Relasi Kekuasaan Partai Politik Nasional dengan Daerah

1161 berpendekatan negara dan kekuasaan telah tersebar dan terlokalisasi, serta menyebabkan tidak ada lagi kekuatan tunggal yang menentkan. Hubungan sosial diantara produsen mereka buat sendiri, serta menyebabkan tidak dibutuhkannya lagi partai politik dan lembaga perwakilan Kedua gagasan diatas sejalan dengan pemikiran Robert Putnam 1993 ba hwa rakyat yang sadar sebagai warga negara secara organik akan membangun dirinya dari bawah, diantaranya melalui koperasi dan organisasi swakelola dan karenanya membangun modal sosial tanpa terkait dengan insttisui, ideologi, atau keterikatan politik. Dalam proses ini hampir seluruh organisasi warga negara menjadi bagian rakyat itu sendiri . Pertanyaan David eld adalah siapa rakyat itu ?, bagaimana cara rakyat memerintah ?, Apa peran rakyat dalam pemerintahan ?, Sejauhmana rakyat ikut dalam pemerintahan?. Dari pertanyaan tersebut melahirkan model demokrasi, diantaranya model demokrasi Delegatif perwalian, demokrasi Representatif perwakilan, demokrasi Deliberatif Permusyawaratan, dan demokrasi Partisipatoris Langsung . Perbedaan antara model dmokrasi ini adalah pada bentuk penentuan pemimpin masyarakat melalui pemilihan langsung, serta bentuk pembuatan keputusan melalui cara partisipatif atau perwakilan Bentuk penentuan pemimpin masyarakat di Indonesia saat ini dilakukan secara langsung melalui demokrasi prosedural sesuai dengan prinsip demokrasi liberal, seperti yang dikemukakan oleh Schumpeter; kompetisi, partisipasi dan liberalisasi yang dilembagakan dalam bentuk Pemilu, dan dua lembaga politik Parlemen serta partai politik sebagai dasar demokrasi Perwakilan Model ini melahirkan missing link antara praktek demokratisasi politik lokal dengan pengelolaan pemerintahan daerah. Sementara setiap Pemda Indonesia memiliki ciri khas sendiri Demokrasi global memberikan kebebasan inividu dibidang ekonomi dan politik yang lebih luas dalam bentuk demokrasi prosedural Kebebasan ini mengurangi kedaulatan nasional, serta memperkuat kerjasama antara aktor elit politik, pemerintahan, sosial, budaya dan agama dengan aktor demokrasi global. Aktor demokrasi global terdiri diantaranya lembaga bantuan donor, semakin banyak bantuan yang dibutuhkan negara nasional maka semakin banyak paket deregulasi kebijakan yang menghendaki kebebasan dan 1162 kurangnya peran pengawasan negara nasional Regulasi kebijakan ini dalam bentuk alat produksi kapitalisme dan mekanisme distribusi melalui pasar, mekanisme pasar bukanlah satu2nya cara hanyalah salah satu cara yang membutuhkan pertimbangan nasional Semakin besar ketergantungan, maka semakin besar kemungkinan unsur kekuasaan nasional dan lokal masuk ke dalam pusaran global dan semkin besar kemungkinan krisis muncul. Teori magiccube John Gaventa mengemukakan bahwa aspek kekuasaan memiliki dimensi bentuk forms dan ruang lingkup; Jaringan hubungan kekuasaan melibatkan berbagai sisi dari bentuk dan ruang lingkup ini. Dari hubungan berbagai sisi ini bisa menjelaskan relasi kekuasaan global, nasional dan lokal. Bentuk kekuasaan terdiri dari hal yang nampak visible yang memberi akses masyarakat untuk berpertisipasi dan terlibat dalam pembuatan kebijakan; tersembunyi hidden, dan tidak terlihat invisble; Sedangkan ruang lingkup kekuasaan terdiri dari wilayah global, nasional dan lokal. Kekuasaan nyata terbuka untuk diperebutkan, seperti lembaga legislatif, tetapi pengambilan keputusan