Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan

606 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik Jondul merupakan penyebutan tempat yang berada di RW 10 Kelurahan Rejosari Kecamatan Tenayan Raya. Lokasi yang banyak dihuni berada di RT 01 dan 05. Di RT 01 terdapat 19 rumah dan di RT 05 terdapat 10 rumah. Rumah-rumah tersebut dijadikan tempat prostitusi yang berkedok panti pijat. Penamaan tempat panti pijat tersebut untuk menutupi izin prostitusi yang tidak diperbolehkan lagi di Pekanbaru. Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Anak Nakal, Eks Korban Napza dan Hukuman Dinas Sosial Kota Pekanbaru 2016, pasca ditutupnya lokalisasi Teleju maka tempat prostitusi berpindah ke Jondul. Di Jondul tersebut terdapat banyak tempat prostitusi yang berbentuk kos-kosan dan perumahan. Jondul bukan hanya dihuni WTS saja, tetapi juga ada waria. Kawasan kedua yang banyak dihuni oleh WTS sebagai tempat praktik prostitusi adalah Maredan. Daerah ini merupakan sebuah perkampungan perbatasan antara Pekanbaru, Siak, dan Pelalawan. Keberadaannya berbeda dengan Jondul. Jika Jondul berada di tengah keramaian masyarakat kota, maka Maredan justru jauh di sudut kota. Keberadaannya sulit untuk dijangkau. Tepat lokasinya ada di RT 02 RW 12 Kelurahan Kulim Kecamatan Tenayan Raya. Ada sekitar puluhan rumah warga yang dijadikan tempat hiburan dan praktik prostitusi. Berdasarkan penuturan WTS di Maredan 2016, mayoritas mereka adalah eks dari Teleju. Bagi perempuan yang masih muda atau ABG, biasanya disebut sebagai pemain baru yang bukan dari Teleju. Berikutnya, paling ujung dari Jalan Riau Ujung merupakan tempat yang jauh dari jangkauan kota. Tempat ini mulai dikenal dan ramai diperbincangkan warga Kota Pekanbaru sejak ditutupnya lokalisasi Teleju. Terdapat praktik prostitusi di tempat hiburan. Praktik prostitusi di kawasan ini pun ada pasca penutupan Teleju. Penduduk di wilayah ini tidak begitu ramai dan akses masuk ke lokasi tersebut pun sulit. Hanya saja, jumlah WTSnya sangat banyak. Lokasi ini sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai pengganti Teleju, jika hal ini dibiarkan lama-lama oleh Pemerintah Kota Pekanbaru. Demikian yang disebutkan oleh Ranjabar 2015, bahwa tidak ada peradaban yang terus menerus tumbuh tanpa batas. Umumnya peradaban akan hancur apabila elit kreatifnya pemerintah tak lagi berfungsi secara memadai. Perubahan yang dilakukan pemerintah dengan menutup Teleju memang menjadi angin segar, tetapi karena tidak dipelihara dengan baik, maka perubahan tersebut akan kembali kepada kemerosotan. Hal ini terbukti dengan adanya pembiaran oleh pemerintah dan berakibat pada menjamurnya lokalisasi terselebung di Pekanbaru.

3. Dampak Penyebaran Lokalisasi Prostitusi

Prostitusi sangat identik dengan peredaran narkoba dan penyebaran penyakit kelamin, seperti HIV dan AIDS acquired immune deficiency syndrome. Keadaan ini sangat berbahaya dan dapat menghancurkan generasi muda bangsa ini termasuk di Kota Pekanbaru, jika keadaan ini terus dibiarkan tanpa ada upaya penyelesaian yang tepat. Data dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa di Kota Pekanbaru telah terjadi peningkatan kasus HIVAIDS. Data awal tahun 2015 menunjukkan 717 kasus HIV dan mengakibatkan meninggal 10 orang. Data AIDS 674 kasus dan meninggal 158 orang. Adapun perbandingan persentase berdasarkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki pengidap penyakit tersebut 55 banding 45 persen. Selain itu, berkembangnya kasus-kasus dan semakin pesatnya jumlah WTS ini akan berkaitan langsung dengan kesehatan mental masyarakat serta sebagai akumulasi dari berbagai masalah sosial dan kepribadian. Selain masalah HIVAIDS, penyebaran lokalisasi juga berpengaruh terhadap psikologi warga sekitar. Anak-anak dan remaja adalah golongan yang rentan terkena imbas keberadaan lokalisasi prostitusi tersebut. Kehidupan sosial keagamaan menjadi makin memudar, sehingga usaha pemerintah kota untuk menjadi Pekanbaru menjadi kota yang madani akan sulit terwujud dengan alasan kasus praktik prostitusi yang menyebar di berbagai sudut kota tersebut. Ranjabar 2015 memprediksi bahwa tidak ada seorang pun yang akan menyatakan bahwa manusia tidak terpengaruh oleh lingkungan hidup. Perubahan dalam lingkungan hidup akan berakibat pada perubahan masyarakat sekitarnya. Demikian juga dengan munculnya lokalisasi baru di pemukiman warga, maka dampak sosialnya akan lebih besar. Memang, aspek norma lebih lambat perubahannya dari pada aspek materil, tetapi sekali terjadi perubahan pada aspek norma dalam masyarakat maka perubahan sosial yang diakibatkannya akan lebih besar dan luas Kasnawi dan Asang, 2014.