Fasiltas ,mekanisme dan pensyaratan dalam pengajuan Tax Holiday.

668 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik seluruhnya yang dilampiri dengan surat pernyataan akuntan publik yang menyatakan bahwa laporan realisasi penanaman modal telah diaudit dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selain menyampaikan laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit Wajib Pajak juga harus menyampaikan laporan realisasi penanaman modal yang tidak wajib diaudit secara triwulanan. Laporan triwulanan tersebut disampaikan sejak triwulan saat penanaman modal mulai direalisasikan sampai dengan triwulan penanaman modal direalisasikan seluruhnya. Laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit dan laporan realisasi penanaman modal yang tidak wajib diaudit disampaikan dengan menggunakan format yang telah ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44PJ2011 Tata Cara Pelaporan Penggunaan Dana dan Realisasi Penanaman Modal bagi Wajib Pajak Badan yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Batas waktu penyampaian laporan-laporan yang terkait dengan Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan Badan adalah sebagai berikut: a. Laporan penggunaan dana dan laporan realisasi penanaman modal yang tidak wajib diaudit disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan Badan paling lama tanggal 5 lima bulan berikutnya setelah berakhirnya periode triwulanan bersangkutan. b. Laporan realisasi penanaman modal yang wajib diaudit disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan paling lama 4 empat bulan setelah akhir Tahun Pajak. Dalam hal penanaman modal direalisasikan seluruhnya pada bagian tahun berjalan maka laporan realisasi penanaman modal yang wajib diaudit disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan paling lama 4 empat bulan setelah bulan penanaman modal direalisasikan seluruhnya. Dalam hal batas akhir penyampaian laporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional atau hari cuti bersama yang ditetapkan oleh pemerintah, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Penyampaian laporan tersebut dilakukan dengan cara disampaikan langsung dan kepada pengurus kuasa Wajib Pajak diberikan tanda bukti penerimaan; atau dikirimkan melalui pos atau jasa ekspedisi dengan tanda bukti pengiriman surat. Tanggal dan tanda bukti pengiriman surat tersebut dianggap sebagai tanggal dan tanda bukti penerimaan sepanjang laporan tersebut telah lengkap.

2. Efektivitas Penertapan TAX Holiday di Indonesia :

Sebagaimana sering dikemukakan dalam pembahasan literatur terkait, keberadaan Tax Holiday memang selalu melibatkan trade-off antara potensi penerimaan negara yang dapat dihasilkan dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh negara. Meskipun dalam jangka pendek Hilangnya potensi perpajakan merupakan satu hal yang sudah pasti bagi negara, namun seiring dengan meningkatnya volume investasi asing di Indonesia yang dapat dijaring, disertai lapangan kerja yang mampu diciptakannya, maka pemberian fasilitas Tax Holiday ini diyakini dapat menunjang pertumbuhan perekonomian jangka panjang Indonesia. Berdasarkan tujuannya untuk menarik investasi baru pada sektor – sektor prioritas efektivitas penerapan Tax Holiday dapat dipertanyakan Sebagai catatan, sejak fasilitas tax holiday diterbitkan pada 2010, dan di terapkan sejak Agustus 2011 tetapi kenapa hanya sedikit perusahaan yang memperoleh tax holiday, “Apakah memang hanya Empat perusahaan ini yang memenuhi kriteria mendapat tax holiday. Keempat perusahaan adalah sebagai berikut : Tabel I Perusahaan Penerima Tax Holiday No Nama Perusahaan Lokasi Investasi Jmh Investasi Waktu Tax Holiday 1 PT Petrokimia Butadiene Indonesia Cilegon-Banten 1,3 