Prinsip Hukuman publikasi e-binaanak artikel e binaanak

satunya jenis hukuman yang masih membawa hasil. Biasanya, setelah dua tiga menit, ia akan datang menghampiri saya dengan penuh rasa sesal. Bila orangtua tidak berhati-hati dalam memberikan hukuman fisik, anak bisa menganggap tindakan ini sebagai suatu bentuk penolakan terhadap dirinya. Hal ini akan mengakibatkan anak tidak merasa dekat dengan orangtuanya. Terkadang pula, anak sudah terlalu besar untuk dipukul. Orangtua sering melupakan hal ini, sedangkan anak merasa malu dan sakit hati karena merasa diperlakukan seperti anak kecil. Dalam keadaan semacam ini, harga diri seorang anak tersentuh. Ia akan merasa terhina, karena orangtuanya membuat dirinya menjadi kecil. Bila keadaan ini terjadi berulang kali, maka perkembangan anak tentu akan dipengaruhi. Ukurlah berat ringannya hukuman sesuai dengan kesalahan anak. Selalu bersikap keras sekali atau selalu bersikap halus membuat anak tidak menyadari kesalahan yang keterlaluan dan yang sekali-kali tidak boleh dilakukan. Dr. Charles Schaefer, berpendapat bahwa suatu hukuman yang logis, haruslah proporsional atau seimbang besarkerasnya terhadap pelanggaran. Jadi, seorang anak belasan tahun yang menghilangkan suatu barang, umpamanya, sangatlah tidak layak kalau mendapat hukuman kerja tambahan selama satu bulan. Tentu saja, hal ini sudah keterlaluan, yang akan menimbulkan perasaan dan kemauan yang negatif, serta rasa dendam karena ketidakadilan hukuman itu. Usahakanlah untuk memperoleh suatu keseimbangan antara besar kelakuan yang salah itu dengan hukuman. Namun, hukuman-hukuman juga janganlah sedemikian ringannya, sehingga seperti tidak berpengaruh atau tidak terasa oleh anak, dan juga jangan terlalu kuat sehingga merusak. Dalam hal ini, jelaslah bahwa hukuman-hukuman harus direncanakan sebelumnya. Dalam saat- saat yang panas dimana orangtua sedang marah dan emosi, biasanya sangat sukar atau malah tidak mungkin, untuk menentukan hukuman-hukuman yang layak. Jika emosi sedang tinggi, maka ada suatu tendensi untuk mengakibatkan dan menimbulkan pikiran yang tambah panas dan gelap, bukannya tambah terang, mengenai suatu problema.

