Model Value Chain Komoditas
“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
653 Kegiatan utamanya dalam sistem
agribisnis ini adalah mengintegrasikan budidaya tanaman dan ternak, dimana
limbah tanaman diolah manjadi pakan ternak, dan limbah ternak diolah menjadi
Biogas, Biourine, Pupuk organiak baik padat maupun Cair, serta Bio Pestisida
Widia et al, 2011. 2.3.
Model Klaster Bisnis Berbasis Komoditas
Michael Porter dalam Widia et al, 2011 mendefinsikan klaster sebagai
konsentrasi perusahaan dan institusi pemasok, pelanggan, kompetitor dan
institusi pendukung lainnya seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian,
institusi keuangan dan dinas pelayanan umum yang terkait satu sama lainnya
pada bidang industri tertentu. Manfaat klaster
selain mengurangi
biaya transportasi
dan transaksi,
juga meningkatkan efisiensi, menciptakan
aset kolektif,
dan memungkinkan
terciptanya inovasi. Lihat Gambar 2.3. di bawah ini.
Pembentukan klaster menjadi isu yang penting karena secara individual
UKM seringkali
tidak sanggup
menangkap peluang
pasar yang
membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan
penyerahan yang
teratur. UKM
seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian input
seperti peralatan dan bahan baku dan akses jasa-jasa keuangan dan konsultasi.
Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan
yang signifikan
untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung
Gambar 2.2. Konsep zero waste dalam model value chain komoditas
Gambar 2.3. Konsep pembentukan
klaster bisnis
dalam kontek peningkatan daya
saing bisnis
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
654 penting seperti pelatihan, penelitian
pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian
pula dapat
menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang
khusus dan efektif secara keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti
dinamika perusahaan.
Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama
dalam klaster bisnis adalah: a. Melalui
kerjasama horisontal,
misalnya bersama
UKM lain
menempati posisi yang sama dalam mata rantai nilai value chain secara
kolektif perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui
jangkauan perusahaan kecil secara individual.
b. Melalui integrasi vertikal dengan UKM
lainnya maupun
dengan perusahaan besar dalam mata rantai
pasokan, perusahaan-perusahaan
dapat memfokuskan diri ke bisnis intinya
dan memberi
peluang pembagian tenaga kerja eksternal.
c. Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya
ruang belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan
pindah ke segmen pasar yang lebih menguntungkan.
Jaringan bisnis
tersebut dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu
visi pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk
meningkatkan daya saing UKM.
Dengan demikian klaster bisnis yang efektif adalah yang dapat menjadi
alat yang baik untuk mengatasi hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil
mengatasi persaingan dalam suatu lingkungan
pasar yang
semakin kompetitif.
Konsep klaster
bisnis merupakan salah satu strategi yang
dinilai sangat tepat meningkatkan daya saing industri berbasis pertanian yang
berkelanjutan. Upaya
ini mengelompokkan industri inti yang
saling berhubungan, baik dengan industri pendukung
supporting industries
maupun industri
terkait related
industries .
Model klaster
ini cocok
dikembangkan pada komoditas unggulan yang dicirikan memiliki nilai ekonomi
yang tinggi, pohon industri yang lengkap, spektrum penggunaannya sangat luas,
daya serap tenaga kerja yang tinggi, teknologi budidaya yang mudah, masa
tanam yang pendek atau biaya produksi per unitnya rendah. Contohnya, adalah
pengembangan klaster industri rumput laut di 60 daerah di Indonesia.
Sistem agribisnis
berbasis komoditi adalah kesatuan sub-sistem
bisnis yang dibentuk berdasarkan konsep pohon industri.
Artinya, komoditi spesifik yang menjadi basis pengembangan dalam
sistem agribisnis memiliki potensi dikembangkan menjadi berbagai siub-
sistem bisnis yang menghasilkan produk turunan baik produk pangan maupun
non-pangan Widia et al, 2011. 2.4.
Karakteristik Klaster
Klaster terdiri dari kelompok perusahaan-perusahaan yang memiliki
kompetensi yang
berbeda namun
berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu, dimana melalui sebuah
bentuk interaksi tertentu diantara mereka dan melalui sebuah institusi bentukan
bersama, yang mungkin juga dibentuk bersama organisasi lain, meningkatkan
daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalam perekonomian global.
Karakteristik klaster dapat dilihat dari sisi proses internal yang terjadi atau dari
sisi eksternal, sebagai hasil proses internal tersebut. Dari sisi internal,
setidaknya ada 4 karakteristik yang dapat diperhatikan yaitu:
a. Adanya
konsentrasi perusahaan
dalam suatu wilayah spatial. b. Adanya interaksi antar perusahaan.
c. Kombinasi sumber
daya dan
kompetensi antar perusahaan yang berinteraksi.