Trilyun 5 tahun 2. PT Unilever Oleochemical Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus KEK Sei Mangke 1,2 triliun 5 Tahun 669 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Kebijakan Publik, Administrasi Publik 3 PT Energi Sejahtera Mas Dumai 3 triliun 5 Tahun 4 PT Sulawesi Mining Investment Di Morowali US1 miliar 5 Tahun Sumber: Di rangkum dari berbagai sumber. Sedikitnya jumlah perusahaan penerima tax holiday mengambarkan bahwa insentif tax holiday belum dapat di jadikan daya tarik investor untuk berinvestasi di bidang prioritas yang di tentukan, kebijakan ini ternyata belum mampu mengarahkan Fungsi Regularendinvestasi di bidang – bidang yang di jadikan prioriras pemerintah yaitu industri logam dasar, industri pengilangan minyak bumi danatau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam, industri permesinan, industri di bidang sumberdaya terbarukan, danatau industry telekomunikasi. Saat ini sebenarnya telah tersedia insentif perpajakan untuk menarik investor baru seperti diatur dalam Pasal 31 A ayat 1 UU Nomor 172000 tentang PPh yang menyebutkan, wajib pajak yang menanamkan modal di bidang-bidang usaha tertentu danatau di daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan. Fasilitas pertama adalah investment allowance, dimana investor diperkenankan untuk mengurangi net income sebelum diterapkan tarif pajak penghasilan dengan suatu jumlah sebesar 5 dari total investment selama enam tahun. Fasilitas pengurangan penghasilan neto a 5 tersebut dapat dilakukan paling tinggi selama enam tahun. Fasilitas kedua, adalah penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. Dengan fasilitas ini, Wajib Pajak yang menanamkan modal dapat “memperbesar biaya penyusutan” dari 12,5 menjadi 25 dari harga perolehan. Demikian pula dengan amortisasi harta tak berwujud. Fasilitas ketiga adalah fasilitas kompensasi kerugian yang lebih lama dari lima tahun, tapi tidak lebih dari 10 tahun. Dari berbagai perhitungan simulasi yang telah dilakukan oleh beberapa kelompok pemerhati atau konsultan, dengan memperhatikan bahwa tahun---tahun awal perusahaan selalu menderita rugi, maka secara substansif pada hakekatnya investor yang bersangkutan tidak akan membayar pajak penghasilan badan selama lima sampai tujuh tahun, yang pada hakekatnya atau seolah---olah menikmati fasilitas tax holiday. Fasilitas keempat adalah fasilitas reduced rate, yang penurunan tarif pajak penghasilan terhadap dividen yang dibayarkan ke luar negeri. Tarif umum adalah 20 dari dividen yang dibayarkan, akan tetapi berdasarkan fasilitas ini, maka tarif diturunkan menjadi 10 saja. Dari empat macam fasilitas tersebut, yang sebenarnya mulai berlaku sejak reformasi pajak tahun 1994 yang kemudian lebih diperinci pada reformasi tahun 2000,belum dihitung Analisis keuntungan dan biaya cost – benefit analysis dari insentif perpajakan tersebut yang diumumkan ke publik. Belum dihitung , atau paling tidak belum diumumkan backward looking tentang keberhasilan atau kegagalan pemberian empat macam fasilitas tersebut. Sehingga tidakbelum diperoleh informasi tentang antara lain jumlah minimal: berapa dolar investasi yang akan masuk, berapa jumlah industriyang akan dibangun, berapa jumlah tenaga kerja yang akan terserap dan berapa jumlahtax expenditureforgone tax yang akan dipikul. Berdasarkan hal tersebut maka pembuat keputusan untuk memperlakukan kembali fasilitas tax holiday tersebut laksana seorang yang shooting in dark. Dampak dari kondisi tersebut maka kebijakan dengan model elit yang digunakan. Efektivitas Perpajakan juga dapat diukur dengan memperhatikan Asas – asas pemunggutan pajak seperti yang dikemukakan oleh Adam smith four maxim’s canons terdiri dari Keadilan equity, Kepastian certainty, Kenyamanan