Demokrasi Partai Politik Indonesia
31
Secara institusional, banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam menentukan keberhasilan, kegagalan atau krisis demokrasi. Selain faktor-faktor dalam organisasi
negara itu sendiri institusi politik dan institusi non politik, tidak kalah penting adalah peran institusi
terutama institusi politik di luar organisasi negara partai
politik, civil society, pers, dan lain-lain. Dimana peran partai politik? Seperti dikutip di atas, partai politik merupakan
unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan negara. Partai politik yang menyeleksi calon-calon yang akan duduk di badan perwakilan, calon presiden dan
wakil presiden, calon gubernur, bupati, dan walikota. Secara tidak langsung partai politik berperan mengisi jabatan-jabatan yang diisi melalui fit and proper test oleh
DPR. Diharapkan juga, partai politik melakukan seleksi persoalan yang perlu mendapat prioritas dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
Dalam kaitan dengan demokrasi agar partai politik berperan membangun, memelihara, mengembangkan dan menjauhkan negara dari krisis demokrasi,
diperlukan partai politik yang demokratis. Demokratis disini diartikan, baik institusional, mekanisme, maupun demokrasi sebagai nilai.
Bagaimana semestinya wujud partai yang demokratis? Lagi-lagi, memelihara dan menjaga partai demokratis atau usaha demokratisasi partai menghadirkan
institusi, mekanisme, dan demokrasi sebagai nilai, tidak semata-mata urusan dan tanggung jawab internal partai. Tidak kalah penting adalah sistem dan kenyataan
politik, sosial, ekonomi, maupun budaya. Seandainya keadaan dan kenyataan partai politik seperti yang dicatat di atas
itu benar atau setidak-tidaknya ada nuansa semacam itu seluruh atau sebagian, memang dihadapi tuntutan mewujudkan partai yang demokratis. Untuk itu perlu
upaya demokratisasi partai. Dalam demokrasi tidak semestinya ada ketergantungan yang mempribadi .
Institusi dan mekanisme harus impersonal dan zakelijk , jauh dari oligarkisme. Untuk mewujudkan hal tersebut, partai harus memiliki platform perjuangan yang terbuka
dan jelas yang meliputi garis-garis ideologis sesuatu yang menjadi cita-cita dan tujuan, mempunyai coherent policy dan comprehensive program yang akan
diperjuangkan dan dilaksanakan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara.
32
Garis-garis yang bersifat ideologis tidak selalu dalam makna doktrin, tetapi landasan- landasan ideal yang akan menjadi bintang pemandu partai.
Pertama; meskipun dalam suasana demokrasi ada keterbukaan membentuk partai, tetapi sesuai dengan sebutannya sebagai partai politik, memang tidak mungkin
terlepas dari peran ikut serta atau berusaha mempengaruhi pengelolaan negara. Tetapi kehadiran partai yang demokratis tidak semata-mata mendudukkan orang
partai dalam pengelolaan negara partai sekedar alat berkuasa, tetapi bertanggung jawab mewujudkan asas, kaidah, cita-cita dan tujuan bernegara. Selain ada tuntunan
yang bersifat ideologis atau doktrin yang bukan sekedar filosofischegrondslag, coherent policy dan comprehensive program, setiap partai harus menjalankan.
Kedua; partai politik baik sebagai pranata demokrasi maupun sebagai pengelola
demokrasi harus menjunjung tinggi demokrasi sebagai nilai yang berisi, antara lain,
keterbukaan openness, kepemimpinan demokratis baik dalam rekuitmen maupun dalam menjalankan kepemimpinan, ada mekanisme kontrol publik, dan bertanggung
jawab, menjauhi spoil system dan mengutamakan merit system. Ketiga; rekruitmen pendukung partai. Partai tidak sekedar sebagai wadah melahirkan
dan membentuk politisi, melainkan harus melahirkan negarawan, sekurang- kurangnya politisi yang memiliki kenegarawanan, yaitu pemimpin yang bertanggung
jawab dan senantiasa berpihak kepada publik. Pendukung partai atau rekruitmen mendukung partai tidak sekedar secara nominal sebagai orang partai , secara
materil hanya mengejar kekuasaan. Akibatnya, tidak ada disiplin partai, lompat pagar sesuai dengan peluang. Negarawan, disiplin, dan bertanggung jawab kepada publik
harus ditempatkan sebagai kewajiban setiap orang partai. Kewajiban hanya akan terlaksana sebagaimana mestinya apabila ada kesadaran menjunjung etika. Pada
tingkat terakhir, ketaatan pada tuntunan etikalah yang akan menentukan kualitas demokrasi. Selama tuntunan etika dijunjung tinggi, selama itu pula pranata,
mekanisme, dan nilai demokrasi akan tetap tegak dan berfungsi. Itulah beberapa faktor internal yang akan menopang upaya demokratisasi partai politik.
Keempat; peran partai politik sebagai the broker of ideas dapat meningkatkan mutu bangsa menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Kita mengenal banyak konsep,
banyak teori membangun bangsa yang berkualitas, maju dan sejahtera, tidak terkecuali dalam demokrasi. Untuk memungkinkan menentukan pilihan, selain
33
partisipasi publik, partai politik harus dapat menjadi perantara, bahkan sumber ide membangun bangsa yang bermutu, maju dan sejahtera secara demokratis. Hal ini
hanya mungkin terjadi apabila partai politik dalam suasana demokratis, seperti keterbukaan, responsif dan senantiasa berorientasi pada kepentingan publik. Dalam
peri kehidupan yang demokratis, harus tumbuh keinsyafan bahwa kekuasaan bukanlah tugas, tetapi alat untuk mewujudkan cita-cita publik cq cita-cita bernegara,
yaitu masyarakat gemah ripah loh jinawi, tata tenterem kerto raharjo , masyarakat sejahtera, adil dan makmur.
Bagaimana faktor eksternal? Sejauhmana faktor eksternal mempengaruhi demokratisasi partai politik?
Pertama; faktor politik cq sistem politik. Dapat terjadi, penggunaan suatu instrumen demokrasi justru menghambat
perkembangan demokrasi. Pada kesempatan ini akan disinggung sistem kepartaian dan sistem pemilihan umum .
1. Sistem kepartaian Sejak masa kolonial, Indonesia menjalankan sistem sistem partai banyak atau
multi partai. Begitu pula di masa merdeka sejak Maklumat Pemerintah bulan November 1945. Herbert Feith menyatakan, para Founding Fathers demikian
pula selanjutnya, memang menghendaki sistem partai banyak. Mengapa? Secara universal, ada anggapan partai banyak lebih demokratis,
memungkinkan partisipasi rakyat secara lebih luas. Bagi rakyat Indonesia yang baru mengenal tanggung jawab politik, ditengah-tengah keterbelakangan
dan kemiskinan, kehadiran partai banyak malah membingungkan dan menimbulkan ketidakpastian memilih partai-partai yang benar-benar akan
memperjuangkan nasib rakyat. Rakyat bukan subyek, melainkan sekedar obyek legistimasi kekuasaan.
2. Sistem pemilihan umum. Sejak 1955, Indonesia menerapkan sistem pemilihan umum proporsional,
mulai dari yang murni sampai ke berbagai bentuk modifikasi. Telah dikemukakan
sistem pemilihan
proporsional tidak
mendorong penyederhanaan kepartaian, melainkan makin banyak partai. Sejak Reformasi,
setiap kali pemilihan umum selalu hadir partai baru. Ada pendapat ekstrim,
34
mereka yang terpilih melalui sistem proporsional tidak benar-benar mewakili pemilih. Pemilih tidak mengenal mereka. Karena itu, kecuali mereka yang
benar-benar sebagai the budding politician atau the budding statemen , tidak akan mempunyai atau membawa gagasan untuk diperjuangkan. Keadaan ini
makin dipersulit jika tidak ada demokrasi dalam partai politik. Calon yang kemudian terpilih menjadi wakil, semata-mata atas kehendak dalam
lingkungan oligarki partai, baik atas dasar spoil system atau orang-orang yang dapat mengumpulkan sebanyak-banyaknya suara karena memiliki panggung
publik. Di sejumlah negara, misalnya Belanda, sistem proporsional menghasilkan wakil-wakil berkualitas. Selain karena calon berkualitas, juga
sangat ditentukan oleh tatanan partai yang demokratis. Baik ditinjau dari tatanan kepartaian, kualitas publik, dan kualitas calon, semestinya bukan
sistem proporsional yang dijalankan. Tetapi hampir dapat dipastikan, perubahan sistem pemilihan umum sulit diterima karena berkaitan dengan
eksistensi partai. Kedua; faktor sosial-budaya.
Dalam makna politik, faktor budaya dan sosial kita sekaligus mewarisi tatanan demokrasi kehidupan desa dan feodalisme. Ditengah-tengah kemiskinan dan
keterbelakangan, disertai orientasi kekuasaan yang makin menguat, unsur-unsur demokrasi makin surut. Feodalisme yang disertai kecenderungan otoritarianisme
makin nyata. Rakyat bukan participant, tetapi sekedar obyek mobilisasi. Ketiga; faktor ekonomi.
Ekonomi disini bertalian dengan kesejahteraan umum public welfare. MacIver dalam bukunya The Web of Government mengatakan demokrasi tidak akan
berkembang pada masyarakat yang terbelakang dan miskin. Sedangkan Engels pada saat pemakaman Marx menyampaikan:
that human being must first of all eat, drink, shelter and cloth themselves before they can turn their attention to politics, science, art
and religion . Adam Smith sebagai penggagas kapitalisme liberal menyatakan: No society can surely flourishing and happy, of which by far the greater part of the number
are poor and miserable . Demokrasi, termasuk demokrasi partai politik tidak mungkin berkembang
dalam masyarakat yang miskin, terbelakang, dan papa. Kalau kita berharap
35
demokrasi, termasuk demokrasi dalam partai politik berkembang, program membangun kesejahteraan umum merupakan suatu kemestian.
Terima kasih
Penutupan : oleh MC
36
SEMINAR KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA KE-3 TANTANGAN DEMOKRASI INTERNAL PARTAI POLITIK
Hotel Novotel Bukittinggi. 6 September 2016
Pembukaan oleh MC
KEYNOTE SPEECH Dr. Yassona H. Laoli.
Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia
Yang kami hormati menteri hukum dan ham sumbar, para senior dan peserta konferensi yang kami banggakan, bapak ibuk hadirat yang kami muliakan.
Puji dan syukur kepada Allah SWT Tuhan YME keberkahan dan kesehatanyang menghadiri KHTN.
Sebelum dimulai mari kitadengarkan perancangan demokrasi internasional partai politik bersama mentri hukum dan ham RI Bapak Simon Laoli, kepada bapak kami
persilahkan dengan segala hormat. Assalamualaikum Wr Wb
Salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati direktur pusako Prof. Saldi Isra dan segenap panitia penyelenggara, dari Fahmi Idris, dan hadir disini, ketua IFES
Belanda Prof. Hans Kummeling thank you for coming sir, pembicara yang hadir pembicara yang hadir Mr
thank you for coming. Pak dekan FH, pak Tadung Mulya Lubis yang hadir dan seluruh hadirin yang saya muliakan dan terkhusus para
peserta KHTN ke-3 pada hari ini kita ucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas ksrunianya kita dapat bertemu disini untuk menghadiri acara KNHTN ke-
3. Kmi menyambut baik atas kegiatan hari ini, mandate konstitusi UUD RI 1945 telah menegaskan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD sesuai bab 7B pasal 2E ayat 3 adalah parpol pemilihan umum terhadap
kepala negara dan kepala daerah adalah parpol bukti dari penegakan embrio demokrasi, parpol juga merupakan orang yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
37
sekelompok WNI secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita perjuangan kepemimpinan maupun anggotanya, masyarakat bangsa dan negara serta
maupun anggotanya, serta memelihara kesatuan RI, berdasarkan pancasila danUUD 1945.
Dan partai politik baik secara konstitusi, baik pada tingkat kabkota provinsi, nasional, program rakyatnya adalah medium untuk reqruitment parpol. Pada
umumnya parpol di Indonesia, itu difungsikan sebagai mesin politik untuk merebut kekuasaan sedemikian rupa. Namun saat ini perpolitikan Indonesia menganut asas
prinsip modern, sebagai sebuah partai yang mengapresiasikan kepentingan masyarakat mengenyapingkan kepentingan berpolitik dalam bentuk demokrasi
kebijakan menjadi senuah agenda yang bisa mendapat dukungan rakyat disaat pemilu.
Bapak ibuk sekalian yang saya hormati, pembaharuan partai politik di Indonesia merupakan cita-cita yag ideal, dan akan lebih baik ketika parpol menjadi lebih baik
suksesi kepemimpinan dan proses kaderisasi parpol saat banyak bergantung pada figure tertentu dan juga pola demokrasi yang seharusnya sudah mulai bergeser
menuju kea rah yang lebih terbuka lebih demokratis, lebih kompetitif, dan berdasarkan demokrasi. Disisi lain pola demokrasi yang terpusat saat mengambil
keputusan akan bergantung pada figure yang berada dipucuk pemimpin pusat, hal ini akan sangat berpengaruh pada moralisasi kader, atau calon wakil rakyat yang
menjadi salah satu factor kunci dari pembangunan parpol. Kita melihat pembaharuan ini dari tingkat kabkotadaerah, provinsi maupun tingkat
nasional, kualitasnya yang sebetuknya diperlukan. Saya melihat terjadi kecendrungan penurunan kualitas dari pada parpol ini berbelit-belit.
Saya kira perlu sumbangan pikiran dadi bapak ibu sekalian bagaimana membuat demokrasi yang dilahirkan dari partai politik bangsa baik dari segi kualitas SDM dan
jugasoal integritas dan idealism dalam memimpin bangsa dan negara, selanjutnya dalam kajian nasionalism public yang terdapat dalam hal ini sudah diatur dalam UUD
1945, AD dan ART masing dari parpol yang berada ditangan dan juga dimungkinkan dalam aturan dasar rumah tangga parpol yang diatur oleh pusat baik secara symbolis
38
maupuntidak. Artinya, ada perlu penegasan pengaturan dalam AD ART parpol termasuk saya kira didalamnya, melihat perkembangan parpol melalui UU parpol
perlu kita pikirkan bersama. Kedewasaan parpol dalam menyelesaikan konflik internanya barangkali juga kami punya pengalaman seharusnya parpol yang sudah
dipilih harus mampu menyelesaikan persoalan internalnya. Hari ini juga adasatu parpol yang hamper sama persoalannya melahirkandua produk.
Tapi saya ras perlu pengaturan kembali secara terbaik, saya terlibat melahirkan UU parpol, terimakasih pak senior melahirkan UU parpol yang membentuk mahkamah
partai yang mengatasi persoalan dasar konflik internal. Parpol sebelumnya dengan tidak mempengaruhi ekonomi, saya mengambil referensi itu lahir dari pemikiran kita
sehingga kita membentuk mahkamah parpol, dalam kasus baik p3 maupun golkar, penyelesaian melalui mahkamah partai politik juga menimbulkan persoalan oleh
karenanya barangkali dalam proses ini perlu kita tekankan bersama tidak hanya dalam UU.
Dalam proses pengambilan keputusan dalam parpol baik DPR maupun presiden dan wakil presiden, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah masih terdapat
perbedaan pendapat yang tajam, antara pengurus 1 dengan yang lainnya, juga antara pusat dan daerah. Hal ini mengajukan pada kita bersama bahwa mechanism
pengambilan keputusan dalam parpol dalam kepengurusan mengatakan adayang dimaksud dan fair.
Bapak ibu sekalian perlu juga saya sampaikan mengenai sengketa parpol, saya kira bisa dalam perbedaan pendapat pengurus, penyelesaianya melalui internal partai
ataupun melalui jalur internal partai yang berlarut-larut diharapkan diselesaikan dengan adil dan demokrasi.
