Daya Saing Permasalahan Dan Isu Strategis
3-36 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI
Kondisi Umum
Sejak tahun 2009, sektor pariwisata secara konsisten tumbuh positif. Indikator utamanya adalah jumlah wisatawan manca
negara wisman yang berkunjung ke Indonesia. Jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia terus meningkat sejak
tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,2 persen per tahun. Posisi jumlah
wisman selama tahun 2013 mencapai 8.802.129 orang dengan penerimaan sektor pariwisata mencapai USD 10.100 juta.
GAMBAR 3.19 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN
PENERIMAAN DEVISA TAHUN 2004-2013
Sumber: Badan Pusat Statistik 2014
Wisatawan nusantara wisnus juga memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi perkembangan kepariwisataan
Indonesia. Pada tahun 2013 tercatat 248 juta perjalanan dengan total pengeluaran diperkirakan mencapai Rp. 176
trilliun. Perkembangan dari tahun 2001-2013 ditunjukkan dalam Gambar 3.22
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-37 GAMBAR 3.20
PERKEMBANGAN WISATAWAN NUSANTARA TAHUN 2001-2013
Sumber: Kementerian Parekraf
Nilai Produksi Domestik Bruto PDB ekonomi kreatif pada tahun 2010-2013 mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Pada tahun 2012 mengalami perlambatan namun pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan. Sektor Ekonomi Kreatif
tumbuh 5,76 persen atau di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,74 persen. Tahun 2013 kontribusi ekonomi
kreatif terhadap perekonomian nasional mencapai Rp. 641,8 triliun atau sebesar 7 persen dari PDB. Subsektor Kuliner,
Fesyen, dan Kerajinan, berkontribusi 75,2 persen dari total PDB Ekonomi Kreatif, yaitu: 32,5 persen; 28,3 persen; 14,4
persen, dan subsektor Layanan Komputer dan Piranti Lunak teknologi Informasi. Arsitektur dan Periklanan tumbuh lebih
besar dari 8 persen pada tahun 2013.
Tahun 2013, sektor Ekonomi Kreatif menyerap 11,9 juta tenaga kerja atau sebesar 10,7 persen dan merupakan sektor
terbesar ke-4 yang berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Subsektor Kuliner, Fesyen, dan Kerajinan, berkontribusi
90 persen dari total tenaga kerja di sektor Ekonomi Kreatif, yaitu: 31,5 persen; 32,3 persen; 26,19 persen, dan subsektor
Periklanan; Film,video, dan Fotografi, tumbuh lebih besar dari pertumbuhan penyerapan tenaga kerja nasional, yaitu sebesar
3-38 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI 2,7 persen dan 2 persen.
TABEL 3.4 EKONOMI KREATIF
TAHUN 2010 – 2013
No U r a i a n
NILAI PDB NOMINAL miliar Rp 2010
2011 2012
2013
1 Periklanan
2,534.7 2,896.6
3,168.3 3,754.2
2 Arsitektur
9,243.9 10,425.6
11,510.3 12,890.9
3 Pasar Barang Seni
1,372.1 1,559.5
1,737.4 2,001.3
4 Kerajinan
72,955.2 79,516.7
84,222.9 92,650.9
5 Desain
19,583.2 21,018.6
22,234.5 25,042.7
6 Fesyen
127,817.5 147,503.2
164,538.3 181,570.3
7 Film, Video, dan Fotografi
5,587.7 6,466.8
7,399.8 8,401.4
8 Permainan Interaktif
3,442.6 3,889.1
4,247.5 4,817.3
9 Musik
3,972.7 4,475.4
4,798.9 5,237.1
10 Seni Pertunjukan
1,897.5 2,091.3
2,294.1 2,595.3
11 Penerbitan Percetakan
40,227.0 43,757.0
47,896.7 52,037.6
12 Teknologi Informasi
6,922.7 8,068.7
9,384.2 10,064.8
13 Radio dan Televisi
13,288.5 15,664.9
17,518.6 20,340.5
14 Riset dan Pengembangan
9,109.1 9,958.0
11,040.9 11,778.5
15 Kuliner
155,044.8 169,707.8
186,768.3 208,632.8
Ekonomi Kreatif - Sosial Budaya EKSB
240,830.1 263,817.6
287,221.3 319,518.8
Ekonomi Kreatif Media Digital Iptek EKMDI
232,169.1 263,181.7
291,539.3 322,296.6
TOTAL 472,999.2
526,999.2 578,760.6
641,815.5
Tantangan Pada tahun 2015, tantangan pembangunan pariwisata adalah
sebagai berikut: 11. Tantangan Eksternal
a. Rendahnya daya saing pariwisata Indonesia. Pada tahun 2013 berdasarkan survei World Economic
Forum dalam World Tourism Competitiveness Index, Indonesia menempati posisi 70 dari 140 negara.
