Peningkatan Uji Asumsi Klasik
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
36 USD 60.6 miliar, meningkat 13,3 persen.
Sampai dengan Januari 2005, jumlah perusahaan investasi asing yang terdaftar
di China berjumlah 5.125.504 dan modal investasi mencapai USD 1109.445
miliar, dengan realisasi FDI sebesar USD 566.196 miliar.
Pada tahun 2005, total PDB China mencapai 14 triliun RMB Rp 1,6
triliun atau lebih dari dua kali lipat PDB gabungan dari Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura
dan Thailand.
Perkapita GDP China sekarang yang di sekitar USD 1.300 adalah sama dengan
Indonesia tetapi lebih tinggi dari Filipina. Dengan total jumlah nominal PDB,
China
menduduki peringkat
ke-5 perekonomian terbesar di dunia. Dari
segi paritas
daya beli
PPP, perekonomian China saat ini merupakan
kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.
Tabel 4.4 GDP China 2005-2014 Tahun
GDP Consumption
Goverment Investment
X-M 100
million Yuan
2005 184,937
145,917 26,398
3,624 8,998
2006 216,314
165,150 30,528
5,000 15,636
2007 265,810
192,665 35,900
6,994 30,251
2008 314,045
223,340 41,752
10,240 38,713
2009 340,902
247,169 45,690
7,783 40,260
2010 401,512
281,517 53,356
9,988 56,651
2011 473,104
337,913 63,154
12,662 59,375
2012 518,942
380,847 71,409
11,016 55,670
2013 568,845
424,375 79,978
11,280 53,212
2014 635,910
476,934 89,023
12,721 57,232
Sumber : National Bureau of Statistic China 2014; diolah Berdasarkan table 4.4 dapat
dilihat bahwa China memiliki GDP yang sangat tinggi berbeda jauh dengan
Indonesia. Dimana sesuai teori Mankiw 2007 bahwa semakin tinggi GDP suatu
negara akan berdampak positif pada pendapatan negara partner. Tetapi
berdasarkan hasil penelitian, hal ini berbanding terbalik dengan teori yang
dikemukakan oleh Mankiw 2007, tingginya GDP negara China ternyata
tidak membawa dampak yang positif bagi neraca perdagangan Indonesia. Jika
dilihat dari tabel 5.6 dapat diketahui bahwa China lebih banyak mengarah
pada
konsumsi dan
pengeluaran
pemerintahan.
Kontribusi setiap komponen GDP cukup beragam. Tetapi, konsumsi
swasta rumah tangga berperan paling
“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
37 signifikan. Bagi China, sektor konsumsi
swasta mengisi rata-rata di atas 70 – 80
setiap tahunnya terhadap GDP. Bahkan, saat perekonomian mengalami goncang-
an, sektor konsumsi swasta semakin menjadi tumpuan. Kekuatan sektor
konsumsi di China sejalan dengan besarnya jumlah penduduk. Data World
Economic Forum
2014 menyebutkan, penduduk
China menempati
urutan terbesar.
GDP China
dapat berpengaruh terhadap pendapatan negara
partner dalam penelitian ini Indonesia
jika tingkat ekspor dan impor nya tinggi, tetapi dilihat dari tabel 4.4 tingkat ekspor
maupun impor China hanya memiliki nilai rata-rata 5
– 9 setiap tahunnya terhadap GDP China. Dimana totalan
ekspor dan impor tabel diatas adalah totalan untuk seluruh negara.
4.3
Implikasi Manajerial
Ditinjau dari neraca perdagangan antara Indonesia dan China selama
periode 1999-2007 Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan nilai 1.1
milyar pada akhir tahun 2007. Namun tahun 2008-2014 neraca perdagangan
Indonesia- China mengalami defisit yang terus meningkat. Defisit yang muncul
tersebut apabila ditinjau dari komposisi impor Indonesia dari China jumlah impor
barang modal dan bahan baku penolong dari China meningkat pesat dengan
pertumbuhan rata-rata tahunan masing- masing sebesar 51,4 dan 26,0. Hal ini
merupakan indikasi bahwa terjadi added value
atau proses produksi terhadap kebutuhan industri domestik, yang
tentunya menghasilkan hasil produk yang lebih murah dan efisien.