“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
655 d. Pembentukan dan interaksi antar
usaha dalam institusi pendukung yang berfungsi membantu klaster secara
keseluruhan. Adapun
dimensi umum
karakteristik klaster dapat dilihat pada gambar 2.4.
Disisi internal,
karakteristik klaster dimulai dengan ciri adanya
konsentrasi unit usaha yang sejenis dan atau saling mendukung dalam satu
wilayah yang relatif berdekatan baik secara
geografis maupun
secara transportasi ekonomis.
Kedekatan spatial ini kemudian diikuti oleh interaksi antar perusahaan
untuk mendukung
produk sentra.
Interaksi dan komitmen ini kemudian diikuti
dengan kemauan
mengkombinasikan sumber daya dan kompetensi yang dimiliki. Untuk itu,
kadang pengusaha perlu membentuk satu atau lebih institusi bersama.
Sedangkan dari sisi eksternal, setidaknya ada 3 elemen yang dapat
diperhatikan yaitu: a. Economic specialization, dalam batas
tertentu dari aktivitas-aktivitas yang berhubungan. klaster automotive,
klaster budaya, klaster bunga potong, dan lain-lain.
b. Competitiveness, atau daya saing yang lebih baik dalam konteks
dinamis dan global tercermin dalam konteks
dinamis dan
global, misalnya berhubungan erat dengan
innovasi dan adopsi praktik terbaik. c. Identity, yang relevan dengan agen
dan organisasi di dalam klaster ataupun yang di luar klaster. Misalnya
Asosiasi Peternak Susu Lembang. Proses internal yang dilakukan
biasanya akan membawa pengusaha yang
terlibat untuk
melakukan spesialisasi pada mata rantai produksi
yang paling dikuasai kompetensinya. Spesialisasi-spesialisasi dari pengusaha-
pengusaha yang berhubungan ini dapat mengarahkan
produk sentra
pada peningkatan daya saing, jika spesialisasi
yang dilakukan membuat biaya produksi produk sentra menjadi lebih rendah atau
kualitas produk lebih tinggi dibanding daerah lain. Jika daya saing dapat
dipertahankan maka identitas produk sentra akan muncul. Jika digambarkan,
ke 7 karakteristik ini dapat dilihat dalam gambar 4 Lestari Hs, 2010.
2.5.
Pengukuran Efektifitas
Program Pemerintah Efektifitas berhubungan dengan
pencapaian tujuan, suatu aktifitas disebut efektif jika ia berhasil mengantarkan
pelakunya kepada tujuan awal yang melandasi lahirnya aktivitas tersebut.
Tujuan pembentukan klaster, seperti yang tercantum dalam RPJM bidang
Koperasi dan UKM adalah memperluas basis dan kesempatan berusaha serta
menumbuhkan
wirausaha baru
berkeunggulan untuk
mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan
penciptaan lapangan kerja. Tujuan- tujuan ini diukur melalui instrumen
evaluasi sentra yang ada. Terdapat 3 hal
Gambar 2.4.
Dimensi Umum
Karakteristik Klaster
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
656 untuk digunakan sebagai tujuan umum
pengembangan klaster bisnis yaitu: 1 meningkatnya daya saing produk klaster,
2 adanya terbentuknya spesialisasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat
didalamnya, dan 3 munculnya identitas klaster yang cukup kuat di tataran
regional
nasional. Dalam
sebuah program atau proyek, secara umum
efektifitas program proyek didefinisikan sebagai seberapa besar tujuan program
proyek tersebut tercapai. Efektifitas menghubungkan outcome dari proyek
dengan tujuan proyek, seperti tampak dalam gambar 2.6 Lestari Hs, 2010.
Input adalah sumberdaya yang disediakan
oleh program
proyek. Misalnya sejumlah dana, pengurangan
pajak, sumber daya manusia. Untuk keperluan evaluasi, input umumnya
dinyatakan dalam cash equivalent dari sumberdaya yang disediakan.
Output adalah pengaruh efek langsung yang dihasilkan oleh input.
Misalnya peningkatan
kapasitas produksi, perbaikan tingkat pengetahuan
pekerja, perbaikan tingkat pendidikan pekerja, turnover perusahaan yang lebih
tinggi, dan lainnya.
Efisiensi adalah
input dihubungkan dengan output. Sebuah
proses disebut efisien jika untuk jumlah output yang sama, dibutuhkan jumlah
input yang lebih sedikit.
