Analisis Data METODE PENELITIAN
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
544 produk keuangan syariah; 2 memiliki
komitmen dalam mengembangkan pasar SBSN; 3 memiliki rencana kerja, strategi
dan metodologi penjualan; dan 4 memiliki dukungan sistem teknologi
informasi yang memadai dalam penjualan sukuk ritel.
Penerbitan sukuk pertama kali dilakukan pada tahun 2009, dimana sukuk
yang dikeluarkan adalah sukuk SR-001 dengan
nilai imbal
hasil 12
menggunakan akad perjanjian ijarah sale and lease back
dan bertenor selama tiga tahun. Pertama kali sukuk diterbitkan
tingkat partisipasi investor terhadap sukuk sangat tinggi, dimana nilai imbal balik
yang sangat besar menjadi daya tarik bagi para investor. Penerbitan sukuk SR-001
berhasil memperoleh dana sebesar Rp.5,56 trilliun.
Pada tahun berikutnya pemerintah juga mengeluarkan sukuk dengan seri SR-
002 dimana nilai imbal balik 8,7 lebih rendah dibandingkan dengan nilai imbal
balik pada SR-001. Nilai imbal balik yang lebih rendah dari sebelumnya tidak
menghalangi
niat investor
untuk menanamkan modal terbukti dengan
naiknya perolehan dana menjadi Rp.8 trilliun, dengan tenor selama tiga tahun.
Tahun 2001,
pemerintah mengeluarkan sukuk seri SR-003 dengan
nilai imbal balik sebsar 8,15 dengan tenor selama tiga tahun dan memperoleh
dana sebesar Rp.7,34 trilliun, menurun jika dibandingkan dengan perolehan pada SR-
002. Kemudian ditahun 2012, pemerintah mengeluarkan sukuk seri SR-004 dengan
nilai imbal balik sebesar 6,25, menurun drastis ika dibandingkan dengan SR-003.
Penurunan
nilai imbal balik tidak
mempengaruhi niat
investor untuk
menanamkan sahamnya
sehingga pemerintah mendapatkan dana sebesar
Rp.13,61 trilliun. Pada tahun 2013 pemerintah menerbitkan sukuk SR-005
dengan nilai imbal balik 6 dan menjadi nilai imbal balik yang paling kecil
dibandingkan dengan yang lain. Dengan memperoleh dana sebanyak Rp.14,97
trilliun
Pada tahun berikutnya, pemerintah mengeluarkan sukuk seri SR-006 dengan
nilai imbal balik adalah 8,75 dimana nilai imbal balik pada tahun ini lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai imbal balik pada tahun sebelumnya, pada tahun ini
pemerintah memperoleh dana sebesar Rp.19,23 trilliun.
Tahun 2015 pemerintah mampu memperoleh dana sebesar Rp.21,96 trilliun
dimana dana tersebut diperoleh dengan mengeluarkan sukuk seri SR-007 dengan
nilai imbal balik sebesar pada SR-001 sampai
dengan SR-003
pemerintah menggunakan akad ijarah sale and lease
back dimana
akad tersebut
hanya menjaminkan aset yang dimiliki negara,
sedangkan dalam sukuk seri SR-004 sampai
dengan SR-008
pemerintah menggunakan akad ijarah asset to be
leased yaitu akad dimana yang dijaminkan
bukan hanya aset melainkan proyek yang sedang berlangsung yang dibiayai oleh
APBN infrastruktur.
Dalam perkembangannya ketertarikan investor
terhadap sukuk mengalami peningkatan yang stabil dimana peningkatan tersebut
berkisar antara 20 - 35. Tetapi pada saat penerbitan sukuk seri SR-003 minat
para investor mengalami penurunan, tetapi diimbangi
dengan kenaikan
yang signifikan pada saat penerbitan sukuk seri
SR-004. Berikut
ini tabel
yang menggambarkan tentang perkembangan
sukuk:
Tabel 4.1. Perkembangan Sukuk Ritel
Sukuk Tanggal terbit dan jatuh
tempo Akad
Nominal dalam
triliunan SR-001
Tanggal terbit 25 Februari 2009
Ijarah sale and lease back
Rp.5.556.290
“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
545
Jatuh tempo 25 Februari 2012 SR-002
Tanggal terbit 10 Februari 2010
Jatuh tempo 10 Februari 2013 Ijarah sale and
lease back Rp.8.033.860
SR-003 Tanggal terbit 23 Februari
2011 Jatuh tempo 23 Februari 2014
Ijarah sale and lease back
Rp.7.340.000
SR-004 Tanggal terbit 21 September
2012 Jatuh tempo 21 September
2015 Ijarah asset to be
leased Rp.13.600.000
SR-005 Tanggal terbit 27 Februari
2013 Jatuh tempo 27 Februari 2016
Ijarah asset to be leased
Rp.14.968.000
SR-006 Tanggal terbit 5 Maret 2014
Jatuh tempo 5 Maret 2017 Ijarah asset to be
leased Rp.19.232.345
SR-007 Tanggal terbit 11 Maret 2015
Jatuh tempo 11 Maret 2018 Ijarah asset to be
leased Rp.21.965.035
SR-008 Tanggal terbit 10 Maret 2016
Jatuh tempo 11 Maret 2019 Ijarah asset to be
leased
4.2.
