SELEKSI KANDIDAT DI LEVEL LOKAL: MELIHAT KANDIDASI PARTAI
780 Dalam melakukan tugasnya untuk melakukan proses kandidasi, Dewan
Pimpinan Wilayah DPW; setingkat provinsi, dan Dewan Pimpinan Daerah DPD; setingkat kabupaten kota, membentuk Tim Pilkada di setiap level kepengurusan.
Tim Pilkada DPW maupun Tim Pilkada DPD memiliki tugas untuk menyiapkan dan melaksanakan proses kandidasi mulai dari belum ada nama bakal calon hingga ada
nama calon tersebut dipustuskan. Selain itu, tugas lain Tim Pilkada ini adalah koordinasi program sampai program pemenangan. Tim ini lalu bekerja dan
melaporkan setiap hasilnya ke pimpinan partai setingkat. Lalu pimpinan partai setingkat melaporkan ke pimpinan partai di atasnya. Tim ini merupakan tim ad
hoc yang bekerja langsung di bawah pimpinan partai dan terlepas dari bidang pengkaderan.
Proses kandidasi di PAN, diawali dengan pengusulan nama bakal calon. Mekanisme pengusulan nama bakal calon harus dari struktur partai terbawah
yaitu Dewan Pimpinan Cabang DPC; setingkat kecamatan. Tim Pilkada DPD mengundang seluruh DPC di daerahnya untuk melakukan musyawarah khusus
membahas pengusulan nama bakal calon untuk Pilkada. Sebelumnya, ketika DPC- DPC mengetahui diundang musyawarah khusus terkait pengusulan nama bakal
calon, DPC mengundang seluruh kader di tingkat kecamatan untuk melakukan musyawarah internal untuk menentukan nama bakal calon yang akan diusung.
Tujuan DPD mengundang seluruh DPC tersebut untuk meminta masukan dan menyerap aspirasi terkait bakal calon yang akan diusung dalam Pilkada.
PAN sangat mementingkan suara dan aspirasi dari bawah dalam proses kandidasi yang dilakukan. Pimpinan PAN di tingkat wilayah DPW maupun pusat
DPP tidak memiliki hak veto untuk memutuskan calon yang diusung PAN. Intervensi dari atas, entah itu dari DPW maupun DPP, hanya dapat dilakukan jika
ada pelanggaran yang menyimpang dari pedoman yang dimiliki PAN, terjadinya konflik, dan ada indikasi transaksional; dalam hal ini politik uang. Sebenarnya hal
itu sejalan dengan arahan DPP untuk melakukan desentralisasi di tubuh PAN, sehingga DPD dan atau DPW memiliki kewenangan cukup besar dalam proses
kandidasi. DPP hanya akan menerima laporan dari daerah tentang proses dan hasil kandidasi yang telah dilakukan. Jika proses dan hasil kandidasi sudah berjalan
lancar, maka DPP hanya tinggal memberikan surat keputusan untuk pengusugan bakal calon tersebut.
Poin penting lain selain aspirasi dari bawah dalam penentuan bakal calon dari PAN, DPC dan DPD harus mempertimbangkan aspirasi dari Muhammadiyah.
Hal ini sesuai intruksi tidak tertulis Amien Rais selaku Majelis Pimpinan Pusat MPP PAN. Konteks PAN DY yang lahir dari rahim Muhammadiyah, dalam
penentuan bakal calon pun harus mempertimbangkan sisi ke-muhammadiyah-an nya; walaupun secara normatif hal tersebut tidak diatur dalam pedoman partai.
Hal ini mungkin yang menjadi satu-satunya bentuk intervensi dari atas dalam penentuan bakal calon.
