Sektor Permasalahan Dan Isu Strategis
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-47 pada akhir Desember 2013. Perkembangan IHSG sampai
dengan awal tahun 2014, membaikmeningkat lagi menjadi 4.870 pada pertengahan April 2014.
Di sektor perbankan, meskipun terjadi krisis Eropa dan gejolak politik dan ekonomi di Amerika Serikat 2008 - 2013, kinerja
sektor perbankan masih terjaga dengan baik Tabel 1 `Indikator Perbankan. Indikator rasio kecukupan modal
Capital Adequacy Ratio
– CAR pada akhir 2013 mencapai 18,4 persen meningkat dibanding akhir 2012 17,4 persen,
tahun 2011 16,1 persen dan 2010 17,0 persen. Indikator lain seperti rasio kredit bermasalah Non Performing Loan
– NPL, tercatat menurun membaik menjadi 1,8 persen pada
akhir 2013, membaik dibanding 2012 2,3 persen, 2011 2,2 persen dan 2010 2,6 persen, terkait dengan kebijakan Loan
to Value dan Down Payment perbankan. Dari segi aset, total aset bank-bank umum pada akhir tahun 2013 tercatat sebesar
Rp 4.954,5 triliun, meningkat dibanding tahun 2012, yaitu sebesar Rp 4.262,6 triliun.
TABEL 3.7 INDIKATOR PERBANKAN
INDIKATOR 2011
2012 2013
CAR 16,1
17,4 18,4
NPL 2,2
2,3 1,8
ROA 3,0
3,1 3,1
LDR 78,8
84,0 89,9
Sumber: BIOJK
3-48 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI GAMBAR 3.21
INDIKATOR PERBANKAN 2011 – 2013
Sumber: Bank IndonesiaOJK
Penyaluran kredit perbankan juga mengalami pertumbuhan. Kinerja penyaluran kredit hingga akhir 2013 mencapai
Rp3.292,9 triliun atau menurun pertumbuhannya menjadi 21,6 persen dari Desember 2012 yang mencapai Rp2.725,7
triliun atau tumbuh sebesar 23,9 persen y-o-y dan tahun 2011 24,6 persen. Meningkatnya BI rate dari 5,75 persen,
menjadi 6,0 persen pada awal Juni 2013 dan secara bertahap menjadi
7,50 persen
pada awal
November 2013
mempengaruhi suku bunga perbankan. Tingkat suku bunga kredit modal kerja, dan kredit investasi meningkat, namun
kredit konsumsi menurun masing-masing menjadi 12,14 persen, 11,83 persen dan 13,13 persen pada akhir 2013 dari
11,50 persen, 11,28 persen dan 13,58 persen pada akhir 2012. Terjaganya perubahan suku bunga kredit tersebut juga terkait
dengan kebijakan yang mewajibkan bank mempublikasikan Suku Bunga Dasar Kredit, yang bertujuan untuk mendorong
efisiensi perbankan.
Membaiknya kegiatan perekonomian, khususnya di bidang produksi
dan perdagangan
mendorong peningkatan
penyaluran kredit, baik kredit modal kerja KMK, kredit investasi KI dan kredit konsumsi KK. Pertumbuhan kredit
modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi pada tahun
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-49 2012 masing-masing mencapai 23,2 persen, 27,6 persen, dan
20,0 persen y-o-y. Pada akhir tahun 2013, komposisi pertumbuhan KMK, KI dan KK masing-masing berubah
menjadi 20,4 persen, 35,1 persen dan 13,7 persen y-o-y.
Peningkatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kredit UMKM. Pada akhir
tahun 2013, kredit UMKM yang disalurkan tercatat sebesar Rp608,8 triliun atau meningkat sebesar 15,7 persen dibanding
tahun 2012 yang sebesar Rp516,3 triliun, dan tahun 2011 sebesar Rp445,5 triliun.
