Ketenagakerjaan Jumlah penduduk usia kerja telah bertambah sebanyak 27,26

3-56 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 BIDANG EKONOMI berbagai kegiatan ekonomi sektor pembangunan dan daerah turut mempengaruhi keputusan penduduk usia kerja untuk memasuki pasar kerja. Penduduk usia kerja yang besar merupakan aset dan berpotensi sebagai sumber peningkatan pertumbuhan ekonomi bila kualitasnya ditingkatkan. Kondisi ini sangat berpotensi bagi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja, sehingga memberikan konstribusi yang berarti terhadap produktivitas nasional. GAMBAR 3.23 GAMBARAN KETENAGAKERJAAN Aktivitas 2004 2009 2014 Perubahan 2004-2009 Perubahan 2009-2014 1 Penduduk Usia kerja juta 153,92 168,26 181,18 14,34 12,92 2 TPAK 67,55 67,60 69,17 0,05 1,57 3 Angkatan kerja juta 103,97 113,74 125,32 9,77 11,58 4 Bekerja juta 93,72 104,48 118,17 10,76 13,69 5 Penganggur juta 10,25 9,26 7,15 -0,99 -2,11 6 TPT 9,86 8,14 5,70 -1,72 -2,44 Angka pengangguran terbuka semenjak tahun 2009 sampai tahun 2013 telah menurun dari 8,1 persen menjadi 5,8 persen. Tahun 2014 menurun lagi menjadi 5,7 persen. Suatu pertanda adanya dampak positif dari stabilitas ekonomi makro, sehingga jumlah penganggur dapat dikendalikan setidaknya yang masih tersisa sebanyak 7,15 juta orang. Kesempatan kerja baru yang tercipta selama 2009-2014 sebesar 13,69 juta orang dengan pertambahan jumlah angkatan kerja 11,58 juta orang. Kesempatan kerja formal bertambah 15,61 juta orang, mengurangi pekerja informal 1,92 juta orang. Dengan demikian proporsi pekerja formal dan informal menjadi sekitar 40,2 persen dan 59,8 persen. Proporsi ini meningkat hampir 10 persen dibandingkan tahun 2009 yang proporsinya antara 30,51 persen dan 69,49 persen. Pengurangan pekerja informal juga diperlihatkan oleh menurunnya proporsi pekerja pertanian dari 41,2 persen menjadi 34,6 persen. Meningkatnya investasi telah membuka lapangan kerja formal khususnya bagi angkatan kerja berpendidikan, sehingga TPT lulusan SMA ke atas menurun hingga tahun 2014. RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI 3-57 GAMBAR 3.24 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA TPT MENURUT PENDIDIKAN Permasalahan Ketenagakerjaan Seperti halnya negara berkembang lainnya, salah satu dari persoalan kesempatan kerja yang mendasar sampai saat ini adalah kerentanan vulnerabilitas dan ketidakpastian kesempatan kerja yang ada. Meskipun pekerja informal sudah menurun, tetapi masih sekitar 59,8 persen kegiatan ekonomi pekerja berada di sektor informal. Kondisi kerja yang belum memadai ini, tercermin dari tingkat upah relatif rendah, waktu kerja yang panjang, dan kurangnya perlindungan sosial. Tingkat produktivitas pekerja informal ini umumnya rendah dibandingkan pekerja formal. GAMBAR 3.25 PERSENTASE LAPANGAN KERJA FORMAL DAN INFORMAL 10 20 30 40 50 60 70 80 Feb-09 Feb-10 Feb-11 Feb-12 Feb-13 Feb-14 Pangsa Lapangan Kerja Formal Informal Informal Formal 3-58 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 BIDANG EKONOMI Permasalahan ini memberikan dampak kepada kondisi pasar tenaga kerja yang memerlukan perhatian, memperhatikan beberapa uraian sebagai berikut.

1. Pertumbuhan ekonomi tidak menyerap tenaga kerja

sebanyak yang dibutuhkan Dalam tiga tahun terakhir, antara tahun 2010-2013, terjadi pelambatan penyerapan tenaga kerja. Meskipun ekonomi tumbuh sekitar 6,0 persen, pertambahan kesempatan kerja menurun dibandingkan tahun 2006- 2009. Pada Februari 2014 kesempatan kerja baru yang tercipta 1,7 juta orang. Dengan demikian TPT menurun menjadi 5,7 persen.

