Pembahasan Opsi Penguatan Otonomi

1028 menghadapi banyak kendala dalam mewujudkan misinya. Hal seperti ini dapat dibuktikan ketika Masjumi dihadapkan kepada pembahasan struktur yang tidak kunjung pernah selesai. Semenjak berdirinya 1945 sampai pada saat akan bubar 1960 masalah struktur dan organisasi partai Masjumi terus menjadi pembahasan dari kongres ke kongres. Pembahasan kadang-kadang menghasilkan perincian keputusan yang telah juga diambil sebelumnya, terkadang mengganti keputusan yang telah diambil sebelumnya, yang sering pula tidak dijalankan. Masalah hubungan anggota istimewa yaitu organisasi yang menaajdi anggota Masjumi tidak pernah selesai dibicarakan. Soal seperti anggota inti dapat dirumuskan, tetapi pelakasanaannya tidak dapat berjalan. 254 Perjalanan Partai Masjumi mengalami dinamika, baik di dalam internal Masjumi sendiri maupun ketika berhubungan dengan partai politik dan Presiden Soekarno. Konflik antara Soekarno dengan Masjumi semakin tajam, terutama sejak adanya keinginan Soekarno mengubur partai Politik pada bulan Oktober 1956, dan konsepsi Presiden pada tahun 1957. Konflik terus berlanjut hingga masa demokrasi terpimpin. Melalui Keputusan Presiden Nomor 200 Tahun 1960, Presiden Soekarno memperbesar kekuasaannya di satu pihak, sementara di pihak lain semakin melemahkan posisi dan peran Masjumi sebagai partai politik. Partai Masjumi menghadapi Keputusan presiden Nomor 200 Tahun 1960 dengan dua cara. Pertama, Pimpinan Partai Masjumi menyatakan Masjumi bubar, melalui suratnya Nomor 1801BNI-2560 tanggal 13 September 1960. Partai Masjumi membubarkan diri untuk menghindari cap sebagai partai terlarang, dan korban yang tidak perlu, baik terhadap anggota Masjumi dan keluarganya, maupun aset-aset Masjumi. Kedua, menggugat Soekarno di pengadilan. Usaha Masjumi mencari keadilan di pengadilan menemui jalan buntu. Kebuntuan itu terjadi karena adanya intervensi Soekarno terhadap pengadilan. 255 Masuk pada masa demokrasi terpimpin, semenjak tahun 1958 dominasi Soekarno terhadap peran politik semakin besar. Melalui Penpres pada tahun 1959 Soekarno memangkas partai politik yang terdapat pada masa itu hingga tersisa sepuluh partai politik termasuk NU dan PNI serta golongan Komunis. Membubarkan partai politik yang tidak termasuk kriteria dalam Penpres tersebut. Pada masa ini tidak jelas terlihat apa peranan utama dari partai politik yang sesungguhnya, hal ini dikarenakan peran partai politik tertutupi oleh peranan Presiden yang meluas dan menutupi seluruh kekuasaan yang dulunya dikuasai oleh partai politik. b. Periode Orde Baru 1965-1998 Tahun 1973 terjadi peleburan partai politik atau fusi. Malalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1973 pemerintah menyederhanakan jumlah partai dengan kebijakan fusi partai. Empat partai politik Islam yaitu NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam, dan Perti bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan PPP. Lima partai lainnya yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katholik, Partai Murba, dan IPKI bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Sehingga pada tahun 1977 hanya ada tiga organisasi politik yaitu PPP, PDI dan Golkar dan hal ini terus bertahan sampai dengan pemilu pada tahun 1997. 254 Deliar Noer, 2000, Partai Islam Di Pentas Nasional: Kisah Dan Analisis Perkembangan Politik Indonesia 1945-1965, hlm. 51. 255 Ibid.,