Tetapi pengalaman seperti itu selalu penyelesaian internal itu menyangkut kadanng- kadang tidak hanya hubungan pusat daerah disatu politik mempunyai dua tingkatan
pada tingkatan nasional dan pada tingkatan provinsi pada tingkat kabkota. Seharusnya parpol yang aktif dan modern.
Pengalaman saya juga hanya system terbuka yang menimbulkan persaingan yang lebih hebat dari kerjasama. Persaingan internal partai lebih tajam daripada persoalan
39
antar internal partai politik. Sehingga apa yang terjadi, banyak pertarungan yang ada dibeberapa daerah.
Kalo kita lihat parpol yang baru yang berbicara tentang idiologi partai yang sedang gencar mengambil reqruitment anggota baru dan saat ini masih ya partai baru
misalnya dan dipertimbangkan sebenarnya masuk parpol karna idiologi parpol atau apa. Jadi sebenarnya masuk parpol karena idiologi parpol atau apa jadi sebenarnya
banyak pertanyaan yang membuat kita bertanya. Memperjuangkan kekuasaan politik yang hendak diraih ini soal yangsaya kira, filosofinya harus kita jawab.
Dalam hal ini saya kira bapak ibu apa yang saya sampaikan beberapa hal tentang penegasan pembaruan parpol dan pembahasan UU parpol, harus dirumuskan
terbentuknya UU yang sesuai dengan konteks penegakan parpol. Jadi dasar suatu pembentukan system politik juga memiliki moralitas, relevan ddengan system parpol.
1. Pengambilan keputusan yang demokratis, transparan dan adil. Saat ini parpol, saat ini seharusnya parpol benar menjadi wadah bagi pengurus parpol,
demokrasi khususnya yang tergabung dalam parpol. 2. Penyelesaian sengketa parpol untuk menyelesaikan perselisihan parpol.
3. Dalam konteks pemikiran rakyat, parpol yang punya visi platform yang jelas bagi masyarakat.
Ada beberapa yang memiliki sekolah parpol perlu untuk pengkaderan parpol. Dan ada juga pertarungan antar popularitas, lebih mementingkan popularitas dari
kumpulan parpol menjadi magnet saat pemilihan kita perlu memikirkan secara baik.
Orang yang baik akan tersingkir jika tidak punya moralitas, kalau kita lihat baik pemilihan pemimpin maupun presiden yang punya pemahaman yang cukup.
4. Mempertimbangkan keputusan MK dalam pemilihan calon-calon pemimpin rakyat harus diusulkan oleh parpol, sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Barangkali konferensi ini perlu juga nelahirkan bagaimana melaksanakan pemilihan umum. Pelaksanaan pemilu yang dilakukan didaerah yang utamanya
pemilihan legisllatif pada tingkat partai, dibanyak daerah, barangkali semua
40
daerah pertarungan parpol benang hal yang panas dalam merebut kuasa pada tangan kecamatan.
Saya kira ini banyak persoalan yang saya hadapi dipastikan tidak jarang anggota DPRD tidak memperoleh kursi parpol. Jadi kalau sudah ada koalisi, kita semua perlu
menyaksikan persoalan seperti ini, itu jamak terjadi dari beberapa teman parpol. Bapak ibu sekalian kiranya pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih kepada
ketua pelaksana KNHTN dan pemberian Anugerah Konstitusi M. Yamin serta memberikan kesempatan kepada saya untuk memberikan keynote speech kepada
saya. Semua dari kita mendapatkan pengakuan yang bermanfaat juga bagi bangsa dan negara.
Terimakasih atas perhatiannya. Assalamualaikum Wr Wb
41
SEMINAR TANTANGAN DEMOKRASI INTERNAL PARTAI POLITIK Moderator
: Prof. Dr. Yuliandri,S.H.,M.H Narasumber :
- Prof Dr. Saldi Isra,S.H Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Andalas
- Prof. Dr. Syamsuddin Haris Kepala Pusat Penelitian Politik P2P LIPI
-
Laode M. Syarif. PhD Pimpinan KPK
-
Dr. Fahmi Idris Politikus Senior Partai Golkar
Moderator : Penyerahan cendera mata kepada Bapak Mentri Hukum dan HAM, oleh Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Bapak Mentri yang kami hormati, dan hadirin yang kami muliakan. Marilah kita melangkah ke acara utama, seminar Konferensi Nasional Hukum Tata Negara.
Mari kita perkenalkan narasumber pada hari ini, 1. Bapak Dr. Fahmi Idris
2. Bapak Dr. Syamshudin Haris 3. Bapak Prof. Dr. Saldi Isra
4. Sementara yang memancing diskusi adalah Bapak Prof. Dr. Yuliandri SH, MH Kepada para pembicara dan pemancing diskusi dipersilahkan. Dan selanjutnya acara
akan saya serahkan kepada saudara moderator, Bapak Prof. Dr. Yuliandri SH MH, silahkan Prof..
Prof. Yuliandri:
Terimakasih, Assalamualaikum Wr, Wb.
Hadirin peserta seminar KNHTN pada pagi ini, langsung saja kita serahkan kepada narasumber untuk memberikan 10 hingga 15 menit untuk pemaparan pemikirannya.
Tapi sebelum itu kita undang terlebih dahulu saudara Fery Amsari untuk menyampaikan secara ringkas hasil penelitian dari Pusako Unand yang berkaitan
dengan konferensi ini. Silahkan kepada saudara Fery
42
Fery Amsari: Penyampain Laporan Hasil Penelitian PUSaKO
Bismillah hirahmanirrahim Assalamualaikum Warahmatullahi Wabara khatuh
Ibu Bapak sekalian yang saya hormati, saya mewakili team yang terdiri dari Bapak Kairul Fahmi, Bapak Charles Simabura, itu dia dua paling belakang yang jelek.
Kemudian saya mewakili Prof. Saldi Isra. Dua hal yang membedakan saya dengan prof Saldi adalah beliau adalah seorang professor tetap sedangkan saya adalah seorang
profokator tetap. Untuk itu izinkanlah saya menyampaikan hasil pemikiran kami bersama dan penelitian dari Pusat Study Konstitusi.
Kita melakukan study dibeberapa daerah di Indonesia. Di NTB, di Jogja, di Pontianak, dan beberapa wilayah lain di Indonesia yang bisa bapak ibu lihat dalam hasil
penelitian yang akan kita share didalam flash disk. Penelitian ini harapannya adalah ada 5 point yang harus kita penuhi sesuai dengan
tingkatannya ; 1. Memacu perspektif bahwa parpol sangatlah penting bagi kita. Nasib kita
ditentukan oleh Partai Politik. 2. Melalui penelitian ini kita harapkan adanya dukungan moral pemerintah
terhadap parpol melalui negara maupun badan hukum partai itu sendiri. 3. Adanya transparansi parpol. Jika sebuah parpol ingin memiliki banyak
dukungan dari public, tentu parpol harus memiliki transparansi. 4. Timbulnya demokrasi internal partai. Jika suatu negara ikut terlibat, tapi
parpol tidak demokratis, maka akan banyak kerugian yang menimpa partai politik terseut.
5. Partai politik diharapkan benar-benar hadir ditengah-tengah masyarakat dan menjadi wadah demokrasi penyampaian aspirasi public dimasyarakat, dan
lembaga perwakilan. Hasil penelitian dibeberapa daerah itu intinya terdiri dari partai politik, anggota
partai politik, masyarakat, dosen, dll, lengkaplah disana, yang paling banyak adalah LSM 64 persen, partai politk dan anggota [partai politik mencapai 36 persen.. ada
ebberapa hal yang akan kita singgung, dan itu berkaitan dengan tema kita padahari ini dan diharapkan mampu memacu demokrasi internal partai politik., dimana
43
1. Yang pertama, partai diharapkan melakukan demokrasi atau membuat system demokrasi dalam pemilihan ketua.
2. Kedua, melakukan demokrasi dan pembentukan karakterr calon pemimpin, kepala daerah, bisa kita terapkan diparpol. Bukan dengan kandidat yang
memiliki uang terbanyak kemudia mereka dapat maju sebagai kepala daerah. Kita juga melihat bagaimana partai menentukan kandidat legislative.
Pemilihan prresiden, bagaimana kedepannya partai dapat menentukan kandidat calon-calon mentrisecara demokratis.
3. Kemudian bagaimana partai betul-betul mampu menyelesaikan segala persoalan sengketa internal partai, sehingga demokrasi benar-benar hidup
didalam partai. Apa yang terjadi saat ini, ibu bapak kita ketahui bahwa ada UU yang begitu
meresahkan kita semua bagi parpol, hukum tata negara, dan orang politik, bahwasannya sengketa partai dilakukan oleh mahkamah partai, kecuali yang tidak
puas boleh melakukan banding keluar. Final dan binding tapi kok pakai kecuali. Ini satu-satunya yang terjadi.
Ada yang mengahrapkan, mencalonkan diri, harapan banyak orang adalah adanya pemilihan pengurus partai yang tidak ditangan satu orang yaitu orang yang
mencalonkan melalui pemilu pilkada, pilpres, harus menjadi anggota partai politik tertentu.
Orang-orang tertentu, yang tidak mengecewakan partai politik, baru bisa mencalonkan diri. Itu syarat-syaratnya, sudah disalin ke flashdisk, nanti silahkan
diperdebatkan. Next. Ini tentang mekanisme mencalonkan diri. Dengan berbagai konsep, konsep pak
JK atau konsep pak JOKOWI. Pemilihan calon presidennya, mau konferensi tapi malah tidak seperti konferensi.
Berikutnya ini yang kita tanyakan kepada peserta kita untuk diperdebatkan, prelukan prinsip hukbungan pusat dengan daerah? Sebaiknya dijawab Ya. Sebagian besar
dijawab Ya. Apa prinsipnya? Apakah hubungan partai politik itu tersentralistii atau otonom? Itu yang menjadi
pertanyaan kiota adalah hasil dari mayoritas partai adalah otonom, ini sola debat,
44
siapakah yang berhak menyelesaikan masalah internal parpol? Ada kemudian yang menyerahkan kemahkamah partai, sehingga dilakukan penyelesaian secara internal.
Berikutnya, Soal keuangan partai. Sebagian menjawab melalui APBN Anggaran negara. Sebagian
lagi mengatakan berasal dari iuran anggota. Ini bisa mix antara APBN dengan iuran anggota.
Berikut, kalau dari hasil penelitian Prof. Ramlan, Fahmi idris, Parpol diharapkan dibiayai oleh negara. Apa konsekuensinya? Partai politik harus terbuka. Melaporkan
untuk apa dana partai politikm di gunakan? Apakah wajib dilaporkan dan sebagian besar mengatakan Ya. Dan ini merupakan partai poltik sendiri yang menjawabnya.
Saya kira itu dulu, terimakasih, assalamualaikum Wr. Wb.
Prof. Yuliandri:
Saya persilahkan kepada pembicara pertama: Demokrasi parpol Indonesia, saya kira bisa kita mulai dari permasalhan dokumen
Hak Asasi Manusia, demokrasi saat ini, pemilihan umum merupakan salah satu tindakan kita dalam berdemokrasi.
Ada permasalhan serius. Persepakatan mengenai ideology negara pada saat itu, melakukan manufer. Kalau diberi perpanjangan waktu, maka perlukan perundingan-
perundingan demokrasi dan pimpinan partai. Pembukaan itu berdasarkan aturan yang ada melalui dokrin presiden era ini disebut
era pemerintahan sementara, dimana digunakan UUD 1950 saat itu, ideology system pemerintahan.
Jadi apa yang saya ketahui, hanya ada satu dua partai politik yang mendeklarasikan ideologinya secara kongkrit, mereka membagi ideology dasar dan ideology yang
dilakukan dalam proses perjuangan, selebihnya menepatkan pancasila sebagai ideology parpol
Saudara sekalian, berbagai dinamika yang pernah terjadi dalam partai politik seperti transsaksionalisme dan sebagainya. Padahal era 1945-1955 yang berkembang bukan
parpolnya. Tapi ideology yang dianut oleh mereka meniadakan hal itu, ada nilai-nilai yang lebih utama, lebih tinggi menjadi dasar perjuangan.
45
Untuk mencapai impian, perlu dilakukan pemusnahan sifat-sifat yang merubah kehidupan partai, kalau kita mau maju partai politik dan uang itu berat. Dan
kemudian pada tahap pemilihan anggota dewan juga begitu, tanpa uang tidak aka nada keputusan-keputusan yang memungkinkan seseorang menjadi calon gubernur,
walikota, calon anggota DPR, dan sebagainya, perkembangan ini, negarea modern dan kaya.
Ada istilah, membeli anggota dewan. Dalam satu partai terdiri dari fraksi-fraksi, emmebli dengan harga cukup tinggi, terlibat korupsi. Konflik parpol memang sangat
signifikan, tapiitu tidak terbuka dan internal, tapi penyelesaian internal tidak memuaskan sama sekali. Kita punya bayak cara utnuk menyelesaikannyapersoalan
parpol ini. Kita bisa menyelesaiakn persoalan ini bersama sama. Dengan
melimpahkan berbagai gagasan-gagasan utama dalam penyelesaian senggeta parpol yang semua itu sebenarnya bisa di dikte.
Cirri-ciri bagaimana presiden bisa didikte dengan baik, apakah itu tidak menjadi permasalahn internal?
Terimakasih.
Prof. Yuliandri:
untuk yang kedua saya persilahkan kepada Prof. Dr. Syamsudin Haris. Seorang peneliti dari LIPI. kepada beliau dipersilahkan dengan segala hormat.
Prof Syamsudin Haris:
Terimakaish prof. Yuliandri. Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya diminta untuk berbicara mengenai demokrasi internal partai politik beserta tantangannya. Dalam diskusi kami masalah partai politik, ada dua pendekatan yang
bisa digunakan. 1. Melihat partai politik sebagai pilar utama dalam demokrasi kita
2. Melihat partai politik dalam system kepartaian yang berlaku. Nah, kalau kita melihat partai politik sebagai pilar, apakah parpol bisa menjadi solusi
bagi kita? Bukan lagi sebagai persoalan yang kita hadapi.
46
Kader-kader partai politik kita yang menajdi pasien semakin mudah bermain didalam. Itu dalam konteks kita melihat parpol sebagai pondasi, dimana kita melihat
partai politkk dalam system kepartaian. Dalam system partai yang kita anut. Memfasilitasi terbentuknya system kepartaian pemerintahan yang berlandaskan
konstitusi presidensil, jadi apakah system multi partai sungguh-sungguh memang efisien? Ini pertanyaan classic sesungguhnya.
Kita melihat partai politik sebagai patria system, sejauh mana kita melihat kompetisi antar parpol, didalam sebuah system kepartaian. Sungguh-sungguh menghasilakn
orang-orang yang ebnar-benar bekerja utnuk rakyat, untuk kepentingan umum. Nah, saya piker itu titik tolak kita dan saya dalam meyampaikan makalah ini, nah coba kita
liaht yang oertama. Kita melihat permasalahn parpol itu komplek sekali. Serta apa yang sydah dimuatkan
oleh pemberitaan yang ada selama ini. Yang pertama adalah masalah ideology. Masalah flatfom. Semua parpol punya ideology. Tapi ideology itu berhenti hanya
menjadi sebuah ideology yang tertulis, yang disimpan dengan rapi dikantor parpol. parpol punya ideology, tapi hanya untuk memenuhi persyaratan undang-undang
bahwa harus punay AD ART dan seterusnya. Kadang sulit untuk membedakan ideology anatra satu parpol dengan yang lainnya.PAN yang tidak mau diakui sebagai
partai Islamdan PKB sebagai partai Islam.
