Keterbatasan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN

“Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 577 DAFTAR PUSTAKA Agnes. 2013. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Struktur Modal Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan . ejournal.unp.ac.id Ale, L. 2014. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility . Ejournal Universitas Atmajaya Asian Development Bank. 2013. ASEAN Corporate Governance Scorecard: Country Report and Assesment 2012-2013. Mandaluyong City, Philipines Ciptaningsih 2013. Uji Pengaruh Modal Intellectual Pada Perusahaan BUMN.10 Desember 2013. Print ISSN: 1412-1700; Online ISSN: 2089-7928. DOI: http:dx.doi.org10.12695jmt.201 3.12.3.7 Copyright2013. Published by Unit Research and Knowledge, School of Business and Management – Institute Ghozali Imam 2016. Ekonometrika, Teori, Konsep dan Aplikasi . Badan penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali Imam 2016. Aplikasi Analisis Multivariete. Badan penerbit Universitas Diponegoro. Hashim, Osman, Alhabsi.2015. Effect of Intellectual Capital on Organization Performance. Procedia Social Behavioral Science . www.scincedirect.com Indonesia Stock Exchange.2016. Emiten sector perbankan. www.idx.co.id Idris, M. 2015 Hanya 2 Emiten RI Masuk 50 Terbaik GCG di ASEAN . Diakses pada 28 April 2016 melalui http:finance.detik.com Jensen, M.C., Meckling, W.H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior. Agency Cost and Ownership Structure . Journal of Financial Economics, 34, 305- 360 Juniarti., Agnes, A.S., 2010. Pengaruh Good Corporate Governance, Voluntary Disclosure TerhadapBiaya Hutang Costs of Debt. Jurnalakuntansi.petra.ac.id Kamath, G.B. 2007. The Intellectual Capital Performance of Indian Banking Sector . Journal of Intellectual Capital, Vol. 8 No. 1 Page. 96-123 KNKG. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Governance . Jakarta KNKG. 2013. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Governance. Jakarta Komite Nasional Kebijakan Governance KNKG , 2013, Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, Jakarta Kubo, I., Saka. A. 2002. An Inquiry Into The Motivations of Knowledge Workers In The Japanese Financial Industry. Journal of Knowledge Management, 63. 262-271 Nova, Didik.2012. Pengaruh Elemen Pembentuk Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 578 Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia . DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Page 1-11 http:ejournal- s1.undip.ac.idindex.phpaccounti ng Pratiwi, R. 2014. Implementasi GCG Harus Libatkan Semua Stakeholders . Diakses pada 30 Mei 2015 dari World Wide Web: http:swa.co.id Puteri 2013. Karakteristik Good Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan Manufaktur. Universitas Udayana. www.portalgaruda.co.id Shah, S.Z.A., Butt, S.A. 2009. The Impact of Corporate Governance on the Cost of Equity: Empirical Evidence from Pakistani Listed Companies . The Lahore Journal of Economics, 141, 139-171 Ozan, Cakan, Kayacan. 2016. Intellectual Capital and Financial Performance : A Study of Turkis Banking Sector. www.elsevier.comjournalsborsa- istanbul-review2214-8450 Ulum 2016, Intellectual Capital. UMM Press Wahdikorin, Ayu. 2010. Pengaruh modal intelektual terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa efek Indonesia BEI tahun 2007-2009. Semarang : Universitas Diponegoro. “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 579 PENGARUH PENGALAMAN KERJA DAN PROFESIONAL SKEPTISISME AUDITOR TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT DENGAN INDEPENDENSI SEBAGAI VARIABEL MODERATING Imam Tri Saputra, Holiawati Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang, Tangerang Selatan Email: itputra27gmail.com ABSTRACT This study aimed to determine the effect of Work Experience and Professional Skepticism against Accuracy Provision Auditor Audit Opinion with Independence as Moderating Variable in South Jakarta and Tangerang This study uses quantitative data analysis performed on public accounting firm in South Jakarta and Tangerang. This research was conducted during the months of July to August 2016 using convenience sampling method, the method of data collection by conducted questionnaires to 48 respondents, were processed using SPSS statistical software tools 22, that uses a Likert scale. Testing the hypothesis in this study using multiple regression analysis. Research results show that the partial work experience a significant effect on the accuracy of the audit opinion administration, professional skepticism significant effect on the accuracy of the audit opinion and the provision of simultaneous work experience and professional skepticism, the auditors independence as moderating variable does not affect the accuracy of the administration of the audit opinion. Key Words: Work Experience, Proesional Skepticism, Accuracy Provision of Audit Opinion, Independence. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara Pengalaman Kerja dan Profesional Skeptisisme Auditor terhadap Ketepatan Pemberian Opini Audit dengan Independensi sebagai Variabel Moderating di Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan metode analisis data kuantitatif yang dilakukan pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juli sampai dengan Agustus 2016 dengan menggunakan metode convenience sampling, metode pengumpulan data melalui penyebaran kuisioner ke 48 responden, yang diolah dengan menggunakan software statistic SPSS 22, dengan skala likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa secara parsial pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit, profesional skeptisisme berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit dan secara simultan pengalaman kerja dan profesional skeptisisme auditor dengan independensi sebagai variabel moderating tidak berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini audit. Kata Kunci: Pengalaman Kerja, Proesional Skeptisisme, Ketepatan Pemberian Opini Audit, Independensi. Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 580

