Pembiayaan Rantai Nilai Latar Belakang

“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 651 lebih lanjut mengingat sifat komoditas pertanian yang spesifik. Beberapa instrumen pembiayaan rantai nilai pertanian yang dapat diterapkan adalah: a. Pembiayaan produk product financing. 1 Pembiayaan agro input atau input produksi; 2 Pembiayaan jasa perdagangan. b. Receivables financing Pembiayaan anjak piutang factoring . c. Penjaminan aset fisik physical asset collateralization 1 Pembiayaan jaminan kepemilikan komoditas-sistem resi gudang warehouse receipt ; 2 Pembiayaan investasi teknologi. Pembiayaan rantai nilai pertanian dapat dilakukan secara terintegrasi oleh satu atau lebih lembaga keuangan atau bank yang mengikuti aliran barang produk dari setiap pelaku rantai nilai produk pertanian. Integrasi pembiayaan rantai nilai dapat mengurangi risiko yang terjadi pada setiap tahapan proses rantai nilai produk pertanian tersebut. Persyaratan utama untuk melakukan Tabel 2.2. Deskripsi Pembiayaan Rantai Nilai Pertanian Sumber: Laporan Pilot Project Skema Pembiayaan Pertanian melalui Penerapan Konsep Pembiayaan Rantai Nilai Value Chain Financing Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia, 2016. Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 652 pembiayaan rantai nilai terintegrasi adalah pemahaman yang kuat terkait sifat karakteristik produk pertanian serta struktur rantai nilai produk pertanian yang memiliki sifat khas dapat dipengaruhi oleh proses bisnis dari masing-masing pelaku. Secara umum integrasi pembiayaan rantai nilai produk pertanian dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini Laporan Pilot Project Skema Pembiayaan Pertanian melalui Penerapan Konsep Pembiayaan Rantai Nilai value chain financing Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia, 2016.

2.2. Model Value Chain Komoditas

Beragam Value chain komoditas beragam adalah upaya terobosan proyek unggulan dalam rangka mempercepat adopsi teknologi pertanian karena merupakan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat pedesaan. Value chain komoditas beragam adalah mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada. Inovasi teknologi yang diintroduksikan berorientasi untuk menghasilkan produk pertanian organik dengan pendekatan “pertanian tekno ekologis”, yang bertujuan untuk saling mendukung untuk menciptakan sinergi dan memberi sumber energi makanan di antara tanaman atau hewan yang dibudidayakan, karena ada rantai makanan energi untuk kehidupan di dalam sistem pertanian yang saling mendukung. Kegiatan integrasi yang dilaksanakan berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah zero waste yang menghasilkan 4 F yakni Food, Feed, Fertilizer dan Fuel, seperti pada Gambar 2.2 Widia et al, 2011. Gambar 2.1. Integrasi Pembiayaan Rantai Nilai Produk Pertanian “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 653 Kegiatan utamanya dalam sistem agribisnis ini adalah mengintegrasikan budidaya tanaman dan ternak, dimana limbah tanaman diolah manjadi pakan ternak, dan limbah ternak diolah menjadi Biogas, Biourine, Pupuk organiak baik padat maupun Cair, serta Bio Pestisida Widia et al, 2011. 2.3. Model Klaster Bisnis Berbasis Komoditas Michael Porter dalam Widia et al, 2011 mendefinsikan klaster sebagai konsentrasi perusahaan dan institusi pemasok, pelanggan, kompetitor dan institusi pendukung lainnya seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian, institusi keuangan dan dinas pelayanan umum yang terkait satu sama lainnya pada bidang industri tertentu. Manfaat klaster selain mengurangi biaya transportasi dan transaksi, juga meningkatkan efisiensi, menciptakan aset kolektif, dan memungkinkan terciptanya inovasi. Lihat Gambar 2.3. di bawah ini. Pembentukan klaster menjadi isu yang penting karena secara individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian input seperti peralatan dan bahan baku dan akses jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung Gambar 2.2. Konsep zero waste dalam model value chain komoditas Gambar 2.3. Konsep pembentukan klaster bisnis dalam kontek peningkatan daya saing bisnis