Kasus Negara Berkembang full proseding JILID 2

760 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Demokrasi, Desentralisasi, Governance McMichael, Philip. 1999. The Global Crisis of Wage Labour. Studies in Political Economy, No. 58, pp. 11-40. ---------. 2005. Global Development and the Corporate Food Regime. In Frederick H. Buttel Philip McMichael eds. New Directions in the Sociology of Global Development, Elsevier, pp. 265–300. Petras, J. and Veltmeyer, H. 2001. Peasantry and the state in Latin America. Peasant Studies. Platteau, J., P. 2000. Institutions, Social Norms, and Economic Development. London. Harwood Academic Publishers. Purwanto, H. 2012. Serikat Petani Indonesia dalam Perjuangan Pembaruan Agraria di Indonesia Periode 1998- 2011. Master. Universitas Indonesia. Reardon, T. Barrett, C., B. 2000. Agroindustrialization, globalization, and international development: an overview of issues, patterns, and determinants. Agricultural Economics 233, 195–205. Reardon, T., Timmer, P.C., Barrett, C. Berdegue, J. 2003. The rise of supermarket chains in Africa, Asia and Latin America. American Journal of Agricultural Economics, 85, 1140–6. Routlefge, Paul. 1993. Terrains of Resistance, Nonviolent Social Movements and the Contestation of Place in India. London. Wesport Connecticut. Soetomo. 1997. Kekalahan Manusia Petani: Dimensi Manusia dalam Pembangunan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Swinbank, A. Ritson, C. 1995. The Impact of the GATT Agreement on EU fruit and vegetable policy. Food Policy, 204: p.339-357. Timmer, P.C. 1986. Getting Prices Right – The Scope and Limits of Agricultural Price Policy. Ithaca, NY. Cornell University Press. Tarrow, Sidney. 1998. Power Movement. New York. Cambridge University. Tilly, Charles. 1978. From Mobilitation to Revolution. Addition Wesley. Reading Mass. Walker, A. 2008. The rural constitution and the everyday politics of elections in northern Thailand. Journal of Contemporary Asia, 381, 84–105. Yeats, A. J. tanpa tahun. Effective tariff protection in the United States, the European Economic Community, and Japan. The Quarterly Review of Economics and Business, XIV, 41-50. 761 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Demokrasi, Desentralisasi, Governance REFEROMASI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE Zaenal Hirawan Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Niaga Universitas Subang E-mail: Zaenal_hirawanyahoo.co.id A b s t r a k Reformasi pengelolaan keuangan daerah membutuhkan system budgeting yang lebih respon terhadap kepentingan masyarakat yang dapat memfasilitasi peningkatan kinerja instansi pemerintah dalam rangka mewujudkan good governance. Selain itu, reformasi keuangan dapat menciptakan budgeting yang efesien untuk membiayai program pemerintah yang pro rakyat. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis reformasi pengelolaan keuangan daerah khususnya Daerah Kabupaten Subang. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pemerintah Kabupaten Subang tidak menekankan pada aspek anggaran berbasis kinerja, standar akuntansi pemerintah, penetapan standard operating procedure sehingga pemerintah Kabupaten Subang mendapat opini disclaimer pada tahun 2016. Hal ini sangat berdasar karena anggaran pemerintah yang dikeluarkan lebih bersifat politis sehingga pembangunan yang direncanakan dalam proses Musrenbang tidak terlaksana dengan baik Kata kunci: reformasi, pengelolaan keuangan daerah, good governance PENDAHULUAN Kebijakan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia, seperti disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan rendahnya pembangunan sumber daya manusia. Kedua, desentralisasi dapat memperkuat basis perekonomian daerah Dengan adanya desentralisasi mengharuskan sistem pengelolaan keuangan daerah dikelola mandiri oleh pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan tertuang dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 37 Tahun 2014. Peraturan tersebut merupakan salah satu bentuk amademen dari UNdang-Undang No 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No 33 Tahun 2004. Undang-undang tersebut mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah dan keuangan pusat. Pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Kabupaten Subang sebelum adanya reformasi masih menggunakan sistem pendekatan tradisional, lebih cenderung sentralistik, incrementalisme, bersifat tahunan, dan hanya berorientasi pada input saja. Dengan pendekatan tersebut partisipasi masyarakat dalam perencanaan keuangan bersifat semu. Selain itu, pemberlakuan akrual basis yang masih dalam proses implementasi masih terkendala dengan implementor. Hal ini dikarenakan system yang digunakan dirasa baru sehingga perlu beberapa penyesuaian. TINJAUAN PUSTAKA Administrasi Publik Denhardt 2004:1 mengatakan bahwa terdapat tiga perspektif dalam administrasi publik yaitu public administration, new public management, dan new public service. Terdapat dua gagasan utama dalam perspektif old administrative.Gagasan pertama menyangkut pemisahan politik dan administrasi. Gagasan kedua adalah administrasi publik seharusnya berusaha sekeras mungkin untuk mencapai efisiensi dalam pelaksanaan tugasnya. Perspektif administrasi publik kedua, new public management, berusaha menggunakan pendekatan sektor swasta dan bisnis dalam sektor publik. Perspektif new public service mengawali pandangannya dari pengakuan atas warga negara dan posisinya yang sangat penting bagi kepemerintahan demokratis. Jati diri warga negara tidak hanya dipandang sebagai persoalan kepentingan pribadi self interest namun juga melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang lain.