Parpol kita tidak memeiliki komitment dan moralitas. Betapa parpol itu kini dikelola secara kaki lima, padahal mau jadi pemimpin bintang lima. Nah, kemudian yang tidak
kalah penting adalah potret kepemimpinnan yang personal. Sebagai pemimpin partai, khususnya yang berposisi di ketua umum, adalah pemilik atau pemegang saham
terbanyak.yah kita bisa menyebut bahwa banyak partai yang demikian. Sehingga jika mendiskusikan tantangan demokrasi masa depan, tantangan utama adalah
bagaimana mengalih kepemimpinan partai dari individu pemilik modal, menjadi sungguh-sungguh demokratis. Karena bagaimana pun, seperti yang diamanatkan oleh
umdang-undang, parpol adalah badan hukum public yang tidak dimiliki oleh individu. Yang sedang menjabat sebagai ketua umum. Nah, tantangan yang bisa kiat fikirkan
konteksnya demokrasi, mengambil alih parpol dari individu-individu pemilik modal kepada anggota sesuai undang-undang.
47
Saya setuju dengan gagasan mengenai pembiayaan negara terhadap partai politik, negara memberikan subsidi ini juga menyangkut konsteks pengambil alihan
kepentingan. parpol tidak memiliki komitment atau moralitas yang jelas, pada umumnya parpol
tidur panjangn selama masa dua pemilu. Ketika pada saatnya pemilu terkaget-kaget. Kadang dalam pencalonan bersifat instan. Padahal dalam politik membangun
masyarakat tidak mungkin dilakukan secara instan. Problem internalisasi dan perwakilan. Suara vocal parpol membentuk kepentingan
politik dan kaderisasi. Parpol hanya punya link untuk menangani kaderisasi tapi tidak dilakukan. Sehingga lagi-lagi parpol panic menjelang pilkada.
Contoh, fenomena PDIP dalam pencarian pemimpin DKI Jakarta 2017. Contoh yang sangat jelas bagaimana parpol panic menjelang pemilu atau pilkada. Ada seleksi
internal, test bahkan wawancara, dan lain sebagainya. Tapi ini tidak dipakai. PDIP mengundang maju yang berminat.
Kemudian juga ada indikasi sinyal bahwa PDIP juga mendukung pak Ahok untuk maju. ini menunjukkan bahwa parpol dikelola secara kaki lima, padahal hendak
menajdi pemimpin bintang lima. Problem yang tidak kalah penting adalah bagaimana kita mendesentralisasikan
otoritas parpol, ini harus disentralisasikan kepengurus wilayah tertentu. Bagaimana pilkada calon yang berduit dengan yang dicari oleh masyarakat? Mana yang dipilih?
Tantangan lain adalah bagaimana supaya pemilihan kandidat pasangan calon itu melalui tahap-tahap demokrasi, melalui konvensi atau pemilihan pendahuluan.
Saat ini LIPI bekerja sama dengan KPK menyusum peraturan kode etik bagi parpol dan politisi.. apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Nah, mudah-mudahan kode
etik parpol itu bisa membantu. Dalam konteks system kepartaian yang berlaku, sungguh-sungguh memfasilitasi hasil
pemilu yang demokratis. salahs atu upaya tentu saja bagaimana kita menata ulang system pemilu kita.
Contoh, pemilu serentak 2019. Namun, sayangnya, skema 2019 sama dengan skema 2014 yang kini harusnya tidak demikian, dengan membedakan PJ nasional dengan
daerah.
48
Amanat UU no 10 tahun 2016 tentang pilkada, seolah sudah memfinalkan sebab pilkada serentak nasional dianggarkan tahun 2024. Ini tantangan bagi kita dalam
mengingatkan pemerintah agar mengasuh kebijakan yang benar-benar sesuai kebutuhan kita.
Demokratisasi partai poltiik itu hanya akan menjadi deretan keinginan. Jadi kita harus mendesak pemerintah untuk melakukan pemabharuan dan perubahan.
Didukung televise, media, Pusat studi konstitusi, dan lain sebagainya.
Sekian, terimakasih.
Prof. Yuliandri:
Terimakasih Prof. Syamsuddin Haris. Terakhir kita minta pemaparan dari Prof. Dr. Saldi Isra. beliau lahir di solok, sekarang sebagai guru besar Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Andalas. Baik, kami eprsilahkan dengan segala hormat,
Prof. Saldi Isra:
Baik, terimakasih Prof. Yuliandri, Bang Fahmi Idris, Prof. Samsudin Haris. Dan hadirin sekalian yang saya hormati. Saya akan melanjutkan presentasi yang tadi disampaikan
oleh Ferry Amsari. Soal hasil penelitian. Karena kegiatan ini bermuara pada desain undang-undang parpol.
Partai politik sesungguhnya, pekerjaan yang terkait masyarakat banyak. Oleh karena itu bapak ibu sekalian, kita mendeteksi salah satu kelemahan mendasar dari UU
parpol yang ada saat ini dan sebelumnya UU parpol terlalu sulir mengatur soal-soal yang memiliki implikasi luas terhadap public.
Terlalu banyak aturan dalam parpol yang pada akhirnya mendelagasikan urusan urusan parpol yang mengatur pengelolaan urusan public kedalam anggaran dasar
dan ART parpol. Yang kita tahu kalau kongres parpol mereka hamper tidak serius mengatur substansi AD ART nya.
Biasanya beitu kongres selesai, terpilih ketua umum atau sekretaris umum, kongres dianggap selesai. Tidak ada diskusi bagaimana partai bisa menggali ketentuan parpol
agar bisa mencapai tujuan partai poltiik dan oleh karena itu kita melakukan
49
pendesainan baru yang nanti kami pikirkan. Di rencana UU parpol adalah memberikan wilayah yang jauh lebih detail kepada pengaturan soal-soal parpol, ajdi
memang ada wilayah yang kita serahkan ke parpol, tapi ada wilayah yang detail diatur dalam UU.
Misalnya kalau bkita bicara soal point yang disampaikan oleh Ferry Amsari, hasil penelitian sementara itu, soal bagaimana mendesentralisasikan parpol. Yang disebut
oleh semua pembicara. Pembicara mentri hukum dan HAM, bapak Fahmi Idris, dan Prof. Syamsudin Haris, desentralisasi menajdi kebutuhan yang tidak dioatur. Kita
bicara desentralisasi. Tapi partai politik yang menjadi penggerak negara tidak mau mendesentralisaskan kewenakan kepartaiannya ke yang lebih rendah.
Contoh, bukti ketika mencalonkan, itu tidak selesai urusannya hanay di kabupaten dan kota saja. Dan tidak selesai dipengurus tngkat provinsi saja. Namun hingga
pengurus tingkat pusat. Itu prinsip yang ahrus dibuat lebih detail dan pernak-pernik nya diatur dalam anggaran dasar dan ART parpol.
Jebakan yang ada hari ini adalah, pemimpin yang dihasilkan bukan orang yang bisa menjawab kebutuhan politik pada hari itu. Disitu peran UU bagaimana membuat
desain bagaimana tidak hanya mencerminkan keinginan partai tapi juga keinginan public, serta pengurus partai.
Contoh lain, yang menurut penelitian pusako sangat penting, yaitu soal keuangan parpol. Kami berfikir soal keuangan harus didesain tingkat UU parpol. Jadi untuk
mengatur keuangannya harus diatur sedemikian rupa. Untuk mencegah penanam modal menguasai parpol, jadi dana APBN itu harus jadi lebih besar kepartai poltiik.
Sekarang dana yang ebrasal dari partai politk kan luarbiasa kecil, dan jika dana itu saja yang diharapkan parpol, parpol bisa apa?
Kami merencakan ada dua system keuangan partai politik yang dating dari APBN, 1. Alokasi pertama adalah kalau partai politik yang lolos menjadi peserta
pemilihan umum, maka semua partai itu akan mendapatkan jumlagh dana yang sama untuk semua partai. Dan kita coba menghitung, paling tidak dana
itu dapat memenuhi paling tidak 50 60 persen dari kebutuhan parpol untuk
pelaksanaan keseharian partai poltik. Angkatnya masih kita diskusikan. Itu
50
yang pertama, jadi kalau ada 10 partai politik menjadi peserta pemilu, jadi itu dianggarkan sama juga untuk semua parpol.
2. Dana yang didapat di APBN tergantung hasil pemilihan suara dipemilu itu nanti yang membedakan dana yang diperoleh oleh sartu partai dengan partai
lainnya. Karna hitungan nya adalah jumlah suara yang diperoleh dalam penghitungan suara di pemilu legislative.
Dengan dua system ini Bapak Ibu sekalian, kita menganggap sekitar 75 80
persen kebutuhan partai politik bisa terpenuhi. Sisanya baru dicari oleh partai politik. Dan mana sumber yang halal itu pun ditentukan secara tegas didalam UU
partai Politik. Tapi kami tidak berhentiu disitu, bang Mahfud, kalau dana yang masuk dari APBN dengan jumlah yang banyak dalam partai politik, mengelolaan
keuangannya pun harus jauh lebih baik, bagaimana caranya? Kita merencanakan misalnya, ini masih dalam tahap perdebatan, disetiap kepengurusan DPD itu ada
orang dari badan pemeriksa keuangan. BPKP yang dimiliki oleh pemerintah yang kemudian dipekerjakan di DPD partai politik untuk pengontrol semua dana yang
berasal dari apbn. Jadi bukan per partai lagi. Ini merupakan kecendrungan semua negara agar proses keuangan partai poltik menjadi lebih baik. Orang BPKP
didistribusikan ke lembaga-lembaga negara. ita berfikir partai politk melakukan apa yang harus dilaklukan oleh lembaga
negara. Kemudian pengeluarannya itu dikontrol oleh orang yang ditugaskan oleh negara dipartai politik itu. Karena apa? Proses pengawasan negara itu juga akan
bermuara pada penilaian terhadap partai politik, apakah dia bisa memenuhi wajar tanpa pengecualian atau Wajar dengan pengecualian, apakah didiskualifikasi lain?
Kalau uang negara yang banyak itu sudah digelontorkan kepada partai politik, harus ada transparanitas dan implikasi hukum. Apa misalnya? Partai secara
berturut-turut, dua atau tiga tahun, dalam periode lima tahun, laporan keuangannya disliner, dia kehilangan hak untuk menjadi peserta pemilu
berikutnya. Nah, uang yang banyak itu diikuti dengan hukum yang baru, agar partai bisa
mengelola dengan baik, karena prinsip prinsip pengelolaan keuangan negara itu
51
akan di ikuti oleh partai politik. Nah, inibisa menjadi isu yang mungkin bisa segera di cermati oleh partai politik, tapi soal penegakan hukumnya, kita pastikan
terlebih dahulu. Kita menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari gagasan ini.
Kita tidak mau kehilangan uang dengan jumlah yang banyak jika kemudian tidak ada sanksi yang diterapkan terhadap partai poltik. Nah, kira-kira inilah
rancanangan baru refisi undang-undang yang nanti akan kita siapkan. jadi setelah pertemuan ini, kami akan mempersiapkan apa, naskah akademis itu, lalu sebagian
kita nanti akan dilibatkan lagi dalam mendiskusikan lebih lanjut sebelum nanti diserahkan kepada mentri Hukum dan Ham, Mentri dalam negeri, dan kita juga
akan melibatkan partai-partai politik untuk mendiskusikan gagasan ini, sembari mendeskripminasi hasil penelitian ini kepada partai poltik. Kalau ini bisa di
dilakukan, kita berharap partai politk bisa tumbuh menjadi jauh lebih sehat. Jadi annti ada dana APBN yang kalau di salurkan ke DPP itu nanti akan didistribusikan
kepada pengurus ditingkat provinsi dan kabupaten dan kota juga. Tapi ada juga beban dari APBD provinsi kabupaten kota terhadap kepengurusan partai yang
eksis di daerah tersebut, jadi Bapak Ibu sekalian, kami percaya kalau ini buisa dilakukan kita punya mesin pemotong yang tajam untuk mengurangi pengaruh
para pemodal masuk ke prtai poltik, sepanjang desain baru ini bisa di kelola dengan baik dari A-Z, artinya uang diluncurkan banyak tapi juga ada sanksi yang
dibebankan kepartai politik. Nah, itu saya sengaja mendetail pengaturan ditingkat UU. Soal keuangan partai
politik itu kita atur hamper selesai ditingkat UU. Jadi diranah ADART akan kita batasi sedemikian rupa. Kira-kira itu yang akan kami lakukan kedepan. Terima
kasih, Assalamualaikum Wr, Wb. Prof. Yuliandri :
Terimakasih Prof. Saldi atas penjelasan lanjut mengenai hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat studi konstitusi.
52
Baik untuk selanjutnya kita masih punya waktu sekitar lima belas menit, kita beri kesemoatan untuk dua pertanyaan. Disebelah kiri ada sau, kemudian di tengah,
mohon singkat aja, silahkan, sebut nama dan asalnya dari mana
Penanya 1: Nama : Inna Junainah
Asal : Fakultas hukum Universitas Pajadjaran
Terimakasih pak yuliandri. assalamualaikum Wr. Wb. Nama saya Inna Junainah dari Fakultas hukum Universitas Padjajajaran. Saya menagkap tadi memberikan sejumlah
anggaran yah, yang jadi pertanyaan saya, barangkali untuk form yang sementara, sepertinya ini solusi yang baik yang dibentuk oleh Prof. Saldi. tapi apakah apa yang
dianggarrkan negara itu ada resikonya ? sampai disini saya melihat kalau semua diberkan anggaran yang cukup besar, apakah ini tidak akan menjadikan partai politik
sebagai infrastruktur baru ? kemudian yang kedua apakah perlu cleanitasi waktu dan substansi? Saya agak kawatir dengan komitment partai politik yang masih kurang,
saya kawatir juga kalau dengan skema yang tadi, uang APBN berkurang, mainan politik didalam pun ada. Rrancangan UU nya pun pada akhirnya supremasinya dari
partai politik. itu konsekuensi ditingkat parlemen. saya perlu penegasan skema yang dikeluarkan prof saldi. Terimakasih prof.
Penanya 2: Nama : Siryajudin
Asal : Fakultas Hukum Setiadarma Malang
Terimakasih. saya kira menarik sekali apa yang disampaikan oleh para pembicara. Saya melihat soal partai politik dari pengurusan, sengketa dan sebagainya adalah
ranah oligarkis kepartaian hari ini. Yang menjadi pertanyan besar adalah apakah bagaimana disisi lain kemudian kita ingin membangun akuntalibitas transparansi
mobilitas partai politik, sementara rakyat sudah cukup apatis dengan keeberadaan partai poltik. Jadi ketika rakyat ditanya pendapatnya tentang hal begini, sementara
rakyat sudah apatis dengan partai. Nah sementara kita ingin membawa partai itu
53
kepada pemilik partai dan pemilih itu snediri. Nah, terkait dengan itu tadi disampaikan oleh prof. saldi bahwa ada bantuan negara dan sebagainya. saya kira
paham betul bagaimana internal partai. Pertanyaan saya adalah bagaimana partai yang lolos pemilihan legislative itu menolak pemberian dana dari APBN itu. nah, jika
menolak, tidak ada kewajiban untuk melaporkan keuangan partai politik itu. Nah kalau keputusan, ada salah satu partai yang menjawab menolak, karena mereka gak
mau ribet dalam masalah keuangan. Saya piker itu saja, terimakasih. assalamualaikum Wr. Wb.
Penanya 3 Nama :...
Asal :...
Kalau saya melihat dibanyak negara besar di Asia, partai politik memang agak dihindari oleh masyarakat. Dan saya melihat penelitian yang dilakukan oleh Pusako,
dan ini memang tentang kewenangan partai politik. Ini permasalahan yang ada diseluruh dunia. Bukan hanya Indonesia. Memang ada usaha yang disebut dalam UU
yang mengatur refoemasi pendanaan. memang upaya ini dilakukan untuk mencegah begitu banyak uang yang tidak transparan atau akuntable yang masuk ke partai
politik. Tetapi upaya ini saya pikir berhubungan dengan putusan mahkamah agung diamerika yang tidak memberikan batasan apapun kepada penyumbang-
penyumbang untuk memberikan sumbangan kepada partai politik. Nah, ini yang terjadi. sehingga banyak orang jor-joran. Pertanyaan saya adalah, kalau memang kita
memberikan kewajiban untuk mendanai partai politik, semua mendapat equal yang sama, dan ada tambahan untuk kursi yang didapat di legislative, bagus, saya setuju.