convenience dan Netralitas ekonomi economy, Pada dasarnya pemberian fasilitas tax holiday kepada Wajib Pajak tertentu melanggar asas keadilan, kepastian dan netralitas. Itulah sebabnya rezim pajak antara tahun 1984 sampai dengan 2010 tidak pernah membuka peluang dalam pasal Undang---Undang Pajak Penghasilan tentang fasilitas tax holiday tersebut. Fasilitas tax holiday mempunyai potensi melanggar asas keadilan bagi para pengusaha yang telah melakukan investasi karena kepada Wajib Pajak tertentu dibebaskan dari pengenaan PPh Badan selama sekian sekian tahun, sedangkan Wajib Pajak lainnya yang mungkin dalam bidang bisnis yang sama tetap membayar PPh Badan sesuai dengan tarif yang berlaku. Sesuai dengan tujuan hukum pada umumnya, hukum pajak pun bertujuan menciptakan keadilan dalam pemunggutan pajak. Berdasarkan hal itu mestinya tidak ada perbedaan perlakuan diantara wajib pajak. Prosedur tax holiday yang diterapkan pemerintah tidak mampu memberikan jaminan kepastian waktu proses pengurusan Fasilitas Tax Holiday lambatnya kinerja birokrasi, sehingga Proses permohonan tax holiday berjalan 670 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik satu tahun lebih, waktu pemerosesan sebetulnya tidak memerlukan waktu lama bila pemerintah punya standar operasional prosedur dan evaluasi perhitungan. Fasilitas tax holiday melanggar asas netralitas, karena Wajib Pajak pasti akan mempunyai preferensi ke bidang tertentu yang menawarkan fasilitas tax holiday untuk menanamkan modalnya. Untuk meningkatkan Efektivitas dan meminimalkan rasa ketidak adilan dari adanya Tax Holiday maka perlunya adanya kriteria yang jelas dalam pemberian fasilitas tax holiday.dan juga perlunya perluasan cakupan penerima tax holiday tak hanya berdasarkan kategori industry tapi juga berdasarkan kondisi minimnya investasi dan industri di suatu wilayah. “Kalau hanya berdasarkan industri, investasi hanya akan berkembang di Pulau Jawa. Data realisasi Investasi bisa di lihat pada tabel berikut : Tabel III, Laporan realisasi PMA berdasarkan Lokasi No Lokasi 2010 2011 2012 2013 2014 P I P I P I P I P I 1 Sumatera 359 747,1 667 2.076.6 655 3729.3 181 3.395,3 884 3.844,5 2 Jawa 1.973 11.49,8 2.632 12.324.5 2.807 13.659,9 6.059 17.326 6.202 15.436.7 3 Bali NTT NTB 372 502,7 474 952,7 477 1.126,6 932 889,9 806 993,4 4 Kalimantan 254 2.011,4 331 1.918,8 355 3.208,6 849 2.773,4 571 4.673,6 5 Sulawesi 80 859,1 146 715,3 187 1.507 343 1.498,2 282 2.055,7 6 Maluku 10 248,9 31 141,5 19 98,8 94 321,2 56 111,8 7 Papua 28 346,8 61 1.345,1 39 1.234,5 154 2.414,2 84 1.414 Sumber : di Modifikasi dari Data BPKM 2015 Perluasan cakupan penerima Tax Holiday yang didasarkan pada kondisi minimnya investasi dan industri di suatu wilayah di harapkan dapat memeratakan penyebaran innvestasi di Indonesia. Sudah seharusnya berdasarkan minimnya investasi dan industri di suatu wilayah, misalnya di daerah-daerah tertinggal seperti di Kawasan Timur Indonesia KTI, Daerah-daerah tertinggal dinilai lebih membutuhkan insentif yang lebih besar untuk merangsang datangnya investasi. Daerah-daerah ini butuh banyak dana untuk membangun infrastruktur, seperti jembatan, telekomunikasi, dan listrik. pemberian tax holiday untuk investor ke daerah-daerah tertinggal sejalan dengan semangat hilirisasi dalam UU Minerba No.4 2009. Pasalnya, sebagian besar daerah-daerah tertinggal tersebut justru kaya akan sumber daya alam, memiliki tambang-tambang mineral dan gas alam, namun sangat tertinggal dari sisi infrastruktur dan kesejahteraan. Menurut data Hipmi, pada 2014, sejumlah daerah yang kaya akan sumber daya alam SDA termasuk mineral, batu bara, dan migas yakni Papua, Riau, Kalimantan Timur dan Aceh justru mengalami pertumbuhan ekonomi paling rendah sebab