Nama-nama bakal calon yang diusung oleh setiap DPC tersebut kemudian dibawa ke DPD untuk dilakukan musyawarah khusus terkait penentuan bakal
calon. Jika dalam dinamikanya, proses kandidasi dapat mengeluarkan satu nama bakal calon, maka nama bakal calon tersebut tinggal diberikan kepada Tim Pilkada
781 DPW untuk diproses lebih lanjut. Namun, jika dalam dinamikanya proses
kandidasi tidak dapat menghasilkan satu nama bakal calon dan menimbulkan potensi konflik di level bawah, maka Tim Pilkada DPD tidak memutuskan satu
nama bakal calon. Tim Pilkada DPD akan memberikan beberapa nama bakal calon terkuat kepada Tim Pilkada DPW. Hal ini untuk menghindari potensi perselisihan
antar pendukung bakal calon di tingkat daerah dan memutus potensi politik uang.
Hal tersebut merupakan mekanisme PAN untuk menghindari potensi konflik dan terutama memutus politik uang di level bawah. Proses kandidasi
sangat rawan akan politik uang. Potensi politik uang ini terjadi ketika bakal calon tersebut berusaha menyuap anggota Tim Pilkada untuk memuluskan jalannya
agar diusung oleh PAN. Tim Pilkada merupakan hulu dan hilir seluruh rangkaian proses kandidasi. Penguatan dan pengawasan yang ketat terhadap tim ini oleh
pimpinan partai dapat meminimalisir politik uang. Bahkan untuk menekan hal tersebut, di PAN tidak ada uang pendaftaran atau uang formulir utnuk pendaftaran
bakal calon.
Jika ada beberapa nama yang dicalonkan DPD dan kubu-kubu tersebut saling ngotot maka ada kemungkinan ada politik uang yang bermain dalam
proses kandidasi. Karena politik uang di proses kandidasi biasanya diindikasikan dengan kuatnya perseteruan antar bakal calon. Maka biasanya Tim Pilkada DPD
merekomendasikan nama-nama bakal calon tersebut untuk dibawa ke tingkat DPW untuk diputuskan. Jika hanya muncul satu nama di DPD maka dapat
dipastikan bahwa calon tersebut merupakan kader dan minim kemungkinan menggunakan politik uang. Karena hal itu menunjukan semua kader di DPD
legowo untuk mengajukan satu nama bakal calon tersebut. Ketika ada beberapa nama bakal calon, maka nama-nama bakal calon
tersebut dibawa ke DPW untuk diputuskan siapa bakal calon yang akan diusung oleh partai. Dalam penentuan nama bakal calon, Tim Pilkada DPW menggunakan
dua pertimbangan. Pertama, melihat hasil dari fit and proper test. Calon yang paling mendekati kriteria ideal dari PAN nantinya akan berpeluang besar yang
akan diusung oleh PAN. Fit and proper test menjadi acuan dalam penentuan calon yang diusung. Ada perbedaan dalam melakukan fit and proper test untuk kader dan
bukan kader. Untuk kader, mereka akan mendapat previlege saat fit and proper test, dikarenakan kader dianggap sudah paham akan ideologi-ideologi yang di
miliki PAN; satu visi dengan PAN. Untuk bukan kader, mereka akan mendapat test yang lebih mendalam.
Selain previlege terhadap kader, previlege lebih juga didapatkan para kader yang merupakan petahana dalam poses kandidasi. Previlege yang akan didapat
kader yang merupakan petahana adalah kader tidak harus melalui proses fit and proper test dan partai tidak membuka pencalonan ketika petahana memutuskan
untuk maju kembali.Selain memiliki previlege, proses kandidasi juga akan lebih singkat dan tidak memakan waktu yang cukup lama. Ketika seorang kader dan
merupakan petahana, maka kader tersebut sangat diutamakan untuk dicalonkan kembali. Namun, hal tersebut juga tergantung pada kader tersebut, mau maju
kembali apa tidak.
