Model Value Chain Komoditas

“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 653 Kegiatan utamanya dalam sistem agribisnis ini adalah mengintegrasikan budidaya tanaman dan ternak, dimana limbah tanaman diolah manjadi pakan ternak, dan limbah ternak diolah menjadi Biogas, Biourine, Pupuk organiak baik padat maupun Cair, serta Bio Pestisida Widia et al, 2011. 2.3. Model Klaster Bisnis Berbasis Komoditas Michael Porter dalam Widia et al, 2011 mendefinsikan klaster sebagai konsentrasi perusahaan dan institusi pemasok, pelanggan, kompetitor dan institusi pendukung lainnya seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian, institusi keuangan dan dinas pelayanan umum yang terkait satu sama lainnya pada bidang industri tertentu. Manfaat klaster selain mengurangi biaya transportasi dan transaksi, juga meningkatkan efisiensi, menciptakan aset kolektif, dan memungkinkan terciptanya inovasi. Lihat Gambar 2.3. di bawah ini. Pembentukan klaster menjadi isu yang penting karena secara individual UKM seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan penyerahan yang teratur. UKM seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian input seperti peralatan dan bahan baku dan akses jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung Gambar 2.2. Konsep zero waste dalam model value chain komoditas Gambar 2.3. Konsep pembentukan klaster bisnis dalam kontek peningkatan daya saing bisnis Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 654 penting seperti pelatihan, penelitian pasar, logistik dan inovasi teknologi; demikian pula dapat menghambat pembagian kerja antar perusahaan yang khusus dan efektif secara keseluruhan fungsi-fungsi tersebut merupakan inti dinamika perusahaan. Beberapa contoh keuntungan yang dapat ditarik dari sebuah kerjasama dalam klaster bisnis adalah: a. Melalui kerjasama horisontal, misalnya bersama UKM lain menempati posisi yang sama dalam mata rantai nilai value chain secara kolektif perusahaan-perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melampaui jangkauan perusahaan kecil secara individual. b. Melalui integrasi vertikal dengan UKM lainnya maupun dengan perusahaan besar dalam mata rantai pasokan, perusahaan-perusahaan dapat memfokuskan diri ke bisnis intinya dan memberi peluang pembagian tenaga kerja eksternal. c. Kerjasama antar perusahaan juga memberikan kesempatan tumbuhnya ruang belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen pasar yang lebih menguntungkan. Jaringan bisnis tersebut dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu visi pengembangan lokal bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk meningkatkan daya saing UKM. Dengan demikian klaster bisnis yang efektif adalah yang dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu lingkungan pasar yang semakin kompetitif. Konsep klaster bisnis merupakan salah satu strategi yang dinilai sangat tepat meningkatkan daya saing industri berbasis pertanian yang berkelanjutan. Upaya ini mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik dengan industri pendukung supporting industries maupun industri terkait related industries . Model klaster ini cocok dikembangkan pada komoditas unggulan yang dicirikan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, pohon industri yang lengkap, spektrum penggunaannya sangat luas, daya serap tenaga kerja yang tinggi, teknologi budidaya yang mudah, masa tanam yang pendek atau biaya produksi per unitnya rendah. Contohnya, adalah pengembangan klaster industri rumput laut di 60 daerah di Indonesia. Sistem agribisnis berbasis komoditi adalah kesatuan sub-sistem bisnis yang dibentuk berdasarkan konsep pohon industri. Artinya, komoditi spesifik yang menjadi basis pengembangan dalam sistem agribisnis memiliki potensi dikembangkan menjadi berbagai siub- sistem bisnis yang menghasilkan produk turunan baik produk pangan maupun non-pangan Widia et al, 2011. 