Membangun Kemandirian Anak publikasi e-binaanak artikel e binaanak

kepedulian terhadap kebutuhan orang lain. Kalau dalam diri anak ada kepekaan dan kepedulian, maka gejala egois, memberontak, menjengkelkan, malas, dan tidak jujur dapat dihindarkan atau dikurangi. Oleh sebab itu, kepekaan dan kepedulian adalah obat pencegah dari banyak masalah anak. Kaca Cermin Dan Kaca Jendela Banyak masalah yang dihadapi anak dan banyak ketidakbahagiaan yang dialaminya adalah akibat kecenderungannya untuk melihat pada cermin. Pada kaca cermin yang dilihatnya adalah dirinya sendiri, dan bagaimana orang-orang dan keadaan mempengaruhi dirinya. Maka yang dipikirkannya adalah mengenai dirinya sendiri terutama hal ini terdapat pada anak remaja dan apa yang dapat dilakukannya untuk melawan keadaan, melawan orangtua, serta memperalat orang untuk melaksanakan keinginannya. Tujuan kita adalah untuk mengangkat sebagian dari kaca cermin anak- anak kita dan menggantinya dengan kaca jendela. Melalui kaca jendela, yang mereka lihat bukanlah dirinya sendiri, melainkan orang lain dan kebutuhan orang lain. Setiap orang mempunyai daya untuk mengubah kaca cerminnya menjadi kaca jendela. Mengubah kaca cermin menjadi kaca jendela adalah langkah penting untuk dapat bersikap peka dan peduli. Orang yang perhatiannya tertuju kepada orang lain extra centered akan bersikap: 1. Lebih sadar akan kepentingan dan kebutuhan orang lain. 2. Berkurang perhatiannya akan kepentingan diri sendiri. Karena perhatiannya tertuju pada orang lain, ia dapat melihat kebutuhan orang lain. Tetapi juga, ia bisa membandingkan orang lain dengan dirinya dan dapat menyadari perbedaannya. Karena ia dapat melihat dirinya dengan lebih baik, ia lebih menghargai kekhususan dirinya. 3. Berkurang kecenderungan untuk ikut-ikutan dengan orang lain dan kurang bergantung pada persetujuan teman sekelompok. 4. Bertambah kesadaran akan keunikan diri sendiri dan karenanya rasa yakin dirinya berkembang.

