Penguatan Permasalahan dan Isu Strategis

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 | BIDANG SARANA DAN PRASARANA 5-3 yang telah dimulai sejak tahun 2009 baru menjangkau 16 kota yang melayani sekitar 58.000 sambungan rumah tangga. Kondisi tersebut di atas utamanya disebabkan oleh masih terbatasnya jaringan infrastruktur gas bumi dan ketenagalistrikan berupa pembangkit, jaringan transmisi dan distribusi. Tingkat pasokanpenyediaan gas bumi untuk rumah tangga masih tertinggal dibandingkan pertumbuhan permintaan demand. Pemerataan pembangunan dan ketersediaan infrastruktur yang berdaya saing merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Secara umum, daya saing infrastruktur Indonesia saat ini kondisinya mengalami perbaikan, namun masih rendah dibandingkan negara-negara lain di ASEAN. Rendahnya daya saing infrastruktur tersebut antara lain akibat dari adanya hambatan-hambatan pada pergerakan penumpang maupun barang di berbagai moda transportasi yang ada. Kondisi mantap jalan nasional tahun 2013 dengan panjang 38.570 km telah mencapai 92, sementara itu jalan daerah dengan panjang 463.399 km baru mencapai kondisi mantap sebesar 63 untuk jalan Provinsi dan 43 untuk jalan KabupatenKota sehingga mengakibatkan kurang efektifnya konektivitas nasional. Kerusakan jalan akibat pembebanan berlebih turut menyumbang pada peningkatan waktu tempuh. Pesatnya pertumbuhan penumpang udara tidak diimbangi pengembangan infrastruktur bandara yang memadai. Permintaan terhadap pelayanan baik untuk landasan maupun terminal pada bandara-bandara di Ibukota Provinsi saat ini sebagian besar telah melampaui kapasitasnya. Waktu tunggu dwelling time pada pelabuhan Tanjung Priok mencapai tujuh hari, jauh dari kondisi ideal empat hari. Terbatasnya aksesibilitas logistik antara pelabuhan dengan kawasan hinterland maupun kawasan pertumbuhan ekonomi mengakibatkan tingginya waktu tempuh. Inefisiensi kinerja infrastruktur transportasi disebabkan antara lain oleh belum berkembangnya transportasi multimoda dan antar moda. Hal ini ditandai oleh dominasi moda jalan raya baik untuk angkutan penumpang maupun barang mengakibatkan. Sementara itu moda angkutan laut saat ini pangsanya masih rendah, dan angkutan short sea shipping sebagai alternatif terhadap untuk angkutan barang belum dikembangkan secara optimal. Begitu pula dengan moda kereta api yang memiliki keunggulan untuk angkutan 5-4 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 BIDANG SARANA DAN PRASARANA barang jarak menengah dan jauh belum dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik, serta angkutan sungai belum dikembangkan dengan baik pada daerah-daerah yang memiliki sungai-sungai besar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua maupun untuk menunjang angkutan di perkotaan. Disamping itu, fasilitas keterpaduan antarmoda pada titik perpindahan moda belum dikelola dengan baik. Hingga saat ini, fasilitas kereta api pada pelabuhan maupun bandara belum dikembangkan secara optimal, demikian juga dengan pengembangan dry port serta fasilitas antar moda kereta api dan bus di perkotaan. Pengembangan industri sarana seperti pesawat, kapal, bus, KRL, monorail dan gerbong kereta belum dilakukan secara memadai untuk mendorong peningkatan peran moda angkutan udara, laut, dan kereta api dalam rangka mewujudkan transportasi multimoda yang efisien. Keterbatasan kuantitas dan kualitas SDM transportasi