Di sisi penghimpunan dana, pertumbuhan simpanan masyarakat terus meningkat ditengah tingkat suku bunga
deposito yang berfluktuasi. Sampai dengan akhir tahun 2012 simpanan masyarakat mencapai Rp3.225,2 triliun atau
meningkat sebesar 15,8 persen y-o-y dan meningkat lagi menjadi Rp3.664,0 triliun pada akhir 2013. Dengan
perkembangan tersebut, dimana pertumbuhan kredit sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan simpanan, maka rasio antara
kredit yang disalurkan dengan simpanan pada akhir 2013 menjadi 89,9 persen dari tahun 2012 sebesar 83,6 persen atau
lebih tinggi dari akhir 2011 78,8 persen.
Sementara itu, kegiatan edukasi keuangan ditujukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan
keuangan, produk dan jasa perbankan. Otoritas Keuangan BI dan OJK melakukan berbagai kegiatan edukasi keuangan.
Sasaran edukasi keuangan tersebut cukup beragam, meliputi pelajar, Tenaga Kerja Indonesia dan kelompok masyarakat
tertentu lainnya Petani, Nelayan, UMKM, Pegawai Negeri. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan memasukkan materi
edukasi keuangan ke dalam kurikulum nasional SMA serta kurikulum dasar pelatihan TKI. Selain itu juga dilakukan
pelatihan training for trainers kepada para pendidik antara lain kalangan madrasah di wilayah Jawa Barat.
Program Keuangan
Inklusif lainnya adalah
program Tabunganku. Pelaksanaan program ini ditujukan untuk
memperluas akses layanan keuangan bagi masyarakat. Untuk meningkatkan
jangkauan program
TabunganKu, telah
dilakukan beberapa
upaya diantaranya
dengan menyempurnakan layananfitur TabunganKu. Selain itu, saat
ini sedang diupayakan penggunaan TabunganKu untuk mendukung program Bantuan Siswa Miskin BSM. Kegiatan-
kegiatan di atas juga merupakan Kampanye Gerakan
3-50 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI Menabung yang dikoordinir oleh Kelompok Kerja Edukasi
yang beranggotakan perwakilan perbankan di berbagai daerah.
Di sisi lain, Program Keuangan Inklusif juga diupayakan melalui pengembangan unit pengelola keuangan UPK PNPM.
Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2012, dari UPK- PNPM perkotaan dan pedesaan yang berjumlah 15.425 UPK
hanya 16 yang memiliki potensi untuk mandiri sustain. Oleh karena itu, potensi kemandirian di UPK perlu
ditingkatkan agar UPK dapat bertransformasi menjadi lembaga keuangan yang sehat dan mandiri.
Selain peran perbankan konvensionil yang terus meningkat, peran perbankan syariah juga menunjukkan kontribusinya
dalam perbankan nasional. Kinerja perbankan syariah juga terus menunjukkan peningkatan. Pada akhir 2013 pembiayaan
syariah mencapai Rp172,4 triliun, meningkat dibanding tahun 2012 yang sebesar Rp142,1 triliun, atau naik 21,3 persen y-o-
y, dan dari Rp112,8 triliun pada 2011. Sedangkan penghimpunan dana masyarakat melalui perbankan syariah
pada akhir 2013 meningkat menjadi Rp161,9 triliun dari tahun 2012 yang sebesar Rp133,2 triliun atau naik 21,6 persen y-o-
y, dan sebesar Rp105,5 triliun tahun 2011. Kinerja perbankan syariah juga cukup baik bila dilihat dari potensi pembiayaan
macet yang tercermin dari rasio pembiayaan berkinerja buruk yang agak meningkat menjadi 2,62 persen pada akhir 2013
dari level 2,26 persen pada akhir 2012, dan 2011 2,52 persen
GAMBAR 3.22 PERKEMBANGAN INDUSTRI KEUANGAN NON BANK
Sumber: BI Otoritas Jasa Keuangan 20132014
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-51 Di
samping sektor
pasar modal
dan perbankan,
perkembangan positif juga ditunjukkan oleh kinerja Industri Keuangan Non Bank IKNB. Kepercayaan masyarakat
terhadap IKNB
terus meningkat,