seringkali dilakukan dalam bentuk kekuasaan tertutup hidden, seperti ruang lobby politik atau pertemuan tertutup yang menentukan keputusan pada saat dibawa dalam bentuk kekuasaan terbuka. Kekuasaan tidak terlihat invisible adalah kekuasaan atau ide atau budaya seseorang, pada jenis kekuasaan ini orang tidak bisa lagi bertindak berlawawanan dengan keinginan ideologi atau budaya pemilik kekuasaan. Jika dalam dalam kekuasaan terlihat atau tersembunyi orang bisa berbeda pendapat, tetapi tidak pada kekuasaaan tidak terlihat, seperti konteks sistem demokrasi liberal dalam ideologi neoliberalisme Abdul Halim, 2014:100 Hubungan kekuasaan tersembunyi dengan politik lokal adalah menyangkut kebiasaan atau pola pikir masyarakat, sesuatu yang secara tertulis tidak wajar menjadi wajar jika masuk dalam ranah kebiasaan masyarakat. Kebiasaan ini memberikan keabsahan melalui penggunaan kekuasaan tersembunyi dalam pengambilan keputusan Gejala ini disebut dengan negara bayangan shadow state-William Renaugh, serta menjauhkan kekuasaan dari rakyat serta terpusat pada personil pemerintahan daerah 1163 Meskipun posisi Indonesia berada dalam kelas menengah, skore 43 0- 100 dalam indeks tatakelola pemerintahan yang baik good governance Bank Dunia 2007. Tetapi, legitimasi pemerintah dihadapan masyarakat tetap tinggi, melalui tingkat partisipasi politik dalam pelaksanaan Pemilu. Keberhasilan pemerintah dalam membangun legitimasi di tengah berbagai persoalan pembangunan dalam masyarakat tersebut disebabkan oleh aspek moral yang ditanamkan pemerintah dalam masyarakat, pendekatan moral terhadap posisi negara dalam masyarakat ini dijelaskan oleh teori postkolonial Teori Postkolonial merupakan warisan masa lalu yang menempatkan posisi negara tidak hanya dari fungsi kesejahteraan masyarakat, tetapi juga sebagai penyelesai akhir dari persoalan masyarakat yang melahirkan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah. Teori postkolonial yang digunakan untuk menjelaskan hubungan pemerintah dengan masyarakat dalam era reformasi ini merupakan kelanjutan dari teori developmentalisme, bureacrartic authoritarian yang berkembang sejak tahun 1990an, serta merupakan lanjutan dari pendekatan bureacratic authoritarian yang digunakan oleh Richard Robison dalam menjelaskan hubungan negara dengan masyarakat dari pendekatan ekonomi politik pada tahun 1980an. Teori ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Verdi Hadiz dan Richard Robison bahwa meskipun kekuatan-kekuatan inti politik sudah terpinggirkan dari arena politik negara, tetapi struktur ekonomi politik yang dibangun tidaklah hilang. Meskipun, kekuatan inti politik ini tidaklah menentukan struktur hubungan secara sepihak, tetapi pengaruh mereka dalam bentuk negara bayangan shadow states dapat dilihat dalam bentuk jaringan hubungan sosial, ekonomi dan politik yang menarik kewenangan pemerintah dalam melakukan pengawasan. Untuk menjelaskan hubungan antara politik praktis yang dilakukan oleh aktor negara bayangan shadow sates dengan negara sesungguhnya, diperlukan pemahaman terhadap perbedaan antara negara sebagai sebuah sistem praktis dan negara sebagai sebuah ideal. Negara sebuah sistem adalah jaringan hubungan yang terdapat dalam lembaga negara yang terdiri dari para aktor yang dipengaruhi oleh berbagai ikatan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. lembaga-lembaga politik lainnya. Negara sebagai sebuah sistem melibatkan strategi, kepentingan dan 