2.4. Karakteristik Klaster Klaster terdiri dari kelompok perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensi yang berbeda namun berhubungan berlokasi dalam sebuah wilayah tertentu, dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka dan melalui sebuah institusi bentukan bersama, yang mungkin juga dibentuk bersama organisasi lain, meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas mereka dalam perekonomian global. Karakteristik klaster dapat dilihat dari sisi proses internal yang terjadi atau dari sisi eksternal, sebagai hasil proses internal tersebut. Dari sisi internal, setidaknya ada 4 karakteristik yang dapat diperhatikan yaitu: a. Adanya konsentrasi perusahaan dalam suatu wilayah spatial. b. Adanya interaksi antar perusahaan. c. Kombinasi sumber daya dan kompetensi antar perusahaan yang berinteraksi. “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 655 d. Pembentukan dan interaksi antar usaha dalam institusi pendukung yang berfungsi membantu klaster secara keseluruhan. Adapun dimensi umum karakteristik klaster dapat dilihat pada gambar 2.4. Disisi internal, karakteristik klaster dimulai dengan ciri adanya konsentrasi unit usaha yang sejenis dan atau saling mendukung dalam satu wilayah yang relatif berdekatan baik secara geografis maupun secara transportasi ekonomis. Kedekatan spatial ini kemudian diikuti oleh interaksi antar perusahaan untuk mendukung produk sentra. Interaksi dan komitmen ini kemudian diikuti dengan kemauan mengkombinasikan sumber daya dan kompetensi yang dimiliki. Untuk itu, kadang pengusaha perlu membentuk satu atau lebih institusi bersama. Sedangkan dari sisi eksternal, setidaknya ada 3 elemen yang dapat diperhatikan yaitu: a. Economic specialization, dalam batas tertentu dari aktivitas-aktivitas yang berhubungan. klaster automotive, klaster budaya, klaster bunga potong, dan lain-lain. b. Competitiveness, atau daya saing yang lebih baik dalam konteks dinamis dan global tercermin dalam konteks dinamis dan global, misalnya berhubungan erat dengan innovasi dan adopsi praktik terbaik. c. Identity, yang relevan dengan agen dan organisasi di dalam klaster ataupun yang di luar klaster. Misalnya Asosiasi Peternak Susu Lembang. Proses internal yang dilakukan biasanya akan membawa pengusaha yang terlibat untuk melakukan spesialisasi pada mata rantai produksi yang paling dikuasai kompetensinya. Spesialisasi-spesialisasi dari pengusaha- pengusaha yang berhubungan ini dapat mengarahkan produk sentra pada peningkatan daya saing, jika spesialisasi yang dilakukan membuat biaya produksi produk sentra menjadi lebih rendah atau kualitas produk lebih tinggi dibanding daerah lain. Jika daya saing dapat dipertahankan maka identitas produk sentra akan muncul. Jika digambarkan, ke 7 karakteristik ini dapat dilihat dalam gambar 4 Lestari Hs, 2010. 2.5. Pengukuran Efektifitas Program Pemerintah Efektifitas berhubungan dengan pencapaian tujuan, suatu aktifitas disebut efektif jika ia berhasil mengantarkan pelakunya kepada tujuan awal yang melandasi lahirnya aktivitas tersebut. Tujuan pembentukan klaster, seperti yang tercantum dalam RPJM bidang Koperasi dan UKM adalah memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja. Tujuan- tujuan ini diukur melalui instrumen evaluasi sentra yang ada. Terdapat 3 hal Gambar 2.4. Dimensi Umum Karakteristik Klaster Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 656 untuk digunakan sebagai tujuan umum pengembangan klaster bisnis yaitu: 1 meningkatnya daya saing produk klaster, 2 adanya terbentuknya spesialisasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat didalamnya, dan 3 munculnya identitas klaster yang cukup kuat di tataran regional nasional. Dalam sebuah program atau proyek, secara umum efektifitas program proyek didefinisikan sebagai seberapa besar tujuan program proyek tersebut tercapai. Efektifitas menghubungkan outcome dari proyek dengan tujuan proyek, seperti tampak dalam gambar 2.6 Lestari Hs, 2010. Input adalah sumberdaya yang disediakan oleh program proyek. Misalnya sejumlah dana, pengurangan pajak, sumber daya manusia. Untuk keperluan evaluasi, input umumnya dinyatakan dalam cash equivalent dari sumberdaya yang disediakan. Output adalah pengaruh efek langsung yang dihasilkan oleh input. Misalnya peningkatan kapasitas produksi, perbaikan tingkat pengetahuan pekerja, perbaikan tingkat pendidikan pekerja, turnover perusahaan yang lebih tinggi, dan lainnya. Efisiensi adalah input dihubungkan dengan output. Sebuah proses disebut efisien jika untuk jumlah output yang sama, dibutuhkan jumlah input yang lebih sedikit. Outcome dari proses adalah sesuatu yang menjadi konsekuensi atau hasil yang mengikuti output. Contoh outcome adalah peningkatan daya saing, pertumbuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Efektifitas adalah ukuran pencapaian tujuan, jadi ia menghubungkan outcome dengan