Menyentuh Masa Depan Guru Sekolah Minggu

tapi malah terang-terangan membuka mata, tidak ada tundukan kepala, dan tangan ku tidak aku lipat. Padahal sekarang ini lagi acara doa. Amin rekanku mengakhiri doanya dan melanjutkan acara. Aku masih memikirkan diriku yang tadi hampir jadi hakim. Satu imajinasi lucu muncul di kepalaku. Seandainya tadi aku memutuskan untuk mencolek atau menegur mereka dan menyuruh mereka berdoa dengan benar, bisa saja mereka berbisik kepadaku dan berkata, Aku kan bantuin Kakak liatin temen-temen yang gak berdoa. Andaikan itu bukan imajinasi, tapi kenyataan, wuaahhh ... mungkin aku mau minta cuti dulu jadi guru sekolah minggu. Sepertinya ini saat dimana aku harus putuskan berhenti jadi mata-mata acara doa nih. Aku tidak mau berdiri jauh-jauh lagi dari mereka, tetapi berdiri dekat mereka. Aku mau saat mata kecil mereka mengembara sendiri saat acara doa sedang berlangsung, dia bisa melihat guru-gurunya melakukan sikap doa yang benar. Aku mau dengan contoh nyata, pengajaran yang kami berikan lewat bibir kami tidak sia-sia dan mereka dapat semakin mengerti apa yang kami ajarkan. Anak-anak menangkap hanya 30 dari apa yang mereka dengar dan 70 dari apa yang mereka lihat. Jadi kalau hari ini di kelas masih ada anak yang suka curi-curi pandang waktu berdoa, mungkin itu berarti masih ada guru yang berprofesi ganda sebagai mata-mata saat acara doa. Jadi, siapa yang menyusul saya untuk pensiun jadi mata-mata? Solo, 7 Agustus 2006 URL: http:www.sabdaspace.orgmata_mata

3402007: Menyentuh Masa Depan

Oleh: clara_anita Touch the future. I teach. Begitu cukilan dari Christa McAuliffe seorang astronot dan pendidik asal negeri paman Sam. Hari ini, penggalan ini sangat menginspirasi saya untuk lebih menghargai profesi saya saat ini sebagai seorang pengajar kalau belum boleh disebut pendidik. Kalau buat sebagian besar profesi lain masa depan itu masih sangat kabur untuk dapat dilihat, tapi sungguh tidaklah sulit bagi profesi saya. Setiap hari saya bergelut dengan makhluk-makhluk termanis di muka bumi yang disebut anak- anak. Lewat merekalah saya benar-benar merasa menyentuh masa depan. Bagaimana tidak? Mereka adalah generasi-generasi yang akan menggantikan kita. Mereka bukan sekadar anak- anak, tetapi dokter, ilmuwan, politisi, pemuka agama, aristek ... dst masa depan. Mereka mungkin dapat membawa dunia ke arah yang lebih baik ataupun sebaliknya .... Sebagai guru, saya berpandangan bahwa mendidik mereka dalam artian tidak sekadar mentransfer aspek kognitif tetapi juga aspek-aspek moral dan afektif sama dengan membentuk masa depan. Dari kelas-kelas di sekolah dasar yang bagi sebagian orang bukanlah suatu profesi yang bergengsi, kita guru-guru SD, membentuk peradaban. Sadar atau tidak, dari sudut-sudut sekolah dasar yang mungkin terlupakan kita sebenarnya telah mengubah masa depan dunia. Maka bahagialah saya karena boleh turut berkarya mengubah dunia lewat malaikat-malaikat kecil saya yang pastinya akan menggantikan generasi kita kelak. Singkatnya, bagi seorang guru sekolah dasar masa depan bukanlah suatu yang maya dan jauh dari jangkauan. Setiap hari kami menyentuhnya ... dan bukan hanya menyentuh, kami membentuk masa depan itu. URL: http:www.sabdaspace.orgmenyentuh_masa_depan

3412007: Guru Sekolah Minggu