nasional terutama di bidang pelayaran dan penerbangan juga menyebabkan daya saing SDM nasional masih di bawah SDM negara-negara lainnya terutama wilayah ASEAN. Apabila tidak ada upaya yang signifikan dalam menyiapkan SDM yang unggul dan berkompeten, maka daya saing SDM transportasi nasional akan selalu di bawah posisi negara ASEAN lainnya saat terwujudnya Komunitas ASEAN Tahun 2015 maupun dunia internasional. Dalam rangka penyediaan infrastruktur, peran serta badan usaha dalam pembangunan infrastruktur sangat diperlukan terkait dengan keterbatasan kapasitas pembiayaan pemerintah. Namun, upaya peningkatan kontribusi badan usaha dalam penyediaan infrastruktur melalui skema KPS atau PPP masih mengalami permasalahan, yaitu 1 masih kurangnya informasi mengenai proyek baik dari sisi detail teknis maupun informasi keuangan serta analisis terhadap berbagai macam risiko dan jaminan pemerintah untuk pengelolaan risiko tersebut; 2 masih sulitnya penerapan peraturan terkait dengan KPS oleh para Penanggung Jawab Proyek Kerja sama PJPK; 3 masih rendahnya kapasitas aparatur dan kelembagaan dalam melaksanakan KPS; 4 belum optimalnya dokumen perencanaan proyek KPS bidang infrastruktur mengakibatkan pilihan strategi pelaksanaan proyek yang kurang memihak pada KPS sehingga proyek infrastruktur yang menarik bagi pihak swasta malah dilaksanakan melalui pembiayaan APBNAPBD sementara proyek infrastruktur yang tidak menarik justru ditawarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 | BIDANG SARANA DAN PRASARANA 5-5 kepada pihak swasta; 5 masih kurang memadainya pendanaan PT SMI dan anak perusahaannya PT IIF serta PT PII masing-masing sebagai instrumen pembiayaan dan penjaminan pembangunan infrastruktur melalui skema KPS; serta 6 belum adanya mekanisme pemberian insentif bagi Penanggung Jawab Proyek Kerja sama PJPK dalam melaksanakan KPS. Keselamatan merupakan prinsip dasar dalam penyelenggaraan transportasi, namun jumlah kejadian dan fatalitas kecelakaan transportasi masih tinggi, terutama pada kecelakaan lalu lintas jalan. Jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas jalan lebih dari 30.000 jiwa tiap tahunnya. Bahkan kerugian akibat kecelakaan lalu lintas jalan diperkirakan mencapai 2,9-3,1 dari total GDP Indonesia. Upaya pemenuhan fasilitas keselamatan transportasi baik untuk jalan, pelayaran, penerbangan, dan perkeretaapian, masih belum memadai. Selain itu penanganan terhadap kejadian kecelakaan pelayaran maupun penerbangan di Indonesia belum dilakukan secara memadai, akibat keterbatasan kemampuan, perlengkapan, dan SDM dari Search and Resque SAR, sehingga upaya penyelamatan terhadap jiwa manusia sering terhambat dan kurang maksimal. Sementera itu pada sektor telekomunikasi dan informatika masih terdapat wilayah blank spot, infrastruktur pita lebar boradband yang terbatas, harga layanan komunikasi dan informatika khususnya pita lebar yang masih tinggi, pengelolaan spektrum frekuensi radio yang belum optimal, serta tingginya biaya regulasi regulatory cost, dan belum memadainya peraturan perundangan sehingga tidak memberikan kepastian hukum untuk melindungi investasi jangka panjang. Untuk mewujudkan perkotaan di Indonesia yang bertaraf internasional, peran infrastruktur menjadi sangat penting. Selama kurun 5 tahun ke depan, peran sistem transportasi bukan saja akan menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi, intensifikasi aksesibilitas ke