Keuangan Permasalahan Dan Isu Strategis
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-5 GAMBAR 3.1
PERKEMBANGAN PENDAPATAN NEGARA 2010-2014
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
Meningkatnya penerimaan perpajakan tersebut didorong oleh langkah-langkah pembaruan kebijakan serta penyempurnaan
sistem dan administrasi perpajakan yang antara lain: a menyempurnakan peraturan perpajakan untuk lebih memberi
kepastian hukum serta perlakuan yang adil dan wajar; b menyempurnakan sistem administrasi perpajakan melalui
penerapan sistem informasi perpajakan SIDJP, perbaikan proses bisnis pelayanan perpajakan serta pengembangan
kapasitas sumber daya manusia perpajakan; c meningkatkan perluasan basis pajak dalam rangka penggalian potensi
perpajakan; d penguatan penegakan hukum bagi penghindar pajak tax evasion; e ekstensifikasi barang kena cukai dan
evaluasi tarif cukai hasil tembakau; serta f meningkatkan pengawasan dan pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai.
Sementara itu
peningkatan penerimaan
perpajakan dipengaruhi pula oleh: a pendapatan masyarakat dan
perusahaan seiring dengan pertumbuhan ekonomi; b meningkatnya volume impor sebagai efek dari pelaksanaan
free trade agreement FTA antara Indonesia dan beberapa negara atau kawasan; c melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat; dan d meningkatnya harga minyak mentah Indonesia ICP.
Adapun Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP meningkat rata-rata 9,4 persen per tahun atau naik dari Rp268,9 triliun
pada tahun 2010 menjadi Rp352,8 triliun pada tahun 2013 dan diperkirakan akan mencapai Rp385,4 triliun pada tahun
3-6 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI 2014. Peningkatan penerimaan PNBP tersebut, terutama,
didorong oleh peningkatan penerimaan sumber daya alam SDA dari sektor minyak bumi dan gas migas yang
meningkat rata-rata 6,5 persen per tahun atau naik dari Rp152,7 triliun menjadi Rp196,5 triliun.
Di sisi belanja negara, realisasi belanja negara dalam kurun waktu yang sama 2010
– 2014 naik rata-rata sebesar 15,3 persen per tahun atau meningkat dari Rp1.042,1 triliun pada
tahun 2010 menjadi Rp1.638,9 triliun pada tahun 2013 dan diperkirakan mencapai Rp1.842,5 triliun pada tahun 2014.
Peningkatan
belanja negara
tersebut didorong
oleh peningkatan belanja pemerintah pusat rata-rata sebesar 15,7
persen per tahun atau meningkat dari Rp697,4 triliun menjadi Rp1.249,9 triliun pada tahun 2014 dan belanja ke daerah rata-
rata sebesar 14,5 persen per tahun atau meningkat dari Rp344,7 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp592,6 triliun pada
tahun 2014.
GAMBAR 3.2 PERKEMBANGAN BELANJA NEGARA 2010-2014
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
Peningkatan realisasi belanja pemerintah pusat tersebut utamanya didorong oleh peningkatan belanja barang dan
belanja modal yang masing-masing meningkat rata-rata sebesar 17,9 persen dan 30,0 persen per tahun. Kenaikan
belanja barang dan modal ini seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kepada publik dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur yang mempunyai daya dorong terhadap
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-7 pertumbuhan ekonomi seperti pembangunan pembangkit
listrik, pembangunan jalan, pelabuhan serta pengembangan infrastruktur pada 6 enam koridor ekonomi. Selanjutnya,
peningkatan belanja pemerintah pusat juga didorong oleh kenaikan belanja subsidi, utamanya subsidi bahan bakar
minyak BBM dan listrik yang meningkat rata-rata sebesar 26,5 persen per tahun. Meningkatnya belanja subsidi BBM dan
listrik ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk tetap menjaga
stabilitas harga
BBM dalam
negeri dan
mempertahankan daya beli masyarakat di tengah tingginya harga minyak mentah dunia yang disertai pelemahan nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS USD sepanjang periode pelaksanaan RPJMN 2010-2015.