782 Fit proper test selain digunakan untuk menguji kelayakan dan kepatutan
bakal calon, digunakan untuk mengetahui apakah visi misi bakal calon mendekati dengan plaform PAN, seberapa tinggi komitmen bakal calon tersebut terhadap
PAN, dan kesiapan bakal calon dalam memengkan Pilkada program pemenangan bakal calon, sejauh mana sinergisitas program bakal calon dengan program partai,
kesiapan calon dalam pembiayaan pemenangan partai. Dana yang dimiliki bakal calon menjadi penting, untuk melihat seberapa realistisnya dana tersebut dengan
program pemenangan yang akan dilaksanakan. Sumber pendanaan juga menjadi penting untuk memastikan bahwa dana dari bakal calon merupakan bukan dana
fiktif dan bukan merupakan hasil korupsi. Partai tidak membantu calon yang diusung dengan uang untuk membiayai program pemenangan. Namun partai
membantu dalam hal materi yang diperlukan dalam program pemenangan seperti juru kampanye, transportasi juru kampanye, dsb.
Kedua, mengggunakan pertimbangan politis. Pertimbangn politik didasari oleh realitas politik; popularitas dan elektabilitas bakal calon. Untuk mengukur
popularitas dan elektabilitas bakal calon, PAN membayar lembaga profesional untuk melakukan survey. Namun, survey bukan satu-satunya pertimbangan dalam
penentuan calon. Walaupun memiliki elektabilitas tinggi, belum tentu calon tersebut diajukan; hal ini tergantung dari dinamika politik internal dan eksternal
PAN. Selain hasil survey, aspirasi dari bawah memiliki kekuatan yang cukup kuat. Trend penguatan popularitas dan elektabilitas tiap calon juga diperhatikan untuk
menentukan calon yang diusung.
Sangatlah penting untuk membangun militansi dan soliditas partai daripada memenangkan pemilu dan mendapat jabatan eksekutif. Tidak ada artinya
kemenangan dalam pilkada jika militansi dan soliditas partai lemah. Hal ini yang menjadikan alasan pentingnya aspirasi dari bawah, agar ada kemistri antara calon
yang diusung dengan kader-kader dibawah. Akan sangat susah jika yang dicalonkan bukan merupakan dan tidak didukung aspirasi dari bawah, saat
kampanye akan sangat susah menggerakkan para kader di bawah. Jika memang calon yang diusung dari aspirasi bawah bukanlah calon yang memiliki prosentasi
kemenangan terbesar, hal ini dinilai bukanlah sebuah permasalahan besar. Karena hal yang terpenting dalam mengusung calon dalam pilkada adalah untuk menjaga
basis massa agar tidak diambil oleh calon atau partai lain. Hal ini juga akan berdampak serius dalam pilkada periode selanjutnya jika basis massa telah
diambil oleh calon lain.
Proses Kandidasi di Sleman dan Gunungkidul
Konteks di Sleman, ada empat nama bakal calon yang diusung dari DPC-DPC di Sleman. Empat nama bakal calon tersebut adalah Sri Purnomo, Adel Marthia,
Sadar Narimo, dan Agus Sukamto. Sri Purnomo merupakan calon terkuat dan merupakan petahana. Mayoritas DPC menghendaki Sri Purnomo untuk maju
kembali dalam Pilkada Sleman. Kemudian disusul oleh Adel Marthia, Sadar Narimo, dan Agus Sukamto. Dua nama dengan perolehan dukungan terbesar dari
DPC yaitu Sri Purnomo dan Adel Marthia kemudian di bawa ke DPW. Sri Purnomo dan Adel Marthia, keduanya adalah kader senior PAN. DPW mengolah dan
marapatkan hasil musyawarah khusus tersebut. Dengan mempertimbangakan
783 segala aspek yaitu Sri Purnomo sebagai petahana, mendapat mayoritas dukungan
suara DPC, dan beliau juga sebagai Pimpinan Daerah Muhammadiyah PDM kabupaten Sleman, maka secara resmi PAN DIY memutuskan Sri Purnomo akan
menjadi calon Bupati Sleman yang akan diusung. Jika dilihat faktor-faktor keterpilihan, Sri Purnomo memiliki segala syarat untuk dicalonkan kembali oleh
PAN. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sri Purnomo memenangkan proses kandidasi adalah beliau sebagai petahana, kader senior, mendapat dukungan dari
mayoritas DPC, dan meduduki Pimpinan Muhammadiyah Sleman.
