4-24 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 | BIDANG SARANA DAN PRASARANA
5-1
BAB 5 BIDANG SARANA DAN PRASARANA
Sejalan dengan arah pembangunan nasional dalam Undang Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional
RPJPN
2005- 2025,
pembangunan infrastruktur
tahun
2015 diarahkan untuk
meningkatkan daya
saing perekonomian
nasional, meningkatkan
kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan antarwilayah, serta dapat menjadi perekat
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu prioritas pembangunan infrastruktur diarahkan pada a menyediakan infrastruktur transportasi
untuk pelayanan distribusi komoditi perdagangan dan industri serta pergerakan penumpang dan barang, baik dalam lingkup
nasional
maupun internasional;
b menghilangkan
kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan serta efektivitas dan efisiensi penggunaan energi termasuk tenaga listrik; c
meningkatkan teledensitas pelayanan telematika masyarakat pengguna jasa; d memenuhi kebutuhan hunian layak yang
didukung prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai bagi seluruh kalangan masyarakat dan mewujudkan kota tanpa
permukiman kumuh; serta e mewujudkan peningkatan ketahanan air dengan meningkatkan keandalan layanan
sumber daya air untuk pemenuhan air baku bagi rumah tangga, irigasi, perkotaan dan industri, serta pengendalian
daya rusak air.
Selama periode 2010-2014 upaya percepatan pembangunan infrastruktur telah berhasil meningkatkan daya saing
perekonomian nasional. Laporan World Economic Forum
5-2 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013
BIDANG SARANA DAN PRASARANA WEF pada tahun 2013 menempatkan posisi daya saing
infrastruktur Indonesia pada urutan ke 61 dari 148 negara. Posisi tersebut meningkat secara signifikan dari urutan ke 96
dari 134 negara pada tahun 2009. Penilaian daya saing infrastruktur mencakup kualitas dan kapasitas infrastruktur
seperti jalan, jalan kereta api, pelabuhan, bandar udara bandara, energi dan ketenagalistrikan, serta telekomunikasi
fixed and mobile phone.
5.1 Permasalahan dan Isu Strategis
5.1.1 Penguatan
konektivitas nasional Keseimbangan
pembangunan antarwilayah
didorong dengan adanya peningkatan kualitas infrastruktur pendukung
konektivitas nasional dalam rangka meningkatkan kelancaran distribusi barang dan informasi. Keseimbangan pembangunan
antarwilayah saat ini kondisinya belum memadai terutama di wilayah Indonesia bagian Timur yang berdampak pada
tingginya biaya transportasi dan biaya logistik, sehingga mengurangi daya saing produk dan gerak ekonomi. Hal
tersebut diakibatkan oleh belum memadainya jaringan infrastruktur
transportasi yang
terintegrasi dan
menghubungkan lapisan wilayah serta masih terbatasnya infrastruktur broadband termasuk belum terhubungnya
seluruh wilayah dalam jaringan backbone serat optik nasional terutama
wilayah timur
Indonesia. Pembangunan
infrastruktur dan broadband nasional saat ini juga masih terpusat di wilayah barat Indonesia.
Kondisi tersebut memicu terjadinya disparitas harga dan kesenjangan antarwilayah, serta menghambat terjadinya
akselerasi pembangunan infrastruktur untuk peningkatan kesejahteraan. Sistem logistik nasional kurang efisien dan
masih tertinggal dibanding negara ASEAN lainnya. Tahun 2014 Logistics Performance Index LPI Indonesia berada pada posisi
ke-53, sementara Singapura pada posisi ke-5, Malaysia ke-25, Thailand ke-35, dan Filipina ke-57. Biaya logistik Indonesia
pun masih tinggi yaitu sebesar 27 terhadap PDB pada tahun 2013, lebih tinggi daripada Thailand 20 terhadap PDB.
Dalam hal akses terhadap energi modern untuk keperluan rumah tangga dan industri, terutama yang bersumber dari
sumber energi setempat masih sangat minim. Infrastruktur gas bumi masih relatif ekslusif atau hanya dinikmati oleh
kalangan atau regional tertentu. Pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga mencapai baru sekitar 177.000 MMSCF untuk
sekitar 86.000 rumah tangga. Pembangunan jaringan gas kota
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 | BIDANG SARANA DAN PRASARANA
5-3 yang telah dimulai sejak tahun 2009 baru menjangkau 16 kota
yang melayani sekitar 58.000 sambungan rumah tangga. Kondisi tersebut di atas utamanya disebabkan oleh masih
terbatasnya
jaringan infrastruktur
gas bumi
dan ketenagalistrikan berupa pembangkit, jaringan transmisi dan
distribusi. Tingkat pasokanpenyediaan gas bumi untuk rumah tangga masih tertinggal dibandingkan pertumbuhan
permintaan demand.
Pemerataan pembangunan dan ketersediaan infrastruktur yang
berdaya saing
merupakan faktor
pendorong pertumbuhan
ekonomi.
Secara umum,
daya saing
infrastruktur Indonesia saat ini kondisinya mengalami perbaikan, namun masih rendah dibandingkan negara-negara
lain di ASEAN. Rendahnya daya saing infrastruktur tersebut antara lain akibat dari adanya hambatan-hambatan pada
pergerakan penumpang maupun barang di berbagai moda transportasi yang ada. Kondisi mantap jalan nasional tahun
2013 dengan panjang 38.570 km telah mencapai 92, sementara itu jalan daerah dengan panjang 463.399 km baru
mencapai kondisi mantap sebesar 63 untuk jalan Provinsi dan
43 untuk
jalan KabupatenKota
sehingga mengakibatkan kurang efektifnya konektivitas nasional.
Kerusakan jalan
akibat pembebanan
berlebih turut
menyumbang pada peningkatan waktu tempuh. Pesatnya pertumbuhan
penumpang udara
tidak diimbangi
pengembangan infrastruktur
bandara yang
memadai. Permintaan terhadap pelayanan baik untuk landasan maupun
terminal pada bandara-bandara di Ibukota Provinsi saat ini sebagian besar telah melampaui kapasitasnya. Waktu tunggu
dwelling time pada pelabuhan Tanjung Priok mencapai tujuh hari, jauh dari kondisi ideal empat hari. Terbatasnya
aksesibilitas logistik antara pelabuhan dengan kawasan hinterland
maupun kawasan
pertumbuhan ekonomi
mengakibatkan tingginya waktu tempuh. Inefisiensi kinerja infrastruktur transportasi disebabkan
antara lain oleh belum berkembangnya transportasi multimoda dan antar moda. Hal ini ditandai oleh dominasi
moda jalan raya baik untuk angkutan penumpang maupun barang mengakibatkan. Sementara itu moda angkutan laut
saat ini pangsanya masih rendah, dan angkutan short sea shipping sebagai alternatif terhadap untuk angkutan barang
belum dikembangkan secara optimal. Begitu pula dengan moda kereta api yang memiliki keunggulan untuk angkutan