ditunjukkan oleh
meningkatnya aset IKNB seperti asuransi, dana pensiun dan perusahaan pembiayaan. Meskipun terjadi krisis di Eropa
dan Amerika, aset perusahaan pembiayaan multifinance pada tahun 2013 meningkat dari Rp341,8 triliun pada tahun
2012 menjadi Rp380,3 triliun. Hal serupa juga terjadi pada nilai aset perusahaan asuransi yang mengalami peningkatan
dari sebesar Rp569,3 triliun menjadi Rp612,2 triliun. Sementara itu, sektor dana pensiun mengalami peningkatan
kecil nilai aset dari Rp158,4 triliun, menjadi Rp158,5 triliun pada tahun 2013. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun
hingga Desember 2013, tidak hanya ketiga sektor di atas yang mengalami peningkatan aset yang agak melambat,
tetapi juga sektor IKNB lainnya, seperti modal ventura, perusahaan
pembiayaan infrastruktur,
perusahaan penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor dan perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan. Di sisi pengawasan, upaya pengawasan lembaga-lembaga
keuangan lebih diperkuat lagi dengan dibentuknya sebuah institusi
pengawas lembaga-lembaga
keuangan baik
perbankan dan non-perbankan seperti Pasar Modal, Asuransi, Dana Pensiun dan Lembaga Keuangan lainnya,
setelah dikeluarkannya UU No 212011 tentang Otoritas Jasa Keuangan OJK. Setelah dilaksanakannya masa transisi pada
tahun 2013, sejak awal tahun 2014 OJK mulai melaksanakan tugasnya sebagai otoritas pengawas lembaga keuangan yang
independenmandiri. Beberapa kegiatan utama yang telah dilaksanakan OJK antara lain adalah penyusunan Strategi
Nasional Literasi Keuangan, beberapa rancang bangunpeta jalan industri keuangan, serta pembukaan kantor cabang OJK
di berbagai daerahprovinsi.
Selain itu, diupayakan pula pengembangan pasar keuangan termasuk produk-produknya untuk mewujudkan pasar
keuangan sebagai sarana investasi yang kondusif dan atraktif serta pengelolaan risiko yang handal. Upaya dilakukan
melalui pengembangan pasar sekunder keuangan saham, obligasi, surat utang negara SUN dan surat berharga
syariahsyukuk. Di samping itu, dilakukan pula upaya melalui pengembangaan pasar Repo repurchase agreement,
peningkatan infrastruktur perdagangan pasar keuangan,
3-52 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI penciptaan benchmark penilaian harga pasar yang wajar
dan kredibel. Di industri asuransi, khususnya asuransi mikro, terjadi
beberapa perkembangan antara lain Otoritas Jasa Keuangan OJK telah menerbitkan rancang bangun Asuransi Mikro
Indonesia. Dalam rangka pemberdayaan petani dan kaitannya dengan asuransi pertanian, Pemerintah dan DPR
telah pula menerbitkan UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Pelaksanaan UU ini
telah mulai dilakukan melalui uji coba asuransi pertanian di propinsi Jawa Timur, Sumatera Selatan dan Jawa Barat tahun
2013, yang akan menggantikan sistem ganti rugi sawah puso terkena bencana alam. Skema asuransi pertanian yang
pada awalnya meliputi komoditas beras dan daging sapi akan bermanfaat bagi para petani dan masyarakat yang terkait
dengan produkhasil pertanian tersebut
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan stabilitas sektor keuangan, upaya pencegahan terhadap terjadinya
tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme TPPU PT terus ditingkatkan melalui peningkatan
kepatuhan lembaga keuangan dan lembaga lainnya untuk melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan,
transaksi keuangan tunai, pembawaan uang tunai dan penundaan transaksi. Upaya lain yang dilakukan adalah
peningkatan kegiatan analisis atas transaksi keuangan serta kegiatan pemeriksaan.