tujuan awalnya. Dalam penilaian efektifitas, disamping menilai pencapaian tujuan yang tercantum dalam dokumen program proyek, penilaian juga dapat dikembangkan sehingga mencakup efek yang lebih luas yaitu: 1 deadweight, 2 additionality , dan 3 displacement. a. Deadweight berhubungan dengan pertanyaan “apa yang terjadi dalam perusahaan UKM jika dukungan tidak diberikan”. Pengukuran deadweight dapat dilakukan dengan membandingkan antara perusahaan yang memperoleh perkuatan dengan perusahaan yang tidak memperoleh perkuatan. Perbandingan ini memberikan 3 kemungkinan hasil: 1 Pure deadweight . Jika tanpa program ternyata perusahaan tetap menjalankan mencapai tujuan program maka program disebut sebagai pure deadweight ; 2 Partially deadweight . Jika tanpa program, perusahaan tetap memulai menjalankan tujuan program secara terbatas atau dalam bentuk yang lain; dan 3 Zero deadweight. Jika tanpa program perusahaan sama sekali tidak dapat berjalan. Pelaksanaan program yang pure deadweight adalah pemborosan. b. Additionality didefinisikan sebagai “apakah sebuah dukungan merangsang private investment yang tadinya tidak ada tidak mungkin”. Additionality dapat berada pada input, output , atau behavioral . Input additionality menjawab pertanyaan apakah perusahaan menjadi berbelanja lebih banyak akibat adanya program proyek ini?; Output additionality menjawab pertanyaan apakah aktivitas output meningkat akibat adanya program proyek ini? misal jumlah inovasi, paten, pekerjaan, pengusaha baru, dan Gambar 2.6. Posisi Efektifitas “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 657 sebagainya; sedangkan behavioral additionality menjawab pertanyaan adakah perubahan permanen pada perilaku perusahaan akibat bantuan program proyek ini? termasuk menjadi lebih efisien dalam mentransformasikan input menjadi output. Sebuah program yang efektif akan memberikan efek additionality kepada obyek programnya. c. Displacement timbul ketika dukungan yang diberikan menggantikan private investment . Displacement adalah efek negatif dari bantuan negara yang menganulir sebagian efektifitas bantuan program proyek. Ketiga ukuran ini dimasukkan untuk menilai efektifitas dari sisi dinamika masyarakat akibat pelaksanaan program. Dengan demikian, berdasarkan penjelasan tersebut diatas, sebuah model pengembangan klaster bisnis UKM dapat disebut efektif jika: a. meningkatkan daya saing produk klaster. b. menciptakan spesialisasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat didalamnya. c. memunculkan identitas klaster yang cukup kuat di tataran regional nasional. d. memiliki zero deadweight. e. memberikan efek additionality pada UKM. f. tidak menghasilkan displacement. 3. METODE PENELITIAN Karya ilmiah ini merupakan suatu literature study yang mengacu pada bukti-bukti empiris, buku serta informasi dan fakta aktual hasil dari suatu action research . Action Research merupakan suatu upaya untuk mempelajari masalah- masalah yang muncul yang bertujuan untuk mengarahkan, mengkoreksi, dan mengevaluasi keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan organisasi tersebut. Beberapa fitur suatu action research ini adalah: 1. Merupakan usulan usulan solusi terhadap masalah-masalah organisasi yang valid dan actionable, serta applicable; 2. Konsep dapat diaplikasikan dalam situasi aktual real time , everyday-life conditions, tidak atau bukan dalam research atau laboratory setting ; 3. Implementasi yang efektif akan mengarah pada hasil yang konsisten dengan apa yang diinginkan; 4. Efektivitas diatas adalah testable dengan metode-metode standard. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan lima tahapan proses action research terhadap masalah yang timbul dan dihadapi : a. Mengidentifikasi dan menjelaskan masalah Pada tahap ini penulis mengidentifikasi masalah dengan melihat efek langsung dan kumulatif dari proses perubahan. b. Mengumpulkan atau mengkoleksi data Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan melakukan 1 Observasi; kontak langsung dalam setting tertentu untuk periode waktu tertentu, untuk memperoleh data lain dalam bentuk cerita- cerita, perasaan-perasaan dan pengalaman serta untuk melihat peluang konflik-konflik dan miskomunikasi yang tidak ditemui dalam metode pengumpulan informasi lainnya. 