Outcome dari proses adalah
sesuatu yang menjadi konsekuensi atau hasil yang mengikuti output. Contoh
outcome adalah peningkatan daya saing,
pertumbuhan ekonomi,
dan lain
sebagainya. Efektifitas
adalah ukuran
pencapaian tujuan,
jadi ia
menghubungkan outcome dengan tujuan awalnya.
Dalam penilaian
efektifitas, disamping menilai pencapaian tujuan
yang tercantum
dalam dokumen
program proyek, penilaian juga dapat dikembangkan sehingga mencakup efek
yang lebih luas yaitu: 1 deadweight, 2 additionality
, dan 3 displacement. a. Deadweight berhubungan dengan
pertanyaan “apa yang terjadi dalam perusahaan UKM jika dukungan tidak
diberikan”. Pengukuran deadweight dapat
dilakukan dengan
membandingkan antara perusahaan yang memperoleh perkuatan dengan
perusahaan yang tidak memperoleh perkuatan.
Perbandingan ini
memberikan 3 kemungkinan hasil: 1 Pure deadweight
. Jika tanpa program ternyata
perusahaan tetap
menjalankan mencapai
tujuan program maka program disebut
sebagai pure
deadweight ;
2 Partially deadweight
. Jika tanpa program, perusahaan tetap memulai
menjalankan tujuan program secara terbatas atau dalam bentuk yang lain;
dan 3 Zero deadweight. Jika tanpa program perusahaan sama sekali tidak
dapat berjalan. Pelaksanaan program yang
pure deadweight
adalah pemborosan.
b. Additionality didefinisikan sebagai “apakah
sebuah dukungan
merangsang private investment yang tadinya tidak ada tidak mungkin”.
Additionality dapat berada pada input,
output ,
atau behavioral
. Input
additionality menjawab pertanyaan
apakah perusahaan
menjadi berbelanja lebih banyak akibat adanya
program proyek
ini?; Output
additionality menjawab pertanyaan
apakah aktivitas output meningkat akibat adanya program proyek ini?
misal jumlah
inovasi, paten,
pekerjaan, pengusaha baru, dan
Gambar 2.6. Posisi Efektifitas
“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
657 sebagainya; sedangkan behavioral
additionality menjawab pertanyaan
adakah perubahan permanen pada perilaku perusahaan akibat bantuan
program proyek ini? termasuk menjadi
lebih efisien
dalam mentransformasikan input menjadi
output. Sebuah program yang efektif akan memberikan efek additionality
kepada obyek programnya.
c. Displacement timbul ketika dukungan yang diberikan menggantikan private
investment . Displacement adalah efek
negatif dari bantuan negara yang menganulir
sebagian efektifitas
bantuan program proyek. Ketiga ukuran ini dimasukkan
untuk menilai efektifitas dari sisi dinamika masyarakat akibat pelaksanaan
program. Dengan demikian, berdasarkan penjelasan tersebut diatas, sebuah model
pengembangan klaster bisnis UKM dapat disebut efektif jika:
a. meningkatkan daya saing produk
klaster. b. menciptakan
spesialisasi dari
perusahaan-perusahaan yang terlibat didalamnya.
c. memunculkan identitas klaster yang cukup kuat di tataran regional
nasional. d. memiliki zero deadweight.
e. memberikan efek additionality pada UKM.
f. tidak menghasilkan displacement. 3.
METODE PENELITIAN Karya ilmiah ini merupakan suatu
literature study yang mengacu pada
bukti-bukti empiris, buku serta informasi dan fakta aktual hasil dari suatu action
research . Action Research merupakan
suatu upaya untuk mempelajari masalah- masalah yang muncul yang bertujuan
untuk mengarahkan, mengkoreksi, dan mengevaluasi keputusan-keputusan dan
tindakan-tindakan organisasi tersebut. Beberapa fitur suatu action research ini
adalah: 1. Merupakan usulan usulan solusi
terhadap masalah-masalah
organisasi yang valid dan actionable, serta applicable; 2. Konsep dapat
diaplikasikan dalam situasi aktual real time
, everyday-life conditions, tidak atau bukan dalam research atau laboratory
setting ; 3. Implementasi yang efektif
akan mengarah pada hasil yang konsisten dengan apa yang diinginkan; 4.
