapat dipertanggungjawabkan. Penyempurnaan penyelenggaraan dan sistem pemilu DPR, DPD, dan DPRD diperlukan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dan kekurangan yang ada pada pemilu sebelumnya. Perbaikan diperlukan dalam penyelenggaraan pemilu, mulai dari penataan jangka waktu tahapan Pemilu, verifikasi peserta Pemilu, verifikasi daftar calon legislatif, tahap pemungutan suara, tahap penghitungan suara, dan penetapan calon legislatif terpilih. Penyelenggaraan pemilu yang berkualitas diperlukan untuk mewujudkan partisipasi masyarakat secara tepat dan memiliki derajat keterwakilan yang kuat melalui wakil-wakil mereka yang duduk di dalam kelembagaan DPR, DPD, dan DPRD. Pada akhirnya, masyarakat dapat merasakan manfaat atas sistem keterwakilan yang diwujudkan melalui pemilu dalam penyelenggaraan pengelolaan negara dan pemerintahan. 849 Untuk dapat mewujudkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas, tentulah tidak dapat berharap banyak dari Undang-Undang Pemilihan Umum ini. Hal itu dikarenakan bahwa Komisi Pemilihan Umum tidak akan pernah ditugaskan untuk memverifikasi anggota-anggota partai politik yang dicalonkan, melainkan sebatas memverifikasi keabsahan partai politik untuk memenuhi syarat keikutsertaan Pemilu. Maka dari itu, ketika ditemukan anggota parlemen yang kurang memiliki integritas dan kualitas, maka di sana lah tanggung jawab terbesar partai politik. Lalu apakah kebutuhan tersebut dapat terjawab oleh Undang-Undang Partai Politik? Sebagaimana telah dikemukakan di latar belakang, siapa yang memenuhi syarat untuk dimajukan sebagai calon anggota legislatif betul-betul diserahkan kepada mekanisme internal, karena UU menyerahkannya kepada keberlakuan AD ART partai. Sentuhan yang mengarah kepada harapan kualitas calon adalah pada ketentuan mengenai pendidikan politik. 850 Dikatakan bahwa pendidikan politik di antaranya berupa pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan. Dapat dimengerti jika keberhasilan partai politik untuk mencetak 848 Op.cit., hlm. 7. 849 Naskah Akademik Perubahan Undang- Undang Pemilu Nomor Tahun …., hlm. 850 Pasal 34 ayat 3b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik 696 kader tersebut mengarahkan pada tipologi yang dikemukakan oleh Duverger, apakah menjadi partai kader atau partai massa. Lebih tepatnya, Duverger menjelaskan sebagai berikut: With regard to party membership Duverger distinguished the cadre parties and the mass parties . Similarly to the caucus and the branch parties, the basis of the distinction was the number of members. The cadre parties, built on selected persons are active in the period of elections, they focus on campaign organization and contact with candidates. The mass parties dispose of large membership and thus with large financial background, being able to finance their campaign from several sources. 851 Menurut Duverger, pembedaan antara partai kader dengan partai massa terletak pada antara titik tekan kualitas dan kuantitas. Partai kader berbasis pada orang-orang yang terpilih, yang aktif dalam suatu periode pemilihan, dan mereka focus pada pengorganisasian kampanya dan hubungan dengan kandidat. Sementara itu partai massa berfokus pada jumlah keanggotaan yang besar dengan latar belakang keuangan yang besar pula, sehingga dapat membiayai kampanye dirinya dari berbagai sumber. Maka dari itu menarik yang dapat dipetakan dari table di bawah ini untuk menyoroti bahwa partai politik yang memiliki pendekatan anti korupsi serta berkonsentrasi pada mekanisme internalnya memiliki komitmen di antaranya adalah untuk mengendalikan korupsi, memperhatikan akuntabilitas dan dan transparansi, serta memperhatikan akuntabilitas pula pada tata kelola internal partai. Secara lengkap table tersebut tampak sebagai berikut: Tabel Major Tradeoffs in Political Finance Policy Political Contention Approach Anti-Corruption Approach Strategic ends Providing resources for political contention Controlling corruption 851 János Simon , The Change of Function of Political Parties at the Turn of Millennium Barcelona: Institute for Political Science of the Hungarian Academy of Sciences, Institut de Ciències Polítiques i Socials, 2003, hlm. 9 697 Parties as vehicles, agents for political contention Parties as civic entities or public utilities Distributive policies directly or indirectly Regulatory policies setting limits on flows of providing resources funds; transparency and accountability Civil society as active, self-interested political Civil society as a check on political, financial Protagonists Excesses Tactical means Encouraging flow of private funds Checking influence of private contributors Providing public funds Developing parties with strong independent financial bases Internal party accountability, governance Public accountability, transparency Blind trusts keeping contributions unverifiable, Transparency to encourage accountability, protecting citizens from reprisals check excesses and shady deals Encouraging new parties and independent Creating a consistent