2262005: Membangun Kemandirian Anak

Rasanya kita masih ingat dengan lagu yang berbunyi: When I was just a little girl I asked my mother what will I be will I be pretty will I be rich thats what she said to me. Queserra, serra what ever will be, will be the future is not us to see, queserra, serra. Terserahlah Nak, kata kita, terserah apa jadinya, sebab masa depan kita tidak di tangan kita. Lagu yang berbicara tentang sikap enteng menghadapi hidup ini nampaknya makin lama makin tidak masuk akal dalam kehidupan kita. Betapa tidak? Sadar atau tidak sadar, saat ini sebenarnya kita sedang didorong untuk menyanyikan lagu yang versinya berbanding terbalik dengan nyanyian tadi. Lagu yang berbicara tentang pemaksimalan diri agar bisa mengikuti persaingan dan memacu diri mencapai puncak dalam hidup ini. Anak-anak kita dipacu untuk menyongsong masa depan yang mapan, memiliki nilai lebih dan meyakinkan. Beberapa unsur yang sekarang ini ada di seputar anak-anak kita secara khusus dampaknya terasa di kota-kota besar adalah: perkembangan teknologi yang cepat berganti serta canggih, jam aktivitas di luar rumah yang panjang antara ayah dan ibu, tuntutan yang tinggi untuk mencapai masa depan yang mapan, kekerasan yang makin meningkat dan beragam, jauhnya jarak kegiatan anggota keluarga satu dengan yang lain. Semua ini menimbulkan ketegangan dalam diri orangtua. Fungsi anak sebagai pengejar ilmu pengetahuan murni, membuat ia diperlengkapi dengan sekian banyak les tambahan. Sebagai akibat kesibukan tersebut, anak menjadi dibebaskan dari tanggung jawab serta latihan sosialisasi yang lain. Jauhnya jarak dan kesempatan berkumpul yang makin terbatas antara suami dan istri, orangtua dan anak, sementara kekerasan ada di mana- mana, menimbulkan tingginya tingkat kecemasan di hati orangtua. Kita cenderung untuk memberikan proteksi lengkap kepada anak-anak -- kalau tidak bisa dikatakan berlebihan. Di pihak lain, anak-anak sendiri pada akhirnya terbiasa dengan proteksi tersebut. Dengan dampingan baby sitter atau paling tidak para pembantu sebagai payung rasa aman dari orangtua yang keduanya bekerja. Anak-anak pada akhirnya mempunyai atau menciptakan banyak excuse dalam hidupnya. Sementara itu orangtua juga cenderung untuk memberikan banyak toleransi terhadap kelalaian anak di banyak segi kehidupan menaruh sepatu tidak pada tempatnya, tidak membantu mencuci piring, malas membereskan kamar sendiri, dll. Untuk menjawab pertanyaan mendasar mengenai sebenarnya apa peran orangtuapara pendidik dalam membangun kemandirian anak, berikut ini beberapa hal yang dapat menjadi perenungan kita bersama: 1. Anak yang mandiri adalah anak yang diberi kesempatan untuk menerima dan menjadi dirinya sendiri. Orangtua yang memperlakukan anak-anak menurut kekhasan mereka masing-masing adalah orangtua yang belajar bersikap positif menghadapi berbagai perbedaan karakter, kepandaian, ataupun penampilan anak. Jangan memberi pembanding yang tidak adil di antara anak-anak. Ajarkan anak-anak untuk percaya bahwa dirinya istimewa dalam kekhasan mereka masing-masing. Dalam hal ini latihan melalui setiap peristiwa dalam hidupnya merupakan persiapan untuk membangun citra diri anak. Pembanding yang sehat di tengah kompetisi dengan teman- teman dan anggota keluarga yang lain akan menolong anak menemukan dirinya. Masa depan anak akan bertumbuh bersama proses pembentukan kepribadiannya di samping semua bekal fasilitas ilmu. Bimbingan rohani menjadi sangat penting dalam membekali anak untuk mampu mengaktualisasikan kemandiriannya. 2. Membangun komunikasi pribadi anak dengan Tuhan. Orangtua yang mendidik anak dalam kehidupan rohani yang kuat sejak masa kanak- kanak adalah orangtua yang dengan bijaksana mengantarkan anaknya pada suatu landasan yang teguh. Sebab di tengah pelbagai situasi ketika anak jauh dari orangtuanya atau ketika ia harus menjawab sendiri perubahan-perubahan dalam hidup yang tidak selalu dapat segera diatasinya, ia akan selalu menemukan rasa aman dalam hubungan spiritual yang kokoh dengan Tuhan. Kita belajar dari Samuel dan Timotius, kedua anak yang sejak masa kecil menerima bimbingan rohani yang kokoh dari ibunya, pada saat menghadapi perbagai pengaruh lingkungan, mereka dapat berdiri tangguh, mandiri, mampu menghadapi, dan melewati setiap pengaruh yang ada di sekitar hidupnya. 3. Latihan ketrampilan praktis, disiplin, dan tangung jawab dalam berbagai sektor kehidupan akan menolong anak merasa aman dengan dirinya. Dalam hal ini, orangtua yang pada umumnya lebih banyak memberi waktu dan perhatian awal kepada anak di masa pertumbuhan, mempunyai andil yang cukup besar. Misalnya, biarkan anak-anak mengerjakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab di rumah. 4. Melatih anak untuk mengambil keputusan terhadap hal-hal tertentu dalam hidup dan melatih sikap menghadapi kekecewaan dan penolakan yang bisa saja terjadi akibat keputusan tersebut. 5. Jangan memindahkan kecemasan dan rasa bersalah orangtua dengan menutup kesempatan anak untuk bersosialisasi. Kadang-kadang dalam ketakutan, orangtua menjadi berlebih-lebihan dalam memberi fasilitas perlindungan kepada anak sehingga membuat anak menjadi gugup dan resah. Menutup tulisan ini marilah kita bersama membangun karakter mandiri anak-anak melalui kesabaran, keteguhan hati, dan iman yang teguh kepada Tuhan. Biarlah hikmat memperlengkapi setiap kebijakan yang diambil orangtua untuk anak-anaknya, seperti kata Amsal 22:6, Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.

2272005: Arti Penting Mempelajari Firman Tuhan