Posisi tersebut berada di bawah Singapura 10, Malaysia 34, Thailand 43 dan bahkan India 65.
b. Globalisasi dan liberalisasi memberi peluang tumbuhnya wisman ke Indonesia inbound, pada
saat yang sama yang keluar negeri juga tumbuh pesat
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-39 outbound.
c. Perubahan pola pelayanan wisatawan akibat perubahan gaya hidup maupun peran teknologi
informasi yang makin meluas menjadi tantangan pengembangan industri perjalanan.
12. Tantangan Internal a. Penataan kelembagaan untuk memperkuat peran
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam mendukung pembangunan nasional
b. Membangun profesionalisme di kalangan pejabat satuan kerja kepariwisataan di daerah sangat
mendesak. c. Pengembangan sistem informasi kepariwisataan
yang handal dan terkini up-to-date dengan akses yang seluas-luasnya bagi calon wisatawan dalam dan
luar negeri, industri perjalanan, dan pengambil kebijakan.
d. Peningkatan sebaran tujuan wisatawan mancanegara di luar wilayah Bali, untuk menciptakan pemerataan
manfaat kepariwisataan bagi masyarakat di seluruh Indonesia.
Dalam pengembangan ekonomi kreatif permasalahan yang dihadapi utamanya adalah lemahnya pelaksanaan koordinasi
antara pusat dan daerah serta masih kurangnya penghargaan terhadap hak kekayaan intelektual HKI terutama karya seni
di bidang ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya.
Isu Strategis Isu strategis pariwisata dan ekonomi kreatif dalam tahun 2015
adalah:
MENINGKATKAN KONTRIBUSI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF DALAM PEREKONOMIAN
NASIONAL
Selain sektor pariwisata, sektor koperasi dan UKM mempunyai pengaruh penting dalam perekonomian.
3-40 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI 3.1.9
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah UKM Peran UMKM dalam perekonomian nasional masih sangat
besar, terutama dilihat dari jumlah pelaku usaha, penyediaan lapangan kerja dan pembentukan produk domestik bruto
PDB Tabel 3.4. Pada periode 2009-2012, jumlah UMKM terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,4
persen. Pertumbuhan jumlah usaha menengah dan usaha kecil tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan usaha mikro. Hal ini
dapat menjadi
indikasi adanya usaha yang naik kelas atau tumbuh skala usahanya. Sebagian besar UMKM bergerak di
sektor pertanian-peternakan-kehutanan-perikanan
yaitu sekitar 49,6 persen, dan sektor perdagangan-hotel-restoran
yaitu sebesar 29,6 persen.
TABEL 3.5 PERKEMBANGAN UMKM
Indikator Data
Proporsi 2009
2010 2011
2012 2009
2010 2011
2012
Jumlah Unit Usaha
52,76 Juta Unit 53,82 Juta
Unit 55,21 Juta
Unit 56,53 Juta
Unit 99,99
99,99 99,99 99,99 Tenaga Kerja
52,18 Juta Org 99,40 Juta
Org 101,72 Juta
Org 107,65
Juta Org 96,21
97,22 97,24 97,16 PDB Harga
Konstan tahun 2000
Rp 1.212,59 triliun
Rp 1.282,57 triliun
Rp 1.369,33 triliun
Rp 1.504,93
triliun 58,05
57,83 57,60 57,49 Ekspor Non
Migas Rp 162,25 triliun
Rp 175,89 triliun
Rp 187,44 triliun
Rp 208,07 triliun
17,02 15,81 16,44 14,06
Investasi Harga Konstan tahun
2000 Rp 223,92 triliun
Rp 247,14 triliun
Rp 260,93 triliun
Rp 300.18 triliun
49,38 48,34 49,11 51,45
Produktivitas - Per unit usaha
- Per tenaga kerja
Rp 22,98 Jt Rp 12,60 Jt
Rp 23,83 jt Rp 12,90 jt
Rp 24,80 jt Rp 13,46 jt
Rp 26,62 jt Rp 13,98 jt
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM 2013
Sementara itu partisipasi UMKM di sektor industri pengolahan adalah sekitar 6,4 persen. Pertumbuhan jumlah unit UMKM
diikuti oleh pertumbuhan jumlah tenaga kerja UMKM, dengan rata-rata sebesar 3,5 persen pada periode 2009-2012.
