7-10 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015
BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN internasional, peta Laut China Selatan yang dibuat oleh Cina
tersebut bertentangan dengan ketentuan dalam UNCLOS 1982. Nine-dotted line telah diprotes tidak hanya oleh Indonesia,
namun juga Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei.
Secara umum kecenderungan pelanggaran hukum di laut mengalami penurunan. Namun demikian, permasalahan
regulasi dan institusi membuat pengelolaannya belum optimal. Secara regulasi, pengelolaan laut belum dilaksanakan dalam
satu koridor regulasi yang komprehensif dan konsisten. Pada saat ini ada 13 KementerianLembaga KL penegak hukum
di laut dengan kewenangan yang berbeda-beda. Dari ke-13 KL tersebut hanya TNI AL, Polri Dit Polair, Kementerian
Perhubungan Ditjen Hubla, Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen PSDKP, Kementerian Keuangan Ditjen Bea
Cukai, dan Bakorkamla yang memiliki Satuan Tugas Patroli di laut dengan jumlah total kapal patroli sebanyak 923 kapal.
Jumlah ini cukup besar, namun pengoperasiannya masih berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan tupoksi masing-masing
lembaga. Bakorkamla yang sesuai dengan tupoksi sebagai koordinator keamanan laut hanya memiliki 9 kapal patroli.
Dalam mekanisme koordinasi, kondisi ini kurang optimal karena permasalahan ego sektoral belum sepenuhnya
terselesaikan. Ke depan, penguatan Bakorkamla menjadi lembaga yang lebih operasional dengan dukungan sarana dan
prasarana
yang memadai
perlu dilaksanakan
agar permasalahan keselamatan dan keamanan di laut dapat diatasi
secara optimal. Sasaran pembangunan pos pertahanan di wilayah perbatasan
pada RPJMN 2010 – 2014 adalah terbangunnya 106 pos
pertahanan baru menjadi 295 pos pertahanan dari 395 pos pertahanan yang dibutuhkan, serta terbangunnya pos
pertahanan baru di 11 pulau terdepan terluar dan memantapkan pos pertahanan di 12 pulau terdepan terluar
beserta penggelaran prajuritnya. Untuk pos perbatasan darat dengan jumlah awal sebanyak 189 pos pertahanan dan
dibandingkan dengan jumlah sampai dengan 2013 yang hanya 200 pos pertahanan, maka secara riil hanya menambah 11 pos
perbatasan, masih jauh dari sasaran yang ingin dibangun. Namun apabila memperhatikan status dan kondisi pos
perbatasan yang ada, sangat dimungkinkan bahwa alokasi pembangunan tidak hanya untuk membangun pos pertahanan
baru, tetapi digunakan untuk meng-upgrade kondisi darurat atau semi permanen menjadi permanen. Dengan demikian,
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015 | BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN
7-11 untuk meningkatkan pengamanan wilayah perbatasan maka
pembangunan pos perbatasan masih sangat dibutuhkan. Demikian pula untuk pos pulau terluar yang saat ini hanya
difokuskan pada 12 pulau dan 14 pos pulau terluar lainnya, masih ada 68 pulau terluar yang perlu ditingkatkan
penjagaannya agar berbagai bentuk pelanggaran hukum dan kedaulatan negara dapat ditekan seminimal mungkin.
7.1.6 Prevalensi
penyalahgunaan narkoba
Pencegahan dan pemberantasan narkoba telah menjadi masalah keamanan manusia pada level global. Saat ini ada
sekitar 250 juta orang atau setara 4 populasi dunia berusia 15-64 tahun menderita penyalahgunaan narkoba UNODC,
2013. Tindak pidana narkotika bersifat transnasional, menggunakan modus operasi canggih, teknologi tinggi,
jaringan organisasi luas, dan dalam beberapa kasus terkait dengan sumber pendanaan terorisme dan politik. Dari hasil
Survey Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia pada tahun 2011, diketahui bahwa angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2 atau sekitar 4.2 juta orang dari total populasi penduduk
berusia 10-60 tahun. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 0.21 bila dibandingkan dengan prevalensi pada tahun 2008
yaitu sebesar 1.99 atau sekitar 3.3 juta orang. Apabila tidak ada upaya pencegahan dan penanggulangan, diproyeksikan
pada akhir tahun 2019 akan mencapat angka sebesar 4,9 setara dengan 7,4 juta orang.