and comprehensible Candidates range of choices for citizens Emphasis on parties Emphasis on individual candidates Emphasis on national issues, candidates, coalitions Emphasis on local issues, candidates, interests 698 Sumber: The National Democratic Institute for International Affairs NDI 852 Lebih jauh, sangat bermanfaat apa yang menjadi hasil kajian NDI tersebut bahwa dalam demokrasi representatif, partai politik yang memenangkan pemilu berperan secara langsung untuk memerintah bangsa. Untuk dapat secara efektif memerintah, partai harus: 1 Know how the government works and operates for example: study the country’s government, laws and constitutions; 2 Teach their members and candidates how to govern for example: produce educational guidebooks and conduct training seminars; 3 Develop comprehensive plans for governing party platforms, issues papers and transition outlines and 4 Prepare plans, so that, if it does not win enough elective offices to govern alone, it is ready to serve as partner in coalition government . 853 Dari keharusan tersebut secara singkat tampak bahwa terhadap partai politik dituntut pengetahuan bagaimana memerintah. Tidak sekedar itu, dibutuhkan pula kecakapan untuk mengajarkan anggotanya bagaimana memerintah. Selain itu diperlukan juga pengembangan perencanaan dalam rangka memerintah. Jika kemampuan tersebut telah dimiliki, maka partai politik akan siap sebagai mitra dalam pemerintahan koalisi. Maka dari itu yang dapat ditekankan lagi di sini adalah bahwa partai sebagai media pelatihan untuk menempati jabatan- jabatan pemerintahan karena parties claim to contain among their membership the personnel capable of providing political leadership for the nation . 854 Konsekuen terhadap hal itu, sebagai salah satu hasil seminar OSCE Human Dimension Seminar, partai politik seharusnya memiliki kriteria yang bersih dan transparan bagi proses seleksi kandidiat, khususnya dengan tujuan untuk pemajuan kesetaraan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan. 855 Anthony King pernah mengingatkan bahwa pada kenyataannya banyak para pengambil kebijakan di pemerintahan bukan diisi dengan pemilihan, melainkan penunjukkan. Partai hanya berperan pada wilayah yang terbatas pada 852 Michael Johnston, Political Finance Policy, Parties, And Democratic Development, New York: National Democratic Institute for International Affairs NDI, 2005, hlm. 7. 853 The Role of Political Parties in a Democracy, Washington: National Democratic Institute and International Republican Institute, hlm. 5. 854 William, … op.cit., hlm. 490. 855 OSCE Human Dimension Seminar, The Role of Political Parties in The Political Process, Consolidated Summary, Warsaw, 18-20 May 2011, hlm. 15. 699 self-recruitment of individuals. Namun demikian, fungsi organisasi pemerintahan mengacu pada entitas yang luas, yang melaksanakan kekuasaanya terhadap berbagai elemen pemerintahan. 856 Dalam hal ini, partai politik melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, yang dalam hal ini banyak dikaji oleh para ahli termasuk Michels dan Duverger. 857 Fungsi control seperti itu menempatkan partai politik sebagai elemen mesin politik yang seperti pedang bermata dua. Jika kualitas kader parpol terlatih untuk menjalankan prinsip prinsip good governance, dapat diharapkan bahwa ketika berperan untuk mengontrol pemerintahan akan dapat menjalankan prinsip prinsip good government. Lalu apakah juga Undang-Undang sudah dapat menguatkan kesadaran akuntabilitas anggota legislative? Dalam hal ini ditemukan ketidaksinkronan antara hak dan kewajiban kualitas anggota DPR untuk menunjang akuntabilitasnya secara individu. Seharusnya, penerapan akuntabilitas politik dalam kerangka pencapaian demokrasi substantive dapat kontekstual dengan tugas dan fungsi DPR. Baik Undang-Undang MD3 sebelum maupun sesudah tahun 2014 858 , ditegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran. Ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. 859 Fungsi legislasi dari UU tersebut berubah penyebutan menjadi fungsi pembentuk peraturan daerah dalam UU No. 23 Tahun 2014. Atas fungsi tersebut DPR memiliki wewenang dan tugas membentuk peraturan daerah kabupatenkota bersama bupatiwalikota; dan membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupatenkota yang diajukan oleh bupatiwalikota. 860 Dalam UU MD3 2014 disebutkan hak dan kewajiban anggota DPR. Dikatakan bahwa DPR memiliki hak 856 Op.cit. 857 Comparative Politics, July 1983, hlm. 478, dalam https:www.tcd.iePolitical_Scienceundergraduatemodule-outlinessspolitical- partiesPolPSchonfeldCompPols83.pdf ., pada tanggal 7182016 10:00:00 PM 858 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sering disebut UU MD3. 859 Pasal 69 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 860 Pasal 71. 700 interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. 861 Berbeda dengan hak secara kelembagaan tersebut, secara individual anggota DPR memiliki hak untuk a. mengajukan rancangan peraturan daerah kabupatenkota; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; e. membela diri; f. imunitas; g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas; h. protokoler; dan i. keuangan dan administratif. 