Peningkatan Uji Asumsi Klasik

Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 36 USD 60.6 miliar, meningkat 13,3 persen. Sampai dengan Januari 2005, jumlah perusahaan investasi asing yang terdaftar di China berjumlah 5.125.504 dan modal investasi mencapai USD 1109.445 miliar, dengan realisasi FDI sebesar USD 566.196 miliar. Pada tahun 2005, total PDB China mencapai 14 triliun RMB Rp 1,6 triliun atau lebih dari dua kali lipat PDB gabungan dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Perkapita GDP China sekarang yang di sekitar USD 1.300 adalah sama dengan Indonesia tetapi lebih tinggi dari Filipina. Dengan total jumlah nominal PDB, China menduduki peringkat ke-5 perekonomian terbesar di dunia. Dari segi paritas daya beli PPP, perekonomian China saat ini merupakan kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Tabel 4.4 GDP China 2005-2014 Tahun GDP Consumption Goverment Investment X-M 100 million Yuan 2005 184,937 145,917 26,398 3,624 8,998 2006 216,314 165,150 30,528 5,000 15,636 2007 265,810 192,665 35,900 6,994 30,251 2008 314,045 223,340 41,752 10,240 38,713 2009 340,902 247,169 45,690 7,783 40,260 2010 401,512 281,517 53,356 9,988 56,651 2011 473,104 337,913 63,154 12,662 59,375 2012 518,942 380,847 71,409 11,016 55,670 2013 568,845 424,375 79,978 11,280 53,212 2014 635,910 476,934 89,023 12,721 57,232 Sumber : National Bureau of Statistic China 2014; diolah Berdasarkan table 4.4 dapat dilihat bahwa China memiliki GDP yang sangat tinggi berbeda jauh dengan Indonesia. Dimana sesuai teori Mankiw 2007 bahwa semakin tinggi GDP suatu negara akan berdampak positif pada pendapatan negara partner. Tetapi berdasarkan hasil penelitian, hal ini berbanding terbalik dengan teori yang dikemukakan oleh Mankiw 2007, tingginya GDP negara China ternyata tidak membawa dampak yang positif bagi neraca perdagangan Indonesia. Jika dilihat dari tabel 5.6 dapat diketahui bahwa China lebih banyak mengarah pada konsumsi dan pengeluaran pemerintahan. Kontribusi setiap komponen GDP cukup beragam. Tetapi, konsumsi swasta rumah tangga berperan paling “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 37 signifikan. Bagi China, sektor konsumsi swasta mengisi rata-rata di atas 70 – 80 setiap tahunnya terhadap GDP. Bahkan, saat perekonomian mengalami goncang- an, sektor konsumsi swasta semakin menjadi tumpuan. Kekuatan sektor konsumsi di China sejalan dengan besarnya jumlah penduduk. Data World Economic Forum 2014 menyebutkan, penduduk China menempati urutan terbesar. GDP China dapat berpengaruh terhadap pendapatan negara partner dalam penelitian ini Indonesia jika tingkat ekspor dan impor nya tinggi, tetapi dilihat dari tabel 4.4 tingkat ekspor maupun impor China hanya memiliki nilai rata-rata 5 – 9 setiap tahunnya terhadap GDP China. Dimana totalan ekspor dan impor tabel diatas adalah totalan untuk seluruh negara. 4.3 Implikasi Manajerial Ditinjau dari neraca perdagangan antara Indonesia dan China selama periode 1999-2007 Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan nilai 1.1 milyar pada akhir tahun 2007. Namun tahun 2008-2014 neraca perdagangan Indonesia- China mengalami defisit yang terus meningkat. Defisit yang muncul tersebut apabila ditinjau dari komposisi impor Indonesia dari China jumlah impor barang modal dan bahan baku penolong dari China meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan masing- masing sebesar 51,4 dan 26,0. Hal ini merupakan indikasi bahwa terjadi added value atau proses produksi terhadap kebutuhan industri domestik, yang tentunya menghasilkan hasil produk yang lebih murah dan efisien. Selain itu ditinjau dari struktur ekspor non-migas menurut negara tujuan peranan China sebagai negara tujuan ekspor semakin meningkat dibandingkan dominasi pangsa ekspor ke uni eropa, amerika serikat, dan jepang. Hal ini menggambarkan diversifikasi pasar tujuan ekspor ketika krisis ekonomi global melanda amerika serikat dan wilayah uni eropa, yang mampu menopang kondisi perekonomian Indonesia di teritori per-tumbuhan positif. Dengan terbuka luasnya pasar China, dimana hampir 80 lebih tarif yang menggunakan skema ACFTA telah mencapai zero percent hal ini membuka peluang baik dari segi penetrasi pasar produk Indonesia ke China, maupun terbuka lebarnya sumber bahan baku material yang dibutuhkan sektor