Tapi apakah itu berarti sumbangan corporate asing itu di stop, kalau itu tidak dihentikan, artinya, koalisi partai politik tidak akan pernah berhenti. Apalagi
sumbanagn itu belum tentu bisa dibatasi jumlahnya. Nah, kedua kita mesti menyadari fenomena lain dari UU partai politik. Yang demikian
sekarang ini ada disebut supertax yang dilakukan oleh pihak ketiga. Ini juga merupakan suatu persoalan. Ini kan sumbangan itu bentuk lain dari ideologisme. Nah
pertanyaan saya bagaimana kita mengantisipasi supertax tidak melalui kader, tapi melalui orang ketiga yang digunakan untuk kampanye? Membantu partai tersebut,
54
membantu kandidat tersebut. Nah ini yang belum kita bahas sejauh itu. Tapi saya mohon kita mengantisipasi potensi-potensi yang terjadi seperti ini.
Prof Yuliandri: Terimakasih. Cukup 3 yaa. nanti pertanyaan selanjutnya bisa ditanaykan disesi grup
parallel. Baik, kita masih punya waktu sekitar lima menit untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan tadi. Silahkan prof. saldi Respon:
Fahmi idris: Saya sangat yakin bahwa dana partai yang dipakai dari pemerintah itu akan dengan
senang hati diterima oleh partai politk. Kalau ada yang menolak, seperti yang dicontohkan tadi, tentu yang berangkutan mempermasalahkan perannya. Tentu form
laporan itu disiapkan oleh perintah sesuai dengan peringkatnya. Yang penting adalah dana itu harus dipertanggungjawabkan, diaudit dengan baik oleh parpol maupun
pihak independent pihak ketiga. Kemudian Keuangan parpol ini memang mengandung pro kontra. Prokontra dalam pengertian pemanfaatannya. Contoh nya
dana parpol untuk pemilu. Bangaimana dana parpol untuk pipres dan pilkada. Apakah dana untuk pemilu, pilpres, atau pilkada, dapat diselenggarakan oleh parpol
itu sendiri? Kalau itu, tidak menyelesaikan masalah secara mendasar Parpol memang diberi kebebeasan menggunakan dana tersebut. Tetapi saya setuju
didalam pengelolahannya ada pelaporan oleh orang yang masuk dalam parpol tadi. Dalam penggunaannya memang harus ada pihak ketiga. Bukan soal percaya atau
tidak percaya. Uang negara adalah uang rakyat sehingga pertanggung jawabannya lebih besar. Sehinngga harus transparan. Dana dari pemerintah dan dana dari pihak
lain juga harus diaudit dengan transparan, ketat dan sanksi yang tegaas. Seberapa besar dana tersebut. Ini memang suatu proses kultur yang terjadi dimasyarakat kita,
khususnya masyarakat partai politik. Jika terima duit diam diam saja kecuali jika terjadi ott. Harus diubah, bahwa uang memang harus dipertanggung jawabkan.
Terimakasih.
55
Syamsudin: Mungkin ini sekaligus masukan untuk Pusako. Saya pikir, Saya setuju dengan
pendekatan sangat signifikan subsidi dana negara, ini negara, bukan pemerintah, negara terhadap partai politik. Untuk memenuhi kebutuhan partai politick itu sendiri.
Tapi saya pikir kalau untuk kebutuhan, angkanya itu tidak melebihi 30-40 persen. Bukan diatas 50 persen. Sebab bagaimanapun, Parpol juga butuh otonomi dalam
memperoleh dana. dana lain bukan hanya dari pemerintah. Hal lain yang saya pertimbangkan adalah yang namanya subsidi negara tidak selalu dalam bentuk uang
case. Subsi bisa dalam bentuk fasilitas negaraterhadap parpol seperti untuk kampanye pemilu pilkada, pilpres, dan seterusnya. Penggunaan media pemerintah
untuk kampanye. Kemudian juga, Hal yang tidak kalah penting bagaimana pemenuhan kebutuhan partai melalui subsidi negara dilakukan secara bertahap.
Artinya angka yang saya sebut 30-40 persen itu untuk babak pertama. Ketika pemilu besok. Mhungkin pemilu pertama sekitar 10 persen. Ini sebagai pemebelajaran
bagipartai politik. Apakah parpol bisa akuntabel atau tidak. Mungkin 10 tahun kedepan bisa menajdi 20 persen, sehingga tidak bersifat sekaligus. Yang lain tentu
saja terkait yang disampaikan oleh Bung Sirajudin, saya pikir ya, Parpol tidak bisa menolak subsidi negara jika itu menjadi kebijakan negara dalam UU. Terimakasih,
Prof. saldi: Terimakasih. Setiap masukan tadi akan kami catat di team juga masih ada perdebatan
soal besar dan segalanya. Tapi soal skema itu sudah bulat kami di pusat studi konstitusi. Yang masih diperdebatkan itu adalah berapa dan segala macamnya. Kami
masih mencari angka dengan merujuk kebeberapa penelitian. Salah satu nya adalah penelitian yang dilakukan di 4 daerah oleh fery junaidi dan kawan-kawan mengenai
keuangan partai politik. Bagi kami, jika ini dikelola didorong menjadi refisi, kami harus memiliki mensiapkan kerja extra. Apa kerja ekstra yang kami siapkan?
Rancangan soal keuangan partai itu, itu diikuti linear A-Z, jadi jangan hanya mau mengambil keuangan, tapi sanksi tidak mau. Sehingga dalam proses legislasi kita, ini
Akan dikomunikasikan dengan pemerintah. Karena pemerintah sebagai pihak, khususnya kepada president, bahwa ini akan menjadi paket. Jadi kalau mau uangnya
56
saja, tidak mau sanksinya, konsep ini harus ditolak. Solusi dan sanksi, tidak dapat dipisahkan. Lalu pertanyaannya? sumber dana lain tidak boleh?
Sumber dana lain boleh. Apa jenisnya dan berapa besarnya, kemana dimasukkan itu diatur dalam UU partai Politik. Makanya tadi kita berfikir, ada orang yang paham
betul soal keuangan. Semua dana akan amsuk disistu. Dan akan didistribusikan kepada badan pembangunan pemeriksaan keuangan BPKP. Akan diawasi oleh badan
pengawas dan penerimaan dana partai. Itu yang harus dilakukan dalam soal-soal seperti ini.
Nah, problem kita adalah system hukum kita diranah politik membedakan antara uang partai dengan uang kampanye. Kalau partai itu diatur dalam UU partai politi,
kalau kampanye di UU pemilu. Ini akan didiskusikan lebih lanjut. Menurut kami Penelitiaan pusako beranggapan bahwa dana harus beriringan baik itu untuk partai
dengan untuk pemilu. Dan sekarang ICW sedang mempelajari bagaimana mengatur soal dana partai politik. Jadi penelitian Pusako akan beriringan dengan penelitian
ICW. Dan kita berharap, sebelum itu dilaunching ke public, sebagian kita yang ada disini, pasti akan terlibat membahas lebih rinci konsep-konsep yang ditawarkan itu,
sekaligus apa implikasinya jika itu dijadikan produk hukum. Tentu itu harus didiskusikan hingga hal yang sedemikian. Saya memang sengaja, tadi yang
diamanatkan oleh pak Charles, bang fahmi, dan Ferry Amsari, tolong yang dikedepankan adalah soal dana. Bagaimana respon peserta konferensi soal dana itu.
Dan nantik akan dibagi dalam form yang lebih kecil. Terimakasih, wabilahi taufik walhidayah,
Assalamualaikum Wr. Wb. Prof. Yuliandri:
Alhamdulillah seminar konferensi ini dapat diselesaikan. Akhirnya kami sebagai moderator mengucapkan terimakasih atas pemaparan yang disampaikan oleh beliau.
Dr. Fahmi Idris, Dr. syamsudin Haris, dan Prof. Dr. Saldi Isra Akhirnya, wabilahi taufik walhidayah, Assalamualaikum Wr. Wb.
57
Penyerahan cendera mata kepada narasumber. Plakat dari fakultas hukum. Dan cendra mata dalam tas putih adalah cendra mata dari komisi pemberantasan korupsi.
58
NOTULENSI PARALLEL GROUP DISCUSSION RUANGAN 1
Tema: Memetakan Permasalahan Demokrasi Partai
1. SESI 1 Pukul 10.00-12.30 Moderator
: Ferri Amsari Dengan narasumber :
- Prof. Todung Mulya Lubis
- Henk Kumeling
Notulen: Dzikra Atiqa
Moderator: Ferri amsari
Assalamualaikum wr wb, Marilah sama-sama kita panjatkan rasa puji dan syukur kita kepada tuhan semesta
alam yakninya allah swt. Selamat siang kepada seluruh rekan-rekan yang telah menghadiri fokus groupdiscusion pada siang hari ini. Ini adalah sesi pertama yang
akan disampaikan olehduanarasumber kita yaitu pro. Henk kumeling dan prof. Tdodung mulya lubis.
Baiklah untuk pemaparan pertama akan disampaikan oleh bang todung mulya lubis, beliau merupakan salah satu pengurus penting di yayasan tahir foundation. Kawan-
kawan bercanda tajir foundation. Silahkan yang maubertanya untuk kegiatan keilmuannya dapat didukung oleh yayasan tahir foundation setelah pertemuan ini.
Silahkan bang mulya untuk menyampaikan materinya sekitar 15-20 menit. Nantijuga prof. Kummeling akan menyampaikan pandangannyadalam forum ini. Lalu kita
lanjutkan dengan sesi diskusi. Ingat, forum PGD pertama ini adalah forum diskusi. Silahkan bang mulya.
Prof. Dr. Todung Mulya Lubis
Terimakasih pak ferri, karena saya bagian dar yayasan tajir foundation,,audiense tertawa
Kedua, dia agak lupa tadi menyebutkan saya hanya dua gelar LLM ,sebenarnya ada tiga. Satu dari Harvard Law school, dua california, yang ketiga adalah laki-laki malam.
59
Saya hanya akan menghilight saja sebenarnya. Sebetulnya kita semua tau dalam diskusi dan kemaren pada saat saudara tjahjo purnomo dan pak jussuf kalla, kita
sudah mendapatkan gambaran sebenarnya di indonesia. Bagaimana demokrasi internal partai itu di Indonesia. Yang penting dalam konteks Indonesia dengan sistem
multi partai yang begitu beragam ini, pertanyaan utamanya adalah apabila kita menginginkan demokras internal partai adalah, bagamana kita merebut kekuasaan
partai itu menjadi milik publik. Bukan menjad milik oligarki, bukan menjadi milik keluarga, bukan menjadi milk PT swasta,karena seolah-olah ini menjadi pemilik
saham. Nah bagaimana anda dapat bicara tentang demokrasi partai kalau yang mengatur itu sudah ada dari atas. Saya kemaren hampir meninggalkan ruangan
ketika tjahjo purnomo mengatakan parpolnya batasnya hanya sekjen, sebetulnya itu kontrahnya soekarno, nah itu sih bukan demokrasi lagi itu. Tapi kan dia ga sendirian,
ada partai lain yang sama-sama kuat. Jadi saudara-saudara semua, Partai politik adalah tempat warga negara berkumpul
menyatukan presepsi, untuk berebut jabatam-jabatan kepemimpinanpublik dan menjadi ajang atau wadah utntuk bertukar pikiran tetapi secara demokratis. Itu
merupakan kebutuhan yang mutlak untuk mendemokratisasi parpol kalau dia ingin mendapatkan calon-calon yang demokratis. Nah, saya tidak mengatakan bahwa
calon-calon itu adalah yang paling baik atau sangat ideal. Banyak calon-calon yang dipilih dari bawah secara demokratis sehingga tidak capable,tidak qualifite untuk
menjadi pemimpin. Tapi that is the cost that you have to pay to society. Dalam negara demokrasi,mungkin saja you came out with the stupid leaders, yang terjadi pada
Amerika saat ini, kita melihat donald trump. Begitu terkenal dengan public sentiments, tapi banyak yang bilang kalau dia gangerti apa-apa kok, dia ga ngerti
segala macem-macem tentang perkembangan, dia tidak pesoma. Tapi apakah itu sebagai
orientasinya? Tidak,
jadi jabatan-jabatan
publik apakah
itu eksekutif,legislatif, saya memasukkan yudikatif itu karena dalam beberapa negara,
hakim juga ada yang dipilh. Tidak semua negara yang hakimnya tidak dipilih,memang ada dibeberapa negara bagian, dan jabatan-jabatan lainnya memang
membutuhkan internal demokrasi leaving the particulars. Nah apakah demokrasi internal dalam parpol di Indonesia, sudah ada atau tidak?
60
Saya open minded kepada kita semua, kita tidak bisa hanya membicarakan tentang demokrasi nternal tanpa memikirkan tentang demokrasi eksternal. Pasti ada
kaitannya dengan yang lain, karena ini satu sama lain saling kait berkait. Tadi Prof. Saldi juga mengatakan tentang kauangan partai, gamungkin juga kita mebicarakan
tentang demokrasi internal kalau demokrasi internal itu decanded terhadap donatur- donatur yang bisa mendikte partai tersebut. Jadi at the end of the day, why we are
able to internal demokrasi of party, karena parpol harus mempunyai kesiapan logistik atau nggak? Kalau tidak ada kesiapan logistik sangat sulit untuk membangun
demokrasi internal partai politik tersebut. Kalau kita berasumsi, bahwa kita dapat membawa demokrasi kedalam tubuh demokrasi parpol, saya sudah mulai memancing
diskusi, anda ingin memilih jalan yang seperti apa? Karena kalau buat saya, saya adalah seorang universalist. Saya tidak percaya dengan
demokrasi lokal. Demokrasi yang adjektif bukanlah demokrasi, seperti demokrasi pancasila, itu bukanlah suatu demokrasi. Demokrasi pembangunan, itu bukanlah
suatu demokrasi. Demokrasi terpimpin bukan demokrasi. Buat saya demokrasi is the demokrasi universal judulnyarulenya. Nah, kalau kita membicarakan tentang
partisipasi seperti yang telah dipaparkan dengan bagus oleh bapak ferri tadi,demokrasi itu harus partisipatoris, kita berbicara mengenai buttom up interest
come from the buttom local society. Anggota-anggota itu tidak keberatan untuk menentukan siapa yang akan jadi ketua partai, siapa yang akan menjadi calon bupat
atau walikota atau calon gubernur. Tetapi persoalan kita adalah, ketepatan publik di Indonesia sepertiyang kita ketahui tadi, penentuan calon-calon tersebut tidak di
tingkat kabupatenkota,tidak ditingkat provinsi. Penentuan itu ada di Jakarta, nah saya kebetulan mempunyai banyak teman dari pemimpin partai dan dapat dlihat
bahwa partai ini adalah merupakan kendaraan bisnis bagi pemimpin-pemimpin partai. Semua orang harus bayar untuk dapat pencalonan itu,untuk dapat
rekomendasi. Nah kemaren ya pak jussuf kalla bicara, keberhasilan dia dalam membangun
demokratisasi didalam tubuh parpol. Saya juga melihat bahwa yang dikatakannya kemaren itu tidak 100 benar. Kita dapat melihat ketika JK dicalonkan sebagai calon
presiden, saya membayangkan akan ada suara-suara yang datang dari bawah, yang partisipatoris, tapi ternyata itu menjadi monopoli dari ketua umum partai. Dan itu
61
yang kita lihat pada Prabowo Subianto, dan tidak ada bedanya dengan apa yang terjadi pada zaman soeharto dulu.