Pertumbuhan tenaga kerja tertinggi tercatat pada usaha kecil dan usaha menengah, yang menunjukkan kapasitas penciptaan
lapangan kerja yang tinggi. Kondisi ini sejalan dengan fenome
na adanya usaha yang naik kelas . Perkembangan UMKM juga dapat dilihat dari perannya dalam
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-41 pembentukan PDB harga konstan yaitu sekitar 57,0
– 58,0 persen pada periode 2009-2012. Kontribusi PDB UMKM
sebagian besar disumbangkan oleh UMKM di sektor-sektor tersier. Kinerja UMKM dalam pembentukan PDB dipengaruhi
oleh pertumbuhan PDB usaha mikro yang jumlah unit usahanya dominan. Kontribusi PDB usaha mikro rata-rata
adalah sebesar 32,1 persen dan merupakan yang terbesar di antara UMKM. Sementara itu tingkat produktivitas per unit
UMKM dan per tenaga kerja UMKM pada tahun 2009-2012 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4,1 persen
dan 3,0 persen.
Indikator lain perkembangan kinerja UMKM yaitu nilai ekspor non migas UMKM mengalami peningkatan rata-rata sebesar
4,3 persen per tahun pada periode 2009-2012. Peningkatan ekspor tertinggi terdapat pada usaha menengah yaitu sebesar
5,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha menengah sudah lebih banyak yang tergabung dalam pasar ekspor
dibandingkan dengan usaha mikro dan kecil. Namun sumbangan ekspor non migas UMKM terhadap total ekspor
nasional mengalami penurunan, yaitu dari 17,0 persen pada tahun 2009 menjadi 14,1 persen pada tahun 2012.
Sementara itu kontribusi UMKM dalam investasi pada periode 2009-2012 cukup berfluktuasi dalam kisaran antara 48,3
– 51,5 persen. Usaha menengah memiliki kontribusi investasi
yang terbesar, dan hal ini sejalan dengan karakteristik dari usaha menengah yang sudah lebih banyak menggunakan
teknologi untuk mendukung proses produksinya. Rata-rata pertumbuhan nilai investasi usaha menengah juga tercatat
paling tinggi yaitu 11,7 persen pada periode 2009-2012. Khusus berkaitan dengan koperasi, perkembangannya
ditunjukkan oleh indikator-indikator i jumlah koperasi; ii proporsi koperasi aktif; iii jumlah koperasi yang
menjalankan rapat anggota tahunan RAT; iv jumlah anggota koperasi; v jumlah tenaga kerja koperasi; vi modal
koperasi; dan vii volume usaha Tabel 3.4. Jumlah koperasi terus mengalami peningkatan pada periode 2009-2012
dengan rata-rata peningkatan sekitar 5,9 persen per tahun. Peningkatan jumlah koperasi juga diikuti dengan peningkatan
jumlah anggota koperasi rata-rata sebesar 5,6 persen pada periode yang sama. Pertumbuhan jumlah anggota koperasi
tertinggi terjadi pada periode 2011-2012 yaitu sekitar 9,8 persen.
3-42 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI TABEL 3.6
PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN USAHA KOPERASI
Indikator Satuan
2009 2010
2011 2012
2013
Jumlah Koperasi Unit
170.411 177.482
188.181 194.295
203701 Persentase Koperasi
Aktif 70,7
70,3 71,0
71,7 70,3
Persentase Koperasi yang Melaksanakan
RAT 48,6
44,7 43,4
47,4 47,3
Jumlah Anggota Orang
29.240.272 30.461.121
30.849.913 33.869.439
35.258.176 Jumlah Tenaga Kerja
Orang 357.330
358.768 377.238
429.768 452.510
Modal Sendiri Rp Juta
28.348.728 30.102.014
35.794.285 51.422.621
89.536.291 Modal Luar
Rp Juta 31.503.882
34.686.713 39.689.952
51.403.537 80.840.572
Volume Usaha Rp Juta
82.098.587 76.822.082
95.062.402 119.182.690 125.584.976
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM 2014
Dari sisi kelembagaan, kinerja koperasi ditunjukkan oleh indikator pelaksanaan rapat anggota tahunan RAT dan
jumlah tenaga kerjanya. Perkembangan kedua indikator tersebut pada periode 2009-2012 secara umum menunjukkan
bahwa tata kelola koperasi masih perlu ditingkatkan. Sebagian besar koperasi saat ini belum melaksanakan RAT yang
merupakan penerapan dari prinsip pengendalian oleh anggota koperasi. Jumlah karyawan koperasi pada tahun 2013 juga
baru mencapai sekitar 2 orang per koperasi, yang menunjukkan masih banyak koperasi yang belum dikelola
secara profesional.