1. Reformasi Administrasi

Wallis dalam Kertasasmita 1997, h.79 mengartikan reformasi administrasi sebagai induced, permanent improvement in administration yang dapat diartikan mengandung tiga aspek, yaitu: 762 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Demokrasi, Desentralisasi, Governance a Perubahan harus merupakan perbaikan dari keadaan sebelumnya. b Perbaikan diperoleh dengan upaya yang disengaja dan bukan terjadi secara kebetulan atau tanda usaha. c Perbaikan yang terjadi bersifat jangka panjang dan tidak sementara untuk kemudian kembali ke keadaan semula. Tujuan reformasi administrasi, yaitu memperbaiki kinerja, kemampuan administrasi dari aparatur birokrasi termasuk perbaikan struktur birokrasi ataupun prosedur bahkan perilaku dalam rangka meningkatkan performance dan efektivitas organisasi. Reformasi administrasi publik diarahkan pada pelaksanaan keseluruhan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan yang didasarkan pada kebutuhan bagi peningkatan kecepatan efektifitas dan mutu pelayanan sesuai dengan dinamika kemajuan masyarakat dan tantangan pembangunan. Administrasi publik yang kuat juga mempunyai makna memiliki kredibilitas dalam pemecahan berbagai permasalahan pemerintahan yang semakin kompleks secara mendasar dan berkesinambungan, terutama dalam upaya mewujudkan peningkatan. Kesejahteraan secara berkeadilan dan meningkatkan daya saing guna memantapkan diri menghadapi era otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan daerah. Dalam perspektif administrasi publik, reformasi birokrasi publik harus menghayati posisi dan perannya serta mengikuti perkembangan disiplin administrasi yang semakin maju. Kondisi ini diperlukan dalam menghadapi kemajuan dan perubahan lingkungan strategis yang bersifat multidimensi. Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya birokrasi pemerintahan yang profesional, beretika, dan efektif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, serta dapat memenuhi tuntutan publik terhadap kebutuhan pelayanan yang semakin berkualitas. Dengan meningkatnya kebutuhan pelayanan kepada masyarakat maka perlu disertai dengan pemahaman mengenai pentingnya akuntabilitas atas setiap kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah

2. Keuangan Daerah

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menyebutkan: “keuangan daerah adalan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”. Sedangkan “pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah”.