1164 hubungan sebagai kata kunci dalam menjelaskan persoalan hubungan kelas dengan demokrasi. Negara sebagai sebuah sistem melibatkan strategi, kepentingan dan hubungan sebagai kata kunci dalam menjelaskan persoalan hubungan kelas dengan demokrasi. Analisa hubungan ini menggunakan analisa terhadap tindakan, bukan pernyataan words yang dilakukan, agar bisa melibat pola hubungan antara otonomi negara dengan pengaruh ikatan sosial, ekonomi dan politik yang menarik kewenangan negara dalam melakukan pengawasan . Hubungan tersebut melibatkan pengertian sebagai sebuah ideal, yakni negara dilihat dari dirinya sendiri yang memproduksi berbagai ideologi. Unit analisa hubungan antara negara sebagai sebuah sistem dengan negara sebagai sebuah ideal ini dapat dilihat dari jaringan hubungan antara tokoh elit politik lokal dengan nasional , elit politik lokal merupakan kunci hubungan antara struktur sosial, ekonomi dan politik yang disebut juga sebagai premanisme yang berperan sebagai negara bayangan shadow states. Namun, persoalan-persoalan tata kelola yang baik sebagai persoalan masyarakat yang muncul dari pola hubungan negara sebagai sebuah sistem ini terlalu mikro untuk dilihat oleh negara sebagai ideal. Apalagi, secara tidak sadar masyarakat sudah masuk ke dalam arena negara melalui serangkaian kebijakan pemerintah yang dibuat oleh negara sebagai sebuah sistem. Terintegrasinya masyarakat ke dalam negara sebagai sebuah sistem, menghubungkan masyarakat ke dalam kewenangan pemerintah melalui moralitas yang dibentuk oleh pemerintahan tersebut. Pola ini menempatkan peranan kelompok lebih dominan daripada individu, aspirasi individu ditekan oleh kepentingan kelompok Ideologi yang diproduksi oleh kebijakan negara sebagai ideal, merupakan bentuk pendekatan Postkolonial yang menekankan hubungan pemerintah dengan masyarakat melalui moralitas dalam memahami negara era reformasi Indonesia menyerupai India yang memiliki ciri dominasi elit politik, serta mencaplok rakyat lemah ke dalam politik. Mereka mempertahankan prosedur demokrasi yang fundamental, agar bisa memenangkan Pemilu dan memperoleh keuntungan dari kekuasaan yang dimiliki. Hal ini berbeda dengan kelas menengah kosmopolit dan modern yang memilih solusi pribadi untuk masalah yang dihadapi mereka .Sistem representasi dan Pemilu di Indonesia tidak cukup terbuka menampung sejumlah aspirasi 1165 masyarakat, serta menghalangi partisipasi aktor independen dengan menghalani organisasi rakyat dan sipil terlibat aktifitas politik. Isu-isu politik yang menjadi agenda politik adakah menyangkut pemerintahan dan pembangunan ekonomi, mobiliasi rakyat ke dalam politik adalah melalui cara-cara klientelisme dan populisme dengan cara pengendalian media Pengaruh aktor dominan berjalan atas dasar sandaran kekuatan ekonomi dan politik terhadap aktor yang aktif dalam wilayah negara dan bisnis, pengaruhnya meningkat seiring dengan dengan pengendalian sumberdaya publik dalam negara Relasi negara dengan masyarakat dimediasi oleh institusi pasar pada satu sisi, serta oleh jaringan patronase dan komunal termasuk patronase alternatif melalui asosiasi sipil. Perspektif komunal ini merupakan penggerogotan sumberdaya publik, serta mendesak ruang publik demi kepentingan etnis dan relijius sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan perspektif neoliberal. Halangan representasi dari bawah terelihat dari ketentuan persyaratan Pemilu menentukan partai politik harus memiliki