Program BPJS berbasis Fee For

PROSIDING Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi B erkelanjutan” 282

4.2. Program

BPJS berbasis Indonesian Case base Groups INA- CBG’s “Kementerian Kesehatan RI membangun sistem INA-CBGs dan kapitasi sebagai pola pembayaran ke pihak faskes dengan peruntukan masing- masing pemerintah menetapkan tarif INA-CBGs untuk seluruh rumah sakit dan tarif kapitasi untuk puskesmas dan klinik, serta melakukan penetapan terhadap jenis obat dalam formularium obat nasional dan demikian pula penetapan alat-alat kesehatan dalam kompendium alat kesehatan. Merupakan keharusan bagi BPJS Kesehatan untuk melaksanakan seluruh ketentuan- ketentuan menteri kesehatan tersebut pada segenap fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengannya ” Putri: 2016. Untuk mencukupi opersional dan pembayaran klaim, BPJS masih mengacu pada sumber dana keuangan BPJS Kesehatan. Sumber dana terbesar dari Peserta Bantuan Iuran PBI yang bersumber APBN, selain itu pengumpulan iuaran peserta mandiri dan non PBI serta sumber-sumber dana BPJS lainnya. Dana yang terkumpul oleh BPJS kesehatan kemudian dialokasikan untuk pembayaran layanan kesehatan yang diberikan kepada penyedia jasa kesehatan. Dalam laman web Jamsos Indonesia Tim redaksi,2016 dikemukakan bahwa “ tarif Ina CBG’s mengacu pada Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 mengenai standar tarif pelayanan kesehatan pada faskes tingkat pertama dan tingkat lanjutan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional adalah sebesar besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atas paket layanan yang didasarkan pada pengelompokan berbagai diagnosis penyakit. ” Dalam pelaksanaan program JKN penentuan besaran tarif INA- CBG’s ditentukan mengacu pada basis data costing dari 137 RS Pemerintah dan RS Swasta serta melibatkan data coding dari 6 juta kasus penyakit. Besaran biaya yang ditetapkan dipengaruhi oleh sejumlah aspek pada sistem INA- CBG’s, antara lain terdapatnya diagnosa utama, adanya diagnosa sekunder berupa penyerta comorbidity atau penyulit complication, tingkat keparahan, bentuk intervensi, serta variasinya umur pasien. Maka dapat dipahami secara ringkasnya bahwa tarif INA- CBG’s yang ditentukan tersebut merupakan biaya yang harus dibayarkan selaras dengan ongkos atau cost per episode dari suatu pelayanan kesehatan dalam suatu rangkaian perawatan pasien sampai selesai. Dengan pola paket INA- CBG’s, menurut informasi seputar BPJS Kesehatan sebagaimana termuat dalam laman web seputar info BPJS Kesehatan Tim Info BPJS Kesehatan, 2014, ” bahwa pembayaran tersebut sudah termasuk ongkos baik pada konsultasi dokter, pemeriksaan penunjang, seperti laboratorium, radiologi rontgen dan lab lainnya, obat Formularium Nasional Fornas maupun obat bukan Fornas, bahan dan alat medis habis pakai, akomodasi atau kamar perawatan, biaya lainnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien. ” Komponen biaya yang sudah termasuk ke dalam paket INA- CBG’s telah ditentukan besaran sebelumnya dan menjadi acuan buat BPJS Kesehatan untuk membayar biaya tersebut sehingga tidak lagi dibebankan prihal biaya tersebut kepada pasien. Berikut merupakan contoh tarif untuk rawat inap yang digunakan sebagai acuan oleh rumah sakit dalam membebankan biaya tagihan kepada BPJS Kesehatan Tim redaksi, 2016 “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 283 Gambar 4.1 tari f Ina CBG’s 2013 Regional 1 Rumah Sakit Kelas A Pola Pembayaran BPJS Kesehatan kepada faskes tingkat lanjut seperti pada rumah sakit berbeda dengan faskes pertama yang menggunakan sistem kapitasi, Pada faskes lanjutan pola pembayaran diberlakukan sistem fee for service namun dengan besaran tarif yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan pada paket tarif dalam INA-CBGs. Cara pembayaran fee for service yang diterapkan secara konvensional terdahulu ditentukan secara sepihak oleh provider kesehatan rumah sakit klinik dan sebagainya meski berorientasi pada pelayanan namun tidak menutup kemungkinan terjadinya unsur komersialisasi pada layanan kesehatan tersebut. Pada sistem Ina CBGs, BPJS kesehatan tarif layanan telah ditentukan, kebijakan penentuan besaran tarif oleh BPJS Kesehatan kerap kali menghadapi kasus komplainan dari pihak provider rumah sakit yang merasa bahwa biaya kesehatan yang mengacu patokan tarif Ina CBGs terlampau kecil dari layanan riil yang telah diberikan pihak rumah sakit kepada pasien peserta JKN BPJS Kesehatan. Hal ini menjadi lebih runyam apabila faskes tingkat pertama ternyata tidak optimal dalam memberikan layanan kesehatan. Adakalanya anggaran kapitasi di faskes pertama sudah mulai menipis tidak menutup kemungkinan adanya kecenderungan terjadinya Moral Hazard. Fenomena kasus yang mungkin terjadi misalkan demi upaya menghemat biaya kapitasi untuk layanan primer faskes tingkat pertama kemudian main memudahkan saja proses rujukan guna mengirimkan pasiennya ke faskes tingkat lanjutan. Padahal didapati fakta sesungguhnya pasien belum patut dipindah rujukan karena masih dalam jangkauan kemampuan sumber daya yang ada di fakes tingkat pertama tersebut. Proses rujukan pengiriman ke rumah sakit dibuat bukan melihat kondisi riil keadaan pasien secara prosedural medis namun lebih kepada upaya mengeruk keuntungan atau menekan penggunaan dana kapitasi dan melempar masalah ke pihak lain. Proses yang tidak prosedural medis dalam mengirim pasien ruujukan menyebabkan rumah sakit kewalahan menangani banyaknya pasien peserta BPJS kesehatan. Menurut Karmawan laman webnya Karmawan, Budi, 2014 “RSCM melayani hampir ββ00 pasien per hari, RS Fatmawati hampir 1500 pasien per hari, RS Kanker Dharmais lebih dari 1000 pasien per hari, begitu juga dengan RS lain di Jakarta. Inilah yang terjadi bila sistem rujukan tidak berjalan sebagaimana meskinya.” Membeludaknya jumlah pasien akan memperbesar tagihan atau klaim biaya atas pengobatan rumah sakit tersebut. Dana pembayaran klaim tagihan tersebut sebagian besarnya di ambil dari anggaran APBN. Di negara maju yang telah juga