Nah jadi saudara-saudara, political culture kita dari dahulu memang masih belum berubah. Kalau saya melihat bahwa mungkin, sebelum kita berbicara tentang
demokrasi parpol bertingkat pada tingkat kabupatenkota,provinsi, dan nasional, kita dapat melihat they are the challenge gitu yang akan kita hadapi. Tantangan kita
apa? Pertama dan utama sekali kalau saya lihat, sebetulnya kalau dualisme partai politik itu sangat luar biasa nampaknya, partai keluarga yang kuat. Nah, ketidak
inginan saya saat saya dimintauntuk menjadi anggota dewan pembina partai politik pada zaman presiden Susilo bambang yudhoyono, walaupun saya sudah mengikuti
rapat satu kali pada saat itu, karena saya tidak kuat melihat adanya federalisme pada partai tersebut. Coba bayangkan PDIP, mau nggak anda masuk kedalam partai
tersebut, walaupun PDIP lah yang berkuasa pada saat ini rupanya itu yang pertama, dan yang kedua meretifikasi partai politik. Nah kita berbicaratentang yang kedua,
sangat populer, politik uang. Politik uang masuk dalam prosespartai politik, betul- betul mensabotir nilai-nilai demokrasi dalam parpol itu sendiri. Dan di Amerka juga
kejadian sih, di TV menceritakan tentang macam-macam kejadian. Saya membaca buku sebenarnyayang berjudul the lawyer crazy, buku ini merupakan buku yang
sangat bagus dimana disi menceritakan dimana adanya high class politics di Amerika itu luar biasa terjadi. Kita juga mungkin high class politics yang terjadi di Indonesia.
Disana luar biasa jumlahnya gitu loh, jadi ni yang terjadi sebenarnya saudara- saudara, saya juga tidak dapat menduga dan mengantisipasi, digitalization of
democracy dalam 10 tahun yang akan datang. What will happen of digitalization of democracy. Nah apakah kita akan kehilangan suara kita, i don t know, and i don t have
the answer. Satu fenomena lagi yag mungkin dapat kita simak di Indonesia, adalah
kepercayaan,atau agama terutama islam dalam politik. Islam politik kalau menurut saya it all the respect bagi teman-teman yang percaya dengan itu, itu sebenarnya
bertentangan dengan demokrasi, secara diametal. Jad saudara-saudara, ini merupakan hal yang ingin saya kemukakan kalau kita berbicara tentang demokrasi
internal pada tubuh parpol, baik dalam penentuan ketua, DPC,ketua DPP, ketua umum partai, ini semua menjadi problema yang kita hadapi. Yang menjadi kendala
62
dalam demokrasi parpol tersebut. Nah mudah-mudahan PUSako yang merupakan kiblat hukum tata negara, ferri pasti senang audiens tertawa. Dia tadi sudah
komplain, bang UI itu kok diam-diam aja sih katanya, ia karena UI itu sudah membley karena semuanya itu sudah berpindah kepada UNAND, dan tidak ada salah dengan
itu.audiense tertawa. Jadi UI mesti complement ya pada PUSaKO untuk keberhasilan mereka ini. Mungkin saya berhenti sampai disini terimakasih. audiense
bertepuk tangan.
Moderator: Feri Amssari
Memperkenalkan background Prof hank kumelling
Prof. Henk kumelling:
Okay, Thankyou very much. Mr. moderator It was hihihi lengthy of introduction. What I am going to do is simply talking things .. constitutional Law and therefore
this is thetitle of my presentation and I present it without a little paper the issue that had handed out to you in the coming days of the flashdisk.
And what we ll do this afternoon is this, briefly points out the headlights so to say in my presentation. And thankyou for coming all its very crowded room and we had a
little joke before we started whether not because of Professor Todung was here or Feri Amsari or myself and I concluded that it was professor Todung was the most
important person in our well let start. I was already introduced my presentation as a very simple structure I will introduce
to you the key questions, I deliver some comparative observation and I will share with you some ya well of experience from the Netherlands. And I think all the
concluding remark. Well all of the expression of the party is over the news of several decade especially by social sciences people thought that of that because the
lost of membership a lot of political parties in the western part of the world also with instrument of direct democracy the use of ICT internet etc. Perhaps the entire
structure of the party become obsolete not necessary anymore. But we all know that the party is still there and it will stay there is my prediction. We also need and will
ever need an intermediary structure between the citizens and the government make sure that all the wishes of the people are articulated that the use of democracy toward
63
governmental structure articulated as we said that way citizens can also participated in process lets not forget political parties is also very permanent and very dominant
role the recruitment of national decision makers to members of parliament, governors, mayors and etc. so when the parties is so important and still so important
because its contribute to the decisions of the decision makers it makes their decisions acceptable and if those a problem of the political parties and there is a problem with
political parties that of the political parties, I decide that nothing beats the law of membership. Though they are articulated demands of the ordinary system of the
society. Its not the case that they are more busy with ya well self appointments, cooperation etc. and the party elites the decisions all by them self. Not taking care
of the wishes and demand of society. And if the parties are so important isn t there a need to regulate them to also from a constitutional law perspective to regulate them.
Well I ll go to my comparative observation when you come to the issue of regulating political parties. Ya well that the key issue is, is there a constitutional law for political
parties to autonomy. And there is no universal that. We heard already there
something about that this morning. All over the world constitution and courts very greatly and
are not but party should abroad general constitution right to
autonomy. And there are indeed two sides of the spectrum. The one extremes is Germany has a very strong party regulation also a very detail provision in the
constitution and the constitutional court in Germany explicitely said something which already mention by professor Todung Mulya, he said they said we ll take this
seriously I say the party will be structured from the bottom up. That is that the members must excluded from the decision making process and the basic quality of its
member as well as the freedom to join or to leave the political parties must be guaranteed. So that s a very strong regulation very detailed in the constitutional court
upholding that position. And of course it is have to do with the bad experiences Germany had that Nazi regime. On the other hand of the spectrum, we have states
where there is no constitutional provision and practically no legislation and the example of that is united states of America. And there are general two reason for such
a position first of all there is this general hostility, historical hostility one can say toward political parties. Because political parties were considered to be sectarian,
partisan the size of elements in political parties and there is also this argument of
64
political liberality. In order to fulfill their function as political party in articulating the of population. And they also are responsible for taking an accountable over decision
making. And and therefore they should be completely freed from ... and that s the idea behind their political liberality. And therefore there should be enormous
freedom with regard for starting the political party toward content, toward activities and also toward internal organization subject. And there s also the case in the
Netherlands at least to enlargic standard to an elaborated autonomy. But there is also another reason behind this all, which is one of them I think for every constitution of
reform constitutional changing regulation. That is that constitutional change and change its legislation only occurs when there is explicit force explicit drive explicit
need for subject change. And if there is no specific need for change then there is no regulation. you can see in general that what they well established democracy in
general have hardly any regulation on political parties. Because they think at least up until now that they need to have such regulation and on the other hand we have the
younger democracy and we see this also in the northern America in the sub-Sahara Africa, you see this in the eastern part of the Europe they have a very strong
regulation on intra-party organization . and it s always do when it comes to eastern Europe that they had this experience of this one party, communist party, or in some
cases two party system. And they want to abolish that idea, and they also very strict in regulating political parties are doing what they are about. And there is some as
you can say that is established in younger democracy but on the other hand what we can see history takes its own course. And democracy as been told by many is never
finished or never complete. You never stop thinking about the quality of your democracy. And what you see in many western countries as well is that there is a big
debate on the quality of democracy. And like the politics in the united states of America as already mentioned this morning and there is a big debate whether or not
such a country with no regulation on political party whatsoever. And there should not be a change in that. Because when you look at the procedures now at the nomination
procedures for the presidential candidates introduces candidates that don t have a large support amongst its ordinary population. In fact there is a lot of evidence, that
ordinary citizens are completely to politics. So therefore they have to rethink
there s democracy of their party as well and come up with some ideas for the
65
nomination process. So I ve never stop thinking that is also the case in the Netherlands to that case. As I already mentioned, we take a liberality approach when
it comes to political party, there s hardly any regulations. There is some regulation when it comes to party registration and the electoral council, which I am responsible
for that. But there is very minimal approach to that because ya well you have to be in association with members and you have to go to a notary and came up with all this
internal regulation and you have to because you have to be in association, you have to have at least 2 members. Because its already create in the Netherlands association
with only 2 members and that s it. And that s all regulated as association that has typed and regulated in the civil code. So very ya very organized according to civil code
but if you want to have state subsidies for your activities, then you have to at least have 1000 members. And as long as more members come in, you get extra subsidy
and there is also extra subsidy for youth organization and political parties, there s extra subsidies for research institute for political party and there s also extra when
you have international cooperation as in political party. So it could mean that subsidies that in need some regulation and many political parties want indeed to have
such a . There s only one party that don t want to have subsidy which the party of
this popular person and perhaps know the guy because he s all over the place and travel in more places and that s a very blond guy, this Mr. Wilders and it s a party
which consist only 2 members, which is the natural person and mr. Wilder himself has created a foundation Mr. Wilders and in the Netherlands when it comes to
membership of association you can have natural person as a member and also legal person as a member. So he by himself has created a let s just say one party a one
person party. And he doesn t want to have state subsidies because he don t want to have members. So therefore he s the odd one out but then again this types of parties
populates parties with strong leaders, fit in a historical traditions in many countries. But every now and then popular party are strong leaders and no members. And even
this parties are presented themselves in as being very democratic even more democratic than the other party. See that ya well we are in direct contact with the
citizens but there is no intermediate structures no party members that want to have influence etc. no we say in direct contact with the citizens and therefore we are more
democratic than the other ones. And it all comes down of course this kind of parties
66
with the quality of party leader to find the correct candidates, any cases that we see in at least large part of the world and especially in the Netherlands this parties fall apart
because there is no mechanism in the party to solve internal conflicts so problems between the candidates and the party leader ya there s no mechanism there s only
the party leaders decides and the only way out in this kind of conflict literally is to lead the party. And what we see in the Netherlands over decades they come up this
popular party and then they crumble down and they lost the seat because they lost popular vote or these internal conflicts and then they go. And in general we can see in
large part of the world and also in the Netherlands the tendency towards more internal democracy in these parties. And in the Netherlands ironically they started
after the rise of not as popular party. It was in 2002 that the famous now famous but deceased Mr. Pim Fortuyn and perhaps you heard about him, because he was
murdered during election time. And it was the first political murdered we have in the Netherlands since the 16
th
century. We never had it before. And although he was dead police was still out there in general elections and the party of Mr. Pim Fortuyn in a lot
of seats. And the other party was like, what s happening here? they didn t understand what s going on. And in order they were completely taken by surprise by
the rise of this populates party and then ya well the southern chief of they couldn t understand and in the end many parties come to the conclusion that they had lost
contact with the demand and the wishes of the citizens and the important way of solving this problems this contact problem was to improve the contact with the
ordinary members of the political parties. And all this party started with experimenting and with new internal decision making
all the nomination candidates and party leaders. I will give you some examples indeed in the
Netherlands it quite accustomed now as many other countries as well that there is a strict decision that the political and the chair of the party so not the power in one
hand. The party nominee at the top position as president and prime minister in our case cannot be the same person as the chair of the party. What we also see that
there s lot of extra influences created by the members the party leaders in may parties are voted or elected by member. And we re using all kind of modern methods
and in most cases international internet voting is quite common. And in some political parties even non members are allowed to participate in party election and in
67
that way by ways to some extent, you can also test whether or not this political parties leaders and also have largest support among the rest of the population.
Whether or not they can be successful in the general election. And then the same goes for the nominations of candidates, you must know that we have also proportional
legislation in Netherlands but on a national level and no specifics regions there are no district as I must say and in many cases members are the ones that finally decides
on the nominations of candidates there is in some parties we have ... we have also have a say in that in the nominations of candidates but in general the membership
and other way of doing it is that in many cases political parties allow parties to decide on the manifesto and what I agree to say what is going on in the content of the
party. And we see that on the level of the union
Moderator: Feri Amssari ....
Donal Faris:
Terimakasih prof todung dan henk kumeling, memang banyak beberapa kajian yang berkaitan langsung dengan politikal party ini. Dari beberapa kajian ini oia mohon
maaf saya merasa sudah terkenal hahaha audiense tertawa perkenalkan saya donal faris koordinator devisi korupsi politik di indonesia coruption corps. Dari diskusi
yang dari awal tadi saya semakin yakin bahwa problem demokrasi di internal parpol itu adalah reaksi dari problem pendanaan dari partai itu sendiri, bahkan ini termasuk
adalah lanjutan dan turunan dari permasalahan pendanaan tersebut. Dari banyak aspek yang telah di sampaikan seharian ini, ada kongres, ada kaderisasi, dimana
melaksanakan kongres kalau tidak ada dana yang memadai, bagaimana kalau melakukan kaderisasi kalau tidak ada dana,tidak mungkin uangnya datang dari langit.
Dan pola itu sebenarnya sudah menguat dan membentuk belakangan ini yang hadir pada saat 98. Harapan publik yaitu munculnya partai-partai baru dengan wajah baru
adalah alternatif dalam parpol untuk memunculkan ideologi ini maka muncullah slogan ekspeksi dan lainnya. Tapi problemnya munculnya adanya sitem yang semakin
buruk karena munculnya partai baru kita ambil contoh, ada cuman di forum ini aja, mudah-mudahan tidak ada quotes kalau ada temen-temen media juga, kita ambil
contoh saja ada beberapa partai baru seperti nasdem, perindo itu kan lahir dari kelompok-kelompok yang secara ekonomi sudah kuat dan sangat matang sekali,
68
mereka bergeser masuk politikkemaren secara informal saya juga sudah berbicara kepada prof henk menceritakan di Belanda itu justru para pebisnis itu enggan untuk
masuk kedalam dunia politik. Di Indonesia justru yang terjadi adalah adanya kontradiksi, orang kalau sudah mapan ekonomi, kemaren saya juga sudah berbicara
di Asian Electoral Forum fenomena ini, orang yang sudah mapan di bdang ekonomi dulu dimasa soekarno khususnya itu berada dibelakang layar partai politik mereka
justru hadir dengan wajah pengusaha masuk politik, dan mereka berusaha menguasai entitas di partai politik dan menjadi agregasi kepada yang bersangkutan sehingga
seluruh teori parpol itu sudah terkonsentarlisasi dan kuat secara ekonomi. Kita masuk kedalam aspek yang lain sebenarnya penting untuk memetakan persoalan
demokratisasi di internal partai ini. Menurut saya kita harus berbicara dua aspek kalau berbicara tentang demokratisasi di internal 1 demokratisasi partai, satu
demokratisasi yang memang levelnya di internal parpol dan kemudian dia yang berlaku, dan yang kedua, demokratisasi yang berlangsung dan berlaku di eksternal
partai politik itu sendiri. Kalau di internal partai politik kita bisa memetakan seperti pemilihan ketum,pemilihan dari cabang-cabang parpol itu adalah berbicara tentang
problem yang ada di internal parpol, dan pembicara sudah banyak menjelaskann itu,. Yang kedua, yang sudah disampaikan oleh prof saldi tadi pagi ini, adalah problem
yang di pengisian jabatan-jabatan publik. Itu terjadi di rezim pemilu,dan rezim non pemilu yang terjadi di rezim pemilu seringkali kami karena pak henk bekerja di
suantik anti korupsi, kita mendengar isu-isu dan slogan anti korupsi berapa kandidasi nyaitu dilakukan oleh parpol. Problem di Indonesia adalah kita tidak punya tools
yang kuat baik secara turent dan organisasi kelembagaan untuk bisa mentrecking informasi, dan menindaklanjuti hal-hal tersebut. Kalau itu dilakukan oleh pejabat
publik dan penyelenggara negara, maka UU tindak pidana korupsi di Indonesia bisa menjadi alternatif juga untuk menyelesaikan persoalan itu. Tapi malangnya pengurus
parpol itu adalah orang yang bukanlah pejabat publik dan penyelenggara negara, baik diatur dalam UU penyelenggara negara maupun yang diatur secara pacta di dalam UU
parpol juga tidak menjadikan dia penyelenggara publik dan negara. Terakhir dari saya, untuk problem demokratisasi ini memerlukan pendekatan yang berbeda baik
yang terjadi di rezim pemilu dan juga di rezim pemilu itu sendiri. Usulan pak henk sangat menarik sekali kalau kita bicara dan tadi juga saya sampaikan bahwa
69
memastikan kewenangan-kwenangan itu ada dan melekat pada cabang-cabang di Indonesia,kabkota, dan provinsi di Indonesia. Dan di problem rezim pemilu ini
merupakan problem yang besar sekali karena putaran uang justru banyak sekali terjadi disini. Di rezim pemilu tentu bukan hanya berbicara di UU parpol, tapi juga
bagaimana mereborn pemilu itu secara lebih utuh tentunya. Di Indonesia juga kita tidak punya federal election comision, di beberapa negara lain sebagai comperatif
taiwan dia punya UU pendanaan politik, yang hadir semenjak tahun 2004 dan mereka memiliki sistem yang lebih baik, dan memonitor dana-dana yang terjadi di parpol itu
sendiri. Bahkan satu tahun pasca pemilu dana kampanye masih bisa di audit kalau menemukan sumber dan dana yang ilegal tapi. Tetapi di Indonesia kita tidak
mempunyai itu. BAWASLU hari in di revisi UU pilkada. Mereka juga kelabakan mengatur UU yang baru tersebutdan menggerakkan aturan yang baru terseut. Nah ini
adalah tantangan sebenarnya tentang kelembagaan dan realisasi di Indonesia, sekali lag perbaikannya di komprehensif di isu yang kedua ini pada rezim pemilu. Itu kira-
kira moderator, assalamualaikum wr.wb.