seluruh bagian kota dan integrator pusat-pusat kegiatan masyarakat, tetapi sekaligus meningkatkan taraf hidup, mengurangi kesenjangan sosial dan mengurangi hambatan diskontinuitas dan mendorong partisipasi publik yang lebih luas. Degradasi kualitas infrastruktur perkotaan dipengaruhi oleh peningkatan angka urbanisasi di Indonesia. Jumlah penduduk 5-6 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 BIDANG SARANA DAN PRASARANA perkotaan di Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan mencapai 129,6 juta. Jumlah ini merupakan 54 dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini juga berarti peningkatan dari Sensus Penduduk 2010 sebanyak 118,3 juta. Diperkirakan setiap tahun penduduk kota bertambah 5,65 juta orang atau 15.479 orang per hari. Tahun 2025 diperkirakan sebanyak 65 penduduk akan menghuni perkotaan terutama di 16 kota besar yang ada di Indonesia. Kota juga merupakan pusat peredaran ekonomi nasional. ADB memperkirakan 80 pertumbuhan ekonomi baru di Asia berasal dari wilayah perkotaan karena posisinya sebagai pusat konsentrasi pekerja dan lapangan kerja. Tekanan akibat tingginya urbanisasi akan menyebabkan beban mobilitas perkotaan meningkat, diwarnai oleh penggunaan sepeda motor yang tinggi. Kemacetan di perkotaan telah menyedot tingkat pemborosan sampai 2-5 dari PDB negara- negara Asia, karena hilangnya waktu produktif dan tingginya biaya transportasi yang harus ditanggung ADB, 2013. Kemacetan lalu lintas di kota-kota besar mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar termasuk kehilangan waktu, pemborosan bahan bakar, dan menurunnya daya saing kota. Belum memadainya pelayanan angkutan umum yang bersifat massal di kawasan perkotaan dan masih tingginya penggunaan kendaraan pribadi menambah kemacetan dan mengurang mobilitas penumpang dan logistik. Dengan demikian pengembangan transportasi massal perkotaan di kota-kota besar sangat dibutuhkan. Kejadian bencana juga menjadi salah satu penyebab terputusnya arus transportasi seperti yang terjadi pada kasus semburan lumpur Sidoarjo yang cukup berpengaruh terhadap perekonomian Jawa Timur. Adanya perubahan asumsi penyebab Semburan Lumpur Sidoarjo, yang semula dianggap Underground Blow Out menjadi A Type of Mud Volcano menyebabkan adanya kemungkinan semburan lumpur tersebut akan berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama dan membutuhkan penanganan yang lebih komprehensif. Mempertimbangkan keberadaan jalur kereta api dan arteri Porong lama yang berada tepat di samping tanggul penahan lumpur, keberlanjutan pengaliran lumpur melalui Kali Porong sebagai upaya pengamanan tanggul penahan lumpur menjadi sangat penting untuk menghindari meluasnya area terdampak lumpur dan pengamanan jalur yang menghubungkan Surabaya dengan Malang, Pasuruan dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 | BIDANG SARANA DAN PRASARANA 5-7 Probolinggo. Ke depan, pengembangan riset dan sistem monitoring kebencanaan lumpur juga perlu menjadi perhatian disamping pengamanan sejumlah aset Pemerintah hasil jual beli tanah dan bangunan warga agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Berdasarkan berbagai kondisi tersebut diatas maka isu strategis penguatan konektivitas nasional meliputi 1 Keseimbangan pembangunan antarwilayah; 2 Pendorong pertumbuhan ekonomi; 3 pengembangan transportasi massal perkotaan; dan 4 Penanganan bencana yang berdampak pada arus transportasi.

