Moneter Permasalahan Dan Isu Strategis
3-12 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI GAMBAR 3.5
PERKEMBANGAN LAJU INFLASI
Sumber: BPS, diolah kembali
Sementara itu dalam pelaksanaan paruh waktu RPJMN 2010- 2014,
tekanan inflasi
di Indonesia
menunjukkan perkembangan yang cukup dinamis. Pada awal tahun 2010,
perkembangan inflasi relatif terkendali dan selama kurun waktu 2010-2012 mencapai titik terendah pada bulan Maret
2010 yaitu 3,43 persen yoy. Namun demikian, tekanan inflasi mulai meningkat sejak akhir semester pertama tahun
2010 hingga mencapai puncaknya pada Januari tahun 2011 yang tercatat 7,02 persen yoy. Tingginya tekanan inflasi
tersebut terutama bersumber dari kelompok bahan makanan, dengan sumbangan inflasi sekitar 3,5 persen, akibat anomali
cuaca yang menyebabkan gangguan produksi dan distribusi, terutama pada komoditas beras, cabe merah, dan bawang
merah. Selanjutnya, sepanjang tahun 2012, inflasi tetap terkendali pada level yang rendah dan pada akhir tahun
mencapai 4,30 persen yoy, atau berada dalam kisaran sasarannya sebesar 4,5 persen ± 1 persen yoy.
Pada tahun 2013 inflasi tercatat tinggi mencapai 8,38 dan berada di atas sasaran inflasi yang telah ditetapkan sebesar
4,5 +1. Berdasarkan komponennya, kenaikan inflasi terutama dipengaruhi oleh tingginya inflasi administered
prices dan inflasi volatile food yang masing-masing mencapai 16,7 dan 11,8. Sementara itu, inflasi inti masih cukup
terkendali yakni sebesar 5,0, meskipun sedikit meningkat dibandingkan inflasi inti tahun sebelumnya yang sebesar
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-13 4,4. Tingginya inflasi administered prices dan volatile food
antara lain disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan Juni 2013 serta kenaikan harga pangan akibat
berkurangnya pasokan terkait adanya kebijakan pembatasan impor.
Paska kenaikan BBM, inflasi umum cenderung menurun dan berada pada 7,32 yoy pada triwulan I-2014, lebih rendah
dari sebelumnya 8,38 pada triwulan IV-2013. Penurunan inflasi dipicu oleh penurunan tekanan harga bahan pangan
yang tercatat pada triwulan I-2014. Penurunan harga terjadi pada sejumlah bahan pangan utama seperti cabai merah dan
bawang merah di beberapa kota di Indonesia. Hujan yang terjadi sejak bulan Desember dan letusan Gunung Kelud di
Jawa Timur pada bulan Februari tampaknya tidak membawa dampak yang signifikan terhadap harga bahan pangan
nasional.
Sementara itu, nilai tukar Rupiah cenderung melemah , dari Rp 9.010 per dolar AS pada akhir tahun 2010, secara bertahap
menjadi Rp9.068per dolar AS pada akhir tahun 2011, Rp9.638 per dolar AS pada akhir tahun 2012, dan selanjutnya mencapai
Rp 12.171 per dolar AS pada akhir tahun 2013 Gambar 3.6. Tekanan terhadap Rupiah terutama berasal dari tingginya
permintaan valas untuk keperluan impor termasuk kebutuhan valas untuk impor BBM di tengah perlambatan
kinerja ekspor. Disamping itu, pelemahan rupiah juga ikut dipicu oleh rencana pengurangan stimulus moneter AS
tapering-off dan masih tingginya ketidakpastian global yang kemudian mendorong berkurangnya aliran modal masuk ke
negara berkembang, termasuk Indonesia.
Nilai tukar Rupiah terhadap USD tercatat menguat pada triwulan I-2014. Neraca pembayaran Indonesia yang positif
merupakan salah satu pemicu menguatnya Rupiah ditahun 2014.. Hal ini dipicu oleh mengalirnya dana asing ke
Indonesia seiring dengan perbaikan defisit transaksi berjalan dan inflasi yang mulai mereda.
3-14 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI GAMBAR 3.6
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP US DOLAR PERIODE 2010-2013
Sumber: BPS, Bank Indonesia, Data diolah
Selanjutnya, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN-4 yang lain seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, dapat
dilihat bahwa fluktuasi indeks nilai tukar keempat negara tersebut cenderung stabil dari periode September 2010
sampai dengan September 2011 Gambar 3.7. Sementara itu, mulai terjadi depresiasi pada periode September 2011
– Desember 2011.