Sejalan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah, alokasi belanja ke daerah juga mengalami peningkatan. Dalam
kurun waktu 2010-2014, belanja ke daerah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,5 persen per tahun yaitu
meningkat dari Rp344,7 trilium pada tahun 2010 menjadi Rp513,3 triliun pada tahun 2013 dan diperkirakan mencapai
Rp592,6 triliun pada tahun 2014. Peningkatan belanja ke daerah tersebut didorong oleh peningkatan dana perimbangan
yang meningkat rata-rata sebesar 11,4 persen per tahun atau meningkat dari Rp316,7 triliun pada tahun 2010 menjadi
Rp430,4 triliun pada tahun 2013 dan diperkirakan mencapai Rp 487,9 triliun pada tahun 2014. Kenaikan dana
perimbangan, utamanya Dana Alokasi Khusus DAK diarahkan untuk kegiatan dalam bidang pendidikan,
kesehatan, keluarga berencana KB, infrastruktur jalan dan jembatan, irigasi, air minum dan sanitasi, pertanian, kelautan
dan perikanan, prasarana pemerintahan daerah, lingkungan hidup, kehutanan, sarana dan prasarana pedesaan, serta
perdagangan. Sementara itu, sesuai dengan amanat UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua dan
UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, realisasi dana otonomi khusus dan penyeimbang meningkat rata-rata
sebesar 39,0 persen per tahun atau meningkat dari Rp28,1 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp82,9 triliun pada tahun
2013 dan diperkirakan mencapai Rp104,6 triliun pada tahun 2014.
Berdasarkan perkembangan tersebut diatas, terlihat bahwa sepanjang tahun 2010-2014, kebijakan fiskal lebih bersifat
ekspansif dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan keberlanjutan APBN yang sehat.
3-8 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI Dengan arah kebijakan tersebut, defisit anggaran cenderung
sedikit longgar yakni dari 0,7 persen PDB pada tahun 2010, menjadi diperkirakan sebesar 1,7 persen PDB pada tahun
2014. Stok utang pemerintah berhasil diturunkan dari 26,2 persen PDB pada tahun 2010 menjadi 26,1 persen pada tahun
2013 dan diperkirakan mencapai 24,8 persen PDB pada akhir tahun 2014.
GAMBAR 3.3 PERKEMBANGAN RASIO UTANG TERHADAP PDB 2010-2014
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
Terkait dengan rasio utang, rasio utang terhadap PDB Indonesia tahun 2013 yang mencapai sebesar 26,1 persen
merupakan angka yang relatif rendah jika dibandingkan dengan rasio utang negara-negara ASEAN, BRICS Brazil,
Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, PIIGS Portugal, Italia, Irlandia, Yunani, dan Spanyol, dan negara maju diwakili
Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Di antara negara-negara tersebut hanya Rusia dan China yang
mempunyai rasio utang terhadap PDB lebih rendah dari Indonesia.
2010 2011
2012 2013
2014 Total Utang Pemerintah Pusat
1.682 1.809
1.978 2.371
2.556 Utang Luar Negeri
617 621
617 710
689 Surat Berharga Negara SBN
1.064 1.188
1.361 1.661
1.866 Rasio Total Utang Thd PDB
26,2 24,4
24,0 26,1
24,8 0,00
10,00 20,00
30,00 40,00
50,00 60,00
70,00 80,00
90,00 100,00
- 500
1.000 1.500
2.000 2.500
3.000
Persen
Tr ili
un R
up ia
h
Total Utang Pemerintah Pusat Utang Luar Negeri
Surat Berharga Negara SBN Rasio Total Utang Thd PDB
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-9 GAMBAR 3.4
PERBANDINGAN RASIO UTANG DAN DEFISIT TERHADAP PDB INDONESIA DENGAN BEBERAPA NEGARA TAHUN 2013
RASIO DEFISIT TERHADAP PDB RASIO UTANG TERHADAP PDB
Sumber: IMF dan Bappenas, diolah
Sementara itu untuk rasio defisit APBN terhadap PDB, Indonesia masih pada taraf moderat. Defisit anggaran
Indonesia tahun 2013 yang sebesar 2,1 persen hanya lebih tinggi dari China, Rusia, Filipina dan Thailand. Di antara semua
negara-negara yang disandingkan, hanya Singapura yang menerapkan surplus anggaran.
Memperhatikan dua indikator keberlanjutan fiskal tersebut, dalam jangka menengah Indonesia masih memiliki ruang
untuk ekspansi fiskal dalam rangka mendukung pencapaian target-target pembangunan.