Moderator: Feri Amssari
Terimakasih dan kita lanjut kepada mak pipit.
Bifitri susanti:
Baik terimakasih moderator, ada beberapa isu yang saya angkat disini. Suatu perdebatan yang saya kira pertanyaan besarnya adalah to regulate or not to regulate,
dan terimakasih kepada prof todung mulya lubis dan prof henk yang telah menyapaikan beberapa hal di perdebatannya terutama di persoalan where establish
democracy dengan new atau brand establish demokratis. Tapi saya kira kalau memang mau didorong terus pada forum ini sampai juga nanti mendorong sampai
nanti adanya rekomendasi dari forum yang kongkrit, saya juga ingin ikut mendorong bahwa kita juga memiliki satu UU parpol yang memang dikomprehensif dan lebih
kuat begitu. Dan salah satu argumen yang saya kira akan sangat kuat adalah, kalau konteksnya adalah kebebasan berserikat, semuanya kita bandingkan saja UU yang
ormas organisasi yang pantas atau bukan ya,tapi pertanyaannya UU emas yang kita tahu, tapi sebgai perbandingan saja, dia mengatur dengan sangat rinci begitu. Ormas
70
harus seperti apa, mekanisme internalnya harus bagaimana dan seterusnya. Memang dia mendapatkan tantangan juga dan termasuk yang mendorong supaya tidak terlalu
lebih mengatur, tapi kita bisa pakai sebagai perbandingan begitu. Kita bisa lihat kalau konteksnya adalah orang-orang yang tidak setuju dengan rincian yang terlaludalam
dengan UU partai adalah kebebasan berserikat. Karena ormas tidak bekerja dengan pejabat atau jabatan publik,ini akan dapat menjadi dampak langsung,salah satunya
adalah ini tentang jabatan-jabatan publik. Untuk menyasar misalnya anggota DPR, DPD dan seterusnya ampai presiden, bahkan jugadalamkonteks pemilihan pejabat
publik. Tadi prof kumelling menguraikan soal contoh-contoh yang bisa diatur, transparansi,keanggotaan,..internal. dansaya kira yang menarik juga adalah
contohnya untuk melakukan pendidikan politik, ini yang saya kira yang belum masuk, dan kalau saya sedikit lebih mengingat-ingat yang yang menarik misalnya yang ada di
jerman, dalam suatu kunjungan keluarga di Jerman beberapa waktu lalu, saya juga sangat terkesan dengan adanya partai bajak laut ya. Saya terkesan karena dia di mall
begitu dan anak saya sangat senang sekali, karena anak saya pakai baju bajak laut dan mereka memakai atribut bajak laut dan sebagainya. Dan ini untuk menandakan
bahwa adanya kebebasan berserikat, dan mereka ada mengatur terkait pendanaan parpol, kemudia terkait dapat atau tidak kursi di parlemen. Mereka di pemilu jerman
2009 sudah dapat kursi, ganyampe kursinya, apa namanya untuk tresh out, dan untuk pemilihan di parlemen .. juga tidak dapet ininya.tapi dia dibiarkan untuk tumbuh
sampai mereka bekerja dihari berikutnya untuk bisa dapat kursi tadi gitu. Nah saya juga berpkir, barangkali kita tidak menghalangi untuk orang membuat partai, tapi
apakah mereka bisa mendudukan orang-orang dalam jabatan publik itu yang saya kira menjadi pertanyaan. Dan saya kira apa yang diatur di jerman cukup enarik,
sebenarnya hampir 10 tahun yang lalu pernah ada upaya untuk menerjemahkan UU parpol yang ada di jerman. Waktu itu saya ikut mengeditnya, mungkin nanti kalau ada
yang bisa saya kirim kepusako kalau memang ingin mendalami praktik ini. Kemudian yang kedua,mungkin sudah di snggung juga oleh donal yaitu jadi dua ya,
untuk struktur internal partai dan kemudian untuk jabatan-jabatan publik yang akan ditempati, sebenarnyaintinya disitu, yaitu dua dua topik yang harus kita sasar begitu,
nah yang dua ini tidak banyak dibicarakan padahal pentingnya sangat luar biasa. Ini misalnya pemilihan hakim agung pilihan KPK sebentar lagi KPU lagi ya, jadi
71
pentingnya sangat luar biasa, jadi saya kira apakah ini masuk kedalam UU parpol, tapi ini pertanyaan besar, tapisaya kira initerlalu rinci utntuk masuk kedalam situ. Tapi
paling tidak akan sulit untuk mengajukan mekanisme partai yanterlalu rumit,terlalu exshausted kalau ini adalah istilah yang sangat sering untuk terjadi. Tapi kita harus
endorong supaya adanya transperansi dan partisipasi paling tidak yang instan dalam tanda kutip seperti itu. Misalnya donal,saya,dan teman-teman dalam pemilihan KPK
seperti itu,lebih melihat kepada parpol,sebenarnya itu sah-sah saja tapi kami tau juga ada yang pake uang, tapi kami tau juga kami ga pake uang ada yang barter
jabatan,bahkan ada yang barter kasus ya kalau di KPK barang kali. Ini yang mesti dibuka,dbuat pengaturan yang transparan,lobi boleh untuk jabatan-jabatan publik,
tapi harus transparan dan partisipasi nah ini yang perlu didorong. Terakhir tapiini penting juga, begini saya dari tadi berusaha mencari-cari soal-soal perempuan dan
tentang disabilitas. Karena nanti merekalah yang akan memperjuangkan hak dari kaumnya. Dan regulasi pemilihan ini harus ada yang legalnya dan harus
mempuniatau menghasilkan orang-orang yang berkualitas. Bukan hanya orang-orang yang memiliki mobilitas yang mudah seperti istri pejabat,anak,atau kerabatnya
pimpinan partai. Maka kita harus merubah nepotisasi yang ada di negara kita.
Iwan satriawan:
• Saya setuju dengan prof todung bahwa parpol itu kebanyakan adalah milik
oligarki, pemegang modal dan kapital. •
Saya kurang setuju apabila demokrasi itu secara demokrasi universal •
Saya tidak setuju dengan universal demokratis,karena bisa di jabarkan ke liberal.
• Karena tidak masuk dalam unites of the society.
• Demokrasi itu bukan hanya datang dari parpol tapi sekarang NU dan
Muhammadiyah sudah mengambil andil bagi keberkanjutan atau dalam pengambilan keputusan di legislative.
• Hukum itu datang dari kombinasi dari aspirasi sosial masyarakat dengan
religius masyarakat. •
Prof santoso mengatakan bahwa kita harus mengkoreksi demokrasi kita sekarang, karena kita tidak memakai politik amerika tapi seharusnya kita
72
memakai politik indonesia. Karena rohnya didalam konstitusi itu adalah pancasila.
• Apa yang seharusya kalau memang bukan hanya demokrasi saja?
• Seperti apa demokrasi yang diinginkan?
Moderator: Feri Amssari
Oke sudah saya pikir ini yang terakhir karena nanti kita akan lebih banyak berdiskusi pada sesi kedua nanti. Dan nanti akan di sampaikan juga tanggapan dari parpol.
Innah junaenah:
Saya kira saya akan memberikan suatu informasi,mungkin bapak ibuk sudah mendengarnya, ada suatu indeks demokrasi yang telah diteliti oleh BAPEMNAS yaitu
penyusunan di jawa barat. Nah diantara dari sekian parpol di jawa barat hanya dua parpol yang memiliki program pengkaderan, tapi itu terlepas darijenjangnya seperti
apa, kualitasnya seperti apa,terlepas dari itu. Nah contohnya saja di jawa barat dengan populasi seperti itu, lalu bagaiman di provinsi yang lain. Kemudian saya ingin
mengkonfirmasi kepada prof henk, rasanya dalam publikasi di parlemen di netherland ada yang dari jalur independent saya kira ya, saya berekspektasi dengan
kehadiran independen ini di parlemennya tentu mendorong parpol untuk meningkatkan kualitasnya dari pada jalur yang satu ini. Pertanyaan saya apakah itu
menjadi motivasi parpol ini di sana atau tidak, supaya indonesia bisa melihat dan mempelajari juga tentang itu. Nah kalau ia apakah regulasi parpol itu. Terimakasi pak
feri..
Indra nurben: •
Demokratisasi parpol ini kepentingan siapa? •
Parpol ini dibiayai oleh negara sama rata menurut prof.saldi isra •
Tidak semua orang di parpol itu brengsek dan seperti memperjual belikan jabatan.
• Usul kepada PUSaKO, bagaimana menjadikan parpol ini seperti membangun
perguruan tinggi. Yang didanai oleh negara,sehingga nanti akan menghasilkan insan yang berkualitas. Sehingga nanti akan bermitra dengan pemerintah.
73
Maka dariitu pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pembelajaran kepada parpol.
• Sehingga pemerintah jangan mengajukan orang yang tidak qualifite dan
proposional menjadi calon kandidat yang akan maju. •
Bagaimana pemerintah memberi pinjaman seperti KUR, sehingga 5 tahun pengabdiannya dapat dibayarkan ke pemerintah.
• Adanya regulasi yang jelas bagi calon yang akan maju. Seperti melihat dari
atau minimal harus S 1, atau sudah ada di parpol selama 3-4 tahun. •
Jangan terlalu menyalahkan parpol. •
Saya memohon kepada prof todung untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat republik, untuk menjadi kemitraan pemerintah menjadi anggota
legislative.
Jawaban atau tanggapan:
Prof. Todung Mulya Lubis:
Saya menggarisbawahi tentang donal tadi bahwa tidak adanya kemerdekaan logisitk parpol, tidak adanya sumber dana yang cukup pada parpol. Ini akan menjadi
dependent karena dikuasai oleh pemegang kekuasaan dan pengusaha yang memiliki modal yang cukup. Maka dua aspek inilah yang akan mengrogoti values of democracy
leaving the party system. Ketika partai harus memilih ketua umum, calon bupati, walikotamdan gubernur toh mereka harus berkompromi dengan pemilik modal. Jadi
apabila kita tidak bisa menyelesaikan logistikal politicak party system, selama itu kita tidak akan dapat bermimpi untuk mewujudkan internal democracy leaving the party
system. Persoalannya di indonesia adalah, indonesia adalah negara yang besar. Harus ada pengaturan yang jelas mengenai donasi-donasi dari phak swasta,kecuali memang
tidak diatur. Parpol di indonesia ini sangat oligarki, tapi mungkin ada beberapa yang tidak, karena penentuannya tidak berdasarkan hak feto, tetapi pemilik sahamnya
adalah yang prioritas. Bagaimana soal internal demokrasi di parpol itu kita buat, itu sih pertanyaan yang dapat kita jawab sangat jeli kalau kita mau. Nah sekarang iniyang
menjadi concernnya adalah adanya campur tangan dari pengusaha. Parpol ini sudah di rancang oleh pengusaha karena pengusaha itu memiliki kebutuhan bisnis yang
banyak. Nah pertanyaannya kenapa harry tanoe itu membuat parpol, padahal beliau
74
sudah sangat mapan secara financial. Itu sih sudah dapat kita jawab dan lihat bersama alasannya. Partisipasi itu masih jauh dari itu. Negara kita ini masihnegara
nepotism. Dulu pendidikan parpol itu jalan,ada juga kaderisasinya. Bagaimana pengkaderisasian ini berfungsi kalau kita diikat oleh kepentingan uang. Akhirnya
yang masuk adalah yang tidal berkualitas. Kita menginginkan lebih banyak regulasi atau, tidakada regulasinya, itu juga akan mmenjadi sesuatu pertimbangan anggaran
juga.
Prof. Henk kumelling ....
2. SESI 2 13.30-16.00
Moderator : Fritz Siregar
Dengan narasumber :
- Patrick ziegenhein
- Niko harjanto
-
Peserta dengan makalah terpilih Notulen
: Dzikra atiqa
Di indonesia ini banyak posisi publik, kemudian partai itu mempunyai kuasa untuk menempatkannya. Dan yang kita kenal ado capres, menterii, caleg,gubernur, bupati
dan walikota masih banyak lagi sebenarnya beberapa posisi yanng ada di kalangan pejabat publik. Kemudian, komisaris BUMN,itu memiliki posisi yang praktis
danstruktural. Nah, meskipun secara hukum itukita ini adalah equality before the law, kita berbicara tentang kandidasi pejabat publik. Sering kali equality before the law,
itu sekarang biasanya hanya sebuah slogan saja. Dan dari tadi kitajuga mendengar bagaimana pengaruh capital pengaruh uang kedekakatan secara pemikiran dan
seterusnya itu bisa membuat perubahan itu tdak ada. Nah ini yang saya kira menjadi hal penting dalam kajian-kajian, jadi bagaiman demokrasi itu sendiri bisa
menyabotase equality before the law. Sekali lagi kita harus menyadari bahwa we are not equal, memang kalaukita berbicara tentang politik, kita akan menumakan materi
seperti kenapa perempuan itu lebih sedikit jumlahnya, atau peluang kmenangannya itu lebih sedikit. Soalnya orang-orang dengan latar belakang tertentu lebih tinggi
75
keterpilihannya dari yang lain misalkan di dalam populasi dan seterusnya itu. Kita harus ingat bahwa topik yang menjadi ingkra tentang pembicaraan kita pada siang ini
adalah tentang partai politik, kalau kita melihat defenisi dari parpol itu sendiri bisa satu buku kita menyimpulkannya. Tapi saya mengambl yang beberapa saja, yang saya
kira baik itu perspektif ekonomi,kelembagaan, in the end parpol itu membicarakan tentang keinginannya untuk menang. Menang untuk memenangkan jabatan-jabatan
publik. Jadi kalau parpol itu didirikan hanya untuk memberikan kritik atau segala macem, ada 3 literatur tentang parpol ada sicking party,politisy sicking ini biasanya
mereka tetap mempunyai aspirasi untuk memenangkan kompetisi. Yang berfokusnya kepada menang saya kira adalah menjadi ambigu karena menang itu tidak bisa
dilakukan secara total karena itu fairplay kok . Tapi pada saat menjelang kompetisi itu akan banyak hal-hal yang akan hal yang berperang seperti adanya media,
modal,kemudian kualitas-kualitas tentang kandidatnya,yang selalu berperan. Ini yang saya kira bahwasannya membuat parpol ini terkadang kurang demokrasi. Saya
pernah ada penelitian di ukraina sekitar 3 bulan kebetulan mewawancari beberapa pengurus partai yang ada di ukraina dan menjadi perbandingan bagi negara kita. Jadi
itu juga sama mereka mencoba untuk berada pada rulenya itu juga tidak bisa, kemudian mereka harus melakukan impovisasi dan bersikap survive , karena kalu
nngak partainya akan habis. Apalagi kalau istilahnya itu prosesuor dari pemilihan party in the past. Demokrasi atau pemilihan partai itu memang berbicara mengenai
sepuluh tahun terakhir, kalau saya melihat literatur di beberapa negara pernah mengalami peningkatan, peningkatan atensi dan political rule dibeberapa negara.
