Meningkatkan perlindungan anak dari kekerasan,
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015 | PENGARUSTAMAAN DAN PEMBANGUNAN LINTAS BIDANG
1-69 2011 menjadi 62,4 persen pada tahun 2012 Susenas.
Dengan disahkannya UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan pada 19 Juni 2013 diharapkan pemilikan akta kelahiran untuk semua anakanak balita dapat
dipercepat. Hal ini antara lain karena UU No. 242013 tersebut mengamanatkan peran aktif pemerintah dan
pemerintah
daerah dalam
pencatatan kelahiran,
penghapusan peran pengadilan dalam pengurusan akta kelahiran yang melampaui batas waktu satu tahun,
pelaporan kelahiran oleh penduduk dapat dilaksanakan di instansi pelaksana tempat penduduk berdomisili dengan
penulisan tempat lahir tetap menunjuk pada tempat terjadinya kelahiran, serta larangan melakukan pungutan
dalam pengurusan akta kelahiran. Sementara itu, upaya perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum
ABH
mencatat kemajuan
yang progresif
dengan disahkannya Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA. Sebagai tindak lanjutnya, telah disusun pula Modul Terpadu Dalam Rangka
Perlindungan dan Penanganan ABH Bagi Aparat Penegak Hukum dan Instansi Terkait. Dalam upaya menurunkan
jumlah pekerja anak, pada tahun 2013 telah dilaksanakan penarikan terhadap 11.000 pekerja anak dari bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak BPTA dalam rangka Program Keluarga Harapan PPA-PKH. Sebanyak 10.218
orang atau sekitar 92,89 persen dari pekerja anak tersebut, telah berhasil mengakses pelayanan pendidikan. Selanjutnya,
dalam rangka meningkatkan pelayanan sosial bagi anak, Program Kesejahteraan Sosial Anak PKSA pada tahun 2013
mencakup sekitar 7.610 balita telantar, 137.376 anak telantar, 8.515 anak jalanan, 1.040 anak berhadapan dengan
hukum ABH, 1.820 anak dengan disabilitas ADD, dan 2.145 anak yang membutuhkan perlindungan khusus
AMPK. Kepada anak-anak tersebut diberikan subsidi untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti akta kelahiran,
kesehatan, gizi, pendidikan, pakaian, penyatuan kembali dengan orang tuakeluarga, alat bantu, dan lain-lain.
Disamping kemajuan-kemajuan tersebut, masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan
perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya pada tahun 2015. Data SUSENAS
2012 diolah SMERU menunjukkan bahwa secara nasional
1-70 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015
PENGARUSTAMAAN DAN PEMBANGUNAN LINTAS BIDANG anak balita yang belum memiliki akta kelahiran cukup besar,
yaitu 37,6 persen. Anak balita di desa yang tidak memiliki akta kelahiran 2 kali lebih banyak dibanding anak balita di
kota serta persentasenya semakin tinggi jika tingkat pengeluaran rumah tangga semakin rendah semakin
miskin. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, setiap tahun sekitar 125.000 penduduk usia 10-14 tahun dan 1,1 juta
penduduk usia 15-19 tahun yang menikah. Hasil sementara survei prevalensi KtA tahun 2013 menunjukkan prevalensi
kekerasan pada anak laki-laki adalah 40,3 persen. Sedangkan untuk anak perempuan prevalensinya adalah 21,3 persen.
Kekerasan fisik merupakan jenis kekerasan yang paling banyak dialami anak, diikuti dengan kekerasan emosional
dan kekerasan seksual. Pelaku kekerasan terhadap anak umumnya adalah orang-orang yang dekat dengan anak,
seperti ibuayah kandung, ibuayah tiri, anggota keluarga lainnya,
guru, tetangga.
Sakernas Agustus
2012 menunjukkan sekitar 2,7 juta anak usia 15-17 tahun telah
masuk dalam kelompok pekerja. Pada tahun 2011, lembaga pemasyarakatan
melaporkan sebanyak
51.400 anak
berstatus sebagai tahanan dan 3.312 anak berstatus sebagai narapidana. Bareskrim Mabes Polri mencatat bahwa dalam
tahun 2011, terdapat 34 anak sebagai korban perdagangan orang. Sampai dengan akhir 2011, terdapat sekitar 500 ribu
anak berada dalam pengasuhanpengawasan panti asuhan dan 4,3 juta anak terlantar Kemensos. Selain itu,
munculnya berbagai tindak kekerasan baru, seperti pornografi dan perdagangan anak melalui media online.
Tantangan ke depan adalah meningkatkan kemampuan anak dalam menjaga keselamatan diri dari orang-orang yang
bermaksud jahat terhadap dirinya, meningkatkan peran orang tua dalam menjaga keamanan dan keselamatan anak,
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang dampak KtA terhadap tumbuh kembang anak, serta penegakan sanksi
hukum yang tegas bagi pelaku KtA.