21. Rendahnya kualitas pekerja menyebabkan

produktivitas rendah Bidang keahlian yang sudah mulai tertata dalam kerangka pengembangan standar kompetensi, diantaranya tenaga kesehatan, jasa pariwisata, insinyur, akutansi, tenaga survei. Di beberapa area keahlian, tenaga kerja Indonesia yang memiliki kompetensi telah mampu bersaing dengan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia. Namun demikian, secara keseluruhan rata- rata tingkat pendidikan pekerja di Indonesia masih rendah, sekitar 65 persen masih tamatan pendidikan SMP ke bawah. Perlambatan keterampilan pekerja, menyebabkan produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan rendah, dibandingkan negara-negara di ASEAN.

22. Pasar tenaga kerja masih diwarnai banyaknya

pekerja rentan yang produktivitasnya rendah Jumlah penduduk yang bekerja paruh waktu part time worker meningkat dari 22,93 juta orang angkatan kerja menjadi 26,40 juta orang pada Februari 2014. Saat bersamaan mereka yang masuk ke dalam setengah pengangguran juga masih tinggi pada kisaran 10,57 juta orang. Penurunan pengangguran telah menambah jumlah angkatan kerja tidak penuh underutilized dari 31,63 juta orang tahun 2009 menjadi 36,97 juta tahun 2014. Fenomena ini menghasilkan produktivitas sebagian dari rumah tangga menjadi rendah. Termasuk pekerja rentan adalah mereka yang bekerja tidak penuh dalam seminggu, yaitu kurang dari 35 jamminggu. RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI 3-59

23. Kenaikan upah tidak diikuti dengan kenaikan

produktivitas. Tuntutan kenaikan upah buruh saat ini terus bergulir, meskipun pemerintah memberikan kebebasan dalam pengaturan upah melalui dewan pengupahan propinsi, kabupatenkota sebagai ruang komunikasi antara pekerja, pemerintah dan pengusaha. Walaupun peningkatan upah minimum di satu sisi memberikan gambaran yang menggembirakan, namun di sisi lain peningkatan upah minimum yang meningkat cepat tanpa diimbangi dengan peningkatan produktivitas menjadi persoalan dalam industri padat pekerja.

24. Masih terbatasnya pekerja yang memperoleh

perlindungan Kurangnya perlindungan sosial masih merupakan cerminan dari penduduk yang bekerja. Hingga tahun 2013, pekerja yang memperoleh jaminan sosial di sektor formal hanya berkisar 30,0 persen. Sementara itu, di sektor informal, kepesertaan pekerja mengikuti program jaminan sosial relatif kecil. Faktor lain yang perlu diantisipasi antara lain pemanfaatan Bonus Demografi bagi angkatan kerja dan penyiapan angkatan kerja menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015. Momentum bonus demografi bagi peningkatan kesejahteraan pekerja dapat direncanakan dengan baik, dalam proses penyiapan angkatan kerja. Tersedianya lapangan pekerjaan yang baik yang dapat memberikan penghasilan memadai, sehingga pendapatan perkapita penduduk secara keseluruhan meningkat. Hal yang perlu ditingkatkan adalah tabungan rumah tangga, yang merupakan salah satu cara agar akumulasi investasi pada akhirnya menciptakan tenaga kerja lebih luas. Sementara itu, dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015 pergerakan bebas tenaga kerja free movement of labor hanya berlaku untuk tenaga kerja yang memiliki keterampilan atau skilled labor. Kondisi yang ada saat ini memperlihatkan pekerja Indonesia yang tidak terampil masih banyak yang bekerja di luar negeri. Ke depan, tidak memungkinkan bagi pekerja tidak terampil untuk mengandalkan pasar tenaga kerja di luar negeri. 3-60 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 BIDANG EKONOMI Tantangan Ketenagakerjaan Dalam rangka menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, tantangan yang dihadapi adalah: 1 Meningkatkan standar hidup pekerja, terutama bagi penduduk 40 dengan pendapatan terendah termasuk pekerja miskin, melalui penyediaan kesempatan kerja produktif, 3 Meningkatkan penyediaan kesempatan kerja bagi angkatan kerja usia muda sesuai tingkat pendidikannya, 4 Membekali tenaga kerja Indonesia dengan keterampilan dan keahlian menghadapi keterbukaan pasar, dan 5 Menyempurnakan iklim ketenagakerjaan untuk memperluas kesempatan kerja, dan 6 Mewujudkan kesepakatan kerja bersama untuk menjaga keberlangsungan usaha yang berkelanjutan.