1. PENDAHULUAN

Dewasa ini profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang diberikan kepercayaan oleh masyarakat. Profesi akuntan publik tumbuh dan berkembang di suatu negara sejalan dengan berkembangnya perusahaan di negara-negara tersebut. Profesi akuntan publik ini memiliki peranan yang sangat penting dalam pemeriksaan laporan keuangan suatu instansi atau perusahaan yang bertujuan untuk menyatakan apakah ikhtisar keuangan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan SAK. Tugas akuntan publik adalah memeriksa dan memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia IAI. Profesi Akuntan Publik di seluruh dunia merupakan profesi yang menghadapi risiko yang sangat tinggi. Hampir seluruh akuntan publik menyadari bahwa mereka harus memberikan jasa profesionalnya sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik SPAP, mentaati kode etik akuntan pubik dan memiliki standar pengendalian mutu. Jika tidak, akuntan publik bisa salah dalam memberikan opini, karena memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian padahal laporan keuangan mengandung salah saji material, itu dapat disebut failure audit. Pada tahun 2008, saat BPK RI mengaudit tentang penyalahgunaan dana APBD, ditemukan kasus bahwa auditor bekerja tidak menggunakan profesionalismenya namun menggunakan asusmsi-asumsi. Hal ini disebabkan kurangnya bukti- bukti audit atau berkas yang diperlukan oleh auditor tidak terpenuhi untuk melakukan proses audit terhadap penggunaan APBD tersebut. Ini menunjukan bahwa auditor tidak memiliki sikap skeptis dalam bekerja. Dari kejadian tersebut, maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik menurun drastis. Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, di Amerika Serikat dikeluarkan Sarbanes Oxley Act . Indonesia pun tidak mau ketinggalan, saat ini sudah dikeluarkan Undang- Undang Akuntan Publik Nomor 5 Tahun 2011 Tanggal 3 Mei 2011 yang salah satu pasalnya menyebutkan akuntan publik bisa dikenakan sanksi pidana jika terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya dan terbukti terlibat tindak pidana Sukrisno, 2014. Pengalaman seorang auditor menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi skeptisisme seorang auditor. Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan. Semakin banyak seorang auditor melakukan pemeriksaan laporan keuangan, maka semakin tinggi tingkat skeptisisme yang dimiliki. Untuk itu, seorang auditor harus terlebih dahulu mencari pengalaman profesi di bawah pengawasan audit senior yang lebih berpengalaman. Menurut Arens 2008 Auditor harus menjalani pendidikan formal di bidang akuntansi, pengalaman praktis yang cukup banyak dalam bidang kerja yang dilakukannya, serta pendidikan profesi yang berkelanjutan. Sedangkan, menurut Asih 2006: 12 memberikan kesimpulan bahwa seorang auditor yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam hal mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan, dan mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan ini lah yang sangat bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Masyarakat atau pemangku kepentingan memerlukan kepercayaan dari profesi akuntan yang menyediakan jasanya. Dalam memberikan opini kewajaran sebuah laporan keuangan auditor harus memiliki sikap skeptisme. “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” 581 Skeptisme berasal dari kata skeptis yang berarti kurang percaya atau ragu KUBI, 1976 dalam Gusti dan Ali 2008. Menurut Arens 2008: 47, auditor harus bertanggung jawab secara profesional dalam pelaksaan tugasnya untuk bersikap tekun dan penuh hati-hati. Sebagai ilustrasi, sikap skeptis ini harus ditunjukan auditor dalam perhatian mendalam termasuk pertimbangan akan kelengkapan kertas kerja, kecukupan bukti audit, serta ketepatan laporan audit. Sedangkan, Menurut Noviyanti 2008: 107 dalam menjalankan penugasan audit di lapangan seharusnya auditor tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap profesional skeptisismenya. Profesional skeptisisme perlu dimiliki oleh auditor terutama pada saat memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti audit, sikap skeptis dari auditor ini diharapkan dapat mencerminkan kemahiran profesional dari seorang auditor. Munculnya pandangan skeptis terhadap profesi akuntan publik memang beralasan, di karenakan cukup banyak laporan keuangan suatu perusahaan yang mengalami kebangkrutan setelah mendapat opini wajar tanpa pengecualian tapi tidak diiringi dengan ketepatan pemberian opini yang baik. Misalnya kasus Enron yang melibatkan KAP arthur Andersen yang berakibat menurunnya kepercayaan investor terhadap integritas penyajian laporan keuangan. Penelitian Beasley 2001 dalam Herustya 2007 yang didasarkan pada AAERs Accounting and Auditing Realeases , selama 11 periode Januari 1987 - Desember 1997 menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi laporan keuangan adalah rendahnya tingkat profesional skeptisisme audit dan kurangnya pengalaman yang dimiliki. Theodorus M. Tuanakotta 2011, menyatakan bahwa profesional skeptisisme yang rendah akan menumpulkan kepekaan auditor terhadap kecurangan baik yang nyata maupun yang berupa potensi, atau terhadap tanda- tanda bahaya red flags, warning signs yang mengindikasikan adanya kesalahan accounting Error dan kecurangan fraud . Auditor harus menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan ditetapkan dalam pemeriksaan, menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini oleh auditor. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat skeptisisme seorang auditor dalam melakukan audit, maka diduga akan berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini audit. Independensi, dalam The CPA Handbook menurut E.B. Wilcox adalah merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun Mautz dan Sharaf, 1993: 246. Kode Etik Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dimiliki oleh seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan yakni ketika