industri dalam negeri sehingga dapat bersaing secara kompetitif, mengingat Indonesia bukanlah negara tujuan ekspor ataupun importir utama bagi China. Dari segi investasi ataupun penanaman modal hal ini membawa pengaruh yang cukup baik, mengingat kebijakan pemerintah China yang berencana merestrukturisasi perekonomian mereka dengan melakukan ekspansi dan investasi di luar negeri. Hal ini membawa Indonesia sebagai potensial market yang dapat menarik investor China untuk membuka perusahaan sebagai basis produksi dan menanamkan modal mereka di Indonesia. Tantangan terberat Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor di dalam negeri diantaranya, pembenahan sektor pendukung industri dan pertanian seperti kesiapan energi, kualitas tenaga kerja, sistem perbankan baik dari segi suku bunga pinjaman, pembiayaan dan lain- lain, agar dapat mendorong pertumbuhan industri. Berikutnya perlu memperbaiki sistem logistik nasional yang memungkinkan pergerakan barang, modal dan tenaga kerja agar semakin efisien di berbagai sektor. Kemudian peningkatan pengawasan dibatas perdagang-an Indonesia sehingga dapat menghalau serbuan produk illegal. Kebijakan perdagangan dalam periode memasuki era globalisasi ekonomi diarahkan pada penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan, yaitu dengan meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 38 negeri dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menenunjnag efisiensi produksi, mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan rakyat serta menetapkan stabilitas ekonomi. Dalam pelaksanaanya, kebijakan tersebut diupayakan secara terpadu dan saling mendukung dengan kebijakan dibidang-bidang lainnya agar tercapainya keseimbangan dalam mencapai berbagai tujuan pembangunan. Dalam menghadapi ACFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEAN masih memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi ACFTA, diantaranya dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar internasional. Kendala utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola pikir, baik di kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja. Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita menghadapi ACFTA. Namun, selain menghadapi berbagai persoalan, ACFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan China akan lebih menarik sebagai lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah mempunyai keunggulan komparatif. Namun, pemerintah harus mengadakan program untuk pelatihan SDM sehingga SDM Indonesia memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam berbagai hal sehingga daya SDM Indonesia dapat meningkat. Saat ini pemerintah harus lebih siap bereaksi atas berbagai dampak yang akan ditimbulkan oleh ACFTA. Pertama, ancaman terhadap pemutusan kerja massal harus diantisipasi dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan tenaga kerja dalam negeri. Tidak hanya itu, diperlukan sikap afirmatif affirmative action, dengan tenaga kerja dalam negeri memperoleh porsi lebih besar dan lebih dipentingkan dalam setiap pembukaanlahan kerja. Kedua, kualitas produk nasional yang sebelumnya telah tergerus oleh produk- produk China harus memperoleh proteksi. Hal itu secara tidak langsung juga akan melindungi eksistensi industri dalam negeri. Standar Nasional lndonesia SNI bagi setiap produk dalam negeri maupun impor yang beredar di pasaran harus diterapkan denganpengawasan yang ketat. Penerapan SNI akan mencegah peredaran barang murah, tetapi berkualitas rendah.Bukan rahasia lagi, produk impor yang dipastikan akan lebih membanjiri pasar dalam negeri menjadi malapetaka bagi para pelaku usaha. Penerapan safeguard berupa instrumen pengenaan bea masuk tambahan yang ditetapkan jika pasar dalam negeri dibanjiri produk impor sehingga industri dalam negeri mengalami kerugian, harus direalisasikan lebih cepat. Instrumen ini juga mencegah penyelundupan yang bisa terjadi akibat pengawasan yang lemah. Safeguard adalah salah satu instrumen penting dari lima instrumen lainnya SNI, antidumping, antisubsidi, dan technical barriers totrade. Ketiga, instrumen antisipasi yang tak kalah penting meski seharusnya lebih didahulukan adalah penyusunan aturan hukum yang bisa melindungi produksi nasional Indonesia. Mengingat dampak sistemik yang akan ditimbulkan oleh perjanjian ini, “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 39 sepatutnya terlebih dahulu melalui berbagai arena konsultasi di ranah publik. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar dan wilayah terluas di ASEAN, seharusnya Indonesia menjadi pemimpin dalam setiap perjanjian kerja sama. Berperan sebagai subjek yang aktif, menentukan isi dan aturan main serta menyiapkan instrumen yang lebih baik dalam menyikapi berbagai kemungkinan dan ancaman dari pemberlakuan ACFTA. Globalisasi telah menghadirkan ancaman yang tidak semata berwajah fisik. Pemiskinan kedaulatan sangat nyata dalam serbuan produk, barang dan jasa impor yang lambat laun melemahkan kekuatan ekonomi bangsa. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan observasi mulai dari triwulan 1 tahun 2005 sampai triwulan 4 tahun 2014 serta pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Pada dasarnya, kedua negara yang menjadi obyek kajian ini yaitu Indonesia maupun China sama- sama mendapatkan manfaat dari pemberlakuan ACFTA. Namun dalam konteks hubungan perdagangan barang kedua negara, China lebih dapat mengoptimalkannya sehingga manfaat yang diterima dapat jauh lebih besar dibandingkan manfaat yang diterima Indonesia. b. Variabel independen Real Exchange Rate dan GDP_IND secara signifikan berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan Indonesia. Peningkatan RER dan GDP_IND akan secara langsung meningkatkan neraca perdagangan. c. Variabel independen Foreign Direct Investment, TAX_ACFTA dan GDP_CHN tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia. d. Pemberlakuan ACFTA membuka pasar yang semakin besar yang dapat menyerap produk lebih banyak. Semakin banyak produk terserap akan membuat kapasitas perekonomian bertambah besar. Selain itu juga dapat memacu produsen dalam negeri untuk lebih efisien dan efektif dalam menghasilkan produknya. e. Ditinjau dari neraca perdagangan Indonesia, pada tahun 2005 dimana ACFTA sudah diberlakukan di Indonesia neraca perdagangan masih surplus positif. Hal ini dikarenakan belum terlihatnya dampak ACFTA di Indonesia. Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan China sejak tahun 2008 dimana nilai produk impor yang masuk ke Indonesia mencapai US 15.247.200.000 dan terus berkembang hinggga mencapai US 30.624.335.480 pada tahun 2014, dengan defisit perdagangan sebesar US 13.018.391.028. Hal ini menunjukkan dengan diberlakukannya tarif nol persen untuk bea masuk barang dari China, Indonesia tidak mampu menahan derasnya laju barang yang masuk dari China. 5.2 Saran Berdasarkan uraian-uraian dan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: a. Sehubungan dengan implementasi ACFTA dan dampaknya terhadap neraca perdagangan Indonesia, diharapkan produsen di Indonesia dapat menghasilkan produk-produk substitusi, sehingga dapat Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 40 mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk China. b. Dengan dihapusnya tarif impor dari China maka pengusaha dapat mengimpor bahan baku dari China dengan harga yang lebih murah untuk dijadikan produk yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi ke daerah ekspor tujuan lainnya. c. Indonesia sebagai negara yang memiliki keunggulan baik dari daya saing alam maupun sumberdaya manusia, memiliki potensi untuk bersaing untuk itu perlu dukungan pemerintah untuk menyediakan infrastruktur, pelayanan publik, pendidikan dan ketrampilan serta adanya regulasi yang menunjang kegiatan usaha sehingga produk- produk Indonesia memiliki daya saing yang kuat untuk memasuki pasar luar negeri. d. Dunia usaha harus terus mepersiapkan diri dengan terus melakukan pembenahan dari sisi sumberdaya manusia, bahan baku, pengawasan mutu serta efisiensi proses produksi sehingga dapat membuat produk yang memiliki daya saing. e. Memperluas cakupan penelitian untuk komoditi-komoditi yang lain yang dirasa cukup memberikan pengaruh kepada nilai ekspor-impor Indonesia-China, sehingga mendapatkan model yang lebih baik dan analisis yang lebih komprehensif. DAFTAR PUSTAKA Ambarsari, Indah Purnomo, Didit. 2005. Studi Tentang Penanaman Modal Asing di Indonesia . Jurnal Ekonomi Pembangunan:Vol 6. Jakarta Ando, Mitsuyo, Urata, Shujiro. 