Dalam rangka mengendalikan prevalensi penyalahgunaan narkoba, pemerintah berupaya memperkuat kelembagaan dan
dukungan
pelaksanaan Program
Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalaggunaan dan Peredaran Gelap Narkoba P4GN. Sampai dengan akhir tahun 2012 terdapat 97
panti rehabilitasirumah sakitrumah sakit jiwa korban penyalahguna narkoba yang dikelola pemerintah; 45 RS jiwa
dikelola kementerian kesehatan dan pemerintah daerah; 307 RS rujukan bagi Orang yang Hidup dengan AIDS ODHA ; 182
instansi wajib lapor IPWL Kemkes; 40 instansi wajib lapor IPWL
Kemsos; dan
177 panti
rehabilitasirumah sakitrumah sakit jiwa korban penyalahguna narkoba yang
dikelola masyarakatOMS. Sementara itu dalam periode 2010 - 2014, pemerintah juga telah berhasil membangun 4 pusat
Terapi dan Rehabilitasi yaitu di Lido, Baddoka, Tanah Merah, dan Batam.
Dari sisi supply, selain jenis-jenis narkotika yang dikenal saat ini yaitu kanabisganja, opiates opium, morfin dan heroin,
7-12 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015
BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN kokain, dan amphetamine-type-stimulant methampethamin,
ekstasi, LSD, dan lain-lainnya, akhir-akhir ini muncul jenis narkotika psikoaktif baru New Psychoactive Substance, NPS
yang memberikan tantangan bagi penanganan peredaran narkoba, khususnya di Asia. Menurut Word Drug Report,
jumlah NPS meningkat dari 166 jenis di tahun 2009 menjadi 251 jenis di pertengahan tahun 2011 yang berarti jumlah NPS
melebihi total jumlah substansi di bawah kontrol internasional yaitu 234 jenis. Dari jumlah NPS tersebut, 38 di antaranya
sudah masuk ke Indonesia. Sampai dengan Desember 2013, masih ada 24 NPS yang belum masuk dalam daftar lampiran
UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga menjadi celah bagi pengguna untuk lolos dari jeratan hukum.
Asal NPS kebanyakan berasal dari Asia Timur dan Asia Selatan, terutama dari negara yang memiliki industri kimia dan farmasi
yang maju. Kawasan Asia menjadi kawasan dengan jumlah negara terbanyak kedua yang melaporkan kemunculan NPS,
yakni Brunei Darussalam, China termasuk Hong Kong, Indonesia, Jepang, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Kapasitas panti rehabilitasi yang dimiliki pemerintah saat ini baru menjangkau 18.000 orang atau 0,04 dari total korban
yang mencapai 4,7 juta orang, sehingga sulit menurunkan angka prevalensi narkoba secara signifikan. Kondisi yang sama
juga dialami oleh panti rehabilitasi berbasis masyarakat, padahal aspek sosial rehabilitasi sangat penting untuk
menciptakan wilayah bebas narkoba dan mencegah relapse kambuh. Sementara dari aspek penegakan hukum, pada
tahun 2013 jumlah penghuni lapas Indonesia sebanyak 159.882 orang, sekitar 60 95.000 orang adalah
penyalahgunapencandu narkoba. Padahal menurut amanat UU No. 352009, pemerintah berkewajiban melakukan
rehabilitasi korban penyalahgunaanpecandu narkoba. Hal ini merupakan
permasalahan tersendiri,
mengingat penghukuman korban penyalahgunaanpecandu narkoba yang
dicampur dengan narapidana kriminal umum dapat
merubahnya menjadi pelaku peredaran gelap narkoba setelah keluar dari penjara.
Sebagai bagian dari pembanguan nasional, pembangunan pertahanan dan keamanan merupakan prasarat enabling
environtment bagi berlangsungnya pembangunan nasional yang lainnya. Terwujudnya penguatan pertahanan nasional
dan keamanan dalam negeri akan berdampak positif pada terselenggaranya pembangunan nasional yang lainnya secara