3. Transparansi dan Akuntabilitas

Menurut Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah 2002, h.18 transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Berikut beberapa tujuan dari penerapan prinsip transparansi menurut Widodo 2001:19: a Memberikan kemudahan bagi pihak-pihak yang berkesempatan untuk mendapatkan informasi sebagai acuan untuk berpartisipasi dan melakukan pengawasan. b Membangun sikap positif stakeholder dan terhindarkan dari sikap apriori terhadap program-program pembangunan daerah yang dibiayai oleh DAK Dana Alokasi Khusus akibat keterbatasan informasi maupun oleh adanya informasi-informasi yang keliru. c Menciptakan ketersediaan informasi sehingga terbuka peluang yang mampu mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program pembangunan daerah. Prinsip-prinsip transparansi dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti berikut: 1 Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses pelayanan publik; 2 Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses- proses didalam sektor publik; 3 Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani Bappenas 2003. 763 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Demokrasi, Desentralisasi, Governance Menurut Islamy dalam Widodo 2001:4 akuntabilitas publik merupakan landasan bagi proses penyelenggaraan pemerintahan. Ia diperlukan karena aparat pemerintah harus mempertanggungjawabkan tindakan dan pekerjaannya kepada publik dan organisasi tempat kerjanya. Akuntabilitas diperlukan atau diharapkan untuk memberikan penjelasan terhadap yang telah dilakukan. Dengan demikian, akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau penjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorang atau badan hukum atau pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Dari definisi tersebut diatas terlihat bahwa akuntabilitas publik menghendaki birokrasi publik dapat menjelaskan secara transparan transparency dan terbuka openness kepada publik mengenai tindakan apa yang telah dilakukan. Dengan adanya penjelasan secara transparan dan terbuka, masyarakat menjadi tahu tentang apa yang telah dilakukan birokrasi publik, berapa besarnya anggaran yang digunakan, dan bagaimana hasil tindakannya.

4. Good Governance

Governance lebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan tersebut. Sedangkan arti good dalam kepemerintahan yang baik good governance mengandung pemahaman: a Nilai yang menjunjung tinggi keinginankehendak rakyat dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan, kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial. b Aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif, efisien dalam pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan Sedarmayanti, 2009: 274. c Kepemerintahan governance sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman 1993 adalah governance lebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut Sedarmayanti, 2009: 273.