5.1.2 Peningkatan

ketersediaan infrastruktur Pelayanan dasar Tingkat pelayanan dasar akan energi terutama akses infrastruktur terhadap tenaga listrik masih menunjukkan ketimpangan. Pelayanan dasar ketenagalistrikan belum dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, termasuk daerah terpencil dan terluar, atau perbatasan. Total peningkatan rasio elektrifikasi nasional pada tahun 2014 diperkirakan baru mencapai sekitar 81,51 persen atau masih ada sekitar 18,49 persen penduduk belum dapat menikmati layanan ketenagalistrikan. Bahkan, krisis pasokan tenaga listrik kerap terjadi di berbagai wilayah. Aksesibilitas sarana prasarana ketenagalistrikan di setiap provinsi belum merata, beberapa daerah yang masih memiliki tingkat rasio elektrifikasi dibawah 60 persen pada tahun 2013 yaitu NTT dan Papua masing- masing sebesar 54,77 persen dan 36,41 persen. Tingkat layanan ketenagalistrikan juga dapat ditunjukkan dari konsumsi tenaga listrik per kapita yang masih relatif tergolong rendah yaitu pada tahun 2012 konsumsi tenaga listrik per kapita adalah 0.6 MWhkapita dengan produksi tenaga listrik sebesar 183,4 ribu GWh. Hal yang hampir sama juga terjadi dalam akses dan pemanfaatan energi untuk keperluan rumah tangga, terutama yang bersumber dari sumber energi setempat masih sangat minim, terutama energi terbarukan biogas, masih sangat terbatas. Kondisi tersebut di atas disebabkan oleh masih terbatasnya jaringan infrastruktur gas bumi dan ketenagalistrikan berupa pembangkit, jaringan transmisi dan distribusi. Tingkat pasokanpenyediaan gas bumi untuk rumah tangga dan tenaga listrik masih tertinggal dibandingkan pertumbuhan permintaan demand sehingga terjadi keadaan permintaan yang terbatasi suppressed demand. Peningkatan akses air minum dan sanitasi sebagai layanan dasar bagi masyarakat belum terpenuhi. Permasalahan utama 5-8 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 BIDANG SARANA DAN PRASARANA yang dihadapi dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana terbangun serta belum terlayaninya seluruh penduduk Indonesia akan air minum dan sanitasi. Minimnya keberlajutan sarana dan prasarana ditunjukkan dari banyaknya infrastruktur yang telah dibangun namun tidak digunakan oleh masyarakat. Penyebab utama hal ini adalah belum diterapkannya manajemen aset. Belum optimalnya pelibatan masyarakat di setiap tahapan pembangunan menyebabkan kurangnya rasa kepemilikan akan sarana terbangun. Perencanaan dan pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi saat ini belum mencakup strategi manajemen aset yang tepat, khususnya terkait pemeliharaan dan rehabilitasi sehingga mempersingkat usia ekonomis dari infrastruktur terbangun. Akibatnya sustainability pembangunan tidak tercapai. Di sisi lain, akses air minum dan sanitasi yang ada saat ini juga belum dapat menjangkau seluruh penduduk. Hingga tahun 2013, proporsi rumah tangga dengan akses air minum layak meningkat sebesar 30,22 atau rata-rata kenaikan pertahun sebesar 2,32. Sedangkan proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi layak meningkat sebesar 26,99 atau rata-rata kenaikan pertahun sebesar 2,07. Hal ini dikarenakan belum mantapnya sinergi perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan air minum dan sanitasi sehingga penyediaan sanitasi belum terintegrasi sebagai upaya untuk mengamankan penyediaan air minum, serta belum handalnya dukungan penyediaan air baku. Dengan demikian, pelayanan air minum yang ada saat ini belum dapat memenuhi aspek 4K kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan. Demikian halnya dengan pemenuhan hunian layak yang didukung oleh prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai masih memerlukan perhatian besar. Pada tahun 2012 masih terdapat 19,82 atau 11,8 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah. Jumlah kepemilikan rumah mengalami peningkatan sebesar 2,18 dari tahun 2010, namun jika dilihat sejak tahun 2000, jumlah persentase rumah tangga yang memiliki rumah milik sendiri relatif stagnan. Hal ini mengindikasikan bahwa harga rumah semakin tidak terjangkau dan adanya kecenderungan peningkatan jumlah penduduk perkotaan yang menempati hunian sewa. Ketimpangan antara pasokan supply dan kebutuhan demand dalam penyediaan perumahan masih menjadi