Guru sekolah minggu merupakan faktor penting dalam pendidikan Kristen yang efektif. Barangkali dari semua orang dalam gereja, ia memunyai lebih banyak kesempatan untuk menyalurkan kehidupan Kristus dan kehidupannya sendiri kepada orang-orang. Umumnya, ia memunyai hubungan yang terdekat dengan murid dalam pengalaman gerejawi murid. Tidak usah heran jika murid mencontoh ia. Bagaimanakah seorang guru dapat menjadi teladan yang layak? Ia harus berusaha menjawab pertanyaan ini dengan terus terang dan dengan tulus. Kedudukan Seorang Guru Pertama-tama, seorang guru harus menginsafi kedudukannya yang tinggi. Hak mengajar di sekolah minggu itu penting karena merupakan satu pelayanan yang suci. Ketika seorang guru menyadari hal tersebut, ia memperkuat sikapnya sebagai guru dan akan mendapat penghormatan dan tanggapan yang lebih besar dari kelasnya. Seorang guru menunjukkan jalan menuju iman Kristen. Syarat mutlak yang pertama bagi seorang guru adalah pengalaman kelahiran baru yang kemudian diikuti oleh kehidupan yang suci. Persekutuannya dengan Allah membuktikan besarnya berkat dalam hal menjadi seorang Kristen. Para guru sekolah minggu memunyai lebih banyak kesempatan daripada kebanyakan orang untuk memenangkan jiwa-jiwa yang kekal kepada Kristus karena Injil yang mereka ajarkan itu adalah pusat iman Kristen. Seorang guru memengaruhi pertumbuhan Kristen. Pendidikan Kristen diterangkan sebagai hal membimbing pelajar melalui pengalaman-pengalaman kebenaran ke dalam kehidupan pelayanan yang memuliakan Allah. Dikatakan bahwa pendidikan Kristen memunyai hubungan dengan hal membangunkan, menanamkan, menolong, mengilhami, membetulkan, dan membimbing. Sebagai seorang anggota gereja yang berserah, seorang pelajar Alkitab yang teliti, seorang pelayan Kristen yang setia, guru memiliki kesempatan untuk memimpin murid-muridnya dalam hal menjadi orang Kristen yang dewasa, yang menyatakan Kristus kepada dunia ini. Siap Mengajar Tampaknya guru-guru yang berhasil adalah mereka yang memiliki kecakapan untuk mengajar. Namun, pengajaran yang berhasil terbit dari mendisiplin diri dalam hal belajar dan persiapan pribadi. Persiapan dasar bagi seorang guru sekurang-kurangnya harus meliputi hal-hal berikut. 1. Pengetahuan Alkitab Karena Alkitab merupakan buku pegangan yang terpenting dalam sekolah minggu, guru harus paham mengenai isinya. Ia harus mengusahakan dirinya untuk mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh dan sistematis. Misalnya, untuk mengerti pelayanan Yesus, bukan saja pokok-pokok utama dari pengajaran-Nya yang harus diketahui, tetapi juga keadaan sosial, politik, ekonomi, dan rohani yang menjadi latar belakang seluruh pelayanan Yesus di bumi. Bagaimanakah hal-hal ini memengaruhi tindak-tanduk-Nya? Atau bagaimanakah kehidupan pada zaman Yesaya, Yeremia, atau Yehezkiel? Pada saat apa dalam sejarah bangsa Yahudi, mereka bernubuat? Penelaahan Alkitab sedemikian itu tidak dilakukan sebagai ibadah pribadi, itu merupakan satu usaha sistematis untuk memahami arti Alkitab dan menguasai isinya. Ketika seseorang melakukan hal ini, pengajarannya menjadi makin berkuasa dan Alkitab menjadi lebih nyata dalam pikiran murid-murid. 