2006. The Impact of East Asia FTA: A CGE Model Simulation Study, JSPS Kyoto University-NRCT Thamassat University Core University Program Conference “Emerging Developments in East Asia FTAEPAs”. Kanbaikan Hall- Doshisha University. Appleyard, D. 2006. International Economics. 7th edition. New York : Mc Graw-Hill. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Balassa, Bela. 1961. The Theory of Economic Integration. Homewood. Illinois: Richard D. Irwin Inc. Bank Indonesia. Triwulan IV 2009. Kajian Ekonomi Regional Jakarta: Penerapan ASEAN China Free Trade Agreement AC-FTA dan Implikasinya Ke Jakarta. Jakarta: Author. Batiz, R. 1996. International Finance and Open Economy Macroeconomics. 2nd edition. New York, NY: Macmillan Publishing Co. Blanchard, Olivier. 2006. Macroeconomics Fourth Edition. New Jersey: Pearson International Edition. Bowo. 2012. Dampak Penerapan ACFTA terhadap Nilai Perdagangan Indonesia atas China: Studi beberapa komoditas “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 41 terpilih. Jakarta: Universitas Indonesia. Ezell, Stephen. 2014. We’re Number β: What Happens When China Surpasses the United States as the World’s Largest Economy?. Ghani, Gairzazmi M. 2009. The Impact of Trade Liberalization on Developing Countries, Trade Balance with Industrial and Developing Countries: An Economic Study pp. 10, 53-64.. International Journal of Business and Society. Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga. Hamidi, Kamal. 2013. Dampak Penerapan ACFTA terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia-China. Jakarta: Universitas Indonesia. H. Bayram Irhan Nur Dilbaz Alacahan Levent Korap. 2011. An Empirical Model for the Turkish Trade Balance: New Evidence from ARDL Bounds Testing Analyses. Istanbul University Econometrics and Statistics e- Journal, Department of Econometrics, Faculty of Economics pp. vol. 141, 38-61. Istanbul University. Ishabela Ghea. 2012. Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas ACFTA terhadap Sektor Pertanian di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia. Krugman, Paul R. 2000. International Economics: Theory and Policy, Sixth Edition. Addison Wesley. Mankiw, N. G. 2007. “BAB β: Data Makroekonomi” dalam Makroekonomi, edisi keenam, diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Liza, Fitria dan Nurmawan, Imam . Jakarta: Penerbit Erlangga. Mankiw, N. G. 2009. Macroeconomics, 7th Edition. New York: Worth Publishers. Meilani, Erika. 2008. Analisis Dampak Perdagangan Bebas Indonesia- Jepang Dengan Pendekatan Global Trade Analysis Project GTAP. Jakarta: Universitas Indonesia. Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2008. Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar Edisi Keempat. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ricardo, David. 1973. The Principles of Political Economy and Taxation. England. Sagir, H. Suharsono. 2009. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Jakarta: Penerbit Kencana. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sarbapriya. 2012. Evaluating The Impact of Working Capital Management Components on Coorporate Profitability. Evidence from Indian Manufacturing Firms. Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 42 Sina, Ibnu. 2010. Analisis Nilai Ekspor dan Impor antara Indonesia- Jepang Dalam Rangka Liberalisasi Perdagangan Indonesia-Jepang IJEPA. Jakarta: Universitas Indonesia. Smith, Adam. 1970. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations Vol. 1. Suryabrata, S. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sylviana Murni Deborah. 2011. Dampak ACFTA terhadap industri tekstil nasional ditinjau dari kebijakan persaingan usaha di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia. “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 43 PENGUKURAN KINERJA DINAS KESEHATAN STUDI KASUS PADA PUSKESMAS KOTA PALEMBANG Rika Henda Safitri, Siti Halimatussa’diah, Muhammad Rinaldi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya, Palembang Email: rikahendaunsri.ac.id ABSTRACT The purpose of this research is to measure the performance of public health centers puskesmas in the city of palembang in uses the balance scorecard .In this study , the researchers focused on perspective learning and growth consisting of 3 three indicators satisfaction employment levels employees , their level of understanding employees , and the motivation