2152005: Prinsip Hukuman

Pemberian hukuman, sebaiknya cara terakhir yang digunakan dalam mendisiplin anak. Dewasa ini, hampir semua pendidik Barat menentang pemberian hukuman secara fisik sebab tindakan itu hanya menyelesaikan masalah sementara waktu saja dan memberi akibat sampingan yang tidak baik. Tidak semua penggunaan hukuman atau hukuman fisik itu tidak berfaedah. Alkitab mengajarkan, Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya menghajar dia pada waktunya Amsal 13:24, dan juga, Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati Amsal 23:13-14. Tetapi bukan berarti bahwa orangtua atau guru boleh dengan semena-mena menggunakan haknya untuk memukul anak. Ada empat alasan mengapa hukuman fisik tidak dapat diterima. PERTAMA, secara tidak sadar memberi pukulan mengajar anak untuk memukul. KEDUA, bila orangtua kehabisan akal, lalu dengan emosi dan kekerasan, ia memukul. KETIGA, dari hasil penyelidikan terhadap seekor tikus. Bila tikus tidak tersesat baru diberi makanan, hasilnya akan lebih baik dibanding bila tikus tersesat, lalu diberi aliran listrik. Jadi disimpulkan bahwa hukuman tidak mendatangkan hasil. KEEMPAT, memukul dapat melukai harga diri seorang anak, mengurangi kepercayaannya terhadap pendidik, bahkan menghindari dan membencinya. Jenis Hukuman Fisik Ada 3 jenis hukuman fisik: 1. Dipukul Kalau hukuman fisik tidak dapat dihindari, lakukan dengan kepala dingin dan jangan dalam keadaan marah. Terhadap anak usia 15-18 tahun, masih boleh dikenakan hukuman fisik yang ringan. Pilihlah alat yang digunakan dengan cermat, yang penting bukan dalam suasana marah sehingga memukul dengan keras, menjewer, atau menonjoknya. James C. Dobson menentang memukul anak dengan tangan, karena tangan adalah perantara kasih. Ia juga berpendapat bahwa hukuman fisik hanya sampai batas anak merasa sakit dan berteriak, baru ada hasilnya dan bukan memukulnya dengan kejam. Jangan menunggu bila ingin menggunakan hukuman fisik, apakah perlu atau tidak dan bukan dengan mengatakan, Nanti, tunggu ayahmu pulang, baru kamu dipukul. 2. Diasingkan Orang dewasa sering menggunakan pengasingan sebagai hukuman untuk anak. Anak diasingkan dari anak lain, tidak diizinkan bermain supaya dengan tenang, anak dapat mengintrospeksi dirinya sendiri. Tetapi dalam jangka waktu tertentu, datang dan tanyakanlah kepada anak, apakah ia memerlukan bantuan dan menguraikan dengan jelas harapan orangtua atas perilaku mereka. Dalam menerapkan hukuman, perlu diperhatikan jangka waktunya karena bila waktunya terlalu panjang atau terlalu pendek, akan kehilangan fungsi hukumannya. Karena setiap anak itu berbeda sifat, maka penerapan hukuman ini sebaiknya dilakukan dengan fleksibel. Waktu jangan lebih dari 10- 15 menit, tempat harus aman, dan jangan ada barang yang membuat anak senang melewati waktu itu. 3. Didamprat Ada anak yang sangat peka, yang tidak perlu menggunakan hukuman fisik atau bentuk lain. Hanya dengan perkataan saja, ia sudah berubah. Hukuman dengan cara mendamprat ini termasuk kritikan, ajaran, teguran yang keras, agar anak merasa bersalah dan malu. Bagi anak yang nakal, hukuman ini tidak berguna. Menggunakan hukuman ini juga harus berhati-hati karena omelan yang berlebihan akan melukai harga diri anak itu, membuat jurang antara anak dan orangtua. Usulan Cara apa pun yang digunakan harus masuk akal, baru dapat hasil yang baik. Di bawah ini beberapa usulan: 1. Gunakan cara lain dahulu. Sebelum menggunakan hukuman fisik, gunakanlah terlebih dahulu cara penghukuman yang lain. 2. Peringatkanlah terlebih dahulu. Pertama kali anak melakukan kesalahan, jangan langsung dihukum, lebih baik mencari waktu untuk menjelaskan peraturan yang ada terlebih dahulu. Jangan menghukum anak dalam keadaan tidak tahu, tetapi setelah diingatkan dan diperingatkan masih berbuat salah, baru dihukum. 3. Dengan kasih sebagai motivasi. Hukuman tidak mengandung aniaya, hukuman harus dilakukan atas dasar kasih dan perhatian, hukuman harus digunakan dalam keadaan yang sadar dan bukan dalam keadaan emosional dan marah. 4. Pertahankan hubungan yang baik. Hukuman hanya bisa dilaksanakan saat adanya hubungan yang baik antara anak dan yang menghukum; jika tidak, hasilnya tidak mungkin baik. 5. Memegang waktu. Hukuman harus segera ditindaklanjuti. Pengalaman membuktikan makin panjang waktunya, semakin kurang hasilnya. 6. Mengendalikan tingkat hukuman. Tingkat hukuman harus tepat. Jangan terlalu keras atau terlalu ringan. Hukuman fisik yang terlalu ringan tidak akan ada faedahnya, tetapi bila terlalu keras akan meninggalkan bekas di dalam hati anak. Akibatnya, semuanya tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. 7. Penjelasan yang gamblang. Setelah hukuman diberikan, sebaiknya orangtua atau guru memberikan penjelasan mengapa mereka dihukum dan dilarang melakukan sesuatu, sehingga hasilnya akan lebih baik, selain mendidik anak untuk mengatasi masalah. 8. Secara aktif berkomunikasi. Setelah menghukum anak, harus ada komunikasi yang baik dengan anak. Umumnya, setelah dihukum, seorang anak ingin kembali menjalin hubungan yang baik dengan orangtua atau guru. Jangan mundur, dan sebaiknya manfaatkan kesempatan itu untuk menyatakan kasih bahwa anak itu sangat berharga di dalam hati Anda, hukuman itu diberikan semata-mata karena kasih. 9. Menghadapi masalahnya, bukan manusianya. Hukumlah perilaku anak yang salah dan bukan menghukum orangnya. Sewaktu menghukum anak, jangan melihat pribadinya, supaya jangan merusak hubungan kita dengan mereka. Apabila mereka gagal dalam belajar, kita harus membantu pelajaran mereka, bukan menganggap mereka anak yang bodoh. Allah menciptakan satu bagian tubuh yang banyak dagingnya yang dapat terhindar dari luka-luka karena pukulan, yaitu pantat. Di bibir orang berpengertian terdapat hikmat, tetapi pentung tersedia bagi punggung orang yang tidak berakal budi Amsal 10:13. Hukuman bagi si pencemooh tersedia dan pukulan bagi punggung orang bebal Amsal 19:29. Cemeti adalah untuk kuda, kekang untuk keledai, dan pentung untuk punggung orang bebal Amsal 26:3. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai punggung.

2162005: Teguran Pada Hati Nurani