Selanjutnya berbagai tantangan diperkirakan melingkupi pelaksanaan kebijakan fiskal pada tahun 2015. Pertama, dari
sisi penerimaan perpajakan tantangan yang harus disikapi antara lain adalah dalam kurun waktu 20 tahun terakhir rasio
rata-rata penerimaan pajak relatif tidak bergerak pada kisaran 11-12 persen terhadap PDB, bahkan cenderung semakin
menurun dan lebih rendah dibandingkan negara-negara sekawasan serta realisasi penerimaan pajak masih di bawah
potensi
penerimaannya sehingga
rasio ketercakupan
coverage ratio masih rendah. Selain itu dari hasil pengolahan data Susenas, rasio kesenjangan potensi pajak dengan
realisasinya tax gap ratio cukup besar, terutama untuk PPh
30 60
90 120
150 180
210 240
Br az
il Ru
s s
ia In
d ia
C h
in a
S o
u th
A fr
ic a
P o
r tu
g al
It al
y Ir
la n
d ia
G r
e e
c e
S p
ai n
In d
o n
e s
ia Ma
lay s
ia T
h ai
lan d
S in
g a
p o
r e
P h
il li
p in
e s
U S
F r
an c
e G
e r
m an
y U
K J
ap an
BRICS PIIGS
ASEAN Negara Maju
P e
r se
n t
a se
Indonesia 26,1
Brazil Russia India
China South
Africa Portugal Italy Irlandia Greece Spain Indonesia Malaysia Thailand
Singapor e
Phillipine s
US France Germany UK
Japan BRICS
PIIGS ASEAN
Negara Maju Defisit terhadap PDB -3,3
-1,3 -7,3
-1,9 -4,3
-4,9 -3
-7,4 -2,6
-7,2 -2,1
-4,6 -0,2
6,9 -0,1
-7,3 -4,2
-2,6 -5,8
-8,4 -10
-8 -6
-4 -2
2 4
6 8
P e
r se
n t
a se
3-10 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI Orang Pribadi serta PPN dan PPnBM yang selama periode
2008-2011 cenderung tidak berubah. Masih rendahnya coverage ratio dan besarnya tax gap ratio
merupakan peluang besar untuk meningkatkan pendapatan perpajakan.
Untuk itu
reformasi perpajakan
secara komprehensif sangat diperlukan. Reformasi perpajakan secara
komprehensif akan menyentuh tiga bidang pokok yang menyentuh pilar perpajakan yaitu : i bidang administrasi
melalui modernisasi administrasi perpajakan; ii bidang peraturan melalui amandemen terhadap Undang Undang UU
Perpajakan
dan iii
bidang pengawasan
melalui pembangunan bank data perpajakan nasional; serta didukung
oleh iv peningkatan kapasitas dan pengembangan Sumber Daya Manusia SDM perpajakan yang merupakan faktor
sangat penting dalam peningkatan penerimaan pajak.
Kedua, dari sisi belanja negara adalah masih rendahnya efisiensi dan efektivitas belanja negara yang tercermin dari
belum optimalnya pelaksanaan sistem pengelolaan belanja negara sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara, yang meliputi sistem penganggaran terpadu
unified budget,
anggaran berbasis
kinerja performance based budgeting, dan kerangka pengeluaran
jangka menengah medium term expenditure framework. Tantangan lainnya adalah masih lemahnya pengelolaan
desentralisasi fiskal dan keuangan daerah yang antara lain tercermin dari belum adanya sinergi antara program nasional
dan kebijakan di daerah drhinggs menyebabkan pengeluaran APBD dan pengeluaran APBN untuk daerah kurang efektif.
Untuk itu diperlukan suatu upaya menyeluruh dalam perbaikan kualitas belanja Negara, baik di tingkat pusat
maupun daerah.
Ketiga, dari sisi pembiayaan defisit APBN tantangannya antara lain adalah belum optimalnya pemanfaatan utang luar negeri
sehingga menyebabkan kurangnya daya ungkit leverage untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya
beban biaya commitment fee. Selain itu, tingginya kepemilikan SBN oleh asing dikhawatirkan berpotensi
menimbulkan pembalikan mendadak sudden reversal arus modal keluar negeri capital outflow jika terjadi tekanan-
tekanan ekonomi, baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk itu Pemerintah tetap harus melakukan pengelolaan utang
secara hati-hati prudent untuk menjaga kesinambungan fiskal serta memprioritaskan dan mengoptimalkan sumber-
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-11 sumber pembiayaan utang dari dalam negeri. Kebijakan
tersebut dilaksanakan bersamaan dengan upaya peningkatan peran-serta
masyarakat financial
inclusion dan
pengembangan pasar keuangan domestik, serta peningkatan pembiayaan kepada kegiatanprogram yang produktif dan
strategis seperti
pembangunan infrastruktur
untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi.
Keempat, dari sisi Kekayaan Negara beberapa tantangan terkait optimalisasi pengelolaan kekayaan negara yang akan
dihadapi dalam lima tahun mendatang antara lain adalah masih belum terintegrasinya perencanaan anggaran dan
perencanaan Barang Milik Negara BMN, belum optimalnya pengamanan Barang Milik Negara BMN, baik secara
administratif, hukum, dan fisik serta belum optimalnya pemanfaatan BMN sesuai prinsip Pemanfaatan tertinggi dan
terbaik The highest and best use.