Misalnya di Porugis, Spain, UK, partai-partai politik disana setelah banyak mengalami kekalahan dari segi membership,kinerja politik dan segala macem, mereka mencoba
untuk melakukan modifikasi internal,dengan membuka proses seleksi ketua pimpinan parpol. Kemudian mereka menukar tata kelola organisasi dan mereka juga
lebih meresponshipbaik itu dari dukungan internal-internal. Kemudian mereka juga mengadakan perubahan-perubahan dalam hal sirkulasi elitnya. Biasanya mereka
berkutat pada hal yang aman atau potensi kemenangannya tinggi dan segala macam, dan sekarang sudah mulai muncul pertimbangan-pertimbangan, lebih baik tidak
menang sekarang tapi untuk long time akan lebih baik. Jadi itu yang memang adanya tarikan-tarikan antara pragmantisme dengan political long tirm itu memang susah
76
diubah. Kemudian pengalihan hal yang strategis banyak dibuka. Kalau dulu misalnya diputuskan oleh political party atau selection comite,sekarang banyak juga di
produksi atau model-model yang seperti relaction dan seterusnya. Nah, mengapa demokratis itu dapat berjalan, memang itu kembali pada hal yang memenangkan
survivor dari partai itu. Kemudian salah satu yang dapat dijual oleh partai itu adalah simbol-simbol partai dan pimpinan partai. Jadi pimnpinan partai itu harus menjadi
aset dari intern partai. Dan proses pengisiannya pun harus banyak melibatkan masyarakat itu yang pertama, sehingga disaat mereka sudah menduduki posisi
minimal sudah ada traditional suporter dan yang konsikuen yang sudah siap untuk membantu pimpinan parpol tersebut. Kemudian kalau parta yang sudah kalah
strategi dan seterusnya, pergantian pimpinan partai itu nerupakan sebuah kebutuhan dari generasi dan seterusnya. Kemudian juga, ini juga yang menjadi alasan salah
satunya kenapa pemilihan pimpinan partai itu cenderung pemilihan bertukar itu karena memang dulu partai misalnya GOLKAR sangat kuat dengan representasi
dengan dana dan seterusnya,dn yang lain kurang. Nah ini yang saya kira menjadi oleh karena itu pembukaan dari proses seleksi adalah untuk agar partai ini lebih
representatif. Selain itu, demokratisasi didalam partai itu juga sudah meningkat akuntabilitas didalam partai tersebut. Jadi legitimasi parpol itu tidak menurun.
Makanya banyak yang berbicara bahwa parpol itu hanya menjadi EO,bahkan hanya menjadi cheerleader,salah satunya banyak yang menjadi team maker, karena banyak
visi dari partai itu sudah banyak yang dapat disubtitusidengan lembaga-lembaga yang lain. Saya kira pendidikan parpol itu banyak diberikan oleh icw dan lainnya.
Daripada dari parpol itu sendiri. Salah satunya saya berharap adanya keingnan dari parpol untuk melakukan edukasi politik yabg anti korupsi, dan saya kira lebih banyak
CSO,PUSaKO dan lainnya. Saya kira CSO ini lebih bagus-bagus, lebh banyak yang baru- baru dan segar dan berkualitas juga. Ada partai sosmed,partai relawan dan partai-
partai yang memiliki legal formal yang secara kinerja lebih terasa seperti itu, dan seterusnya.
Mengapa demokrasi internal di parpol itu sangat sulit, karena kita melihat parpol ini hanya suatu institusi demokrasi, istilahnya selalu terkait dengan sistem politiknya
sendiri dan penyusunan kepartaiannya. Kalau kita tidak menempatkan analisa kita kepada tiga level ini minimal, maka biasanya kita akan mendapatkan apa namanya
77
legitimasi permasalahan atau permasalahan sebenarnya. Jadi kalau yang kita pahami partai hanya sebagai politik tidak menjadi bagian dari sub sistem partai,atau
subsistem dari papol, maka kita mungkin akan cenderung dengan partai yang harus menjadi partai berdemokratik. Tapi ketika kita akan menerapkan, gaada yang mau
terlibat dan terlalu serius ia kan? Untuk kita ini, kebanyakan menamakan politikal party jadi ada unsur kegembiraannya dan segala macem. Hal-hal yang harus kita
pahami mulai dari sekarang adalah arah tentang politiknya, ini yang disinggung oleh kemenkumham,dan dari segi kepartaiannya baru kita memakai politkal
sederhana.dan sistem kepartaiannya yang sangat berkapasitas,atau kita mau menggunakan sistem kepartaian yang sangat restriktif atau bahkan mereka memakai
hal-hal yang lebih bagus atau setrusnya ataupun sistem berorientasi. Saat ini di indonesia saya kira berbicara tentang politikal parti yang sangat membuat parpol ini
akan sangat terbebani dan seterusnya, atau karena parpol ini menjadi kepentingan nasional,kecuali ada aja. Itu overeight costnya sangat tinggi. Itu ada perwakilannya
diseluruh provnsiada 50 kuota di banyak kegiatan oleh karena itu, kalau ciri dari partai yang harus melaksanakan tugasnya itu adalah berkaitan misalnya dengan
subsidi negara,dibaca juga oleh oligarki dan kapital. Sebenarnya banyak pendekatan juga. Kalau kita melihat bagaimana internal dipartai ini bisa kita dorong dengan
krisis, nah ini sebenarnya membuka peluang misalnya adanya perbaikan-perbaikan di ADART dalam tata kelompok tersebut supaya kolektif insentif itu dapat dikelola
dengan baik. Jangan sampai tata kelolapartai tersebut yang bertanggungjawab lepas tangan begitu saja. Ada beberapa negara lain yang merasa tidak ada gunanya maka
dilepas. Kemudian saya juga melihat bahwa sebenranya partai itu presensial,ketika presensial parpol itu terjadi sehingga memang mengharapkan parpol itu sangat
ideologi kok. Sehingga memang cenderung menjadi partai yang cooperative. Apabila dia tidak cooperative sebenarnya juga tidak dapat dikataka cooperative juga,sama
seperti zaman pak sby itu semua partai berada didalam tapi Ppdip itu berada diluar, misalkan pada saat adanya pak taufik yang menginginkan konsolidasi agak
bertengkar dengan ibuk dansegala macem. Dan menjadi bagian dari pemerintah itu, bagi pemerintah yang berhasil itu merupakan suatu advantge sehingga itu yang
terjadi dinegara, presidennya tidak mau menerimanya saja gitu,saya kira udahlah jangan macem-macem lagi seperti itu. Krisis dipartai itu ketika rapat dipartai sulit
78
terlepas dari adanya pola-pola komunikasi dan ini yang akan terjadi nanti sehingga menjadikan partai itu ada kegamangan dan kegagapan atau adanya invest pada
metode baru atau tetap pata network yang lama. Daripada main di medsos atau segala macemnya udahlah kita organized aja preman-preman ini dan segala
macemnya,sehingga ketika mereka ada kampanye mereka bisa melaksanakan mobilisasi.
Terkait dengan kandidasidan nominasi, untuk tambahan saja untuk dibeberapa negara. Dan misalnya nominasi ini kan banyak posisi. Nominasi di Amerika itu bisa
macem-macem, bisa dewan sekolah, dll dan badan pengawasan keuangan wilayah dan segala mecemnya juga dipilih, bahkan dipilih dari pemilu. Maka banyak sekali
menjadi pilihan bagi pemilih disana. Memang kalu kita berbicara mengenai proses yaitu ada beberapavariasi, jadi event di amerika punya 50negara bagian,ada suatu
negara bagian yang ADARTnya dipilih. Memnag california merupakan negara yang paling kompetitif, selalu dimenangkan oleh demokrat, tapi mereka memang
mengorganized bagaimana memperbaiki proses nominasi atau kandidasi. Mereka mempunyai 3 regulasi dalam kandidasi. Endorsement dilakukan sebelumadanya
konfrensi, kalau...ini biasanya dilakukan dicabang-cabang partai tersebut lebih administratif disini. Jadi konfensi partai dinegara bagian itu biasanya sifatnya
kornation, sepertikemarinhillary menang, dans seterusnya,sebenarnya sudah menang dri awalnya. Nah kalau dilihat di indonesia memang banyak partai yang menawarkan
proses seleksi partai di masyarakat, biasanya proses kandidasi ini sangat tertutup. Kandidasi yang demokratis itu bagaimana? saya pernah mengikuti konferensi yang
melahirkan 3 tahapan kadidasi yang demokrasi itu. Yang demokratis itu pertama melalui screning dulu dari pansel,kemudian partai mebuat comite untuk menyaring
lagi,lalu partai yang memilih secara konsituent mana yang harus didukung seperti jabatan presiden, senator, dansegala macem, tapi tentu sangat panjang prosesnya.
Maunya kerjanya pendek kan sendiri-sendiri dan cepat selesai. Memang sekarang ada gimik-gimik keperluan dari sebuah partai, fit on propertise itu untuk kualitaslah
terutama untuk partisipasi dari anggota partai dan pemilih tersebut. Kalau di Indonesia, saya kira kita sudahpaham bagaimana prisesnya, partai itu
memang sangat elitis. Kalau tidak kuat secara financial maka tidak bisa untuk menjalankannya. Kadang partai misalnya PDIP itu semasa SD kan sangat oposisi
79
berada sangat legal diluar pemerinthan. Tapi didaerah mereka bekerjasama untuk mendapatkan suaranya. Jadi saya tidak ada ideologi, jadi saya sekali lagi paling tidak
adalah untuk meenangkan kursi-kursi publik. Dan saya kira sudah banyak sekali hal yang harus kita benahi dalam sesi pengisian ini terutama dalam hal menghindari
politik dinasti, memperkuat perwakilan perempuan, kemudian representasi dari sosioligis masyarakat indonesia,dan yang paliing penting adalah meningkatkan
kualitas itu sendiri. Terimakasih pak fritz.. Moderator
Sepertinya 20 menit tidak cukup untuk menangkap apa yang sudah diterangkan olrg saudara niko. Karena beliau melihat proses pencalonan itu bukan hanya indonesia,
tapi juga di amerika,dan ada dibeberapa negara bagian juga. Banyak hal yang bisa kita eksplore. Tapi saya yakin kita dapat berdiskusi lagi nantinya. Pak niko dari amerika
maka kita akan terbang ke eropa, pak patrick. Orang yang sebenarnya basicnya jerman tapi banyak melakukan penelitian di Indonesia. Memperkenalkan patrick..
Patrick ziegenhein
Intra-Party Democracy and the Selection of Candidates - Experiences from Europe
introduction
• Representative Democracy: People elect representatives leaders who act on
their behalf for a certain time •
How this process of representation can be organized? •
In most countries: Political parties as representation organizations of major societal groups propose candidates
• In modern democracies, political parties are
• responsible for interest aggregation
• fulfill a representative function which links voters to the state
• intermediary institutions, which help to organize parliamentary
majorities the main source and mechanism of candidate recruitment
Candidate selection
• Selection of candidates who want to contest an election for political office as
a fundamental function of political parties
80
• Important criteria for a Candidate Selection:
– Who is eligible to become a candidate? – Who shall be nominated?
– Who are the selectors? – What kind of system used is used by the selectors?
Who are the selectors?
• Party leader decides
• Small informal nominating committee from the top party level plays the
central role •
Selection by delegates, for instance at a party convention, where the delegates have been selected specially to pick nominees for the election.
• Party members registered for a certain time, paid fees directly select the
candidates, i.e. party primaries •
More or less all voters can take part in the selection process: Open or closed registered supporters primaries
Intra-Party Democracy
No universal definition, but some basic principles •
Electivity, accountability, transparency, inclusivity, participation, and representation
• Organization of free, fair and regular elections of internal positions as well as
candidates for representative bodies
Challenges
• Dominance of elites, the iron law of oligarchy has long suggested that
political parties, despite being formally democratic organizations, are in fact controlled by their leaderships and bureaucracies
• Non-competitive leadership elections
• Discriminatory selection of candidates
• Clientelism and patronage
Europe: Differences to Indonesia
• In most European countries: Parliamentary system of government with
proportional election system
81
• Head of government in Europe: Prime Minister Chancellor is elected from
parliament and not from the people •
Therefore, individuals can only become Prime Minister if they are supported by a party or in most cases a coalition of parties
• Proportional election system similar with Indonesia, but mostly no open list,
meaning: people vote for parties •
People vote party lists, meaning the party determines who is on which position of the list - Party Discipline
Challenges for political Parties in Europe
In Europe: Three strong trends that resulted in structural changes of relationships to supporters
• Declining voter loyalty
• Declining party membership
• Declining importance of traditional voters camps in society, less importance
of ideologies
Reactions
• ProfessionalisationMedialisation
• PersonalisationPopulism
• Expansion of intra-party democracy
• Introduction of closed primaries in many parties
Independent Candidates in Europe
• Only in direct elections for an executive position mayor, governor, in some
cases for ceremonial president •
For a legislature only in countries with weak party organizations and with a first-past-the post election system
• There are many independent mayors but usually they are supported by one or
more political parties •
In most European legislative elections independents usually have a minimal realistic chance of electoral success at national level without
– the official endorsement of parties, – the financial assistance of parties
– the organizational resources that parties provide
82
Experiences from France
• Semi-presidentialism, direct elections for President
• In 2011: Socialist Party opted for an Open Primary also non-members for its
presidential candidate •
First Round six candidates, Run-off Election between Francois Hollande and Martine Aubry
• The Republicans will hold presidential primaries to select a presidential
candidate on 20 November 2016 Experiences from Germany
• The German Basic Law requires political parties to be organized
democratically in order to enjoy privileges, including public funding ban of non-democratic parties
• Party law from 1967: Binding rules for the democratic election of party
leadership bodies, the adoption of party programs and the nomination of parliamentary candidates
• Candidates for the chancellorship are usually first determined by the
leadership behind closed doors and then unanimously elected by a national party convention
• Primaries did take recently in several of the states
• Candidates for parliament or mayor city council are usually elected by local
members convention
Experiences from the UK
• British Conservative Party: 8 distinct stages of nomination
– formal application to the partys central office – interview with party officials
– Meeting with a weekend selection board – Entry into the national list of approved candidates
– application to particular constituencies – interview by local constituency parties
– final nomination meeting among party members
83
• Some steps may prove to be mere rubber-stamp formalities. Others may
involve competition among hundreds of applicants, uncertain outcomes, and heated internal battles, especially for safe party seats where the incumbent is
retiring
Conclusion
• Intra-party democracy is usually fixed in European constitutions or party laws
• However, significant differences between the de jure and de facto situation
• European political parties are usually not run by one influentialrich person,
but also not free from oligarchic tendencies •
Not many cases of dynasties but quite some patronage •
Candidate nomination is generally an internal party matter •
Evidence suggests a slight democratization of the nomination process with more primaries
Moderator: Fritz Siregar
Ini sangat menarik sekali ya, maka langsung saja kita masuk pada sesi pemakalah terpilih kepada saudara awaludin untuk dapat menjabarkan makalahnya.
Awaludin Marwan:
Terimakasih moderator, sebelumnya saya meminta maaf kepada paper ini adalah paper hiburan, karena saya iseng saja menulis paper ini. Disuruh sama mas ferri
amsari untuk mempresentasikannya. Ini sebetulnya tiket untuk kepadang ini.. Baik saya akan menyampaikan beberapa inti dari paper saya.
Paper saya berjudul tentang perbandingan sistem di pemilihan kandidat di partai perbandingan Indonesia dan Belanda .