3.1.12 Jaminan Sosial

Berdasarkan Undang-Undang No. 402004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN, pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Pelaksanaan dan pengelolaan program- program tersebut akan dilakukan oleh oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional JKN dimulai seiring dengan transformasi pengelolaan dari PT Askes ke BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2014. Sejak tanggal tersebut, asuransi kesehatan yang diselenggarakan PT Askes, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan JPK PT Jamsostek, dan Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamkesmas melebur menjadi JKN. Di lain sisi, PT Jamsostek juga telah berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. BPJS Ketenagakerjaan nantinya akan mengelola jaminan pensiun, hari tua, kecelakaan kerja, dan kematian. Target BPJS Ketenagakerjaan melakukan operasi secara penuh pada 1 Juli 2015. Adapun transformasi kepesertaan jaminan pensiun PT Taspen dan PT Asabri diselesaikan selambatnya pada tahun

2029. Tantangan Jaminan Sosial

Secara umum, permasalahan yang dihadapi pelaksanaan program jaminan sosial adalah kepesertaan. Penduduk yang tidak terdaftar di berbagai basis data a.l : gelandangan, pengemis, dan penderita gangguan jiwa yang tidak berdomisili tetap beresiko untuk tidak tercakup oleh RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI 3-61 jaminan sosial apapun. Hal ini dikarenakan program jaminan sosial yang berbasis asuransi belum dapat memfasilitasi penduduk yang tidak memiliki identitas. Kepesertaan di kalangan sektor informal non miskin juga cukup sulit untuk ditingkatkan. Saat ini belum ada strategi penegakkan peraturan, penjangkauan, dan penarikkan iuran jaminan sosial yang cukup handal untuk menjamin kepesertaan penduduk pada sektor ekonomi informal. Permasalahan berikutnya adalah rendahnya kualitas layanan kesehatan. Hal ini antara lain disebabkan belum sempurnanya pengaturan rujukan antar faskes, serta penentuan tarif layanan JKN yang belum mengarah pada harga keekonomian. Pada sisi manfaat, saat ini JKN hanya menyediakan manfaat dasar yang belum memfasilitasi masyarakat dengan kebutuhan kesehatan khusus a.l: penyandang disabilitas atau lansia. Kendala tersebut dapat diatasi dengan skema coordination of benefit CoB atau koordinasi manfaat yang memungkinkan kerjasama BPJS dengan asuransi swasta yang menyediakan manfaat tersiertambahan, namun saat ini mekanismenya belum tersedia. Kemudian, tantangan yang terkait jaminan sosial ketenagakerjaan adalah sulitnya penerapan jaminan pensiun pada pekerja informal atau bukan penerima upah. Sistem pensiun yang dibangun dalam SJSN diproyeksikan hanya untuk pekerja sektor formal. Skema anuitas dengan manfaat pasti tidak memungkinkan dilaksanakan pada kelompok pekerja bukan penerima upah. Padahal komposisi pekerja bukan penerima upah saat ini cukup besar pada perekonomian Indonesia. Hal ini berarti kelompok penduduk ini akan menghadapi resiko finansial yang cukup besar saat mereka memasuki lanjut usia. Tantangan terakhir adalah untuk mepertahankan kesinambungan finansial BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Pendaftar baru JKN cenderung pada kelompok penduduk yang status kesehatannya lebih buruk atau sedang sakit. Hal ini menimbulkan masalah adverse selection yang mengakibatkan meningkatnya resiko keuangan kesehatan yang dihadapi peserta JKN secara tidak proporsional. Apabila ini terus berlangsung, jumlah iuran yang dikumpulkan berpotensi tidak dapat mencukupi tanggungan klaim layanan kesehatan. Pada jaminan sosial ketenagakerjaan tantangan kesinambungan finansial