and empowerment employees. This research uses the quantitative descriptive by taking data in primary and secondary. A population of research is the number of employees puskesmas in the city of Palembang namely 185 people, with the sample the 65. The results of research processed using spss this indicates that the average performance puskesmas in palembang good enough , indicated by the results of the analysis perspective individuals and of tools research used .Based on the outcome of this research a conclusion can be drawn that perspective balance scorecard is the method of measurement performance very good used because balance scorecard having the same which is not possessed system traditional management strategies .Traditional management strategies measures only organisational performance of financial terms just and preferred measurements on around what lasts tengible. Key Words: Balanced Scorecard, Performance Assessment, Learning and Growth ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja Pusat Kesehatan Masyarakat PUSKESMAS di Kota Palembang dengan menggunakan metode Balance Scorecard. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang terdiri dari 3 tiga indikator yaitu tingkat kepuasan kerja pegawai, tingkat pemahaman pegawai, dan tingkat motivasi dan pemberdayaan pegawai. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan mengambil data secara primer maupun sekunder. Jumlah populasi penelitian adalah jumlah pegawai PUSKESMAS se kota Palembang yakni 185 orang, dengan sampel penelitian 65 orang. Hasil penelitian yang diolah menggunakan SPSS ini menunjukkan bahwa rata-rata kinerja Puskesmas di Palembang cukup baik, yang ditunjukkan oleh hasil analisis perspektif individu maupun dari alat-alat penelitian yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perspektif Balance Scorecard merupakan metode pengukuran kinerja yang sangat baik digunakan karena Balance Scorecard memiliki keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih mengutamakan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tengible. Kata Kunci: Balanced Scorecard, Pengukuran Kinerja, Pembelajaran dan Pertumbuhan. Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 44

1. PENDAHULUAN

Menurut Dwiyanto bahwa model new public service, pelayanan publik berdasarkan teori demokrasi yang mengajarkan adanya egaliter dan persamaan hal di antara warga. Pelayanan publik diberikan oleh organisasi publik pemerintah. Organisasi publik dituntut dapat memberikan layanan umum maupun fasilitas sosial kepada masyarakat seperti penyediaan pendidikan, kesehatan, administrasi dasar, pengurusan sampah, air minum, listrik dan lainnya. Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa kesehatan yang baik maka manusia akan sulit untuk melakukan berbagai macam kegiatan. Sesuai dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan menjelaskan bahwa upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan danatau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah danatau masyarakat. Pemerintah menjadi salah satu wadah untuk membetuk instansi- instansi kesehatan demi menunjang masyarakat yang sehat. Selain itu, peran masyarakat sebagai tenaga kerja yang bergelut di bidang kesehatan akan membantu masyarakat luas dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelaksanaan dan pelayanan dalam bidang kesehatan dilakukan oleh petugas fungsional khusus yaitu petugas pelayanan yang dituntut memiliki profesionalitas SDM yang paham dengan baik tujuan pelayanan dan bagaimana mencapai tujuan pelayanan tersebut. Menghindari perlakuan-perlakuan yang tidak manusiawi, mampu bekerjasama dengan instansi pemerintahan yang terkait serta lembaga kemasyarakatan yang menunjang efektifitas dan efisiensi pekerjaan. Ini sesuai dengan visi dan misi Dinas Kesehatan Kota Palembang yaitu : tercapainya Palembang sehat. Misi meiningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat, meningkatkan profesionalitas provider, memelihara dan meningkatkan upaya pelayanan kesehatan yang prima serta menurunkan resiko kesakitan dan kematian. Maka dari itu, diperlukan unit kerja untuk membatu dalam pencapain dari visi misi tersebut. Seperti Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas yang merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok Depkes, 