Peningkatan Permasalahan dan Isu Strategis
5-8 | Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013
BIDANG SARANA DAN PRASARANA yang dihadapi dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi
adalah minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana terbangun serta belum terlayaninya seluruh penduduk
Indonesia akan air minum dan sanitasi. Minimnya keberlajutan sarana
dan prasarana
ditunjukkan dari
banyaknya infrastruktur yang telah dibangun namun tidak digunakan oleh
masyarakat. Penyebab utama hal ini adalah belum diterapkannya manajemen aset. Belum optimalnya pelibatan
masyarakat di setiap tahapan pembangunan menyebabkan kurangnya rasa kepemilikan akan sarana terbangun.
Perencanaan dan pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi saat ini belum mencakup
strategi manajemen aset yang tepat, khususnya terkait pemeliharaan dan rehabilitasi sehingga mempersingkat usia
ekonomis
dari infrastruktur
terbangun. Akibatnya
sustainability pembangunan tidak tercapai. Di sisi lain, akses air minum dan sanitasi yang ada saat ini juga
belum dapat menjangkau seluruh penduduk. Hingga tahun 2013, proporsi rumah tangga dengan akses air minum layak
meningkat sebesar 30,22 atau rata-rata kenaikan pertahun sebesar 2,32. Sedangkan proporsi rumah tangga dengan
akses sanitasi layak meningkat sebesar 26,99 atau rata-rata kenaikan pertahun sebesar 2,07. Hal ini dikarenakan belum
mantapnya sinergi perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan air minum dan sanitasi sehingga penyediaan
sanitasi
belum terintegrasi
sebagai upaya
untuk mengamankan penyediaan air minum, serta belum handalnya
dukungan penyediaan air baku. Dengan demikian, pelayanan air minum yang ada saat ini belum dapat memenuhi aspek 4K
kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan.
Demikian halnya dengan pemenuhan hunian layak yang didukung oleh prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai
masih memerlukan perhatian besar. Pada tahun 2012 masih terdapat 19,82 atau 11,8 juta rumah tangga yang belum
memiliki rumah. Jumlah kepemilikan rumah mengalami peningkatan sebesar 2,18 dari tahun 2010, namun jika
dilihat sejak tahun 2000, jumlah persentase rumah tangga yang memiliki rumah milik sendiri relatif stagnan. Hal ini
mengindikasikan bahwa harga rumah semakin tidak terjangkau dan adanya kecenderungan peningkatan jumlah
penduduk perkotaan yang menempati hunian sewa.
Ketimpangan antara pasokan supply dan kebutuhan demand dalam penyediaan perumahan masih menjadi
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 | BIDANG SARANA DAN PRASARANA
5-9 persoalan utama, khususnya bagi perumahan untuk
masyarakat berpendapatan rendah MBR. Terbatasnya kapasitas pengembang developer dalam menyediakan
rumah
bagi MBR
dan rendahnya
keterjangkauan affordabilility MBR untuk membangun atau membeli rumah
menjadi salah satu penyebab utama masih banyaknya masyarakat berpendapatan rendah yang belum memiliki
rumah sendiri.
Keterbatasan kemampuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan fasilitasi penyediaan hunian yang
layak bagi MBR selama tahun 2005-2013 tidak mampu menyelesaikan backlog perumahan dan memenuhi kebutuhan
terhadap rumah baru pada kurun waktu tersebut. Fasilitasi tersebut meliputi pembangunan rumah susun sederhana sewa,
penyediaan prasarana dan sarana dasar, penyediaan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan FLPP dan peningkatan
kredit mikro pembangunan dan perbaikan. Keterbatasan masyarakat untuk rumah layak huni serta terbatasnya
penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman berpotensi menyebabkan degradasi kualitas permukiman dan
menciptakan permukiman kumuh baru.
Permasalahan tersebut menjadi semakin sulit dikarenakan masih belum memadainya kapasitas tata kelola Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dalam membantu memperluas akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian
yang layak. Terbatasnya kemampuan fasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah saat ini juga tanpa diiringi dengan
penguatan perannya sebagai enabler. Namun lebih berperan sebagai penyedia perumahan developer. Dalam penyediaan
perumahan, pemerintah tidak akan secepat dan seefisien masyarakat dan pengembang developer bahkan seringkali
tidak tepat sasaran. Upaya mendorong pihak swasta untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan perumahan bagi MBR
masih belum berjalan optimal dan masih terkendala oleh berbagai peraturan perundangan yang tidak memberikan
insentif bahkan cenderung menjadi penghambat. Selain itu, dalam pembangunan perumahan khususnya di daerah
perkotaan urban area, peranan pemerintah terkendala oleh kemampuan pengadaan lahan untuk pembangunan Rumah
Susun Sederhana Sewa Rusunawa bagi MBR.