Pengaturan Penyelesaian Kepengurusan Partai Dalam Tiga Undang-Undang
1031 kewenangan Pengadilan Tinggi Jakarta.
259
Dimana seharusnya penyelesaian melalui pengadilan negeri merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat
diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Terlihat bahwa praktik penyelesaian perselisihan kepengurusan pada masa ini tidak sesuai dengan aturan yang berlaku
dan dalam proses penyelesaiannya tetap saja memerlukan waktu yang cukup lama.
b. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik Ketentuan penyelesaian perselisihan partai politik dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik UU 22008 ini dapat dilihat pada Pasal 32 UU 22008 yang menjelaskan sebagai berikut pada:
1 Perselisihan partai politik diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat; 2 Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak
tercapai, penyelesaian perselisihan partai politik ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan;
3 Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dilakukan melalui rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase partai politik
yang mekanismenya diatur dalam AD dan ART. Selanjutnya juga dijelasakan pada Pasal 33 UU 22008 sebagai berikut:
1 Perkara partai politik berkenaan dengan ketentuan Undang-Undang ini diajukan melalui pengadilan negeri;
2 Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung;
3 Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 enam puluh hari sejak gugatan perkara terdaftar di
kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 tiga puluh hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.
Perselisihan kepengurusan dalam internal partai politik pada masa UU 22008 masih dialami oleh beberapa partai politik. Terilihat dari tiga kali diadakannya
suksesi kepemimpinan dalam tubuh PKB rentan dengan warna konflik, klimaksnya ketika kepengurusan kembar kembali terjadi, yakni PKB versi Gus Dur dengan PKB
versi Muhaimin Iskandar.
260
Keduanya saling mengklaim diri sebagai ketua umum dari hasil dualisme forum pengambilan putusan tertinggi yaitu muktamar luar biasa.
Metode gugat-menggugat pun dipraktikkan. Cerita penuh konflik tentang perebutan jabatan di tubuh PKB tidak hanya pada putusan pemberhentian anggota saja, tetapi
juga sampai kepada penarikan kembali anggota legislatif recall. Penyelesaian secara non litigasi rekonsiliasi, mediasi, dan arbitrase tidak menuai hasil sebagaimana
yang telah diterapkan oleh PKB dalam penyelesaian kepengurusannya.
261
Begitu juga
259
http:suaramerdeka.comv1index.phpreadcetak2008072623835Nasib- PKB-setelah-Kasasi-MA, diakses pada tanggal 4 Mei 2015 Pukul 09.32 WIB.
260
Lihat Ummy Kulsum,dkk, Dinamika Politik PKB Studi tentang Konflik nternal 1999-
, Volume , -10 Agustus, 2013, Mata Budaya, hlm.4-6.
261
Refly Harun, Sengkarut Konflik Parpol, Rabu 1 April 2015, dalam website Kementrian Sektreyariat Negara Republik Indonesia. diakses pada 12 Mei 2016, Pukul 21:20
WIB.
http:www.setneg.go.idindex.php?option=com_contenttask=viewid=8943
1032 denga jalur hukum melalui pengadilan negeri sudah ditempuh, namun tidak juga
dapat menyelesaikan perselisihan kepengurusan yang terjadi di internal Partai PKB.
262
c. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
Berdasarkan pengalaman Konflik PKB yang berlarut-larut, yang terjadi pada
rezim undang-undang sebelumnya, menggerakkan perubahan parsial Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik UU Parpol dengan mengintroduksi keberadaan mahkamah partai. Terkait penyelesaian
perselisihan partai politik dapat dilihat Pasal 32 UU Parpol:
1 Perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART;
263
2 Penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang
dibentuk oleh partai politik; 3 Susunan mahkamah partai politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 disampaikan oleh pimpinan partai politik kepada kementrian; 4 Penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 harus diselesaikan paling lambat 60 enam puluh hari; 5
Putusan mahkamah partai politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan
kepengurusan.
Selanjutnya kembali dijelaskan pada Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik: 1 Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai,
penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri; 2 Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan
hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung; 3 Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselesaikan oleh pengadilan
negeri paling lama 60 enam puluh hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 tiga
puluh hari sejak memri kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.
Bila dirincikan lebih lanjut, maka dapat terlihat perbedaan dari tiga Undang- Undang Partai Politik setelah adanya amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945
UUD 1945 dalam penyelesaian perselisihan kepengurusan partai politik. Sebagaimana yang dijelaskan melalui tabel berikut.
262
ado Santoso, Sejarah Konflik PKB antara Muhaimin skandar dan Gus Dur , Persda: 26 Maret 2008.
263
Penjelasan pasal 32 ayat 1 yang dimaksud dengan perselisihan partai politik
meliputi antara lain: 1 perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; 2 pelanggaran terhadap hak anggota partai politik; 3 pemecatan tanpa alasan yang jelas; 4
penyalahgunaan kewenangan; 5 pertanggungjawaban keuangan; danatau 6 keberatan terhadap keputusan partai politik.