kantor cabang di 60 Propinsi, 50 KabupatenKota, dan 25 Kecamatan. Upaya untuk melawan dominasi parpol besar ini adalah dengan mendirikan partai lokal dan kandidat independen, tetapi halangan calon indenpenden diperberat oleh ketentuan pengumpulan tandatangan dukungan yang setara dengan yang diperlukan Bercusloni untuk ikut Pemilu di Italia Sedangkan upaya untuk mengatasi premanisme yang berperan sebagai negara bayangan shadow states ini sudah dilakukan diantaranya melalui pemberantasan dinasti politik Ratu Atutdi Banten. Tetapi, ketentuan ini bukan dilakukan dalam wilayah kekuasaan yang sama, tetapi dalam wilayah kekuasaan yang berbeda. Pasal 7 huruf r UU No. 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas UU No. 1 tahun 2015 menetapkan calon kepala daerah tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Maksudnya, tidak memiliki ikatan pertalian darah. Seharusnya, aturan ini juga calon Bupati KDH memiliki ikatan darah dengan Gubernur yang menjabat. Namun, lahirnya Pasar 7 huruf ® ini menimbulkan permasalahan dengan Psl 28D ayat 3 UUDN 1945 yang menebutkan setiap Warga Negara berhak memiliki kesempatan yang sama mengikuti pemilihan

3. Politik Dinasti Partai Politik

1166 Dinasti politik dalam negara bayangan shadow states ini juga memiliki potensi melakukan pelanggaran etika Pemilu. Pelanggaran etika pemilu yang dilakukan oleh partai politik peserta pemilu, seperti upaya yang dilakukan oleh pemangku jabatan inkumben dalam menafsirkan aturan menurut kepentingan pendukung mereka yang menyebabkan terjadinya pelanggaran netralitas PNS. Kasus pelanggaran Pasal 162 ayat 3 UU No. 8 Tahun 2015 yang menjelaskan Kepala DaerahWalikota tidak boleh melakukan pelantikan terhitung 6 bulan menjelang habis masa jabatannya. Ketentuan ini disikapi oleh KDWalikota dengan melakukan pelantikan 1 atau beberapa hari sebelum ketentuan ini, seperti Kasus Padang Pariaman yang membebastugaskan nonjob pejabat eselon I dan II yang tidak sedikit sebelum pelantikan 21 April 2015. 2 hari setelah itu 24 April 2015 dilakukan mutasipergantian pejabat daerah yang dilakuan dengan nonjob beberapa pejabat daerah. Bupati PadangPariaman ini dilantik 25 Oktober 2010, artinya mutasi dilakukan 1 hari menjelang 6 habis masa jabatannya. Bentuk pelanggaran terhadap ketentuan netralitas PNS dalam kasus diatas, diantara modusnya; 1 Dukungan dalam bentuk pemanfaatan fasilitas negara; 2 Menghadiri rapat-rapat pemenangan salah satu pasangan calon; 3 Dukungan dalam pengumpulan KTP. Beberapa penyebab pelanggaran netralitas PNS, diantaranya; 1 Hubungan kekerabatan; 2 Upaya mendapatkan jabatan; 3 Makan buah simalakama antara memberikan dukungan atau tidak kepada salah satu calon; 4 Rasa tidak suka kepada salah satu calon pasangan lain. Faktor penyebab lahirnya pelanggaran netralitas PNS diantaranya adalah realitas politik yang berjalan dinamis melalui logika sistem nilai budaya masyarakat yang berbeda dari logika formal sistem pemerintahan melahirkan sengketa yang diselesaikan oleh norma dan aturan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut, serta melahirkan aturan hukum baru yang bisa menjelaskan beroperasinya negara sistem politik dalam masyarakat melalui aturan penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran netralitas PNS ini juga berhubungan dengan ongkos politik pemilukada yang harus ditanggung calon, diantaranya : 1 Biaya pembelian perahu ; Biaya pengumpulan KTP untuk calon independen; Biaya survei