harga komoditas di pasar internasional mengalami ketidakstabilan. “Hilirisasi tidak jalan didaerah-daerah ini. Dia jual bahan mentah yang harganya jatuh. Kalau industrilisasi jalan di daerah ini ekonominya akan tumbuh pesat,”. Untuk meningkatkan Efektivitas Tax holiday juga diperlukan juga ada tidaknya ketentuan tax sparing rules, yaitu aturan tax holiday hanya dapat dinikmati oleh investor bila penghasilan yang dibebaskan dari pihak di Indonesia juga tidak dipajaki di negara domisilinya. “Diskriminasi akan terjadi atas investor yang datang dari negara yang mempunyai tax sparing rules dengan non-tax sparing rules. Karena fasilitas ini hanya menguntungkan investor dari negara yang mempunyai tax sparing rules dengan Indonesia, sehingga negara kita akan menghadapi kompetisi pajak yang tidak sehat. KESIMPULAN o Kebijakan Insentif Pajak bukan factor utama yang dipertimbangkan oleh investor asing dalam menanamkan modalnya Indonesia, Keberadaannya pada prinsipnya merupakan pelengkap bagi kebijakan menarik investasi permanen lainnya, yang secara bersama-sama, ditujukan untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia o Pada dasarnya pemberian fasilitas tax holiday kepada Wajib Pajak tertentu melanggar asas keadilan, kemudahan dan netralitas. 671 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Kebijakan Publik, Administrasi Publik o Untuk meningkatkan Efektivitas dan meminimalkan rasa ketidak adilan dari adanya Tax Holiday maka perlunya adanya kriteria yang jelas dalam pemberian fasilitas tax holiday.dan juga perlunya perluasan cakupan penerima tax holiday tak hanya berdasarkan kategori industry tapi juga berdasarkan kondisi minimnya investasi dan industri di suatu wilayah. dan juga diperlukan ada tidaknya ketentuan tax sparing rules DAFTAR PUSTAKA Anoraga, Panji., 1995 Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing, Pustaka Jaya, Jakarta. Arsyad, L., 1992, Ekonomi Pembangunan, Penerbit AMP YKPN, Yogyakarta. Culahovic, Besim, 2000, “FDI, Fiscal Incentives and The Role of Development policy”, dalam OECD Conference Foreign Direct Investment In South East Europe: Dornsbusch, Rudiger and Fischer, Stanley. 1989, Macroeconomic, terj Julius A.Mulyadi,PT. Erlangga, Jakarta. Dye, Thomas R. 1978, Understanding Public Policy, Prentice Hall. Englewood Cliff, New Jersey. Hill, Hal, 1991, Investasi Asing dan Industrialisasi, LP3ES, Jakarta. Hill, Hal, 1996, Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966, Sebuah Studi Kritis dan Komprehensif, Tiara Wacana, Yogyakarta. Jhingan,M.L., 1988, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Rajawali Press, Jakarta. Mardiasmo, Pengantar Pajak , Jakarta Mansury, Kebijakan fiskal,1999, Jakarta, Yayasan Pengembangan dan penyebaran pengetahuan perpajakan YP4 Musgrave, Richard dan Peggy B Musgrave, 1984, Publik Finance in Theory and Practice, McGraw-Hill Analisis Pengaruh Kebijakan Tax Holiday terhadap Perkembangan Penanam Modal … Kesit BambangPrakosa Sukirno, S., 1981, Pengantar Ekonomi Makro, Rajawali Press, Jakarta. Suparmoko, 1987, Keuangan Negara, Dalam Teori dan Praktek Edisi 5, BPFE, Yogyakarta Radius Prawiro, Boediono, bambang sudibyo dkk, 2004, Kebijakan Fiskal, pemiliran dan konsep, kompas, Jakarta Rahayu, Ani sri 2010, Pengantar Kebijakan Fiskal, PT Bumi Aksara, Jakarta. prathama rahardja dan mandala manurung dalam bukunya Pengantar Ilmu Ekonomi, Jakarta 672 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Kebijakan Publik, Administrasi Publik PEMODELAN STATUS GIZI BALITA UNTUK MENGEVALUASI KEBIJAKAN KESEHATAN DALAM MENANGGULANGI PREVALENSI GIZI BURUK DI KABUPATEN PESISIR SELATAN Aidinil Zetra, Bakaruddin Rosyidi Ahmad Jurusan Ilmu Politik, Universitas Andalas E-mail: aidinilyahoo.co.id, bakrandalasgmail.com A b s t r a k Fokus penelitian ini adalah pada penemuan tren model status gizi balita yang sesuai untuk wilayah perkotaan dan pedesaan di Kabupaten Pesisir Selatan. Model ini digunakan untuk perumusan kebijakan kesehatan di khususnya peningkatan stus gizi balita di Kabupaten Pesisir Selatan. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah teknik structural equation modeling SEM dan modifikasinya, karena dianggap paling sesuai untuk mencapai fokus penelitian dan juga sesuai dengan model dan jenis data penelitian. Sebelum itu akan dipelajari keadaan, permasalahan dan implementasi kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat 5 tahun terakhir di lokasi penelitian. Luaran penelitian ini ialah ditemukannya tren perubahan model status gizi balita untuk kawasan perkotaan dan pedesaan di Pesisir Selatan teridentifikasinya tren atau kecendrungan kebiasaan hidup masyarakat perkotaan dan pedesaan menurut variabel model, melakukan eksplanasi antara faktor biologi, perilaku dan lingkungan di kalangan masyarakat perkotaan dan pedesaan serta pengaruhnya terhadap prevalensi gizi buruk pada balita di Pesisir Selatan. Luaran lain adalah disusunnya rekomendasi kebijakan berdasarkan dari model status gizi pada balita di Kabupaten Pesisir Selatan, hasil evaluasi kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan 5 tahun belakangan untuk merumuskan kebijakan baru di bidang kesehatan Kata Kunci: Status Gizi Balita, Kabupaten Pesisir Selatan, status gizi balita di perkotaan dan pedesaan, modifikasi teknik SEM, metode kuantitatif eksplanatif. PENDAHULUAN Masalah gizi buruk masih merupakan persoalan utama dalam tatanan kependudukan dunia UNICEF, 2009. Persoalan ini menjadi salah satu poin penting yang menjadi kesepakatan global dalam Milleneum Development Goals MDGs dimana setiap negara secara bertahap harus mampu menguranggi jumlah balita yang bergizi buruk atau gizi kurang sehingga mencapai 15 persen pada tahun 2015. Di Indonesia, persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama dalam pembangunan manusia. Dilihat dari kecenderungan data statistik, masih banyak persoalan yang perlu diselesaikan terutama yang menyangkut persoalan balita gizi kurang. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa masalah gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia bahkan mendekati prevalensi tinggi Laporan Riskesdas 2013, sebanyak 13,0 berstatus gizi kurang, di antaranya 4,9 berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3 anak kurus, di antaranya 6,0 anak sangat kurus dan 17,1 anak memiliki kategori sangat pendek. Kondisi kesehatan yang memprihatinkan ini berpengaruh kepada angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50 penyebab kematian bayi adalah anak yang terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat. Artikel ini membahas tentang hubungan antara faktor Asupan Zat Gizi, Sumber Daya Pengasuh, Pelayanan dan Lingkungan Kesehatan sebagai faktor-faktor penentu model status gizi balita di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat serta menghasilkan model status gizi balita sebagai acuan untuk mengevaluasi kebijakan kesehatan di Daerah ini. METODE Data yang digunakan pada penelitian ini adalah berasal dari Riset Kesehatan Dasar 2013 dengan mengambil sampel semua responden yang berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat yaitu sebanyak 1701 responden. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis korelasi, analisis faktor dan pemodelan status kesehatan dilakukan dengan analisis SEM. Masing-masing metode analisis ada keterkaitan dan saling mendukung hasil analisis yang diperoleh. HASIL Berikut disajikan deskripsi untuk setiap variabel penelitian yang dilibatkan dalam model kajian ini.