1033
Tabel 1 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan di Tiga Undang-Undang Partai Politik
Setelah Amandemen UUD 1945
No. Periode
Undang- Undang
Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Penerapannya
Non Litigasi Litigasi
1. Undang
– Undang
Nomor 31
Tahun 2002
Musyawarah untuk
mufakat Pengadilan
Negeri putusan tingkat pertama
dan terakhir Maks. 60 hari
penyelesaian
Kasasi ke Mahkamah
Agung Maks. 30 hari
penyelesaian Belum
terealisasi dengan baik,
pada masa ini Pengadilan
Tinggi tetap diikutsertakan
dalam penyelesaian
perselisihan dan
menghabiskan waktu yang
cukup lama. 2.
Undang –
Undang Nomor 2
Tahun 2008
Musyawarah mufakat
Rekonsiliasi Mediasi
Arbitrase Pengadilan
Negeri putusan tingkat pertama
dan terakhir Maks. 60 hari
penyelesaian
Kasasi ke Mahkamah
Agung Maks. 30 hari
penyelesaian Jalur non
litigasi tidak efektif dalam
penyelesaian perselisihan
yang terjadi, karena
berkaitan erat dengan
kesadaran para pihak yang
bertikai. Jalur litigasi juga
tidak menjadi solusi dalam
penyelesaian. 3.
Undang –
Mahkamah partai politik
Pengadilan Negeri putusan
Mahkamah partai politik
1034 Undang
Nomor 2 Tahun
2011 atau sebutan
lain yang dibentuk
oleh partai politik
tingkat pertama dan terakhir
Maks. 60 hari penyelesaian
Kasasi ke Mahkamah
Agung
Maks. 30 hari penyelesaian
terlihat belum independen
dalam menghasilkan
putusan. Multitafsir
norma yang terkandung
didalam undang-
undang mengakibatkan
insinkronisasi dalam hal
penerapannya.
Sumber: Dari berbagai Undang-Undang Partai Politik yang hadir setelah amandemen UUD 1945
Perbedaan penyelesaian perselisihan yang diamanahkan didalam undang- undang partai politik ini terlihat dari dimulainya penyelesaian melalui mahkamah
partai. Mahkamah partai diharapkan menjadi jalur cepat untuk menyelesaikan sengketa kepengurusan partai politik, yang sudah menjadi bahaya laten bagi partai
politik manapun. Baik besar, menengah ataupun yag baru berdiri.
Jalan mahkamah berbeda dengan jalan rekonsiliasi, mediasi, dan arbitrase yang lebih mengandalkan kesepakatan pihak-pihak yang bertikai. Penyelesaian
melalui mahkamah adalah mekanisme pemaksaan, suka atau tidak, pihak yang berselisih harus melalui jalan mahkamah. Pada kenyataannya, saat partai politik
mengalami perselisihan yang terjadi pada rezim undang-undang ini, mahkamah partai politik tidak mampu menyelesaikan tugasnya sebagaimana yang diamanahkan
oleh undang-undang tersebut.
264
Partai Golongan Karya Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan PPP merupakan dua partai besar yang meiliki jam terbang tinggi dalam kontestasi pemilu
di Indonesia. Kedua partai politik ini merupakan contoh nyata dalam penerapan norma yang termaktub dalam Undang-Undang Partai Politik saat ini. Ketika
perselisihan kepengurusan menghampiri partai politik tersebut. Maka hukum adalah solusi tepat untuk penyelesaiannya.
264
Refly Harun, Op.Cit.,
1035 Namun, tak mampunya hukum merestorasi mesin partai yang sudah terbelah
terlihat dari lamanya penyelesaian perselisihan kepengurusan yang terjadi di Partai Golkar dan PPP. Kedua partai ini tertatih-tatih menanti penyelesaian konflik.
Sebagian nasib partai ditentukan campur tangan pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM Menkumham. Menkumham punya stempel negara yang bisa
mengesahkan salah satu kubu yang bertikai.
265
Ketidakpahaman pihak terkait dalam penyelesaian perselisihan terlihat pada kasus Partai Golkar, dimana kedua kubu yang bertikai di dalam internal Partai Golkar
pada awalnya langsung menempuh jalur litigasi ke Pengadilan Negeri. Penyelesaian itu tidak sesuai dengan aturan di Undang-Undang Partai Politik yang berlaku saat ini.
Untungnya, majelis hakim tidak menerima perkara dan mengembalikan permasalahan tersebut ke Mahkamah Partai Politik sesuai dengan amanat undang-
undang.