APBN Infrastruktur
Dalam setiap tahunnya, pemerintah merancang anggaran untuk pembelanjaan
negara dalam tahun yang akan berjalan. Anggaran yang dibuat memerlukan dana
yang tidak
hanya diperoleh
dari pendapatan negara tetapi juga melalui
tambahan dana dari utang obligasi dan sukuk negara ritel.
Dimana obligasi dan sukuk berperan sebagai penutup defisit APBN untuk
membiayai anggaran yang berasal dari hutang.
Dalam perkembangannya
kebutuhan dana
pemerintah untuk
pembiayaan APBN teruslah meningkat dan menyebabkan defisit anggaran terus
meningkat. Pengalokasian anggaran dibagi menjadi dua, yaitu belanja pemerintah
pusat dan transfer ke daerah. Dimana didalam
indikator tersebut
terdapat anggaran yang dibuat khusus untuk
infrastruktur baik bagi pusat ataupun transfer ke daerah.
Berdasarkan kementerian
dan lembaga, anggaran infrastruktur pada
setiap tahunnya mengalami kenaikan yang disebabkan
oleh naiknya
jumlah pembiayaan yang dikeluarkan oleh negara.
Pada tahun
2010, pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar Rp.86
trilliun yang dibagi menjadi dua, yaitu: 1 kementerian lembaga sebesar Rp.59,9 dan
non kementerian
lembaga sebesar
Rp.26,1. Tahun
2011, anggaran
yang dikeluarkan sebesar Rp.114,2 trilliun
dimana anggaran untuk kementerian lembaga sebesar Rp.91,2 trilliun dan untuk
non kementerian lembaga Rp.23 trilliun.
Tahun 2012 anggaran riil yang dikeluarkan sebesar Rp.145,5 trilliun,
dimana untuk kementerian lembaga sebesar Rp.122,6 trilliun dan untuk non
kementerian lembaga Rp.22,8 trilliun.
Pada tahun berikutnya anggaran riil yang dikeluarkan oleh pemerintah sebesar
Rp.155,9 trilliun dimana anggaran untuk kementerian lembaga sebesar Rp.134,9
trilliun dan untuk non kementerian lembaga Rp.21 trilliun.
Tahun 2014
APBNP sebesar
Rp.177,9 trilliun dimana anggaran untuk kementerian lembaga sebesar Rp.149,4
trilliun dan untuk non kementerian lembaga Rp.28,5 triliun.
Dan pada tahun 2015 anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp.189,7 trilliun
dimana anggaran untuk kementerian lembaga sebesar Rp.155,4 trilliun dan
untuk non kementerian lembaga Rp.34,3 trilliun. Dalam lima tahun terakhir,
anggaran infrastruktur terus mengalami
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
546 peningkatan, yang dimana itu berarti
kenaikan anggaran harus disertai dengan kenaikan pendapatan negara.
Grafik 4.2 Penyaluran Dana APBN Untuk Kementerian dan Non Kementerian
4.3.
Defisit atau Surplus Negara
Defisit negara secara harfiah berarti adalah kekurangan dalam kas
keuangan. Defisit biasa terjadi apabila suatu organisasi biasanya pemerintahan
mengalami kelebihan
dalam hal
pengeluaran dibandingkan
dengan pemasukan. Sedangkan surplus dapat
terjadi jika pemasukan lebih banyak dibandingkan
dengan pengeluaran.
Terjadinya defisit anggaran dapat terjadi oleh beberapa faktor penting, adakalanya
terjadi karena anggaran yang memang kurang dan adakalanya terjadi karena
cara atau metode pembiayaan yang mengakibatkan defisit.
Jika defisit negara didanai melalui prosedur pinjaman publik dalam negeri,
tekanan moneter dari total permintaan pemerintah terhadap harga tidak akan
terjadi, karena sarana pembayaran individu yang kelebihan berhasil diserap
dan demikian inflasi mata uang tidak terjadi
karena kebijakan
tersebut. Apabila defisit negara dibiayai oleh Bank
Sentral maka tekanan inflasi harga mata uang mulai muncul sebagai akibat
adanya alat pembayaran yang berlebih dari pada penawaran yang ada. Disini,
metode
penanganan defisit
juga berdampak besar terhadap konsekuensi
yang muncul. Yaitu apabila penanganan defisit
anggaran ditutupi
dengan penerbitan uang baru ekspansi moneter
akan menyebabkan
inflasi dan
merosotnya nilai kurs mata uang lokal terhadap mata asing.