Selain itu ditinjau dari struktur ekspor non-migas menurut negara tujuan
peranan China sebagai negara tujuan ekspor semakin meningkat dibandingkan
dominasi pangsa ekspor ke uni eropa, amerika serikat, dan jepang. Hal ini
menggambarkan
diversifikasi pasar
tujuan ekspor ketika krisis ekonomi global melanda amerika serikat dan
wilayah uni eropa, yang mampu menopang
kondisi perekonomian
Indonesia di teritori per-tumbuhan positif. Dengan terbuka luasnya pasar
China, dimana hampir 80 lebih tarif yang menggunakan skema ACFTA telah
mencapai zero percent hal ini membuka peluang baik dari segi penetrasi pasar
produk Indonesia ke China, maupun terbuka lebarnya sumber bahan baku
material yang dibutuhkan sektor industri dalam negeri sehingga dapat
bersaing secara kompetitif, mengingat Indonesia bukanlah negara tujuan ekspor
ataupun importir utama bagi China. Dari segi investasi ataupun penanaman modal
hal ini membawa pengaruh yang cukup baik, mengingat kebijakan pemerintah
China yang berencana merestrukturisasi perekonomian
mereka dengan
melakukan ekspansi dan investasi di luar negeri. Hal ini membawa Indonesia
sebagai potensial market yang
dapat menarik investor China untuk membuka
perusahaan sebagai basis produksi dan menanamkan
modal mereka
di Indonesia.
Tantangan terberat Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor di dalam
negeri diantaranya, pembenahan sektor pendukung industri dan pertanian seperti
kesiapan energi, kualitas tenaga kerja, sistem perbankan baik dari segi suku
bunga pinjaman, pembiayaan dan lain- lain, agar dapat mendorong pertumbuhan
industri. Berikutnya perlu memperbaiki sistem
logistik nasional
yang memungkinkan
pergerakan barang,
modal dan tenaga kerja agar semakin efisien di berbagai sektor. Kemudian
peningkatan pengawasan
dibatas perdagang-an Indonesia sehingga dapat
menghalau serbuan produk illegal. Kebijakan perdagangan dalam
periode memasuki
era globalisasi
ekonomi diarahkan pada penciptaan dan pemantapan
kerangka landasan
perdagangan, yaitu
dengan meningkatkan efisiensi perdagangan
dalam negeri dan perdagangan luar
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
38 negeri dengan tujuan lebih memperlancar
arus barang dan jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam
iklim persaingan
yang sehat,
menenunjnag efisiensi
produksi, mengembangkan ekspor, memperluas
kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan
rakyat serta
menetapkan stabilitas
ekonomi. Dalam
pelaksanaanya, kebijakan tersebut diupayakan secara
terpadu dan saling mendukung dengan kebijakan dibidang-bidang lainnya agar
tercapainya keseimbangan
dalam mencapai berbagai tujuan pembangunan.
Dalam menghadapi ACFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara
anggota ASEAN
masih memiliki
beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi
ACFTA, diantaranya dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu
termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak
akan berkembang baik, yang mana hal tersebut
akan menyebabkan
biaya ekonomi
tinggi yang
berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar
internasional. Kendala utama bagi masyarakat
Indonesia adalah mengubah pola pikir, baik di kalangan pejabat, politisi,
pengusaha, maupun
tenaga kerja.
Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita menghadapi
ACFTA. Namun, selain menghadapi berbagai persoalan, ACFTA jelas juga
membawa
sejumlah keuntungan.
Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa
diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang
terintegrasi
secara bersama-sama,
kawasan China akan lebih menarik sebagai
lahan investasi.
Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia
yang berlimpah mempunyai keunggulan komparatif. Namun, pemerintah harus
mengadakan program untuk pelatihan SDM sehingga SDM Indonesia memiliki
kemampuan dan pengetahuan dalam berbagai hal sehingga daya SDM
Indonesia dapat meningkat. Saat ini pemerintah harus lebih
siap bereaksi atas berbagai dampak yang akan ditimbulkan oleh ACFTA. Pertama,
ancaman terhadap pemutusan kerja massal
harus diantisipasi
dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan
tenaga kerja dalam negeri. Tidak hanya itu,
diperlukan sikap
afirmatif affirmative action, dengan tenaga kerja
dalam negeri memperoleh porsi lebih besar dan lebih dipentingkan dalam
setiap pembukaanlahan kerja. Kedua, kualitas
produk nasional
yang sebelumnya telah tergerus oleh produk-
produk China
harus memperoleh
proteksi. Hal itu secara tidak langsung juga akan melindungi eksistensi industri
dalam negeri. Standar Nasional lndonesia SNI bagi setiap produk dalam negeri
maupun impor yang beredar di pasaran harus diterapkan denganpengawasan
yang ketat. Penerapan SNI akan mencegah peredaran barang murah,
tetapi berkualitas rendah.Bukan rahasia lagi, produk impor yang dipastikan akan
lebih membanjiri pasar dalam negeri menjadi malapetaka bagi para pelaku
usaha. Penerapan safeguard berupa instrumen
pengenaan bea
masuk tambahan yang ditetapkan jika pasar
dalam negeri dibanjiri produk impor sehingga
industri dalam
negeri mengalami kerugian, harus direalisasikan
lebih cepat. Instrumen ini juga mencegah penyelundupan yang bisa terjadi akibat
pengawasan yang lemah. Safeguard adalah salah satu instrumen penting dari
lima
instrumen lainnya
SNI, antidumping, antisubsidi, dan technical
barriers totrade. Ketiga, instrumen antisipasi yang tak kalah penting meski
seharusnya lebih didahulukan adalah penyusunan aturan hukum yang bisa
melindungi produksi nasional Indonesia. Mengingat dampak sistemik yang akan
ditimbulkan
oleh perjanjian
ini,
“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
39 sepatutnya terlebih dahulu melalui
berbagai arena konsultasi di ranah publik. Sebagai negara dengan jumlah
penduduk terbesar dan wilayah terluas di ASEAN, seharusnya Indonesia menjadi
pemimpin dalam setiap perjanjian kerja sama. Berperan sebagai subjek yang
aktif, menentukan isi dan aturan main serta menyiapkan instrumen yang lebih
baik
dalam menyikapi
berbagai kemungkinan
dan ancaman
dari pemberlakuan ACFTA. Globalisasi telah
menghadirkan ancaman yang tidak semata berwajah fisik. Pemiskinan
kedaulatan sangat nyata dalam serbuan produk, barang dan jasa impor yang
lambat laun melemahkan kekuatan ekonomi bangsa.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan
dan observasi mulai dari triwulan 1 tahun 2005 sampai triwulan 4 tahun 2014 serta
pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab
sebelumnya, maka
dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a.
Pada dasarnya, kedua negara yang menjadi obyek kajian ini yaitu
Indonesia maupun China sama- sama mendapatkan manfaat dari
pemberlakuan ACFTA. Namun dalam
konteks hubungan
perdagangan barang kedua negara, China
lebih dapat
mengoptimalkannya sehingga
manfaat yang diterima dapat jauh lebih besar dibandingkan manfaat
yang diterima Indonesia.
b.
Variabel independen Real Exchange Rate
dan GDP_IND
secara signifikan
berpengaruh positif
terhadap neraca
perdagangan Indonesia. Peningkatan RER dan
GDP_IND akan secara langsung meningkatkan neraca perdagangan.
c.
Variabel independen Foreign Direct Investment,
TAX_ACFTA dan
GDP_CHN tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
neraca perdagangan Indonesia.
d. Pemberlakuan ACFTA
membuka pasar yang semakin besar yang dapat menyerap
produk lebih banyak. Semakin banyak produk terserap akan
membuat
kapasitas perekonomian bertambah besar.
Selain itu juga dapat memacu produsen dalam negeri untuk
lebih efisien dan efektif dalam menghasilkan produknya.
e.
Ditinjau dari neraca perdagangan Indonesia, pada tahun 2005 dimana
ACFTA sudah diberlakukan di Indonesia
neraca perdagangan
masih surplus positif. Hal ini dikarenakan
belum terlihatnya
dampak ACFTA di Indonesia. Indonesia
mengalami defisit
perdagangan dengan China sejak tahun 2008 dimana nilai produk
impor yang masuk ke Indonesia mencapai US 15.247.200.000 dan
terus
berkembang hinggga
mencapai US 30.624.335.480 pada tahun 2014, dengan defisit
perdagangan sebesar
US 13.018.391.028.
