Kerangka Melakukan sinkronisasi dan sinergi fungsi

8-22 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 BIDANG HUKUM DAN APARATUR permasalahan dalam ketentuan KUHAP bertentangan dengan perkembangan hukum pidana kontemporer maupun peraturan perundang-undangan di luar KUHAP yang mengatur mengenai penanganan tindak pidana. Ketidakharmonisan ketentuan KUHAP dengan peraturan perundang-undangan lainnya seringkali menimbulkan konflik kewenangan antara aparat penegak hukum maupun bolak balik berkas perkara, yang mengakibatkan tidak terpadunya sistem peradilan pidana. Sehingga, diperlukan pembahasan revisi KUHAP dalam rangka pelaksanaan sistem peradilan pidana yang terpadu. Pembahasan revisi KUHP dan KUHAP ini perlu ditingkatkan lagi baik di tingkat Pemerintah maupun DPR.

2. Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

KUHPer dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata KUHAPer Ketentuan hukum perdata dan hukum acara perdata yang mengatur hubungan keperdataan, utamanya dalam transaksi ekonomi dan kontraktual, telah tidak sesuai dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang kian pesat. Sehingga, dibutuhkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPer dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata KUHAPer yang yang memperhitungkan tuntutan aktifitas ekonomi di regional dan internasional. Serta perlu pula dilakukan harmonisasi komponenprinsip hukum kontrak negara- negara ASEAN dalam rangka menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN. Pembahasan ini dapat diawali dengan penyusunan kajian naskah akademik revisi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPer dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata KUHAPer.

3. Kajian dan Harmonisasi Kelembagaan Aparat

Penegak Hukum Pelaksanaan penegakan hukum seringkali menemui kendala dalam pelaksanaan koordinasi antara aparat penegak hukum. Minimnya koordinasi ini bahkan sering berakibat pada timbulnya konflik antar aparat penegak hukum dan egosektoral yang mengakibatkan kualitas penegakan hukum memburuk. Sehingga, dibutuhkan revisi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG HUKUM DAN APARATUR 8-23 yang mengatur mengenai kewenangan dan koordinasi yang harmonis antar aparat penegak hukum serta penguatan kapasitas kelembagaan aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaaan, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, KPK, dan lembaga penegak hukum lainnya. Revisi dan harmonisasi dapat diawali dengan penyusunan kajian naskah akademik revisi peraturan perundang-undangan yang mengatur aparat penegak hukum terkait.

4. Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan agenda prioritas penegakan hukum yang perlu didukung oleh peraturan perundang-undangan di bidang korupsi yang memadai. Pada dasarnya, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Anti Korupsi UNCAC, namun masih terdapat beberapa ketentuan UNCAC yang belum diakomodasi dalam peraturan perundang-undangan, khususnya yang terkait dengan ketentuan-ketentuan inti mengenai tindak pidana korupsi. Sehingga, dibutuhkan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sesuai dengan ketentuan UNCAC. Pembahasan revisi KUHP dan KUHAP ini perlu ditingkatkan lagi baik di tingkat Pemerintah maupun DPR.

5. Pembentukan Peraturan Pelaksana UU SPPA

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak membutuhkan berbagai peraturan pelaksanaan yang mengatur teknis operasional pelaksanaan SPPA. Oleh karenya, dibutuhkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden yang mengatur pelaksanaan UU tentang SPPA yang mengatur koordinasi dan mekanisme pelaksanaan SPPA.