2 Pendokumentasian situasi; interview atau diskusi, melakukan pertanyaan-pertanyaan terhadap proses pembangunan. Dalam proses pengumpulan data dan informasi tersebut penulis menggunakan suatu portfolio proses filing segala sesuatu yang terlihat relevan terhadap masalah yang nantinya dapat di analisis kemudian. Bukti tertulis berkaitan dengan risalah rapat, surat tugas, artikel-artikel, dan lain-lainnya, digunakan untuk membentuk baseline tentang apa yang terjadi di masa lalu dan dapat digunakan Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 658 untuk membandingkan pendekatan baru terhadap pendekatan sebelumnya. Sedangkan bukti tidak tertulis berupa manifestasi perilaku dari orang-orang yang menjalankan proses pembangunan. c. Mengorganisasi data Dalam mengorganisasi data di atas penulis menyajikan contoh-contoh dan kejadian-kejadian yang diperoleh dari pengumpulan dan pengkoleksian data di atas. Selanjutnya dilakukan penyajian data dalam bentuk sederhana dan mudah dimengerti serta menyusun data sesuai prioritas dan urgensinya. 1 Analisis dan interpretasi data i. Mengolah data menjadi informasi maksimum merupakan langkah berikutnya dari bab sebelumnya, setelah itu dilakukan analisis data untuk menentukan bidang prioritas untuk bertindak. ii. Langkah berikutnya adalah mempelajari literatur profesional maupun jurnal- jurnal dan mengidentifikasi topik-topik dalam literatur maupun jurnal-jurnal tersebut. Kemudian dilakukan proses pengumpulan laporan riset dan artikel-artikel tersebut serta menganalisis dan menginterpretasikan informasi dalam materi-materi tersebut sebagai alat untuk memahami dan untuk bertindak. iii. Langkah selanjutnya adalah menentukan tindakan yang paling sesuai. 2 Membuat strategi-strategi tindakan dan membuat usulan penerapannya dalam organisasi. Pada tahap ini dilakukan pengkombinasian informasi dari analisis data dengan literatur profesional di atas. Kemudian memilih strategi-strategi terbaik untuk bertindak dan membuat action plans jangka pendek dan jangka panjang jika manajemen setuju dan mau menerapkannya. Selanjutnya mengimplementasikan beberapa tindakan secepatnya jika manajemen setuju dan mau menerapkannya dan menilai implementasi tersebut diatas. Tahap berikutnya adalah mengulang kembali proses 1 sampai dengan 5 di atas serta melakukan action research kembali untuk menilai dampak penerapan usulan di atas jika manajemen menyetujui dilakukan action research lanjutan, baik oleh penulis sendiri maupun penulis lain dalam bidang lainnya. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemenuhan rekomendasi dari Survei Ekonomi dan pelaksanaan RPJP dan RPJM dikembangkan berdasarkan keunggulan lokal produk-produk pertanian dan perkebunan yang ditunjang oleh komoditas perikanan dan peternakan. Konsep pengembangan komoditas dilaksanakan dalam bentuk klaster-klaster dengan pola yang tersusun secara hirarkis dalam bentuk klaster induk dan klaster-klaster pendukung. Lokasi pusat-pusat pengembangan ditentukan berdasarkan analisis spasial, dimana setiap lokasi klaster induk ditentukan berdasarkan analisis spasial yang juga didukung oleh aspirasi dari masyarakat melalui focused group discussion FGD. Masing-masing klaster dirancang dengan model terintegrasi dan sinergis, baik antar klaster misalnya sawit-ternak dengan berbagai produk turunannya dengan prinsip “zero waste”, sehingga diperoleh nilai tambah dan keuntungan yang maksimal. Jaringan koneksitas, keterintegrasian dan sinergi diperlihatkan dalam bentuk gambar 4.1. dan 4.2. di bawah ini yang mudah dipahami. “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 659

4.1. Model Value Chain Komoditas

Beragam Dalam upaya mewujudkan hal tersebut di atas perlu inovasi teknologi yang sesuai untuk diintegrasikan dalam usaha pokok, dengan mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia, dan secara teknis, ekonomi dan sosial budaya layak dan dapat diterima oleh masyarakat pelaku usaha secara berkelanjutan. Integrasi ternak ruminansia pada perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi telah dilaksanakan secara turun menurun, salah satunya seperti ternak sapi kambing di Desa Dataran Kempas yang dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggembalakan ternak di bawah pohon sawit. Value chain komoditas beragam adalah upaya terobosan proyek unggulan dalam rangka mempercepat adopsi teknologi pertanian karena merupakan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat pedesaan. Value chain Komoditas Beragam memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur, untuk mempromosikan praktek pertanian, pemasaran dan sertifikasi yang mampu meningkatkan pendapatan di lahan garapan on-farm, di samping beternak juga melakukan usaha non peternakan off-farm, gizi masyarakat, produksi yang berkelanjutan di lahan yang tengah digarap serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain hemat energi dan ramah lingkungan, keunggulan lain dari Value chain komoditas beragam adalah petani peternak akan memiliki beragam keterampilan dan keahlian terkait lainnya serta sumber penghasilan. Value chain komoditas beragam yang didalamnya menerapkan sistem pertanian organik dapat meningkatkan bahan organik dalam tanah, penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang menggunakan pupuk kimia dan sebagainya. Inovasi teknologi yang diintroduksikan berorientasi untuk menghasilkan produk pertanian organik dengan pendekatan “pertanian tekno ekologis”, yang bertujuan untuk saling mendukung untuk menciptakan sinergi dan memberi sumber energi makanan di antara tanaman atau hewan yang dibudidayakan, karena ada rantai makanan energi untuk kehidupan di dalam sistem pertanian yang saling mendukung. Pada gambar 4.1 dibawah ini tentang value chain komoditas beragam adalah mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada. Diversifikasi usahatani secara horizontal pada dasarnya mengusahakan beberapa komoditas secara terpadu, yaitu tumpang sari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan bahkan kehutanan agroforestry . Sementara, diversifikasi usahatani secara vertikal adalah mengembangkan unit pelayanan sarana produksi dan lembaga keuangan mikro, melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi usahatani, kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil dan pengolahan pemanfaatan hasil ikutan biourine, biogas, kompos, pakan, bioarang, asap cair, jamur, lebah madu, susu, sabun dari susu, dan lain-lain. Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 660 Menurut Devendra 1993 dalam Priyanti 2007 keuntungan menerapkan usaha tani terpadu integrasi antara ternak-tanaman yaitu produk limbah dari satu komponen berfungsi sebagai sumber daya untuk komponen lainnya. Misalnya, pupuk digunakan untuk meningkatkan tanaman produksi, sisa tanaman dan hasil sebagai sumber pakan hewan, melengkapi pasokan pakan yang tidak memadai, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan gizi hewan dan produktivitas. Hewan memainkan peran kunci dan beberapa di fungsi pertanian, dan tidak hanya karena mereka menyediakan produk ternak daging, susu, telur, wol, kulit atau dapat dikonversikan menjadi uang tunai cepat pada saat dibutuhkan. Hewan mengubah energi tanaman menjadi berguna: tenaga hewan digunakan untuk membajak, transportasi dan dalam kegiatan seperti penggilingan, logging, pembangunan jalan, pemasaran, dan mengangkat air untuk irigasi. http:sistemintegrasipadi- ternaksapipotong.blogspot.com. Diakses Tanggal 7 November 2016 pukul 14.00. Soehadji 1992 menyatakan, bahwa limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas, ataupun sisa pakan. Limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak. Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair air seni atau urine, air pencucian alat-alat. Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Limbah ternak memiliki dua peran penting dalam keberlanjutan keseluruhan sistem: a. Meningkatkan siklus nutrisi: limbah mengandung beberapa nutrisi termasuk nitrogen, fosfor dan kalium dan bahan organik, yang penting untuk menjaga struktur tanah dan kesuburan. Melalui penggunaannya, produksi meningkat sementara risiko tanah terdegradasi berkurang. b. Menyediakan energi: limbah merupakan bahan baku dalam produksi biogas dan energi untuk penggunaan rumah tangga misalnya memasak, penerangan atau bagi industri perdesaan misalnya powering pabrik dan pompa air. BBM dalam bentuk Pakan Ternak Ternak Sapi Kambing Pe nin gk ata n Ket ah an an Des a Hasil Tani Kebun Pertumbuhan Ekonomi Desa yang Rendah Karbon Zero Waste Keseimbangan Lingkungan melalui Pola Bio Organik Pertanian Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Petani Perkebunan Limbah Limbah Limbah : Feses Urine Bokashi Hasil Limbah Hasil Pakan Hasil Ternak Pe nin gk ata n P en da pa tan RT P eta ni Daulat Pangan Ekspor Daulat Daging Ko per as i Gambar 4.1. Pertumbuhan Ekonomi Desa yang Rendah Karbon