Dari sisi usaha, kinerja koperasi dapat diukur dari indikator permodalan dan volume usahanya. Jumlah modal koperasi
dalam periode 2009-2012 meningkat rata-rata 31,7 persen, yang diikuti dengan peningkatan rasio modal sendiri dan
modal luar koperasi dari sebesar 0,9 pada tahun 2009 menjadi sebesar 1,1 pada tahun 2013. Perkembangan ini menunjukkan
peningkatan partisipasi anggota dalam pemupukan modal. Perbaikan struktur permodalan koperasi juga mencerminkan
perbaikan kapasitas usaha koperasi, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan volume usaha koperasi rata-rata sebesar
12,0 persen. Perkembangan modal dan volume usaha koperasi tersebut juga menunjukkan peningkatan kemandirian usaha
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-43 koperasi.
Sementara itu
sebaran koperasi
berdasarkan jenis
menunjukkan bahwa proporsi koperasi konsumen masih merupakan yang terbesar yaitu 78,1 persen, diikuti oleh
koperasi produsen dan Koperasi Simpan Pinjam KSP. Namun evaluasi perkembangan koperasi berdasarkan jenis masih
mengalami kendala berupa keterbatasan data dan informasi. Pengecualian yaitu data-data KSP dan usaha simpan pinjam
USP pada koperasi non KSP yang tersedia lebih lengkap. Perkembangan utama dari KSPUSP sampai dengan tahun
2012 menunjukkan bahwa layanan simpan pinjam koperasi sudah menjangkau sekitar 17,7 juta orang, yang sebagian
merupakan usaha mikro dan kecil.
Berbagai indikator perkembangan UMKM pada tahun 2009- 2013 tersebut di atas secara umum menunjukkan peran
UMKM dalam perekonomian nasional masih sangat besar, terutama dari jumlah pelaku usaha, penyediaan lapangan kerja
dan pembentukan PDB. Perkembangan koperasi juga menunjukkan potensi usaha yang besar, meskipun kinerja
kelembagaan koperasi masih perlu diperbaiki agar sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi, dan untuk merespon
perubahan perekonomian yang semakin dinamis.
Permasalahan dan Isu Strategis
Permasalahan Permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dan koperasi UMKMK secara umum menunjukkan bahwa daya
saing UMKMK masih rendah, sebagaimana ditunjukkan oleh:
1. Struktur pelaku usaha nasional masih didominasi oleh usaha mikro 98,8 persen yang menjalankan usaha secara
informal, serta memiliki keterbatasan asset, akses ke pembiayaan dan produktivitas. Sementara itu populasi
usaha kecil dan usaha menengah, yang memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam penciptaan lapangan kerja dan
devisa, masih rendah. Sumbangan PDB usaha kecil dan menengah juga rendah. Kondisi ini menunjukkan
fenomena missing middle dalam struktur pelaku usaha di Indonesia;
13. Kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB memiliki tren penurunan terutama di sektor-sektor pertanian dan
perdagangan dimana jumlah unit dan tenaga kerja UMKM paling dominan. Nilai tambah yang diciptakan UMKM
3-44 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI sebagian besar terdapat di sektor tersier, sedangkan nilai
tambah UMKM di industri pengolahan masih rendah; 14. Kesenjangan yang melebar antara produktivitas per unit
UMKM dan usaha besar yang merupakan dampak dari penurunan kontribusi PDB UMKM dalam tiga tahun
terakhir. Kesenjangan produktivitas juga terjadi antar sektor, dengan tingkat produktivitas UMKM terendah
terdapat di sektor pertanian, perdagangan, serta pengangkutan dan komunikasi;
15. Rendahnya keterlibatan UMKMK dalam jaringan produksi dan pemasaran, mengingat baru sekitar 6,3 persen UMKMK
yang terhubung dengan jaringan produksi global, dan baru sekitar 19,0 persen UMKM yang terlibat dalam pasar
ekspor. Selain itu, kontribusi UMKM dalam ekspor terus mengalami penurunan;