Hasil dari
upaya-upaya tersebut
terlihat dengan
meningkatnya laporan transaksi keuangan yang diterima oleh PPATK. Sejak diberlakukannya UU TPPU tanggal 22
November 2010, jumlah kumulatif laporan transaksi keuangan mencurigakan LTKM tahun 2011 sampai dengan
Januari 2014 mengalami penambahan sebanyak 96.377 LTKM, atau secara rata-rata tahunan meningkat 291,2 persen
dibandingkan periode sebelum diberlakukannya UU TPPU. Selanjutnya, setelah berlakunya UU TPPU sampai dengan
Januari 2014, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK telah menyampaikan kepada Penyidik
sebanyak 1.060 hasil analisis HA dengan jumlah LTKM terkait sebanyak 2.927 laporan, yang terdiri dari: i hasil
analisis proaktif sebanyak 469 HA 44,2 persen dengan jumlah LTKM terkait sebanyak 1.426 laporan, dan ii hasil
analisis inquiry sebanyak 591 HA 55,8 persen dengan
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-53 jumlah LTKM terkait sebanyak 1.501 laporan.
Sesuai amanat UU TPPU, selain melakukan fungsi analisis, PPATK juga memiliki fungsi pemeriksaan. Sejak berlakunya
UU TPPU, terdapat sebanyak 26 hasil pemeriksaan HP telah disampaikan ke penyidik. Sementara itu, terkait dengan
putusan pengadilan, telah terdapat 67 putusan pengadilan terkait TPPU sejak berlakunya UU TPPU hingga Desember
2013. Bila diakumulasikan sejak Januari 2005, jumlah putusan pengadilan terkait TPPU tercatat sudah sebanyak
105 kasus dengan hukuman maksimal 17 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.
Permasalahan Sektor Keuangan Kondisi stabilitas dan kinerja sektor keuangan dalam
beberapa tahun terakhir, 2012 - 2013 relatif baik dan terjaga. Namun demikian, masih terdapat beberapa
tantanganpermasalahan yang perlu diatasi agar lebih dapat mengoptimalkan peran sektor keuangan bagi pembiayaan
pembangunan dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip kehati-hatian.
Pertama, ketidak seimbangan likuditas internasional, serta fragmentasi likuiditas di sistem keuangan domestik
memberikan pengaruh berarti pada harga dan insentif pada sistem
keuangan domestik,
yang pada
akhirnya mempengaruhi
tingkat investasi
dan perkembangan
ekonomi di dalam negeri. Kedua, tantangan besar dari sistem keuangan kita adalah
pasar keuangan yang belum mendalam dan likuid. Di pasar rupiah hal ini tercermin dari perputaran uang turn over
transaksi dan masih belum sempurnanya pembentukan harga di pasar surat berharga repo. Sedangkan di pasar
valuta asing ditandai dengan volume transaksi yang masih rendah dan transaksi lindung nilai yang belum begitu
aktifbesar. Tingkat pemahaman terhadap produk dan layanan keuangan serta sistem perlindungan keuangan
konsumen, berpengaruh pada terbatasnya perkembangan pasar keuangan domestik.
Di samping itu, aliran masuk modal asing ke Indonesia dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus berisiko. Hal ini
perlu diwaspadai karena adanya potensirisiko aliran modal keluar capital outflow terutama jika terjadi gejolak pada
perekonomiankeuangan
dunia memburuk
mengingat
3-54 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI kepemilikan asing di pasar modal masih cukup besar. Aliran
modal keluar yang besar dan tiba-tiba ini dapat mendorong penarikan dana besar-besaran pada perbankan bank rush,
yang akan berpengaruh terhadap stabilitas sektor keuangan. Karena itu tantangannya adalah bagaimana menjaga tingkat
kesehatan dan ketahanan perbankan, serta mengarahkan dana masuk ke instrumen jangka panjang yang produktif.