Saya ingin menyampaikan rangking atau top skor lamanya ketua partai menjabat,jadi cristiano ronaldo itu adalah bunda ratu kita buk mega. Beliau sudah hampir 19 tahun
menjabat,diikuti oleh messinya oleh wiranto dari 2006. Danternyata menjabat sebagai ketua parpol ini tudak terjadi di Indonesia saja. Barangkali Prof kumeling
dapat mengkoreksi data saya yang ada ini. Yaitu makrub dari perdana menteri, beliau adalah yang sekarang ada di partai pemerintah, sudah tiga kali menjabat. Sebelumnya
ada godwol itu dari tahun1966-1986 itu menjabat sebagai ketua partai PPTA, jadi
84
partai orang-orang turki,surinam,dan beberapa orang indonesia ada disan. Lalu ada partai demokrat 66 yaitu hanskamreinlo menjabat dari tahun 1966-1986, kemudian
beliau menjadi ketua, anggota politik amner,lalu kemudian beliau menjabat lagi tahun 1986-1998, jadi kalau sebenarnya ronaldokita ini masih menjabat selama 19 tahun,di
belanda itu ada yang melampaui. Prabowo juga lama dari tahun 2008 lalu kemudian yang baru surya paloh, walaupun kita belum melihat dari tahun 2011 sampai
sekarang mungkin lagi akan menjadi ketua. Kemudian demokrat, saya menyebutnya the real bapak, walaupun ketua umumnyasudah ganti, tapi beliau merupakan
sisingamaharaja jiwanyalah. Saya ingin menkontekskan dengan teori kuantism yang banyak dipakai oleh sosiolog sekarang terutama meken, paling tidak hal paling
utama.yang paling utama adalah, sistem feodal dan kita tahu bahwa komando ditangan ketua partai yang lama ini,adalah yang sangat disanjung. Sehingga tradisi
cium tangan ini sangat melekat dalam aprpol ini. Lalu tidak efisien dantidak berkeadilan. Saya memilih 2 kandidat kepala daerah misalnya, harus menunggu ibuk
bangun dari tidurnya dulu misalnya,atau baru selesai melaksanakan kegiatannya. Yang ketiga adalah slogan siapa dapat apa,gitu kan. Siapa yang berkuasa,lalumenteri-
menterinya terpilih. Kalau seandainya di Belanda, aksen-aksen itu sedang mengkampanyekan etnik compairing, ada profil etnis. Jad disitu ada orang maroko
bahkan yang menjadi ketuanya adalah abu thalib yaitu WN maroko itu sendiri. Disinilah kita melihat minoritas itu jangankan diperbincangkan,bahkan haramkan.
Jadi kita mendambakan seseorang yang religius jadi ketum,seseorang keturuna arab jadi ketum, indiajadi ketum. Yang di belanda pun masih jarang, jadi kalaupun belanda
perbandingannya dengan canada, kalau canada itu ada pra kabinet, nah kalau di inggris,ini kritik dari para intelektual-intelektual yaitu kabinet multikultural.
Sementara di belanda itu ada kabinet putih. Disini juga demikian, disini jangan-jangan ada kabinet pribumi. Nah diakhir saya presentasi, walaupn sebenarnya sudah
meratifikasi penghabisan diskriminasi, tapi kita terus melakukan diskriminasi dalam arti. Saya terakhir ingin membuat kesimpulan bahwa saya tergugah dengan
pandangannya henk kumeling tentang spirit bahwa hukum perdata belanda dua orang saja sudah diakui sebagai asosiasi. Yaitu untuk mengakui kebebasan
berasosiasi. Ataukah politik dari kelompok, pertanyaan saya adalah, kenapa PKI sekarang dilarang? Jauh ya dari kandidat parpol, tapi saya selama forum tadi itu
85
menanya. Dan barang kali itu menjadi pertanyaan bersama. Yang jelas melanggar sistem of asosiate, dan hak politik apakah forum ini dapat menjadi rekomendasi
utnuk melegalkan kembali PKI. Anggapan saya, saya meyakini bahwa PKI itu tidak berslah, jadi UPT yang sudah memutuskan 3 macem dan sebagainya, kami sudah
meyakini suatu saat dijaman saya menunggu ..mati itu,akan hidup lagi. Terimakasih
Moderator: Fritz Siregar
Siapa yang akan memberikan pendapat
Asrinaldi:
Ada hal yang menarik yang disampaika oleh pemakalah, kalu erbicara demokrasi sebenarnya bicara sistenmnya. Bukan hanya partainya saja, tapi juga pemilihnya. Dan
itu dari tadi tidak disebut walaupun temanya tentang parpol. Kalau kita ingin membangunsistem demokrasi yang baik. Bagaimana mungkin masyarakat menilai
parpol kalau mereka tidak tahu seperti apa yang baiknya gtu. Dan kita juga tau konstitusi yang ada dan terjadi di politik di sosialisasipolitik, komunikasi politik itu
memang tidak dijalankan. Sudah ada tadi rekan kita menyinggung tentang CSO. Tapi itu diberikan hanya kepada partai. Persoalannya adalah, kenapa masih megawati,
wiranto, dan lainnya ya karena masyarakatnya tidak mempunyai edukasi politik itu. Kalau ini juga tidak disinggung didalam UU saya yakin walaupunsudah dibiayai oleh
pemerintah, tapi tetap saja. Palingan hanya kelas menengah, tetapi hanya beberapa persen kelas menengah yang dapat memberikan kontribusinya. Kalau bisa didalam
forum ini harusdisinggung mengenai politikal demokrasi ini. Kalaupun ini tidak dilakukan walaupun pak wahyu idris dapat optimis,tapi saya masih pesimis. Yang
kedua perlulah dipikirkan kalau partai itu setelah adanya pendidikan atau gelar pendidikan harus dan edukasi,karena nasyarakat kita banyak yang ditipu oleh wakil-
wakilnya. Yang ketiga, kita masih mengutamakan figur bukan ideologi partai, sayakadang bertanya juga, tadi bung awaludin mengatakan juga ini bukmegawati
dengan oligarkinya dengan sosok seorang politisi. Coba kawan-kawan membuat partai sendiri, sudah dilakukan oleh beberapa partai, masyarakat juga tidak memilih
mereka. Masaalahnya adalah, figur mereka itu masih diinginkan oleh masyarakat. Terimakasih moderator.
86
Dian Bakti setiawan:
Terimakasih moderator, saya sangat tertarik dengan makalah dari awaludin tadi, karena presentasinya sangat bagus ya. Tapi ada yang agak mengganjal bagi saya, jadi
tadi bung marwan termasuk yang berbicara bahwa dalam kerangka demokrasi dalam hari ini, begitu ya. Bahwa komunis ini diharapkan dapat hidup kembali gitu ya. Tetapi
yang ada didalam bayangan saya, siapapun yang belajar marksisme, komunisme, tentu akan tau andaikan dibayangkan oleh..pemerintah itu akan masuk dalam fase
ajaran marksisme itu.yaitu adanya diktator yang bertugas mengambil alih atau milk orangkaya, pemerintah untuk dijadikan menjadi milik bersama. Jadi yang ingin saya
tanyakan adalah, bagaimana bung awaludin dapat menjelaskan demokrasi diktator prograriat seperti marks itu nanti dapat kita pahami sebagai bagian dalam
topikutama pada diskusi kita siang ini. Saya ingin dengar penjelasannya terimakasih.
Niko Haryanto:
Baik terimakasih tadi banyak yang memberikan tanggapan dan bertanya tapi tdak ada yang merujuk kepada saya,mungkin karena kurang jelaskali. Jadi begini ada krisis
dalam berdemokrasi, demokrasi tidak dapat dipakai istilahnya untuk membunuh demokrasi ini. Tahun 90 an awal, di aljazair itu pernah ada kekuatan islam yang kuat,
salah satu janji kampanyenya itu adalah menegakkan negara islam. Mereka yakin akan menang, yang terjadi adalah adanya peralihan kekuasaan. Sekali lagi
demokrasiitu tidak dapat dipakai untuk membunuh demokrasi itu sendiri. Tidak bisa kebersamaan demokrasi kemudia di regulate kan yang membuat kerusakan dari segi
demokrasi itu sendiri. Baiklah mungkin ini sebagai prinsip universal mungkin pak patrik dapatmenjelaskan lebih banyak lagi. Kemudian usulandari pakasrinaldi tdi
masalak adanya etik di parpol, sehingga ini akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Memang variabelnya sangat banyak. Saya beberapakali mambuat suvei
nasional, saya meneliti berapa tingkat ketertarikan masyarakat terhadap demokrasi itu saya kira diatas 80. Tapi kalau kita berbicara tentang pemerintahan, apakah ini
sudah sesuai dengan yang kita mau atau seterusnya. Kalau kita berbicara tentang kinerja, itu belum lagi apalagi berbicara DPR dan parpol itu paling bawah. Percaya
87
pada satu parpol 40. Kita tidak bisa mengharapkan kesadarabn politik itu tumbuh secara pesat. Jadi demokrasi itu kalautidak ngefans dengan pak SBY tidak akan maju
demokrat. Kalu tidak ngefans sama buk mega, tidak mungkin akan betah banget di situ. Kalau di negara maju, sangat beda sekali antara pengurus partai dengan politisi.
Memang kita tidak memiliki sistem pemilu yang sangat ekuent, kita sangat pasif karena kita hanya melaksanakn pemilu itu sekali lima tahun tapi kalu waktu saya di
amerika, pemilu itu ada sekali dua tahun.banyak anggota DPR diamerka itu hanya 2 tahun. Karena 2 tahun, jadi masyarakat itu bisa selalu mengevaluasi. Karen 2 tahun
anggota DPR pasti akan balik modal. Tapi gapapa kampanye cerdas. Itu sih ga masalh, apalagi Anggota DPR di Amerika, kalu senator kekuatan badgetrynya itu luar biasa.
Kalau senator itu tidak keluar, tapi kalu DPR itu langsung keluar. Karena 2 tahun rutin, hak recall dimasyarakat itu tidak terlalu diperukan. Tapi di negara bagian ada
yang membuat mekanisme adanya langsung hak recall darimasyarakat. Sayangnya di indonesia semuanya itu harus sama dan seragam. Mungkin kedepannya yang
menjadikajianbagi teman-teman yang dibidang HTN akan mengkaji adanya variasi antar daerah. Antara daerah itu ada punya perubahan atau memiliki hak recall.
Patrick:
Semua orang bertanya tentang indonesia ya, tpi saya kira juga penting untuk akademisi saya juga melihat keluar kenegara lain. Mungkin eropa tidak terlalu beda,
tapi mungkin indonesia sedikit mirip dengan fillipin.banyak kita belajar dengan negara tetangga,indonesia unik ya,ya walaupun banyak perbedaan sejarah dan
budaya. Tapi saya kira penting melihat kenegara lain. Baik terimakasih.
Awaludin:
Mas asrinaldi,munkin itu adalah pemiikiran pemikiran saya, tentang federasi, jangan- jangan sentimen saya itu salah. Masih ada yang percaya bahwa PKI itu salah mohon
maaf oleh tau umurnya berapa mas,oh berarti masih ada benarnya. Barangkali tadiada temen-temen yang sma dengan saya atau dibawah saya percaya bahwa
komunis itu tidak benar, barangkali kesinpulan saya yang salah. Mungkin seperti itu.
Novrizal:
88
Mungkin menyambung ya. Yang saya tangkap bukan menghidupkan lagi PKI nya sebetulnya itu yang saya tangkap, bahwa di belanda itu dua orang saja sudah bisa
berasosiasi. Kemudian untuk berukar pendapat kemudian berserikat atau berkumpul kan di konstitusi kita tidak menyebutkan kalu parpol itu harus bersifat nasional tidak.
UU lah yang mengatur sebenarnya dan membuat sulit untuk orang melaksanakan berserikat. Oke mungkin aceh pernah seperti itu dengan kearifan lokalnya, tapi
kansekarang juga tidak ada lagi. Provinsi yang lain pada saat itu sudah aman. Kalau menurut saya, sekarang itu tidak peru lagi harus bersifat nasional dalam arti 34
proviinsi dan harus ada wakilnya, 75di tiap-tiap daerah. Itu salah satunya mendirikan parpol itu sangat susah sekali. Berilah kebebasan orang mau membuat
parpol apapun jangan di garis bawahi. Namun apabila PKI, kita mempunyai PANCASILA, nah apakah PKI ini sesuai dengan pancasila. Intinya adalah menurut
saya, untuk demokratisasi parpol silahkan saja, tapi lebih dari pada itu, jangalah lagi kita mengedepankan kalau parpol itu harus bersifat nasional. Dan nanti temen-temen
akan bertanya ada nanti akan ada ratusan partai. Nah sistemnya bisa kita kontrol nah nanti itu bagaimana mendudukan orang-orang untuk bisa mendudukan di parlemen.
Mungkin sebagai perbandingan saja. Di eropa itu mereka memiliki parlemen uni eropa, parpolnya siapa,parpolnya adalah bukan dari negara-negara disitu, tapi setiap
negara anggota diberi jumlah kursi. Papol itu akan bersaing untukmebdapatkan kursi. Itu saja mungkin itu hanya masukan mungkin.
Safrida:
Ini tema yang lagi hot. Tadi pak patrick tidak menceritakan detail bagaimana sistem pemilihan ketum hanya mekanismenya saja, sedangkan di indonesia ini kita lihat
pemilihan ketua partai rata-rata sama. Kecuali demokrat pada saat masanya annas urbaningrum. Aura yang sangat demokrasi yang luar biasa. Saya cukup
tertarikbagaimana pandangan narasumber terkait dengan pemilihan ketua partai karena erat dengankepentingan hukum. Seperti yang terjadi pada golkar yang
menimbulkan dualisme partai. Itu mengakibatkan pilkadayang dilakukan secara serentak itu cukup menimbulkan persoalan ukum yang baru seperti adanya
penyelesaian sengketa banyak terjadi. Banyak keputusandi daerah SUMUT ditentukan oleh beberapa lembaga, karena memnag banyak ketentuan hukum atau
89
UU yang tidak mengatur itu. Terlalu banyak lembaga yang mempunyai otoritas untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Terimakasih mas fritz.
Taufiqurrahman:
Disatu sisi kita mempercayi parpol, disatu sisi tidak. Kenapa terbuka menurut saya karena adanya ketidak percayaan itu, indendent juga karena tidak percaya, nah kiita,
memelihara sesuatu kemudian selalu diperbarui tetapi kita tidak percaya dengan itu, betapa ironinya kita. Dan kita membicarakannya disini. Seolah-olah disaat kita
memberi dana dia akan membaik, nah kemudian apa yang hendak kita ketahui tentang parpol itu adalah menjadi pemimpin partai, karena setelah reformasi, banyak
orang yang mau jadi pempimpin. Kemudian beberapa tokoh memegang teguh parpol yang dibuatnya. Kemudiam faktor atau kualitas pemilih juga dapat dilihat dalam
pemilu. Saya kira PKI sampai sekarang itu secara prinsipmasih sebuah parpol, Cuma tidak diakui negara. Karena masyarakat indonesia tidak menginginkan, saya kira
demokratis aja itu. Salah benar saya kira itu subjektif.saya kira bung marwan dibangkitkan lagi keinginannya melalui teori marksisme ini.
Patrick:
Kalau otoriter tidak ada kemungkinan adanya demokratisasi internal partai. Beda indonesia dengan eropa ini ada banyak persingan parpol di eropa. Tidak ada
legitimasi antara leader satu dengan yang lainnya. Adanya kompetisi internal partai. Dan ada check and balances, bukan beda secara kebudayaan ya, kalau seorang yang
lebih pakar dapat melihat bahwa butuh orang yang mendukungnya. Kami melihat di golkar, kalau akan maju menjadi ketum maka akan menggalang suara. Kalau ingin
merevisi UU parpol tidak masalah, tapi itu tidak mengubah terlalu signifikan. Demikian termakasih..
Moderator: Fritz Siregar
Terimakasih rekan-rekan hasil diskusi kita ini akan dibacakan pada besok hari. Terimakasih atas semuanya.salam sejahtera...
90