Konteks di Gunung Kidul, aspirasi dibawah masih berkembang dan belum mengerucut. Hingga saat ini ada tiga nama yang beredar untuk posisi calon Bupati
dan calon wakil Bupati. Tiga nama yang menguat di kalangan DPC untuk bakal calon Bupati adalah Badingah Petahana Bupati periode saat ini, Subardi, dan
Imawan Wahyudi Ketua DPW PAN Wakil Bupati periode saat ini. Ketiga nama tersebut merupakan kader senior di PAN. Aspirasi dari bawah yang begitu kuat
untuk mengusung putra daerah menjadi kepala daerah. Dari ketiga nama tersebut yang merupakan asli putra daerah Gunumg Kidul adalah Badingah dan Subardi.
Masih berkembangnya aspirasi di bawah membuat proses kandidasi di Gunung Kidul lebih lama dibandingkan di Sleman. Selain itu, hal yang membuat proses
kandidasi menjadi lama karena Badingah sebagai petahan belum memutuskan sikap mau maju apa tidak. Sebenarnya jika Badingah sudah menyatakan sikap,
maka proses ini akan lebih cepat dan mengerucut.
Proses kandidasi yang merupakan proses pemilihan kandidat diantara kandidat potensial yang ada, merupakan salah satu proses penting untuk pengisian
jabatan publik. Melihat proses seleksi kandidat yang di lakukan oleh PAN DIY dengan kacamata kerangka Rahat dan Hazan, dapat dilihat bahwa PAN DIY cukup
ideal dalam melakukan seleksi kandidat. PAN memprioritaskan kadernya sendiri untuk didorong maju dalam proses kandidasi. Bahkan PAN akan menutup dan
tidak menyelenggarakan pendaftaran terbuka jika sudah ada kader yang terpilih. Proses ini dirasa cukup ideal dengan mengutamakan kader-kader potensial untuk
maju. Anggota partai diberi kesempatan untuk berkompetisi dan ini cukup inklusif; ruang dan kesempatan dapat diakses tidak hanya oleh elit partai. PAN memiliki
kebijakan untuk memberikan previlege kepada kader dan petahana yang ingin menjadi bakal calon. Bahkan untuk petahana, mereka tidak harus melalui proses fit
and proper test karena dianggap telah layak dan patut untuk diusung PAN. Selain mendapat dukungan dari mayoritas DPC, seorang bakal calon harus mendapat
rekomendasi dari Muhammadiyah jika ingin proses kandidasi berjalan lebih lancar.
Penyeleksi merupakan Tim Pilkada yang dibentuk oleh partai di level DPW dan DPD. Kandidat di seleksi oleh Tim Pilkada di level DPD kemudian di hasil
seleksi dibawa ke DPW.PAN sangat mementingkan suara dan aspirasi dari bawah dalam proses kandidasi yang dilakukan. Pimpinan PAN di tingkat wilayah DPW
maupun pusat DPP tidak memiliki hak veto untuk memutuskan calon yang diusung PAN. Intervensi dari atas, entah itu dari DPW maupun DPP, hanya dapat dilakukan
jika ada pelanggaran yang menyimpang dari pedoman yang dimiliki PAN, terjadinya konflik, dan ada indikasi transaksional; dalam hal ini politik uang. Lokal
diberi ruang yang cukup untuk menentukan kandidat yang cukup representatif.
784 Karena bagaimana pun, lokal yang mengerti keadaan dan kebutuhan daerah
tersebut. Hal tersebut menunjukan proses seleksi kandidat yang cukup inklusif dan terdesentralisasi.
Jika digambarkan dalam bagan, ada bebererapa skenario yang dapat dibuat untuk menggambarkan kandidasi PAN.