Penataan Administrasi Pilkada BUKU II RKP TAHUN 2015

9-40 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015 BIDANG PEMBANGUNAN WILAYAH DAN TATA RUANG pemilihan Kepala Daerah Pilkada. Pelaksanaan Pilkada langsung sejak tahun 2005 bertujuan membuka ruang partisipasi publik yang semakin luas, namun justru memicu konfllik Pilkada terkait masalah administrasi data pemilih, netralitas penyelenggara Pemilu, serta kurangnya kepatuhan Partai Politik terhadap peraturan. Hingga Agustus 2013, tercatat 75 korban meninggal dan 256 korban terluka, serta pengrusakan 279 unit rumah tinggal, fasilitas umum di 156 lokasi, dan kantor pemerintahan di 56 lokasi. Maraknya konflik Pilkada juga dapat dilihat dari jumlah kasus yang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi, yakni 638 gugatan terkait sengketa hasil Pilkada dari tahun 2008 dan hanya 601 kasus yang telah diputus dan berkekuatan hukum tetap. Proses judisialisasi politik ini membawa sejumlah dampak sistemik seperti meningkatnya ketidakpastian politik, terganggunya pemerintahan, semakin mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan calon kepala daerah dan partai politik, serta penurunan tingkat partisipasi pemilih.

b. Peningkatan Kualitas Kebijakan Pemerintah Daerah

Terkait dengan isu ini, dirasakan rendahnya keterwakilan masyarakat dalam proses penetapan kebijakan. Rendahnya keterwakilan kepentingan publik dalam berbagai produk kebijakan tersebut tidak saja menurunkan derajat legitimasi dan akseptabilitas kebijakan dan lembaga-lembaga pemerintah daerah di mata masyarakat tetapi dikhawatirkan dapat memicu konflik vertikal dan horizontal dalam skala besar. Selain itu, isu sinergi eksekutif-legislatif menjadi semakin penting mengingat isu ini berpotensi mengganggu efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

c. Perbaikan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus

Otonomi khusus pada dasarnya dirancang untuk memberikan perhatian lebih pada masyarakat. Capaian kinerja pemerintah daerah Otonomi Khusus dapat dilihat dari dua sisi, yaitu melalui proses dan capaian sistemik. Dari sisi proses, masih terdapat pelayanan publik yang belum diberikan secara optimal. Sedangkan dari sisi capaian sistemik, beberapa indikator makro seperti IPM dan kondisi kemiskinan menunjukkan belum adanya perubahan yang signifikan. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015 | BIDANG PEMBANGUNAN WILAYAH DAN TATA RUANG 9-41 TABEL 9.4 CAPAIAN IPM DAERAH OTSUS Sumber: BPS, 2012

9.1.12 Tata Kelola dan

Kapasitas Pemerintahan Daerah

4. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintahan Daerah

a. Percepatan Implementasi Standar Pelayanan

Minimal SPM Standar Pelayanan Minimal merupakan jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang paling minimal berhak diperoleh setiap warga. Tujuan SPM adalah menyediakan jaminan pelayanan dasar yang baik bagi masyarakat serta menjadi panduan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayanan publik. Beberapa kebijakan untuk mempercepat pelaksanaan SPM yakni: 1 Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010; 2 Surat Mendagri No.100-676-SJ Tanggal 7 Maret 2011 tentang Percepatan Penerapan Standar Pelayanan Minimal SPM di daerah; 3 Surat Edaran Mendagri No. 1001023SJ tanggal 26 Maret 2012 tentang Percepatan Pelaksanaan Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal di Daerah. Dalam perkembangannya, Pemerintah hingga tahun 2013 telah menetapkan 15 SPM. TABEL 9.5 PERKEMBANGAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SPM No Bidang Tahun Penetapan Juknis Panduan Oprs Juknis Pedoman Pembiayaan Jenis Pelayanan Jumlah Indikator Target Pencapaian 1 Kesehatan 2008 V 2010 4 18 2015 2 Sosial 2008 V 2010 4 7 2015 3 Lingk. Hidup 2008 V Draft 4 4 2013 4 Pemdagri 2008 V Draft 3 6 2015 5 Perumahan Rakyat 2008 V 2010 2 3 2025 Provinsi 2009 2010 2011 2012 NAD 71,31 71,70 72,16 72,51 Papua Barat 68,58 69,15 69,65 70,22 Papua 64,53 64,94 65,36 65,86 Nasional 71,76 72,27 72,77 73,29