Sebagaimana Undang-Undang Partai Politik pada Pasal 32 menyatakan, perselisihan internal partai politik diselesaiakn melalui internal partai politik
mahkamah partai atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik. Partai Golkar telah menempuh mekanisme ini. Namun, hal ini tidak seperti yang diharapkan, kedua
pihak yang berselisih tidak mendapatkan kepastian hukum. Bila melihat dari putusan Mahkamah Partai Golkar, putusan tersebut tidak jelas dan tidak lazim. Tidak ada
pendapat mayoritas dalam putusan tersebut. Dengan komposisi hakim yang hanya efektif empat orang, Mahkamah Partai terbelah dua dalam mengambil keputusan, dua
hakim memenangkan kubu Agung Laksono dan dua lainnya malah melimpahkan penyelesaian perselisihan pada proses kasasi di Mahkamah Agung.
266
Lazimnya mahkamah partai politik harus sampai pada putusan, seberat apapun itu mahkamah harus dapat memutuskan hal tersebut. Dalam putusan sebuah
Mahkamah, perkara bisa dinyatakan tidak dapat diterima karena syarat-syarat permohonan tidak terpenuhi, ditolak karena dalil pemohon tidak terbukti, atau
dikabulkan karena dalil pemoohon dibenarkan.
267
Persoalan saat ini, bagian mana yang mau dijadikan putusan, karena tidak ada suara mayoritas.
Putusan ini jelas akan menimbulkan interpretasi yang berbeda juga pada pihak yang berselisih. Pendukung Aburizal Bakrie Munas Bali akan dengan cepat
mengatakan tak ada putusan yang dibuat oleh Mahkamah Partai. Dengan demikian, penyelesaian perselisihan akan dilanjutkan pada proses di pengadilan negeri.
Sedangkan di kubu Agung Laksono Munas Jakarta, akan dengan cepat pula
265
Refly Harun, Op.Cit.,
266
Khairul Fahmi, Selasa, 31 Maret 2015, Mahkamah Partai Politik, diakses dari http:geotimes.co.idmahkamah-partai-politik-2
, pada 5 Januari, Pukul 05:53 WIB.
267
Refly Harun, Op.Cit.,
1036 menyatakan bahwa putusan Mahkamah Partai telah memenangkan Agung Laksono.
Bila dipandang dari putusan secara umum, maka skor untuk kedua pihak yang bertikai adalah dua-nol. Hal ini diperkuat dengan argumen sahih bahwa mahkamah
partai harus sampai pada putusan, seberat apapun itu. Tidak mungkin sebuah mahkamah tidak memutuskan.
Inilah yang menyebabkan polemik ditubuh Partai Golkar berlarut-larut. Dua ranah peradilan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara pun ikut serta
dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Berdasarkan putusan mahkamah partai pengurus versi Munas Jakarta mendaftarkan diri ke Kemenkumham dan diterima
lantas disahkan melalui Surat Keputusan SK Kemenkumham. Sedangkan versi Munas Bali yang tidak terima akan pengesahan SK menggugat ke Pengadilan Tata
Usaha Negara PTUN. Tidak berhenti sampai disitu. Kedua pihak juga kembali bertikai di Pengadilan Negeri PN sebagaimana mekanisme yang telah diatur oleh
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Menkumham Yasonna H Laoly mengeluarkan surat penjelasan yang ditujukan ke DPP Partai Golkar tertanggal 10 Maret 2015. Surat tersebut berisi tigal hal, yaitu:
Pertama, Menkumham menginstruksikan kepada Agung Laksono untuk segera membentuk kepengurusan partai. Kedua, memilih kader partai sesuai dengan
ADART. Ketiga, segera mendaftarkan kepengurusan partai yang sudah ditulis di atas akta notaris, yang kemudian langsung diserahkan ke Menteri.
268
Hal ini yang dianggap oleh kubu Agung Laksono sebagai legitimasi keabsahan kepengurusahan
pihaknya. Menkumham menyatakan keputusan tersebut sesuai dengan putusan
mahkamah partai dengan melihat amar putusan. Mengakui Munas Jakarta dengan kepemimpinan Agung Laksono dengan syarat mengakomodasi kepengurusan Golkar
DPP Munas Bali. Itu adalah pandangan yang diambil dari apa yang diusulkan oleh Prof Muladi.
269
Seharusnya Menkumham megeluarkan SK, setalah adanya putusan yang berkekuatan hukum yang tetap. Konflik pun kembali bergulir ke meja hijau
dengan diajukannya gugatan ke PN dan PTUN. Bahkan kali ini penyelesaian perselisihan yang dilakukan oleh Partai Golkar tergolong memakan waktu yang lama,
hingga dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung baik dari gugatan pada objek sengketa tata usaha negara maupun pada sengketa perdata. Begitu juga dengan PPP,
konflik yang dialami oleh partai ini pada prinsipnya sama dengan yang dialami oleh Partai Golkar.
268
RFQFAT, Kamis, Maret
, Soal Konflik Gokar, Menkumham Pastikan Keputusannya Berdasarkan UU: Yakni Pasal 32 UU Tentang Partai Politik. Menkumham
Dinilai Menafsirkan
Sepihak Pasal
33 UU
Parpol. Diakses
dari http:geotimes.co.idmahkamah-partai-politik-2
pada tanggal 18 Mei 2016, Pukul 22:25
269
Ibid.,
1037