Hal ini
menunjukkan dengan
diberlakukannya tarif nol persen untuk bea masuk barang dari China,
Indonesia tidak mampu menahan derasnya laju barang yang masuk
dari China.
5.2
Saran
Berdasarkan uraian-uraian
dan hasil
penelitian
yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,
maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:
a. Sehubungan dengan implementasi
ACFTA dan dampaknya terhadap neraca
perdagangan Indonesia,
diharapkan produsen di Indonesia dapat menghasilkan produk-produk
substitusi, sehingga
dapat
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
40 mengurangi
ketergantungan terhadap produk-produk China.
b. Dengan dihapusnya tarif impor dari China maka pengusaha dapat
mengimpor bahan baku dari China dengan harga yang lebih murah
untuk dijadikan
produk yang
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi ke daerah ekspor tujuan
lainnya. c.
Indonesia sebagai negara yang memiliki keunggulan baik dari daya
saing alam maupun sumberdaya manusia, memiliki potensi untuk
bersaing untuk itu perlu dukungan pemerintah
untuk menyediakan
infrastruktur, pelayanan
publik, pendidikan dan ketrampilan serta
adanya regulasi yang menunjang kegiatan usaha sehingga produk-
produk Indonesia memiliki daya saing yang kuat untuk memasuki
pasar luar negeri.
d. Dunia usaha
harus terus
mepersiapkan diri dengan terus melakukan pembenahan dari sisi
sumberdaya manusia, bahan baku, pengawasan mutu serta efisiensi
proses produksi sehingga dapat membuat produk yang memiliki
daya saing.
e. Memperluas cakupan penelitian
untuk komoditi-komoditi yang lain yang dirasa cukup memberikan
pengaruh kepada nilai ekspor-impor Indonesia-China,
sehingga mendapatkan model yang lebih baik
dan analisis
yang lebih
komprehensif. DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari, Indah Purnomo, Didit.
2005. Studi Tentang Penanaman Modal Asing di Indonesia
. Jurnal Ekonomi Pembangunan:Vol 6.
Jakarta Ando, Mitsuyo, Urata, Shujiro. 2006.
The Impact of East Asia FTA: A CGE Model Simulation Study,
JSPS Kyoto University-NRCT Thamassat
University Core
University Program Conference “Emerging Developments in East
Asia FTAEPAs”. Kanbaikan Hall- Doshisha University.
Appleyard, D. 2006. International Economics. 7th edition.
New York : Mc Graw-Hill.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek.
Jakarta. Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala
Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Balassa, Bela. 1961. The Theory of
Economic Integration.
Homewood. Illinois: Richard D.
Irwin Inc. Bank Indonesia. Triwulan IV 2009.
Kajian Ekonomi Regional Jakarta: Penerapan ASEAN China Free
Trade Agreement AC-FTA dan Implikasinya Ke Jakarta.
Jakarta: Author.
Batiz, R. 1996. International Finance and
Open Economy
Macroeconomics. 2nd edition. New
York, NY:
Macmillan Publishing Co.
Blanchard, Olivier.
2006. Macroeconomics
Fourth Edition.
New Jersey: Pearson International Edition.
Bowo. 2012. Dampak Penerapan ACFTA
terhadap Nilai
Perdagangan Indonesia
atas China: Studi beberapa komoditas
“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
41 terpilih.
Jakarta: Universitas
Indonesia. Ezell, Stephen. 2014.
We’re Number β: What
Happens When China
Surpasses the United States as the World’s Largest Economy?.
Ghani, Gairzazmi M. 2009. The Impact of
Trade Liberalization
on Developing
Countries, Trade
Balance with Industrial and Developing
Countries: An
Economic Study pp. 10, 53-64..
International Journal of Business and Society.
Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika.
Jakarta: Erlangga. Hamidi,
Kamal. 2013.
Dampak Penerapan
ACFTA terhadap
Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia-China.
Jakarta: Universitas Indonesia.
H. Bayram Irhan Nur Dilbaz Alacahan Levent Korap. 2011. An
Empirical Model for the Turkish Trade Balance: New Evidence
from ARDL
Bounds Testing
Analyses. Istanbul
University Econometrics and Statistics e-
Journal, Department
of Econometrics,
Faculty of
Economics pp. vol. 141, 38-61.
Istanbul University. Ishabela
Ghea. 2012.
Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas
ACFTA terhadap Sektor Pertanian di Indonesia.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Krugman, Paul R. 2000. International Economics: Theory and Policy,
Sixth Edition. Addison Wesley.
Mankiw, N. G. 2007. “BAB β: Data
Makroekonomi” dalam
Makroekonomi, edisi
keenam, diterjemahkan
dari Bahasa
Inggris oleh Liza, Fitria dan Nurmawan,
Imam .
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mankiw, N. G. 2009. Macroeconomics, 7th Edition.
New York: Worth Publishers.
Meilani, Erika. 2008. Analisis Dampak Perdagangan Bebas Indonesia-
Jepang Dengan
Pendekatan Global Trade Analysis Project
GTAP. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan
Praktis Ekonometrika
untuk Analisis Ekonomi dan keuangan.
Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Rahardja,
Pratama dan
Mandala Manurung. 2008. Teori Ekonomi
Makro: Suatu Pengantar Edisi Keempat.
Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Ricardo, David. 1973. The Principles of Political Economy and Taxation.
England. Sagir, H. Suharsono. 2009. Kapita
Selekta Ekonomi
Indonesia. Jakarta: Penerbit Kencana.
Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional
Edisi Kelima.
Jakarta: Penerbit Erlangga. Sarbapriya. 2012. Evaluating The
Impact of
Working Capital
Management Components
on Coorporate
Profitability. Evidence
from Indian
Manufacturing Firms.
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
42 Sina, Ibnu. 2010. Analisis Nilai Ekspor
dan Impor antara Indonesia- Jepang
Dalam Rangka
Liberalisasi Perdagangan
Indonesia-Jepang IJEPA.
Jakarta: Universitas Indonesia. Smith, Adam. 1970. An Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations Vol. 1.
Suryabrata, S. 2000. Metodologi
Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Sylviana
Murni Deborah.
2011. Dampak ACFTA terhadap industri
tekstil nasional ditinjau dari kebijakan persaingan usaha di
Indonesia. Jakarta: Universitas
Indonesia.
“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
43
PENGUKURAN KINERJA DINAS KESEHATAN STUDI KASUS PADA PUSKESMAS KOTA PALEMBANG
Rika Henda Safitri, Siti Halimatussa’diah, Muhammad Rinaldi
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya, Palembang Email: rikahendaunsri.ac.id
ABSTRACT The purpose of this research is to measure the performance of public health centers
puskesmas in the city of palembang in uses the balance scorecard .In this study , the researchers focused on perspective learning and growth consisting of 3 three indicators
satisfaction employment levels employees , their level of understanding employees , and the motivation and empowerment employees. This research uses the quantitative
descriptive by taking data in primary and secondary. A population of research is the number of employees puskesmas in the city of Palembang namely 185 people, with the
sample the 65. The results of research processed using spss this indicates that the average performance puskesmas in palembang good enough , indicated by the results of the analysis
perspective individuals and of tools research used .Based on the outcome of this research a conclusion can be drawn that perspective balance scorecard is the method of
measurement performance very good used because balance scorecard having the same which is not possessed system traditional management strategies .Traditional management
strategies measures only organisational performance of financial terms just and preferred measurements on around what lasts tengible.
Key Words: Balanced Scorecard, Performance Assessment, Learning and Growth ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja Pusat Kesehatan Masyarakat PUSKESMAS di Kota Palembang dengan menggunakan metode Balance Scorecard.
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang terdiri dari 3 tiga indikator yaitu tingkat kepuasan kerja pegawai,
tingkat pemahaman pegawai, dan tingkat motivasi dan pemberdayaan pegawai. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan mengambil data secara primer
maupun sekunder. Jumlah populasi penelitian adalah jumlah pegawai PUSKESMAS se kota Palembang yakni 185 orang, dengan sampel penelitian 65 orang. Hasil penelitian
yang diolah menggunakan SPSS ini menunjukkan bahwa rata-rata kinerja Puskesmas di Palembang cukup baik, yang ditunjukkan oleh hasil analisis perspektif individu maupun
dari alat-alat penelitian yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perspektif Balance Scorecard merupakan metode pengukuran
kinerja yang sangat baik digunakan karena Balance Scorecard memiliki keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional
hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih mengutamakan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tengible.
Kata Kunci: Balanced Scorecard, Pengukuran Kinerja, Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
44