862 Yang menjadi kesenjangan adalah bahwa sejumlah hak tersebut tidak dapat dikonsistenkan dengan kewajiban, karena kewajiban anggota DPR yang dienumerasi dalam kedua ini sebagai berikut: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat; f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; g. menaati tata tertib dan kode etik; h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota; i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya. 863 Dari sejumlah kewajiban tersebut yang dapat mendekati upaya meminta akuntabilitas anggota DPR adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah 861 Pasal 73 ayat 3 862 Pasal 80. 863 Pasal 81. 701 pemilihannya. Kewajiban tersebut dapat memunculkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, karena indikator pertanggungjawaban moral dan politis sulit terukur, maka dapat saja dipahami hanya sebatas anjuran, bukan norma yang mengikat dan sangat relative bergantung pada kemungkinan kedua. Kemungkinan kedua yang dimaksud adalah kemungkinan untuk memunculkan inisiatif bagi anggota DPR untuk berimprovisasi mengoptimalkan integrasi yang bersangkutan. Secara kolektif, jika terdapat kesepakatan, inisiatif tersebut dapat dituangkan ke dalam suatu tata tertib, misalnya. Menurut UU MD3 lalu, selama menjalankan kewajibannya, anggota DPR wajib mematuhi kode etik yang berisi norma-norma yang disusun oleh DPR itu sendiri. Norma-norma tersebut ditujukan supaya anggota DPR terjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitasnya. 864 Akan tetapi pranata kode etik tersebut belum menunjukkan ketersambungan atau menunjang dengan akuntabilitas fungsi pembentuk peraturan daerah. Dengan berbagai ketentuan demikian, bagi suatu lembaga perwakilan rakyat, fungsi, tugas dan wewenang, dan hak dan kewajiban tersebut lebih terukur untuk melihat akuntabilitas kinerja DPR. Maka dari itu tampaklah bahwa integritas dan kualitas anggota DPR lebih merupakan dorongan moral dan etika, daripada dorongan normative. Komitmen akan dorongan inilah yang menjadi tanggung jawab partai politik dalam rangka pembinaan kadernya.

D. Penutup

Berdasarkan uraian di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa partai politik adalah pihak yang paling bertanggungjawab jika anggota legislative tidak menunjukkan kualitas dan integritas. Dorongan beberapa Undang-Undang terhadap partai politik untuk dapat kondusif menciptakan kadernya belum memadai, dan memang selayaknya demikian, untuk dapat mendorong partai politik menetapkan standar kualifikasi bagi para calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Maka dari itu, tulisan ini merekomendasikan supaya partai politik membenahi dan mengintrospeksi dirinya akan kesadaran terhadap fungsinya. 864 Pasal 119 ayat 2 UU MD3. 702 Selain itu, partai politik perlu didorong untuk dapat kecara konsekuen dan berkesinanbungan mengkader pada anggotanya akan basis bernegara. DAFTAR PUSTAKA Bagir Manan, Menjaga Rasa ormat Publik terhadap Badan Perwakilan Rakyat , makalah, disampaikan dalam diskusi yang diselenggarakan Majelis Kehormatan Majelis Kehormatan DPD RI, 2012. Comparative Politics, July 1983, dalam https:www.tcd.iePolitical_Scienceundergraduatemodule- outlinessspolitical-partiesPolPSchonfeldCompPols83.pdf ., pada tanggal 7182016 10:00:00 PM Hofmeister, Wilhelm dan Grabow, Karsten, 2011. Political Parties Functions and Organisation in Democratic Societies, Konrad Adenauer Stiftung. Indah Pahlevi, 2015. Fungsi Representasi DPR dalam Era Parlemen Modern, dalam DPR RI Menuju Parlemen Modern Jakarta: PD3I Setjen DPR RI dan Azza Grafika. Johnston, Michael, 2005, Political Finance Policy, Parties, And Democratic Development, 2005, New York, National Democratic Institute for International Affairs NDI National Democratic Institute, Developing party policies, 2013, Washington, hlm. 42, dalam https:www.ndi.orgnode20669 , pada tanggal 7182016 9:48:12 PM Naskah Akademik Perubahan Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008, dalam http:www.rumahpemilu.compublicdoc2013_11_11_04_31_39_NA20 PERUBAHAN20UU20PEMILU2010-2008.pdf , pada tanggal 7142016 11:06:07 AM M ARKUS J UNIANTO S IHALOHO YUD, K UALITAS A NGGOTA P ARLEMEN S AAT I NI D IPANDANG J AUH M ENURUN , DIAKSES DARI HTTP : WWW . BERITASATU . COM NASIONAL 289516- KUALITAS - ANGGOTA - PARLEMEN - SAAT - INI - DIPANDANG - JAUH - MENURUN . HTML , PADA TANGGAL 7142016 3:01:33 PM Maswadi Rauf dkk., 2013. Demokrasi Indonesia: Ledakan Tuntutan Piblik Vs. Inersia Politik, Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, dan Badan Pusat Statistik. Riker, William H. The Two-Party System and Duvergers Law: An Essay on the istory of Political Science , The American Political Science Review, VoL 76, No.4 Dec., 1982, dalam http: links .j stor .orgsici ?sici =0003 - 055428198212 29763A4 3C7 5 33ATTSAD L 3E2.0 .C03 B2- B, pada tanggal 7152016 11:14:49 AM.