2. Teologi Kadang-kadang orang memikirkan teologi sebagai satu pelajaran yang rumit. Pelajaran ini tampak kepada mereka sebagai satu campuran teori dan pikiran-pikiran yang abstrak dan kabur. Sebenarnya, setiap orang memiliki teologi, yakni sesuatu yang dipercayainya mengenai kebenaran Kristen. Kepercayaannya mungkin tidak tersusun dan ia mungkin tidak dapat menyatakannya dengan jelas; walaupun demikian, ia yakin bahwa semua yang dipercayainya itu benar. Dalam hal mengajar, bilamanapun seorang guru berbicara tentang Allah, tentang Yesus, Alkitab, kasih, dan iman, ia sedang mengajarkan teologi. Betapa pentingnya kesesuaian pengajarannya itu dengan pengajaran-pengajaran Alkitab dan apa yang dipercayai gerejanya. 3. Sifat-Sifat Kelompok Usia Pengajaran itu efektif bila dilakukan dengan mengingat minat, keperluan, dan sifat-sifat murid. Dalam hal mengajar di sekolah minggu, banyak anggota kelas tertinggal sementara guru maju dalam suatu perjalanan rohani karena guru tidak memulainya pada tingkat pengertian si murid. Para guru yang mengajar anak-anak harus mempertimbangkan tingkat perkembangan murid-muridnya agar tidak mengajarkan konsep-konsep agama yang tidak mungkin dipahaminya. Para guru orang dewasa harus memastikan bahwa mereka memberi pengajaran yang cukup dalam yang perlu bagi pendewasaan kelas itu. 4. Teknik Mengajar Penggunaan teknik-teknik dengan bijaksana akan menjadikan pengetahuan Alkitab lebih berarti dan tetap. Hukum dasar dalam hal belajar adalah bahwa pengajaran itu lebih berhasil bila para murid melibatkan diri dan saling memengaruhi. Jadi, seorang guru harus mengetahui teknik-teknik manakah yang akan menerbitkan tanggapan terbaik atas suatu kebenaran pelajaran yang diberikan. Ia juga harus mengetahui batas-batas dari bermacam-macam teknik itu, cara untuk menyesuaikannya dengan kesanggupan kelompok usia itu, dan bagaimana waktu serta ruangan yang tersedia memengaruhi pemilihan suatu metode mengajar. Misalnya, seorang guru tidak menceritakan sebuah cerita dalam cara yang sama dalam kelas kanak-kanak dan kelas tunas remaja; ia juga tidak akan memisah-misahkan kelas itu dalam beberapa kelompok diskusi jika hanya ada lima atau enam murid yang hadir dalam kelas itu. Hal Menyiapkan Dan Menyampaikan Pelajaran Persiapan seorang guru berpusat pada dua hal -- yang pertama adalah Alkitab, dan yang kedua adalah murid serta kebutuhannya. 1. Isi pelajaran berpusat pada Alkitab Yang menjadi perhatian guru dalam hal ini adalah Apa yang dikatakan Alkitab? Ia harus mengetahui tokoh-tokoh Alkitab, apa yang mereka lakukan, dan di mana serta kapan mereka melakukannya. Biarpun cerita atau kebenaran asasi itu sudah lazim bagi guru, ia harus selalu bertanya kepada dirinya: Terdapat pelajaran apakah bagi saya pribadi di sini? sambil mengizinkan Roh Kudus menyatakan penerapan yang baru baginya. Lalu ia akan mempelajari pelajaran itu dari segi pandangan murid, lagi pula menyadari bahwa pandangan seorang anak kelas satu SD akan jauh berbeda dari seorang remaja. 