16. Terbatasnya kewirausahaan dan keterampilan sumber daya manusia SDM UMKMK yang berdampak pada i
pengelolaan usaha yang masih berorientasi pada produksi; ii rendahnya manajemen tenaga kerja, pengelolaan
keuangan, pemasaran; serta iii rendahnya pemahaman tentang hukum dan peraturan;
17. Akses UMKMK ke pembiayaan masih rendah yang dipengaruhi oleh keterbatasan i jangkauan lembaga
pembiayaan dan informasi pembiayaan; ii pengetahuan UMKMK tentang layanan keuangan dan kapasitas UMKMK
dalam pengelolaan keuangan; serta iii pembiayaan bagi wirausaha baru;
18. Terbatasnya kapasitas UMKMK dalam inovasi, penerapan teknologi, dan penerapan standardisasi dan sertifikasi
produk, yang berdampak pada rendahnya kapasitas dan kualitas produksi, serta jangkauan pasar. Hal ini
ditunjukkan oleh data-data bahwa sekitar 78,0 persen sentra atau klaster UMKM memiliki tingkat penerapan
teknologi yang rendah. Selain itu sekitar 59,0 persen UMKMK tidak memiliki anggaran untuk berinovasi, dan
82,0 persen UMKM tidak memiliki paten;
19. Iklim usaha belum mendukung perkembangan UMKMK terutama
menyangkut perizinan,
kepastian dan
perlindungan usaha. Baru sekitar 18,3 persen UMKM yang sudah memiliki badan hukum, dan banyak lokasi usaha
UMKM di sektor informal bersinggunggan dengan usaha
RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015 | BIDANG EKONOMI
3-45 modern dan ketentuan tata ruang; dan
20. Tata kelola kelembagaan dan usaha koperasi belum mendukung perannya yang optimal dalam meningkatkan
partisipasi anggota, efisiensi dan posisi tawar anggotanya, serta kesejahteraan anggota.
Selain permasalahan tersebut di atas, UMKMK juga menghadapi berbagai tantangan, utamanya:
1. Globalisasi ekonomi dan integrasi kawasan termasuk penerapan
Masyarakat Ekonomi
ASEAN akan
meningkatkan aliran produk, investasi dan tenaga kerja yang
menuntut respon
UMKMK dalam
bentuk peningkatan kapasitas untuk berkompetisi di pasar dan
memanfaatkan peluang ekonomi yang semakin terbuka; 2. Siklus hidup produk yang semakin cepat sebagai akibat
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan akselerasi peningkatan kapasitas UMKMK
agar dapat merespon dinamika permintaan pasar; dan
3. Efektivitas koordinasi dan sinergi kebijakan dan program baik di pusat maupun di daerah, serta dengan pemangku
kepentingan lainnya
dalam rangka
mendukung peningkatan daya saing UMKMK.
Permasalahan yang dihadapi oleh UMKMK saat ini dan tantangan ke depan menunjukkan bahwa isu utama
pengembangan UMKMK ke depan berkaitan dengan peningkatan daya saing UMKMK. Isu daya saing UMKMK
tersebut berkaitan tidak saja dengan konteks pertumbuhan ekonomi, namun juga dengan konteks pemerataan. Isu daya
saing UMKMK dalam konteks pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas usaha kecil
dan menengah UKM agar dapat berkontribusi lebih besar dalam perekonomian nasional, serta kebutuhan untuk
meningkatkan
kemandirian koperasi
dengan berbasis
kekuatan anggotanya. Sementara itu, isu daya saing UMKMK dalam konteks pemerataan berkaitan dengan kebutuhan
untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk dari usaha mikro yang populasinya dominan dan mencakup
masyarakat miskin dan rentan. Berdasarkan kedua konteks tersebut, maka penanganan isu daya saing UMKMK dalam lima
tahun mendatang akan dilaksanakan melalui kebijakan dan rencana tindak untuk memperkuat kapasitas UMKMK, serta
meningkatkan pendapatan, perkembangan dan keberlanjutan
3-46 | RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2015
BIDANG EKONOMI usahanya.
Di samping sektor koperasi dan UKM, sektor keuangan berperanan penting dalam perekonomian.