1991. puskesmas ini menjangkau wilayah-wilayah seperti kecamatan atau sebagian kecamatan. Pada dasarnya, penilaian masyarakat selaku pengguna layanan Dinas Kesehatan terhadap kinerja Puskesmas sangat rendah atau negative. Terlihat dari bagaimana masyarakat menggunakan layanan tersebut. Adanya perlakuan yang tidak sama antara pelayanan Puskesmas satu dengan Puskesmas lain membuat masyarakat sulit untuk menilai kinerja Puskesmas tersebut. Karena pada setiap Puskesmas terdapat pelayanan yang berbeda, seperti pelayanan 24 jam yang tidak semua Puskesmas ada pelayanan ini. Kultur para petugas pelayanan yang tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat yang akhirnya mempengaruhi sistematis kinerja yang ada pada unit kerja tersebut. Hal ini yang dapat menggambarkan bahwa kinerja Dinas Kesehatan selaku instansi yang menaungi pelayanan Puskesmas tersebut cukup rendah dan terbukti dalam hasil “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 45 survey yang dilakukan oleh peneliti mengenai kualitas pelayanan publik yang menyatakan bahwa Dinas Kesehatan menempati integritas pelayanan publik yang cukup rendah. Untuk menangani pelayanan kinerja yang rendah, perlu diadakan penelitian terhadap kepuasan masyarakat dalam kinerja dari pelayanan Puskesmas dengan menggunakan pendekatan metode Balance Scorecard yang merupakan salah satu alat ukur yang secara komperhensif dapat melakukan pengukuran kinerja pelayanan tersebut guna menanggulangi pelayanan Puskesmas yang rendah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan perubahan penggerak organisasi dimana SDM tidak hanya mampu mengikuti perubahan tersebut, tetapi juga berkembang. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengevaluasi ”Pengukuran Kinerja Dinas Kesehatan Studi Kasus pada Puskesmas Kota Palembang ” 2. KERANGKA TEORI 2.1. Konsep Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan sutau alat manajemen yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban dalam mencapai tujuan dan sasaran suatu organisasi Witthaker; 1995. Dalam organisasi baik organisasi publik ataupun bisnis pengukuran kinerja sangatlah penting. Pengukuran kinerja biasanya terkait dengan inputs, outputs dan outcomes. Pemahaman tentang inputs inilah sebagai sumber yang dipakai dalam menghasilkan suatu pelayanan. Metode Pengukuran Kinerja yang diungkapkan oleh Witthaker yaitu: a menetapkan sasaran tujuan dan hasil yang diinginkan perencanaan strategik, b menetapkan indikator kinerja dan selanjutnya mengukur kinerja, c mengevaluasi kinerja dan memanfaatkan hasil evaluasi untuk memperbaiki kinerja. Hal ini merujuk pada hasil keluaran dan hasil yang diperoleh dari proses, produk dan layanan yang memungkinkan evaluasi dan perbandingan relative terhadap goal, struktur, hasil masa lalu dan organisasi lain. Oleh karena itu pengukuran kinerja merupakan salah satu cara pemerintah dalam menentukan untuk menyediakan layanan yang berkualitas dengan biaya yang relative rendah. Pada organisasi publik pengukuran kinerja biasanya dilihat pada efektivitas dan efisiensi. Keterbatasan organisasi publik dalam memperoleh informasi karena kinerja belum dianggap penting oleh pemerintah. Pada kinerja birokrasi publik pengukurannya tidak sebatas pada efektivitas dan efisiensi tetapi juga pada indikator yang melekat pada pengguna jasa seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan responsibilitas. Pengukuran kinerja dalam organisasi tergantunglah pada besar kecilnya suatu orgasisasi tersebut. Pada saat ini organisasi cenderung mulai tertarik pada pengukuran kinerja dalam berbagai aspek kombinasi misalnya aspek keuangan, kepuasan pelanggan, kepuasan pegawai, kepuasan komunitas dan stakeholder dan aspek waktu. Empat aspek tersebut merupakan aspek yang penting dalam suatu organisasi baik publik maupun bisnis, terutama organisasi publik. Pengukuran pada organisasi publik juga dapat dilaksanakan secara internal dan eksternal. Suatu organisasi publik dapat dilakukan dengan mengukur internal karena dapat melihat responsibilitas pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini tentu akan mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Sedangkan aspek eksternal dilihat dari kepuasan masyarakat. Disini organisasai dituntut dalam melihat perkembangan kebutuhan suatu masyarakat pada umumnya.