Efektivitas diatas adalah testable dengan metode-metode standard.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan lima tahapan proses action
research terhadap masalah yang timbul
dan dihadapi : a. Mengidentifikasi dan menjelaskan
masalah Pada
tahap ini
penulis mengidentifikasi masalah dengan
melihat efek langsung dan kumulatif dari proses perubahan.
b. Mengumpulkan atau mengkoleksi data
Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan melakukan
1 Observasi; kontak langsung dalam
setting tertentu untuk periode
waktu tertentu, untuk memperoleh data lain dalam bentuk cerita-
cerita, perasaan-perasaan
dan pengalaman serta untuk melihat
peluang konflik-konflik
dan miskomunikasi yang tidak ditemui
dalam metode
pengumpulan informasi lainnya.
2 Pendokumentasian situasi;
interview atau diskusi, melakukan
pertanyaan-pertanyaan terhadap
proses pembangunan.
Dalam proses pengumpulan data dan
informasi tersebut
penulis menggunakan
suatu portfolio
proses filing segala sesuatu yang terlihat relevan terhadap masalah
yang nantinya dapat di analisis kemudian. Bukti tertulis berkaitan
dengan risalah rapat, surat tugas, artikel-artikel, dan lain-lainnya,
digunakan
untuk membentuk
baseline tentang apa yang terjadi
di masa lalu dan dapat digunakan
Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi,
Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
658 untuk
membandingkan pendekatan
baru terhadap
pendekatan sebelumnya.
Sedangkan bukti tidak tertulis berupa manifestasi perilaku dari
orang-orang yang menjalankan proses pembangunan.
c. Mengorganisasi data Dalam mengorganisasi data di atas
penulis menyajikan contoh-contoh dan kejadian-kejadian yang diperoleh
dari pengumpulan dan pengkoleksian data di atas. Selanjutnya dilakukan
penyajian
data dalam
bentuk sederhana dan mudah dimengerti
serta menyusun data sesuai prioritas dan urgensinya.
1 Analisis dan interpretasi data
i. Mengolah data
menjadi informasi
maksimum merupakan langkah berikutnya
dari bab sebelumnya, setelah itu dilakukan analisis data
untuk menentukan
bidang prioritas untuk bertindak.
ii. Langkah berikutnya adalah mempelajari
literatur profesional maupun jurnal-
jurnal dan mengidentifikasi topik-topik
dalam literatur
maupun jurnal-jurnal tersebut. Kemudian dilakukan proses
pengumpulan laporan riset dan artikel-artikel tersebut serta
menganalisis
dan menginterpretasikan informasi
dalam materi-materi tersebut sebagai alat untuk memahami
dan untuk bertindak.
iii. Langkah selanjutnya adalah menentukan tindakan yang
paling sesuai. 2 Membuat
strategi-strategi tindakan dan membuat usulan
penerapannya dalam organisasi. Pada
tahap ini
dilakukan pengkombinasian informasi dari
analisis data dengan literatur profesional di atas. Kemudian
memilih strategi-strategi terbaik untuk bertindak dan membuat
action plans jangka pendek dan
jangka panjang jika manajemen setuju dan mau menerapkannya.
Selanjutnya mengimplementasikan beberapa
tindakan
secepatnya jika
manajemen setuju
dan mau
menerapkannya dan
menilai implementasi tersebut diatas.
Tahap berikutnya
adalah mengulang kembali proses 1 sampai
dengan 5 di atas serta melakukan action research
kembali untuk menilai dampak penerapan
usulan di
atas jika
manajemen menyetujui dilakukan action research
lanjutan, baik oleh penulis sendiri maupun penulis lain dalam
bidang lainnya. 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemenuhan
rekomendasi dari
Survei Ekonomi dan pelaksanaan RPJP dan RPJM dikembangkan berdasarkan
keunggulan lokal
produk-produk pertanian dan perkebunan yang ditunjang
oleh komoditas
perikanan dan
peternakan. Konsep
pengembangan komoditas dilaksanakan dalam bentuk
klaster-klaster dengan pola yang tersusun secara hirarkis dalam bentuk klaster
induk dan klaster-klaster pendukung. Lokasi
pusat-pusat pengembangan
ditentukan berdasarkan analisis spasial, dimana setiap lokasi klaster induk
ditentukan berdasarkan analisis spasial yang juga didukung oleh aspirasi dari
masyarakat melalui focused group discussion
FGD. Masing-masing
klaster dirancang
dengan model
terintegrasi dan sinergis, baik antar klaster misalnya sawit-ternak dengan
berbagai produk turunannya dengan prinsip “zero waste”, sehingga diperoleh
nilai tambah dan keuntungan yang maksimal.
Jaringan koneksitas,
keterintegrasian dan sinergi diperlihatkan dalam bentuk gambar 4.1. dan 4.2. di
bawah ini yang mudah dipahami.
“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”
659