5. Prinsip-Prinsip Good Governance

Kepemerintahan yang baik menurut UNDP 1997 mengidentifikasi lima karakteristik yaitu: a Interaksi, melibatkan tiga mitra besar yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat madani untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya ekonomi, sosial, dan politik. b Komunikasi, terdiri dari sistem jejaring dalam proses pengelolaan dan kontribusi terhadap kualitas hasil. c Proses penguatan sendiri, adalah kunci keberadaan dan kelangsungan keteraturan dari berbagai situasi kekacauan yang disebabkan dinamika dan perubahan lingkungan, memberi kontribusi terhadap partisipasi danmenggalakkan kemandirian masyarakat, dan memberikan kesempatan untuk kreativitas dan stabilitas berbagai aspek kepemerintahan yang baik. d Dinamis, keseimbangan berbagai unsur kekuatan kompleks yang menghasilkan persatuan, harmoni, dan kerja sama untuk pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan, kedamaian dan keadilan, dan kesempatan merata untuk semua sektor dalam masyarakat madani. e Saling ketergantungan yang dinamis antara pemerintah, kekuatan pasar, dan masyarakat madani. Lima karakteristik dalam good governance mencerminkan terjadinya proses pengambilan keputusan yang melibatkan stakeholders dengan menerapkan prinsip good governance yaitu partisipasi, transparansi, berorientasi kesepakatan, kesetaraan, efektif dan efisien, akuntabilitas, serta visi dan misi. Sedangkan Lembaga Administrasi Negara LAN 2003 mengungkapkan prinsip-prinsip good governance antara lain yaitu akuntabilitas, transparansi, kesetaraan, supremasi hukum, keadilan, partisipasi, desentralisasi, kebersamaan, profesionalitas, cepat tanggap, efektif dan efisien, dan berdaya saing. 764 Proceeding Seminar Nasional II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Demokrasi, Desentralisasi, Governance Mustopadidjaja 1997 mengatakan prinsip-prinsip good governance adalah demokrasi dan pemberdayaan, pelayanan, transparansi dan akuntabiiltas, partisipasi, kemitraan, desentralisasi, dan konsistensi kebijakan dan kepastian hukum Sedarmayanti, 2009:282-287 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi yang digunakan dalam peneltian ini adalah pada Pemerintah Kabupaten Subang. Analisis datanya seperti yang di ungkapkan oleh Miles dan Huberman dalam Sugiyono 2009:247 adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. PEMBAHASAN 1. Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Rangka MewujudkanTransparansi dan Akuntabilitas pada Pemerintah Kabupaten Subang Dalam reformasi penganggaran, Pemerintah Kabupaten Subang menetapkan sistem anggaran berbasis kinerja yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Subang. Sistem anggaran berbasis kinerja menurut Suhadak 2007:38 adalah suatu sistem penganggaran yang mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil kinerja output dari perencanaan alokasi biaya input yang ditetapkan. Dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja tersebut memungkinkan untuk membentuk dana cadangan, jadi anggaran tidak harus dihabiskan selama tahun anggaran bersangkutan, namun dapat ditransfer ke dalam dana cadangan. Sebagaimana pendapat Mardiasmo 2004:28 bahwa reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur APBD, namun juga diikuti dengan perubahan proses penyusunan anggaran dan APBD dalam era otonomi daerah disusun dengan pendekatan kinerja. Dalam sistem penganggaran berbasis kinerja, rencana kerja dan anggaran pemerintah akan dituangkan dalam peraturan pemerintah PP. Peraturan ini memerhatikan keterkaitan antara rencana kerja yang disusun dengan anggaran yang dibutuhkan untuk melakukan rencana kerja tersebut mempertegas keterkaitan antara kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaanya, memperlihatkan keterkaitan antara perencanaan strategis 5 tahunan dengan perencanaan operasional 1 tahunan, serta memperlihatkan keterkaitan antara hasil, keluaran, dan indikator atas kinerja. APBD dengan pendekatan kinerja bersifat desentralisasi, berorientasi pada input, output apa yang dihasilkan, dan outcome apa yang diperoleh, perencanaan jangka panjang, dan bottom-up budgeting. Anggaran berbasis kinerja yang efektif akan mengidentifikasikan keterkaitan antara nilai uang dan hasil, serta dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut dapat terjadi yang merupakan kunci pengelolaan program secara efektif. Jika terjadi perbedaan antara rencana dan realisasinya maka dapat dilakukan evaluasi sumber- sumber input dan bagaimana keterkaitannya dengan output outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program. Sebagaimana dikemukakan oleh Hanafi dan Nugroho 2009:129 bahwa pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Anggaran Berbasis Kinerja yang efektif akan mengidentifikasikan keterkaitan antara nilai uang dan hasil, serta dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut dapat terjadi yang merupakan kunci pengelolaan program secara efektif. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintahlembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan, serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam reformasi akuntansi, Pemerintah Kabupaten Subang menetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan SAP sebagai pedoman penyusunan laporan keuangan. 765 Penguatan Ilmu Sosial Dan Humaniora Untuk Perbaikan Karakter Bangsa Indonesia Demokrasi, Desentralisasi, Governance Ciri-ciri konsep SAP adalah laporan realisasi menggunakan ”T account”, adanya kode rekening akuntansi, dan sistem pencatatan double entry. Dengan menggunakan SAP sebagai pedoman penyusunan anggaran pada Pemerintah Kabupaten Subang diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang rinci, transparan, dan mudah dipahami oleh semua kalangan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga masyarakat. Sebagaimana pendapat Suhadak dan Nugroho 2007: 35 bahwa penggunaan sistem double entry memilki keuntungan yakni pengukuran kinerja dapat dilakukan secara lebih komprehensif. Sehingga dengan penyajian laporan yang rinci, transparan, dan mudah dipahami akan mennciptakan transparansi publik. Dalam reformasi pemeriksaan perlu adanya sebuah standar kinerja sebagai alat penilaian kinerja instansi pemerintah. Indikator kinerja menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Yuwono dalam Suhadak 2007:113 berpendapat bahwa penerapan indikator kinerja hendaknya berprinsip pada relevansi, komunikatif, konsisten, dapat dibandingkan, dan andal. Dengan semakin berkembangnya pola pikir masyarakat, maka masyarakat akan lebih banyak menuntut mendapatkan pelayanan yang baik sebagai hak masyarakat terhadap aparatur pemerintah secara transparan. Begitu pula dalam penyelengggaran pemerintahan pada Pemerintah Kabupaten Subang dituntut adanya keterbukaan demi terciptanya pemerintahan yang transparan sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh masyarakat khususnya dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan observasi peneliti pada Inspektorat Kabupaten Subang, Pemerintah Kabupaten Subang telah menerapkan mekanisme keterbukaan transparansi. Seperti keterbukaan terhadap program dan kegiatan sesuai dengan visi dan misi Renstra. Transparansi juga dibuktikan dengan diungguhnya informasiinformasidata-data dalam website Pemerintah Kabupaten Subang, seperti mengenai ringkasan laporan perhitungan APBD. Untuk informasi laporan dengan kode ”x” memang tidak diperlihatkan kepada publik karena bersifat rahasia. Namun transparansi pada Pemerintah Kabupaten Subang belum sepenuhnya optimal. Hal itu dibuktikan bahwa tidak semua informasi dapat diketahui publik hanya data-data tertentu saja. Dalam website Pemerintah Kabupaten Subang datadata yang diunggah tidak sepenuhnya lengkap dan berkala. Hal ini menimbulkan ambiguitas pendapat publik. Data-data tersebut tidak diunggah dikarenakan memang bersifat sangat rahasia atau memang kinerja pegawai yang lamban dalam memberikan informasi kepada publik melalui media. Prinsip transparancy berarti juga terbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk mengajukan tanggapan, usul maupun kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Pemerintah Kabupaten Subang pun telah menerapkannya. Hal ini dibuktikan dalam Keputusan Inspektorat Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Publik Inspektorat Kabupaten Subang yang berisi tentang prosedur pelayanan publik. Dengan adanya pengaduan masyarakat, maka pemerintah dapat lebih meningkatkan pelayanan publik dan transparansi publik terhadap semua kebijakan pemerintah khususnya pengelolaan keuangan daerah. Tranparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizotal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya sehingga tercipta pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Rangka MewujudkanTransparansi dan Akuntabilitas pada Pemerintah Kabupaten Subang Faktor-faktor yang mendukung reformasi pengelolaan keungan daerah dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pada Pemerintah Kabupaten Subang adalah adanya peraturan perundangan yang jelas tentang pengelolaan keuangan daerah, dengan adanya Inspektorat Daerah dan BPKP dan adanya keterlibatan masyarakat ikut dalam perencanaan pembangunan. Sedangkan faktor-faktor yang menghambat yaitu kurangnya kualitas sumber daya manusia yang mampu menyusun laporan keuangan dengan baik dan kurangnya sarana pendukung yakni sarana transportasi. KESIMPULAN Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam reformasi penganggaran pada Pemerintah Kabupaten Subang menekankan pada penyusunan anggaran berbasis kinerja yang tertuang dalam Peraturan