Sejak Januari 2012 sampai dengan Desember 2012, nilai tukar mata uang Malaysia, Singapura dan Thailand kembali
mengalami apresiasi. Berbeda dengan ketiga negara tersebut, nilai tukar Rupiah secara perlahan terus mengalami depresiasi
hingga akhir tahun 2013. Dalam rangka menjaga kestabilan nilai tukar, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar
rupiah sesuai kondisi fundamental perekonomian. Sementara itu, dari sisi pemerintah, daya ekspor non-migas terus
ditingkatkan.
Memasuki tahun 2014, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand mengalami apresiasi hingga bulan Maret tahun 2014.
Penguatan nilai tukar Rupiah terhadap USD pada triwulan pertama tahun 2014 tentunya tidak terlepas dari respons kebijakan yang
dijalankan oleh BI dan Pemerintah. Penguatan rupiah sejalan dengan meningkatnya aliran dana nonresiden ke aset keuangan
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-15 Rupiah. Selain itu, penguatan rupiah juga ditopang oleh
perkembangan positif ekonomi domestik serta optimisme terhadap pelaksanaan Pemilu 2014.
GAMBAR 3.7 PERKEMBANGAN INDEKS NILAI TUKAR
Sumber: Bloomberg, diolah kembali
Hingga awal tahun 2014, Bank Indonesia memutuskan tetap mempertahankan BI Rate pada level 7,50 untuk menjaga
stabilitas makroekonomi dan mendorong penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Melalui penguatan bauran
kebijakan moneter dan makroprudensial, serta langkah-langkah koordinasi yang solid antara Bank Indonesia dan Pemerintah,
sasaran inflasi diharapkan dapat tercapai sekaligus mendorong tercapainya
keseimbangan eksternal
dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Meskipun secara umum stabilitas ekonomi tetap terjaga
dengan baik, perekonomian Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah isu strategis. Dari sisi eksternal, isu strategis
terutama terkait dengan lambatnya pemulihan ekonomi global sehingga masih berpotensi memicu instabilitas di pasar
keuangan dan pasar komoditas domestik. Ketatnya likuiditas global dan rencana Bank Sentral AS The Fed untuk
mengurangi kebijakan pelonggaran likuiditas pada akhir tahun 2013 berdampak negatif pada sektor keuangan Indonesia dan
berpotensi mendorong arus modal keluar capital outflow sehingga menekan nilai tukar Rupiah. Selain itu, peningkatan
impor, termasuk impor bahan baku dan barang modal dalam rangka mendukung aktivitas ekonomi dan investasi nasional,
3-16 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI juga berpotensi menekan nilai tukar rupiah. Selanjutnya,
perlambatan ekonomi
dunia, terutama
perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina akan berpotensi menurunkan
gairah pelaku pasar dan membuat harga komoditas dunia menurun sehingga dapat menekan ekspor Indonesia.
Selanjutnya, permasalahan internal yang lebih bersifat mendasar dan struktural yakni ketersediaan infrastruktur
masih terbatas sementara kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar menyebabkan distribusi barang,
terutama bahan pangan pokok dan bahan strategis lainnya menjadi tersendat. Struktur pasar dalam negeri yang kurang
kompetitif dan untuk beberapa komoditas cenderung bersifat monopolistik atau oligopolistik menciptakan inefisiensi
sehingga harga-harga barang dan jasa sulit ditekan. Sementara kondisi iklim usaha masih mencerminkan ekonomi biaya
tinggi, baik biaya administrasi resmi, maupun pungutan- pungutan yang tidak resmi lainnya. Permasalahan pokok
lainnya seperti ketergantungan energi pada minyak, masalah ketersediaan pangan dan asimetri informasi harga juga sangat
berpengaruh bagi besaran inflasi dan nilai tukar. Selain itu dampak perubahan cuaca yang ekstrim, seperti El-Nino akan
berpotensi menimbulkan kekeringan dan gagal panen sehingga dapat memicu kelangkaan pasokan yang berlanjut
pada kenaikan harga pangan, terutama beras.
Perkembangan ekonomi makro-moneter berdampak pula pada perkembangan investasi, baik PMA maupun PMDN.