6. Penetapan

Peraturan Presiden Mengenai Pelaksanaan RANHAM 2015-2019 Tingginya tuntutan dunia internasional kepada Indonesia terhadap upaya-upaya kongkrit penghormatan dan perlindungan HAM pada dasarnya berupaya diatasi oleh Pemerintah dengan menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia RANHAM. Pelaksanaan RANHAM perlu senantiasa dipastikan keberlangsungan dan keberlanjutannya, sehingga pada tahun 2015 perlu diprioritaskan 8-24 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 BIDANG HUKUM DAN APARATUR penyusunan Peraturan Presiden mengenai pelaksanaan RANHAM 2015-2019. Dalam rangka pelaksanaan program pembangunan bidang hukum dan hak asasi manusia sebagaimana dirumuskan di atas, maka diperlukan dukungan kerangka kelembagaan melalui penataan organisasi; penajaman dan penguatan fungsi; serta peningkatan kapasitas kelembagaan. Langkah penataan kerangka kelembagaan yang akan dilakukan, antara lain:

1. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pelaksana Sistem

Peradilan Pidana Terpadu Sistem Peradilan Pidana Terpadu merupakan amanat KUHAP yang menghendaki adanya keterpaduan sistem peradilan pidana dari hulu sampai hilir agar tercipta kepastian hukum. Namun, pada prakteknya terjadi banyak ketidakterpaduan antar aparat penegak hukum. Ketidakterpaduan itu sendiri sangat kompleks meliputi aspek kelembagaan yakni, tidak adanya sinkronisasi antar instansi, tumpang tindih, konflik kewenangan, dan munculnya sifat instansi sentris; maupun mekanisme, yang tidak terpusat sehingga mengakibatkan terpencarnya data kriminal dan bolak-balik berkas perkara yang sangat merugikan tersangka. Berdasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan penguatan kapasitas lembaga-lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana melalui perbaikan mekanisme koordinasi dalam penanganan perkara, dukungan sarana prasarana, dan pengembangan sistem jaringan komunikasi dan informasi, serta optimalisasi pengawasan internal dan eksternal. Sebagai langkah awal, pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu di tahun 2015 dapat mulai dirintis melalui penguatan dan pengembangan sistem komunikasi dan informasi di masing-masing lembaga penegak hukum dan akan diarahkan pada keterpaduan sistem secara gradual dari tahun ke tahun. Selain itu, akan dilakukan pula penguatan kapasitas dan kualitas SDM aparat penegak hukum melalui pendidikan dan pelatihan bersama. RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG HUKUM DAN APARATUR 8-25

2. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pelaksana Sistem

Peradilan Pidana Anak Pembentukan Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan mandat dari UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Selama ini, Sistem Peradilan Pidana Anak belum berjalan dengan sesuai dengan prinsip diversi yang berlandaskan asas restorative justice, karena belum didukung dengan kelembagaan yang memiliki pemahaman dan kapasitas yang memadai untuk pelaksanaan prinsip dan asas tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kurang optimalnya implementasi dan dampak Sistem Peradilan Pidana Anak untuk memberikan perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak. Oleh karenanya dibutuhkan penguatan kapasitas lembaga-lembaga yang terlibat dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yakni Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Lembaga Pemasyarakatan dan kementerianlembaga atau instansi terkait lainnya berdasarkan amanat UU SPPA dalam hal i peningkatan kuantitas sumberdaya manusia Sistem Peradilan Pidana Anak yakni, penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, serta Petugas Kemasyarakatan yang terdiri dari Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial; ii penguatan kualitas SDM Sistem Peradilan Pidana Anak melalui pendidikan terpadu; dan iii pembangunan dan pengembangan sarana prasana berupa ruang pemeriksaan dan persidangan khusus anak, serta pembangunan Lembaga Pembinaan Khusus Anak LPKA, dan Lembaga Penempatan Anak Sementara dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial LPKS secara bertahap setiap tahunnya. Melalui penguatan kapasitas kelembagaan ini, diharapkan lembaga-lembaga yang terlibat dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dapat menjalankan kewenangan masing-masing secara optimal dalam pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak berlandaskan prinsip diversi dan restorative justice.

3. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pemberantasan

Korupsi Pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya menyangkut upaya penegakan hukum, melainkan juga mencakup perampasan aset hasil tindak pidana korupsi. Dalam pelaksanaannya, perampasan aset hasil tindak 8-26 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 BIDANG HUKUM DAN APARATUR pidana korupsi di luar negeri memiliki kendala eksternal seperti adanya perbedaan sistem hukum antar negara, maupun kendala internal yaitu proses kerja yang memakan waktu lama karena banyaknya lembaga yang terlibat dalam proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Kendala-kendala tersebut menyebabkan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi menjadi terhambat dan semakin merugikan keuangan Negara. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan kapasitas lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses perampasan aset hasil korupsi antara lain melalui peningkatan kapasitas SDM dan pengembangan mekanisme koordinasi kerja sama hukum timbal balik mutual legal assistance dalam perampasan aset hasil korupsi yang jelas antar lembaga penegak hukum di Indonesia maupun antar negara.

4. Penguatan Kapasitas Rumah Penyimpanan Barang

Sitaan Rupbasan Peran Rupbasan sangat penting dalam membantu pemulihan keuangan negara, karena memiliki fungsi sebagai tempat i menyimpan dan memelihara barang sitaan untuk keperluan pembuktian dalam proses peradilan dan ii mengelola barang sitaan untuk pengembalian dan pemulihan keuangan negara. Namun, pemeliharaan dan pengelolaan barang sitaan selama ini mengalami kendala karena belum optimalnya komitmen penganggaran dan kebijakan yang mendukung peningkatan kapasitas Rupbasan. Hal ini menyebabkan kerusakan dan turunnya nilai ekonomis barang sitaan. Sehingga, dibutuhkan penguatan kapasitas kelembagaan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM dalam hal pengembangan sarana prasarana ruang dan biaya pemeliharaan serta membangun sistem administrasi pengelolaan barang sitaan. Dalam penguatan kapasitas ini juga perlu dilakukan kajian awal mengenai pengaturan percepatan lelang barang sitaan.

8.2 Sub Bidang Aparatur Negara

Pembangunan bidang aparatur negara sebagaimana telah dimandatkan dalam RPJPN 2005-2025, dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG HUKUM DAN APARATUR 8-27 yang baik, di pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya. Selanjutnya juga telah digariskan dalam RPJPN tersebut bahwa tahapan pembangunan aparatur negara pada RPJMN 2015-2019 diarahkan pada peningkatan profesionalisme aparatur negara di pusat dan daerah yang makin mampu mendukung pembangunan nasional. Untuk menjawab tantangan ke depan, pembangunan aparatur negara pada RPJMN 2015-2019 diarahkan untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, efisien, dan produktif; meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik; dan memberikan dukungan bagi peningkatan daya saing nasional, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pada akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. RKP Tahun 2015 merupakan tahapan tahun pertama dari pelaksanaan RPJMN 2015-2019, yang diharapkan dapat menjadi peletak dasar yang kokoh bagi tahapan pelaksanaan pembangunan tahun- tahun berikutnya.

8.2.1 Permasalahan

Dan Isu Strategis Sub Bidang Aparatur Negara Sebagaimana diamanatkan RPJPN 2005-2025, tema utama periode RPJMN 2015-2019 adalah peningkatan daya saing nasional, sebagai upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, kesejehteraan rakyat, dan keadilan sosial. Merujuk World Economic Forum WEF, daya saing nasional suatu negara sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan berdasarkan hasil studinya di Indonesia bahwa faktor-faktor utama penghambat dis-advantage bagi peningkatan daya saing Indonesia adalah korupsi, inefisiensi birokrasi dan ketersediaan infrastruktur. Ketiga faktor tersebut disebut sebagai the most problematic factors dalam berbisnis di Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan aparatur negara pada RPJMN 2015-2019, peningkatan kapasitas dan profesionalisme birokrasi merupakan prioritas yang harus dikedepankan sebagai prasyarat dasar bagi kemajuan pembangunan nasional di berbagai bidang lainnya. Perumusan isu strategis pembangunan bidang aparatur negara pada RKP 2015, tidak lepas dan harus didasarkan pada berbagai faktor internal dan eksternal, serta tantangan ke depan. Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan reformasi pembangunan yang telah dilaksanakan sebelumnya, khususnya pada periode RPJMN 2010-2014, maka perumusan isu strategis juga dielaborasi berdasarkan capaian dan hasil evaluasi pembangunan aparatur negara