Dari sektor perbankan, permasalahan lain yang dihadapi adalah masih terkendalanya fungsi intermediasi perbankan
yang disebabkan oleh masih tingginya Net Interest Margin NIM mengingat masih tingginya tingkat suku bunga kredit
di Indonesia, termasuk kredit mikro. Sektor perbankan Indonesia masih belum beroperasi secara efisien jika
dibandingkan dengan bank-bank di Asia Tenggara. Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO
Indonesia mencapai 75,0 per akhir 2013 sedikit meningkat dari BOPO Desember 2012, sebesar 74,1, lebih tinggi
dibandingkan rasio BOPO perbankan di kawasan ASEAN yang berada di kisaran 40-60 persen.
Peran perbankan syariah dalam perbankan nasional masih relatif terbatas, yaitu masih di bawah 5,0 persen dari total
aset perbankan nasional, yang antara lain disebabkan oleh beberapa permasalahan, yaitu: i pemahaman publik yang
belum menyeluruh dan mendalam tentang perbankan syariah; ii jumlah SDM perbankan syariah yang belum
memadai; dan iii pasar keuangan syariah pasar sukuk, pasar saham, dll yang belum berkembang.
Beberapa permasalahan di industri BPR, antara lain: i kondisi permodalan sebagian besar BPR yang relatif kecil
dan terbatas; ii kesenjangan gap industri BPR yang cukup besar dari sisi aset, modal serta produk dan pelayanan
membutuhkan kebijakan pengawasan dan pengaturan yang lebih spesifik sesuai dengan kondisi masing-masing BPR; iii
kemampuan BPR menghimpun dana murah dari masyarakat masih terbatas yang mengakibatkan biaya dana BPR cukup
tinggi.
Pada sektor pembiayaan mikro, masih terdapat beberapa persoalan seperti: i program-program kredit maupun
inisiatif –inisiatif kebijakan sistem keuangan inklusif yang
dilakukan berbagai kementerian dan pemerintah daerah saling tumpang tindih dan kontradiktif; ii belum ada sistem
informasi debitur; iii belum optimalnya diversifikasi skema
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-55 pembiayaan; iv belum memadainya peran fasilitator
UMKM. Di sektor jasa keuangan non-bank, peran lembaga keuangan
non-bank LKNB seperti asuransi, dana pensiun dan pasar modal masih relatif kecil dalam perekonomian, sehingga
belum dapat secara optimal menjadi sumber pendanaan jangka panjang untuk menunjang kegiatan pembangunan
ekonomi nasional. Permasalahan pengembangan industri keuangan non bank ini meliputi akses terhadap jasa
keuangan non-bank, yang dipengaruhi oleh tingkat pemahaman produk dan daya beli masyarakat, keragaman
produk
dan kebutuhan
masyarakat, serta
kepuasanperlindungan konsumennasabah
atas penggunakan produk keuangan non-bank tersebut.
Dengan makin berkembangnya sektor keuangan baik perbankan, non bank dan keuangan mikro serta integrasi
produk perbankan dan non perbankan, modus dan ancaman terjadinya tindak pidana pencucian uang juga terus
meningkat. Hal tersebut bisa menjadi gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan dan pengembangan sektor
keuangan secara menyeluruh. Ini merupakan tantangan bagi Indonesia dalam rangka menciptakan sektor keuangan yang
sehat dan tepercayakredibel.
Isu Strategis Dengan melihat permasalahan dan tantangan tersebut di
atas, maka isu strategis sektor keuangan pada tahun 2015 adalah meningkatkan ketahanan dan daya saing sektor
keuangan dalam meningkatkan pembiayaan investasi, dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan berkelanjutan pada tahun 2015.
Di samping sektor keuangan, sektor ketenagakerjaan berperan penting dalam medorong pertumbuhan ekonomi
dan pemerataan hasil-hasilnya.