2. Penerapannya berpusat pada murid Bila guru hanya memerhatikan apa yang dikatakan Alkitab, pelajaran akan menjadi terlalu teoritis dan tidak berhubungan dengan soal-soal kehidupan yang sedang dihadapi oleh anggota-anggota kelas. Jadi, guru harus memikirkan apa yang diperlukan murid- muridnya dan menyusun suatu tujuan pelajaran yang akan memimpin ia untuk memberi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan pengertian mereka. Dalam hal menyusun tujuan-tujuan pelajaran, perlu diingat bahwa tujuan pelajaran harus cukup singkat supaya dapat diingat, cukup jelas supaya dapat dicatat, cukup terbatas supaya dapat dicapai, dan cukup bersifat pribadi supaya dapat mengubahkan hidup. Setelah mempelajari bahan- bahannya dan menentukan metodenya, guru perlu membuat suatu rencana pelajaran. Rencana pelajaran itu makin menolong ia mengatur bahannya dan nenyajikan pelajarannya dengan lebih efektif. Seluruh persiapan pelajaran memuncak dalam penyajian pelajaran. Pada saat inilah para murid dipimpin dan digerakkan. Meskipun guru telah merencanakan dengan teliti dan merasakan sebelumnya apa yang akan menjadi tanggapan kelasnya, ia tahu bahwa ia harus menyisihkan apa pun yang perlu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tak disangka-sangka, untuk mengubah satu kehidupan meskipun ia tidak menyampaikan seluruh pelajarannya Teknik mengajar yang bermacam-macam itu memungkinkan seorang guru menyesuaikan pengajarannya dengan keadaan kelasnya. Guru Sebagai Anggota Tim Sebagai seorang guru sekolah minggu, ia menjadi seorang pemimpin di gereja. Sebagai pemimpin, ia bertanggung jawab memelihara hubungan-hubungan yang berikut. 1. Gembala sidang dan gereja Dengan pelajaran dan teladannya, guru harus memengaruhi murid-murid untuk menaruh kepercayaan di dalam gembala sidang dan majelis gereja. Ia harus menjadi seorang yang tetap menghadiri kebaktian. 2. Kepada pemimpin dan staf sekolah minggu Ia harus selalu menyadari bahwa ia adalah anggota sebuah tim. Jika ia cenderung untuk memikirkan kelasnya sebagai semacam gereja kecil miliknya sendiri, tanpa disadarinya, ia menabur benih-benih suatu keadaan yang tidak sehat. Usaha kerja sama merupakan jalan untuk membangun sebuah sekolah minggu dan dengan demikian, membangun kerajaan Allah. Guru harus berunding dengan pemimpinnya mengenai persoalan-persoalannya. Ia harus memberikan bantuan sepenuhnya untuk proyek-proyek sekolah minggu dan dengan tetap menghadiri rapat-rapat pekerja serta pertemuan- pertemuan sekolah minggu lainnya. Ia harus mengindahkan guru-guru lain serta usaha mereka. Para guru hendaknya bekerja bahu-membahu untuk melaksanakan sebaik- baiknya tugas mereka di bidang pendidikan Kristen bagi murid-murid yang ada di bawah didikan mereka. 3. Kepada murid-muridnya Sokrates, salah seorang guru besar di dunia, tak pernah mengizinkan dirinya disebut sebagai guru. Ia menganggap para pelajar mudanya sebagai rekan, bukan pelajar atau murid. Bagi Sokrates hal mengajar berarti membangkitkan pikiran, menggiatkan pikiran- pikiran yang tumpul. Tujuan seorang guru adalah menggerakkan murid-muridnya ke suatu pengalaman sejati mengenai pertobatan dan menyediakan pimpinan dan asuhan untuk perkembangan selanjutnya menuju ke persekutuan dengan Kristus yang bermakna dan dewasa. Hal ini mencakup doa, kunjungan, bimbingan, perhatian yang aktif dalam kesejahteraan pribadi dan rohani setiap murid. Telah dikatakan bahwa pendidikan umum berusaha menyampaikan pengetahuan kepada manusia; pendidikan Kristen berusaha membentuk manusia. Pernyataan itu sangat menekankan pentingnya guru sekolah minggu.

3412007: Visi Seorang Guru Sekolah Minggu